Anda di halaman 1dari 52

PANDUAN PRAKTIK KLINIK

DEPARTEMEN/SMF KESEHATAN ANAK


RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

BAYI BERAT LAHIR RENDAH


P 07.1
1. Definisi Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat badan lahir
kurang dari 2.500 gram tanpa memandang masa gestasi.
Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir.
2. Anamnesis Keadaan ibu selama hamil (sesuai dengan faktor etiologi), usia gestasi.
3. Pemeriksaan Pemeriksaan fisis lengkap bayi baru lahir. Pemeriksaan skor Balard untuk
Fisik menilai usia gestasi, dan diplot pada kurva Lubchenco untuk menilai
kesesuaian berat lahir dengan usia gestasi.
Klasifikasi :
A.Berdasarkan berat lahir :
1. Berat lahir kurang dari 1000 gr : bayi berat lahir amat sangat rendah
2. Berat lahir kurang dari 1500 gr : bayi berat lahir sangat rendah
3. Berat lahir kurang dari 2500 gr : bayi berat lahir rendah

B.Berdasarkan usia gestasi BBLR dibedakan:


1. 1.Kurang bulan : usia gestasi kurang dari 37 minggu.
2. Cukup bulan : usia gestasi >37 minggu atau lebih.

C.Berdasarkan berat lahir dan usia gestasi maka BBLR dapat


diklasifikasikan menjadi:
1. SMK (sesuai masa kehamilan)
2. KMK (kecil masa kehamilan)
3. atau BMK (besar masa kehamilan).
4. Kriteria Berdasarkan berat lahir dan usia gestasi diklasifikasikan sesuai dengan
Diagnosis klasifikasi di atas.
5. Diagnosis - Timbang berat bayi
- Tentukan masa gestasi (hari pertama haid terakhir, Skor Ballard)
- Tentukan bayi sesuai masa kehamilan atau kecil masa kehamilan
dengan menggunakan kurve pertumbuhan dan perkembangan intra
uterin dari Battalgia dan Lubchenco
Usia gestasi <37 minggu prematuritas murni
Usia gestasi 36 minggu dismatur
Usia gestasi <37 minggu dan berat lahir kurang untuk masa gestasi
tersebut gabungan keduanya
-Cari faktor penyebab/risiko yang mendasari
6. Diagnosis Sesuai klasifikasi
Banding
7. Pemeriksaan Glukosa darah, hemoglobin, leukosit, diff. count, serta pemeriksaan lain atas
8. Penunjang indikasi (foto thoraks, ECG,USG).
9. Terapi Indikasi rawat:
- Semua bayi berat lahir kurang dari 1.500 gram
- Usia gestasi 35 minggu
- Bayi dengan komplikasi
Perawatan:
Dirawat dalam inkubator, jaga jangan sampai hipotermi, suhu bayi 36,5-
37,5oC
Bayi dengan distres pernapasan pengobatan lihat bab distres pernapasan.
Tentukan usia gestasi
Bayi BB >1.500 gram tanpa asfiksia dan tak ada tanda-tanda distres
pernapasan dirawat gabung
Bila bayi <1.500 gram, pindah rawat bagian IKA dan beri ASI/LLM
Bayi-bayi KMK (Kecil Masa Kehamilan) diberi minum lebih dini (2 jam
setelah lahir)
Periksa gula darah dengan dekstrostik bila ada tanda-tanda hipoglikemia
Kebutuhan cairan setiap kgBB/24 jam
Hari ke 1 : 80 cc
Hari ke 2 : 100 cc
Hari ke 3 : 120 cc
Hari ke 4 : 130 cc
Hari ke 5 : 135 cc
Hari ke 6 : 140 cc
Hari ke 7 : 150 cc
Hari ke 8 : 160 cc
Hari ke 9 : 165 cc
Hari ke 10 : 170 cc
Hari ke 11 : 175 cc
Hari ke 12 : 180 cc
Hari ke 13 : 190 cc
Hari ke 14 : 200 cc
Jenis Cairan IVFD :
BB >2.000 gram : dekstrose 10% 500 cc + Ca glukonas 10%
BB <2.000 gram : dekstrose 7% 500 cc + Ca glukonas 10%
Kebutuhan Ca glukonas/hari : 5 cc / kg BB
- Mulai hari ke-3 baru ditambahkan NaCl 15% 6 cc/kolf dan KCl
sesuai kebutuhan.
- Hari kedua diberi protein 1 gram/kgBB/hari, dinaikkan perlahan-
lahan 1 gram, 2 gram, 2 gram, 3 gram/kgBB/hari.
- Pada bayi tanpa distres pernapan (RR <60 x/menit) dapat
langsung diberi minum per oral dengan menghisap sendiri atau
dengan nasogastrik drip. Bila bayi tidak mentolerir semua kebutuhan
peroral, maka diberikan sebanyak yang dapat ditoleransi lambungnya
dan sisanya diberikan dengan IVFD.
- Pemberian minum tiap 2-3 jam pada bayi dengan BB <1.500 gram
secara sonde lambung, kemudian dilanjutkan dengan menghisap
langsung ASI dari ibu, secara bertahap 1 x/hari dilanjutkan 2-3 x/hari
dan seterusnya akhirnya sampai penuh sampai bayi dipulangkan.
- Bayi dengan masa gestasi <32 minggu diberikan:
Theophilin per oral dosis awal 6 mg dan dilanjutkan 1,5
mg/kgBB/kali tiap 8 jam sampai masa gestasi 34 minggu.
Theophilin juga diberikan pada bayi dengan masa gestasi 33 -
34 minggu bila bayi tersebut apnu yang disertai bradikardia dan
sianosis.
Bila bayi belum bisa makan per oral dapat juga diberikan
aminophylin IV dosis awal 7-8 mg/kgBB dilanjutkan dosis 2
mg/kgBB tiap 8 jam.
10. Edukasi Penjelasan mengenai komplikasi jangka panjang dan jangka pendek dari
BBLR dan perawtan metode kangguru.
11. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
12. Tingkat II
Evidens
13. Tingkat A
Rekomendasi
14. Penelaah Dr. Julniar M. Tasli SpAK
Kritis Dr. Herman Bermawi, SpAK
Dr. Afifa Ramadanti, SpA
Dr. Indrayady, SpA
15. Indikator - Berat badan
Medis - Kemampuan minum
16. Target Bayi sudah dapat minum secara adekuat sesuai dengan kebutuhan dan tidak
ada komplikasi.
17. Kepustakaan 1. Papageorgiou A., Pelausa E., Kovacs L. The extremely Low-Birth-
Weight infant. Dalam: MacDonald MG,Mullet MD, Seshia M,
penyunting. Averys Neonatology, pathophysiology & management of the
newborn. Edisi 6. Philadelphia : Lippincott William & Wilkin, 2005;459-
89.
2. Anderson M.S., Hay W.W. Intrauterine growth restriction and the small-
for-gestational-age infant. Dalam: MacDonald MG,Mullet MD, Seshia M,
penyunting. Averys Neonatology, pathophysiology & management of the
newborn. Edisi 6. Philadelphia : Lippincott William & Walkins,
2005;490-522.
3. Grider D.L, Robinson T.L. Management of the extremely Low Birth
Weight infant during the first week of life. Dalam: Gomella TL,
Cunningham MD,Eyal FG, Zenk KE, penyunting. Neonatology,
management, procedur, on-call problem, desease, and drug. Edisi 6.
Newyork : Lange McGraw Hill, 2011;163-74.
4. Rao R. Intrauterine Growth Restriction (Small for Gestational Age).
Dalam: Gomella TL, Cunningham MD,Eyal FG, Zenk KE, penyunting.
Neonatology, management, procedur, on-call problem, desease, and drug.
Edisi 6. Newyork : Lange McGraw Hill, 2011;558-67.
5. Lee. K.G. Identifying the high-risk newborn and evaluating gestational
age, prematurity, postmaturity, large-for-gestational-age, and small-for-
gestational-age infants. Dalam: Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR,
penyunting. Manual of Neonatal care. Edisi 6. Philadelphia : Lippincott
William & Walkins, 2008;41-58.
6. Stewart J.E., Martin C.R., Joselow M.R. Follow-up care of very low birth
weight infants. Dalam: Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR,
penyunting. Manual of Neonatal care. Edisi 6. Philadelphia : Lippincott
William & Walkins, 2008; 159-63.
7. Kliegman R.M. Intrauterine Growth Restriction. Dalam : Martin RJ,
Fanaroff AA, Walsh MC, penyunting. Fanaroff and Martins Neonatal-
perinatal medicine. Edisi ke 9. Missouri: Elsevier, 2011; 245 - 76
8. American Heart Association and Amercan Academy of Pediatric.
Textbook of neonatal resuscitation. Kattwinkel J, penyunting. Edisi ke 6,
2011.
9. The low birthweight infant. Dalam : Levene MI, Tudehope DI, Sinha S,
penyunting. Essential Neonatal Mediceine. Edisi 4. Australia : Blackwell
Publishing, 2008 ; 77 86

Mengetahui/Menyetujui Palembang, 1 Maret 2014


Ketua Departemen Kesehatan Anak Ketua Divisi Neonatologi/NICU

Dr. Rismarini, SpAK Dr. Herman Bermawi, SpAK


NIP.195801261985032001 NIP.195511171983031003
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
DEPARTEMEN/SMF KESEHATAN ANAK
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

ASFIKSIA PERINATAL
P 21.9
1. Definisi Kegagalan bernapas spontan dan teratur segera setelah lahir sehingga terjadinya
gangguan pertukaran gas ( O2 dan CO2 ) yang mengakibatkan bayi baru lahir
mengalami hipoksia, hiperkarbia dan asidosis metabolik
2. Anamnesis Faktor resiko ( etiologi ) perkiraan asfiksia.
Riwayat persalinan lahir langsung menangis ( bernapas spontan ) atau tidak.
3. Pemeriksaan Fisik Dinilai appearance (warna kulit), pulse (denyut jantung), grimace (mimik wajah),
activity (tonus otot), respiratory effort (usaha nafas) pada menit 1 dan 5, kalau perlu
setiap 5 menit sampai menit 20 sesuai dengan kondisi bayi.
Penilaian bersamaan dengan langkah-langkah resusitasi. Sambil melakukan resusitasi,
menilai APGAR 1 menit, 5 menit, dan 10 menit. Setelah selesai resusitasi, dilanjutkan
dengan perawatan pasca resusitasi, dipantau fungsi vital (nadi, pernafasan, kesadaran),
mencari komplikasi dan penyakit penyerta serta pemeriksaaan fisik lengkap.
4. Kriteria Diagnosis 1. Nilai APGAR 0 3 pada menit ke 5
2. Asidosis metabolik atau campuran ( pH darah arteri umbikalsis < 7 )
3. Manifestasi neurologik ( kejang, hipotoni, koma, esefalopatia hipoksik
iskemik )
5. Diagnosis Sesuai dengan nilai APGAR menit ke 5 dan manifestasi neurologik
6. Diagnosis Banding Neonatal ensefalopati
7. Pemeriksaan Glukosa darah, hemoglobin, leukosit, diff. count, serta pemeriksaan lain atas indikasi
Penunjang (foto thoraks, ECG,USG).
8. Terapi Sebelum melakukan langkah awal resusitasi lakukan penilaian awal:
1.Apakah cukup bulan ?
2.Apakah bernapas atau menagis ?
3.Apakah tonus otot baik ?
Bila ada jawaban tidak dari ke tiga pertanyaan ini maka langkah awal resusitasi
harus dimulai, sedangkan bila semua jawaban ya maka bayi tersebut hanya dilakukan
perawatan rutin saja (jaga kehangatan, bersihkan jalan napas dan keringkan).
A. Langkah Awal Resusitasi
Letakkan bayi di meja resusitasi dengan alat pemancar panas,
letakkan pada posisi yang benar, lakukan penghisapan (bila perlu),
keringkan, rangsangan taktil, reposisi dan nilai: pernapasan frekuensi
jantung dan warna kulit.
B. Ventilasi Tekanan Positip ( VTP )
Ventilasi tekanan positip dapat diberikan dengan balon resusitasi dan
sungkup atau dengan balon resusitasi dan intubasi endotrakheal
(ETT).
1. Indikasi :
Bila bayi apnu/megap-megap atau bernapas tetapi frekuensi
jantung <100 kali permenit atau sianosis sentral menetap meskipun
diberikan oksigen aliran bebas sampai 100 %
2. Frekuensi :
Lakukan ventilasi dengan frekuensi 40-60 kali per menit selama 30
detik dengan oksigen 21 - 100% ( pada bayi cukup bulan dimulai
dengan oksigen 21 % dan pada bayi preterm dimulai dengan
oksigen lebih dari 21 % yang dapat ditingkatkan sampai dengan
target saturasi oksigen preduktal tercapai ) , lalu nilai frekuensi
jantung :
Frekuensi Jantung: Tindakan:
a. Di atas 100 : 1. Bila napas spontan dan saturasi
oksigen membaik, VTP hentikan bertahap.
2. Bila tidak bernapas, atau megap-megap
lanjutkan VTP
b. Diantara 60 dan 100 : 1. Membaik, pasang pipa orogastrik dan
lanjutkan VTP
2. Tidak membaik, evaluasi VTP yang
telah dilakukan ( posisi, perlekatan
sungkup, jalan napas bersih, mulut
terbuka, tekanan pada balon ), per-
timbangkan intubasi dan lanjutkan VTP
c. Di bawah 60 : 1. Lanjutkan VTP
2. Mulai kompresi dada
C. Kompresi Dada
1. Indikasi:
Frekuensi jantung < 60 kali per menit setelah 30 detik mendapat
VTP dengan oksigen 100%.
2. Frekuensi:
Kompresi dada dilakukan selama 30 detik. Setiap 2 detik dilakukan
3 kali kompresi dada dan 1 kali VTP ( selama 30 detik dilakukan
45 kali kompresi dada dan 15 kali VTP detik).
3. Evaluasi:
Setelah 30 detik melakukan tindakan kompresi dada dan ventilasi,
periksa frekuensi jantung atau nadi. Bila frekuensi jantung:
a. Kurang dari 60 kali per menit: lanjutkan tindakan kompresi
dada dan ventilasi dan pemberian epinefrin.
b. 60 kali per menit atau lebih : hentikan tindakan penekanan
dada tetapi lanjutkan ventilasi dengan oksigen 100%.
D. Intubasi Endotrakheal
1. Indikasi :
a. Bila cairan amnion bercampur mekoneum dan bayi mengalami
depresi napas, tonus otot jelek atau denyut jantung < 100 kali
permenit maka intubasi dilakukan pada kesempatan pertama
( perlu elakukan penghisapan melalui trakhea untuk mengeluar
kan mekoneum), sebelum memulai tindakan resusitasi yang
lain.
b. Bila VTP dengan balon dan sungkup tidak efektif (tidak
mengembangkan dada) atau memaksimalkan efisiensi VTP,
membutuhkan pemberian VTP agak lama, dicurigai ada hernia
diafragmatika, pemberian surfaktan dan bayi berat amat sangat
rendah (berat lahir kurang dari 1.000 gram).
Bila diperlukan kompresi dada, intubasi memudahkan koordinasi
kompresi dada dan VTP.
E. Obat-obatan
Obat-obatan baru diperlukan pada resusitasi neonatus bila tidak memberikan respon
dengan pemberian VTP yang adekuat dengan oksigen 100 % dan kompresi dada.
1. Epinefrin
a. Indikasi:
- Frekuensi jantung tetap di bawah 60 kali per menit walaupun telah dilakukan paling
sedikit 30 detik ventilasi adekuat dengan oksigen 100% dan penekanan dada.
- Frekuensi jantung nol. Bila detak jantung tidak dapat dideteksi, epinefrin harus
diberikan segera pada saat yang sama dengan VTP dan penekanan dada dimulai.
b. Pemberian:
Dosis 0,1-0,3 ml/kgBB epinefrin 1:10.000 intravena atau 0,3-1
ml/kgBB melalui ETT, dapat diulang setiap 3-5 menit bila frekuensi
jantung kurang dari 60 kali per menit.
2. Cairan penambah volume darah
Bila bayi tidak memberikan respon terhadap resusitasi dan ada bukti
kehilangan darah maka indikasi pemberian cairan penambah volume
darah, yaitu garam fisiologis atau ringer laktat dengan dosis 10
ml/kgBB.
3. Nalokson
Bila ibu mendapat morphin atau petidin dalam waktu 4 jam terakhir
dan tidak ada usaha napas, tetapi frekuensi jantung dan kulit normal
langsung diberikan Nalokson 0,1 mg/kgBB intravena melalui vena
umbilikalis atau pipa endotrakeal.
Ingatlah, walaupun didapatkan frekuensi jantung nol, penekanan dan ventilasi harus
dilanjutkan sampai diambil keputusan medik untuk menghentikan tindakan resusitasi.
Resusitasi dihentikan bila semua langkah dilakukan dengan baik selama 15 menit
frekuensi jantung tetap nol.
9. Edukasi Penjelasan mengenai komplikasi jangka panjang dan jangka pendek dari asfiksia
perinatal.
Penjelasan mengenai faktor risiko asfiksia neonatorum.
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat Evidens II
12. Tingkat B
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis Dr. Julniar M. Tasli SpAK
Dr. Herman Bermawi, SpAK
Dr. Afifa Ramadanti, SpA
Dr. Indrayady, SpA
14. Indikator Medis Nilai Apgar dan manifestasi neurologik
15. Target Tidak sesak, dengan frekuensi napas 40-60 kali per menit. Tidak ada tanda-tanda
infeksi, penyakit penyerta dan komplikasi telah teratasi dan bisa minum secara adekuat.
16. Kepustakaan 1. American Heart Association and Amercan Academy of Pediatric. Textbook of
neonatal resuscitation. Kattwinkel J, penyunting. Edisi ke 6, 2011.
2. Rehan KV, Phibbs RH. Delivery room management. Dalam : MacDonald MG, Seshia
MK, Mullett MD, penyunting. Averys Neonatology, pathopysiology & management
of the newborn. Edisi ke Philadelphia : Lippincot William & Wilkins, 2005; 302- 26.
3. Sill J. Perinatal asphyxia. Dalam: Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE,
penyunting. Neonatology, management, procedur, on-call problem, desease, and drug.
Edisi ke 6. New York: Lange McGraw Hill, 2009;624-36.
4. Goldsmith JP. Delivery room resuscitaion of the newborn. Dalam : Martin RJ,
Fanaroff AA, Walsh MC, penyunting. Fanaroff and Martins Neonatal-perinatal
medicine. Edisi ke 9. Missouri: Elsevier, 2011;449-74
5. Papile LA, Adcock LM. Perinatal Asphyxia. Dalam : Cloherty JP, Eichenwald EC,
Stark AR, penyunting. Manual of Neonatal care. Edisi ke 6. Philadelphia : Lippincott
William & Wilkins, 2008; 518-28.
Mengetahui/Menyetujui Palembang, 1 Maret 2014
Ketua Departemen Kesehatan Anak Ketua Divisi Neonatologi/NICU

Dr. Rismarini, SpAK Dr. Herman Bermawi, SpAK


NIP.195801261985032001 NIP.195511171983031003
Newborn Resuscitation Algorithm
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
DEPARTEMEN/SMF KESEHATAN ANAK
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

GAWAT NAPAS PADA NEONATUS


P 22.0
1. Definisi Kumpulan dari 2 atau lebih gejala gangguan ventilasi paru yang ditandai dengan
frekuensi napas > 60 kali/menit; merintih pada waktu ekspirasi; retraksi interkostal,
subkostal, supra-sternal, epigastrium; pernapasan cuping hidung dan sianosis.
2. Anamnesis Masa gestasi, cara persalinan, nilai APGAR, air ketuban bercampur mekoneum,
faktor resiko atau faktor predisposisi infeksi ( suhu ibu > 38o C, leukosit ibu >
15.000/mm3 , air ketuban keruh & berbau busuk, ketubah pecah > 12 jam, partus
kasep ).
3. Pemeriksaan Tergantung Bentuk Klinis :
Fisik 1. Transient Tachypnoe of the Newborn : dispnu, takipnu, retraksi,
merintih, sianosis, vesikuler normal
2. Penyakit Membran Hyalin : dispnu, takipnu, retraksi, merintih,
sianosis, vesikuler menurun dan tanda-tanda bayi kurang bulan.
3. Bronkopneumonia : dispnu, takipnu, retraksi, merintih, sianosis,
vesikuler dapat normal atau menurun dan jarang ditemukan ronki.
4. Sindroma Aspirasi mekoneum : dispnu, takipnu, retraksi, merintih,
sianosis, vesikuler dapat normal atau menurun, meconeum staining,
dada dapat tampak lebih cembung.
5. Pnemothoraks : dispnu, takipnu, retraksi, merintih, sianosis, vesiku
ler menurun, sela iga melebar dan dada tampak lebih cembung,
asimetris gerakan dinding dada.
6. Hernia Diafragmatika : dispnu, takipnu, retraksi, merintih, sianosis,
vesikuler menurun, dada tampak lebih cembung, perut skapoid,
dapat terdengar peristaltik usus pada thoraks.
7. Kelumpuhan Syaraf Frenikus : dispnu, takipnu, retraksi, merintih,
sianosis, vesikuler menurun dan sering ditemui palsi brakial Palsi
( farese/paralise Erb )
4. Kriteria Ditemukan gejala klinis atau gejala klinis ditambah dengan hasil pemeriksaan
Diagnosis penunjang yang positip.
1. Transient Tachypnoe of the Newborn : gejala klinis + foto thorak
( hiper inflasi paru, peri hillar cuffing, cairan dl fisura interlobularis,
diafragma lebih datar, kardiomegali ringan )
2. Penyakit Membran Hyalin : gejala klinis + foto thorak ( infiltrat
retikulogranuler, air bronchogram, batas jantung paru kabur, kollaps
seluruh paru )
3. Bronkopneumonia : gejala klinis + foto thorak (infiltrat tak spesifik ) 4.
Sindroma Aspirasi Mekoneum : gejala klinis + foto Thorak (
diafragma datar, sela iga lebar, bercak infiltrat kasar )
5. Pneumothorak : gejala klinis + foto thorak ( radiolusen dan kolaps
parsial atau total paru yang terkena, pergeseran mediastinum, pen
dataran diafragma ) + transiluminasi positip, terutama pada bayi
kecil.
6. Hernia Diafragmatika : gejala klinis + foto thorak ( tampak
gambaran usus di rongga thorak )
7. Farese Syaraf Frenikus : gejala klinis + foto thorak ( elevasi
diafragma sisi farese, pergeseran mediastinum dan atelektassis ) +
USG ( gangguan / berkurang gerakan diaragma sisi farese )
5. Diagnosis Sesuai klinis dan pemeriksaan penunjang
6. Diagnosis Tergantung diagnosis
Banding
7. Pemeriksaan Darah : Hb, lekosit, Diff.count, trombosit, mikro LED dan CRP.
Penunjang Radiologi ( foto toraks dan ultrasonografi )
Transiluminasi
8. Terapi 1. Suportif, umumnya sama pada semua gawat napas, yaitu :
a. Pemberian cairan
# IVFD dekstrose 71/2 % atau 10 % + Ca glukonas sesuai degan
kebutuhan bayi
# Mulai hari ke 3 ditambahkan NaCl 15 % sebanyak 6 cc/kolf
# Bila ada tanda dehidrasi atasi dehidrasi
# Bila ada asidosis berikan cairan dekstrose dan natrium bikarbo
nat ( 4 : 1 ) Bila dapat diperiksa analisa gas darah, asidosis da
dikoreksi langsung dengan pemberian cairan Natrium
Bikarbonat 4,2 % secara perlahan-lahan
# Bila belum bisa makan per oral beri larutan asam amino
1-3 g/kgBB/hari. Bila sudah bisa minum per oral beri ASI atau
susu formula
b. Terapi oksigen ( intra nasal, head box, buble CPAP, ventilator )

2. Antibiotika : Ampisilin dan gentamisin, bila tidak ada perbaikan dalam


2 hari, gentamisin diganti dengan ceftazidim.
3. Terapi khusus, tergantung dari etiologi gawat napas :
a. Pneumothorak :
# Tidak ada tension pneumothorak : berikan oksigen 100 %
selama 12 jam pada bayi aterm ( nitrogen washing )
# Dengan tension pneumothorak dilakukan pemasasangan
kateter interkostal dengan kontinuous suction ( WSD )
# Jika keadaan kritis dapat dilakukan aspirasi dengan
menggunakan wing needle no.21 dan spuit 5 cc serta three
way stopcock ( diagnosis dan terapi )
b. Hernia Diafragmatika : operatif ( repair diafragma )
c. Farese Syaraf Frenikus : konservatif ( bayi dimiringkan ke sisi
farese ), operatif bila setelah 1 bulan tidak ada perbaikan ( plikasi
diafragma )
9. Edukasi Penjelasan mengenai faktor risiko dan penatalaksanaan serta komplikasi yang
mungkin timbul.
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam :dubia ad bonam/malam
11. Tingkat II
Evidens
12. Tingkat A
Rekomendasi
13. Penelaah Dr. Julniar M. Tasli SpAK
Kritis Dr. Herman Bermawi, SpAK
Dr. Afifa Ramadanti, SpA
Dr. Indrayady, SpA
14. Indikator 1. Klinis
Medis 2. Pemeriksaan penunjang
15. Target Tidak sesak dengan frekuensi nafas 40-60 kali per menit, minum baik, tidak ada
tanda infeksi dan penyakit penyebab telah terkendali
16. Kepustakaan 1. Whitsett J.A., Rice W.R., Warner B.B., Wert S.E., Pryhuber G.S. Acute
Respiratory Disorders. Dalam: MacDonald MG,Mullet MD, Seshia M,
penyunting. Averys Neonatology Pathophysiology & Managementof the
Newborn. Edisi 6. Philadelphia : Lippincott William & Walkins, 2005;553-77.
2. Truog W.E., Golombek S.G., Principles of Management of Respiratory Problems.
Dalam: MacDonald MG,Mullet MD, Seshia M, penyunting. Averys Neonatology
Pathophysiology & Managementof the Newborn. Edisi 6. Philadelphia :
Lippincott William & Walkins, 2005;600-21.
3. Bany-Mohammed F, Gomella T.L. Hyaline Membrane Disease. Dalam: Gomella
TL, Cunningham MD,Eyal FG, Zenk KE, penyunting. Neonatology,
management, procedur, on-call problem desease, and drug. Edisi 5. Newyork :
Lange McGraw Hill, 2003;524-52.
4. M.Sholeh Kosim. Gangguan Nafas pada bayi baru lahir. Dalam: Kosim MS,
Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A, penyunting. Buku Ajar Neonatologi.
Edisi 1. Jakarta : Badan Penerbit IDAI, 2008;126-46.
5. Bhakta K.Y. Respiratory Distress Syndrome. Dalam: Cloherty JP, Eichenwald
EC, Stark AR, penyunting. Manual of Neonatal care. Edisi 6. Philadelphia :
Lippincott William & Walkins, 2008;323-30.
6. Rodriguez R.J., Martin R.J., Fanaroff A.A. Respiratory Distress Syndrome and its
management. Dalam: Martin RJ, Fanaroff AA, Walsh MC, penyunting. Fanaroff
and Martins Neonatal-Perinatal Medicine. Edisi 8. Missouri : Mosby Elsevier,
2006;1097-107.
7. Respiratory disorder. Dalam : Levene MI, Tudehope DI, Sinha S,
penyunting. Essential Neonatal Mediceine. Edisi 4. Australia :
Blackwell Publishing, 2008 ; 92-110.

Mengetahui/Menyetujui Palembang, 1 Maret 2014


Ketua Departemen Kesehatan Anak Ketua Divisi Neonatologi/NICU

Dr. Rismarini, SpAK Dr. Herman Bermawi, SpAK


NIP.195801261985032001 NIP.195511171983031003
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
DEPARTEMEN/SMF KESEHATAN ANAK
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

GAWAT NAPAS PADA NEONATUS


P 22.0
17. Definisi Kumpulan dari 2 atau lebih gejala gangguan ventilasi paru yang ditandai dengan
frekuensi napas > 60 kali/menit; merintih pada waktu ekspirasi; retraksi interkostal,
subkostal, supra-sternal, epigastrium; pernapasan cuping hidung dan sianosis.
18. Anamnesis Masa gestasi, cara persalinan, nilai APGAR, air ketuban bercampur mekoneum,
faktor resiko atau faktor predisposisi infeksi ( suhu ibu > 38o C, leukosit ibu >
15.000/mm3 , air ketuban keruh & berbau busuk, ketubah pecah > 12 jam, partus
kasep ).
19. Pemeriksaan Tergantung Bentuk Klinis :
Fisik 1. Transient Tachypnoe of the Newborn : dispnu, takipnu, retraksi,
merintih, sianosis, vesikuler normal
2. Penyakit Membran Hyalin : dispnu, takipnu, retraksi, merintih,
sianosis, vesikuler menurun dan tanda-tanda bayi kurang bulan.
3. Bronkopneumonia : dispnu, takipnu, retraksi, merintih, sianosis,
vesikuler dapat normal atau menurun dan jarang ditemukan ronki.
4. Sindroma Aspirasi mekoneum : dispnu, takipnu, retraksi, merintih,
sianosis, vesikuler dapat normal atau menurun, meconeum staining,
dada dapat tampak lebih cembung.
5. Pnemothoraks : dispnu, takipnu, retraksi, merintih, sianosis, vesiku
ler menurun, sela iga melebar dan dada tampak lebih cembung,
asimetris gerakan dinding dada.
6. Hernia Diafragmatika : dispnu, takipnu, retraksi, merintih, sianosis,
vesikuler menurun, dada tampak lebih cembung, perut skapoid,
dapat terdengar peristaltik usus pada thoraks.
7. Kelumpuhan Syaraf Frenikus : dispnu, takipnu, retraksi, merintih,
sianosis, vesikuler menurun dan sering ditemui palsi brakial Palsi
( farese/paralise Erb )
20. Kriteria Ditemukan gejala klinis atau gejala klinis ditambah dengan hasil pemeriksaan
Diagnosis penunjang yang positip.
1. Transient Tachypnoe of the Newborn : gejala klinis + foto thorak
( hiper inflasi paru, peri hillar cuffing, cairan dl fisura interlobularis,
diafragma lebih datar, kardiomegali ringan )
2. Penyakit Membran Hyalin : gejala klinis + foto thorak ( infiltrat
retikulogranuler, air bronchogram, batas jantung paru kabur, kollaps
seluruh paru )
3. Bronkopneumonia : gejala klinis + foto thorak (infiltrat tak spesifik ) 4.
Sindroma Aspirasi Mekoneum : gejala klinis + foto Thorak (
diafragma datar, sela iga lebar, bercak infiltrat kasar )
5. Pneumothorak : gejala klinis + foto thorak ( radiolusen dan kolaps
parsial atau total paru yang terkena, pergeseran mediastinum, pen
dataran diafragma ) + transiluminasi positip, terutama pada bayi
kecil.
6. Hernia Diafragmatika : gejala klinis + foto thorak ( tampak
gambaran usus di rongga thorak )
7. Farese Syaraf Frenikus : gejala klinis + foto thorak ( elevasi
diafragma sisi farese, pergeseran mediastinum dan atelektassis ) +
USG ( gangguan / berkurang gerakan diaragma sisi farese )
21. Diagnosis Sesuai klinis dan pemeriksaan penunjang
22. Diagnosis Tergantung diagnosis
Banding
23. Pemeriksaan Darah : Hb, lekosit, Diff.count, trombosit, mikro LED dan CRP.
Penunjang Radiologi ( foto toraks dan ultrasonografi )
Transiluminasi
24. Terapi 1. Suportif, umumnya sama pada semua gawat napas, yaitu :
a. Pemberian cairan
# IVFD dekstrose 71/2 % atau 10 % + Ca glukonas sesuai degan
kebutuhan bayi
# Mulai hari ke 3 ditambahkan NaCl 15 % sebanyak 6 cc/kolf
# Bila ada tanda dehidrasi atasi dehidrasi
# Bila ada asidosis berikan cairan dekstrose dan natrium bikarbo
nat ( 4 : 1 ) Bila dapat diperiksa analisa gas darah, asidosis da
dikoreksi langsung dengan pemberian cairan Natrium
Bikarbonat 4,2 % secara perlahan-lahan
# Bila belum bisa makan per oral beri larutan asam amino
1-3 g/kgBB/hari. Bila sudah bisa minum per oral beri ASI atau
susu formula
b. Terapi oksigen ( intra nasal, head box, buble CPAP, ventilator )

2. Antibiotika : Ampisilin dan gentamisin, bila tidak ada perbaikan dalam


2 hari, gentamisin diganti dengan ceftazidim.
3. Terapi khusus, tergantung dari etiologi gawat napas :
a. Pneumothorak :
# Tidak ada tension pneumothorak : berikan oksigen 100 %
selama 12 jam pada bayi aterm ( nitrogen washing )
# Dengan tension pneumothorak dilakukan pemasasangan
kateter interkostal dengan kontinuous suction ( WSD )
# Jika keadaan kritis dapat dilakukan aspirasi dengan
menggunakan wing needle no.21 dan spuit 5 cc serta three
way stopcock ( diagnosis dan terapi )
b. Hernia Diafragmatika : operatif ( repair diafragma )
c. Farese Syaraf Frenikus : konservatif ( bayi dimiringkan ke sisi
farese ), operatif bila setelah 1 bulan tidak ada perbaikan ( plikasi
diafragma )
25. Edukasi Penjelasan mengenai faktor risiko dan penatalaksanaan serta komplikasi yang
mungkin timbul.
26. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam :dubia ad bonam/malam
27. Tingkat II
Evidens
28. Tingkat A
Rekomendasi
29. Penelaah Dr. Julniar M. Tasli SpAK
Kritis Dr. Herman Bermawi, SpAK
Dr. Afifa Ramadanti, SpA
Dr. Indrayady, SpA
30. Indikator 1. Klinis
Medis 2. Pemeriksaan penunjang
31. Target Tidak sesak dengan frekuensi nafas 40-60 kali per menit, minum baik, tidak ada
tanda infeksi dan penyakit penyebab telah terkendali
32. Kepustakaan 1. Whitsett J.A., Rice W.R., Warner B.B., Wert S.E., Pryhuber G.S. Acute
Respiratory Disorders. Dalam: MacDonald MG,Mullet MD, Seshia M,
penyunting. Averys Neonatology Pathophysiology & Managementof the
Newborn. Edisi 6. Philadelphia : Lippincott William & Walkins, 2005;553-77.
2. Truog W.E., Golombek S.G., Principles of Management of Respiratory Problems.
Dalam: MacDonald MG,Mullet MD, Seshia M, penyunting. Averys Neonatology
Pathophysiology & Managementof the Newborn. Edisi 6. Philadelphia :
Lippincott William & Walkins, 2005;600-21.
3. Bany-Mohammed F, Gomella T.L. Hyaline Membrane Disease. Dalam: Gomella
TL, Cunningham MD,Eyal FG, Zenk KE, penyunting. Neonatology,
management, procedur, on-call problem desease, and drug. Edisi 5. Newyork :
Lange McGraw Hill, 2003;524-52.
4. M.Sholeh Kosim. Gangguan Nafas pada bayi baru lahir. Dalam: Kosim MS,
Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A, penyunting. Buku Ajar Neonatologi.
Edisi 1. Jakarta : Badan Penerbit IDAI, 2008;126-46.
5. Bhakta K.Y. Respiratory Distress Syndrome. Dalam: Cloherty JP, Eichenwald
EC, Stark AR, penyunting. Manual of Neonatal care. Edisi 6. Philadelphia :
Lippincott William & Walkins, 2008;323-30.
6. Rodriguez R.J., Martin R.J., Fanaroff A.A. Respiratory Distress Syndrome and its
management. Dalam: Martin RJ, Fanaroff AA, Walsh MC, penyunting. Fanaroff
and Martins Neonatal-Perinatal Medicine. Edisi 8. Missouri : Mosby Elsevier,
2006;1097-107.
7. Respiratory disorder. Dalam : Levene MI, Tudehope DI, Sinha S,
penyunting. Essential Neonatal Mediceine. Edisi 4. Australia :
Blackwell Publishing, 2008 ; 92-110.

Mengetahui/Menyetujui Palembang, 1 Maret 2014


Ketua Departemen Kesehatan Anak Ketua Divisi Neonatologi/NICU

Dr. Rismarini, SpAK Dr. Herman Bermawi, SpAK


NIP.195801261985032001 NIP.195511171983031003
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
DEPARTEMEN/SMF KESEHATAN ANAK
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

PENYAKIT MEMBRAN HIALIN


P22.0
1. Definisi Sindroma gawat nafas yang disebabkan defisiensi surfaktan
2. Anamnesis Prematur, riwayat ibu DM, asfiksia, gemelli II, perdarahan ante partum, persalinan
dengan sectio cesaria
3. Pemeriksaan Dispnu, takipnu, retraksi, merintih, sianosis, vesikuler menurun dan tanda-tanda bayi
Fisik kurang bulan.
4. Kriteria Gejala klinis + foto thorak ( infiltrat retikulogranuler, air bronchogram, batas jantung
Diagnosis paru kabur, kollaps seluruh paru )
5. Diagnosis Berdasarkan anamnesis, klinis dan foto thorak
6. Diagnosis Transient Tachypnoe of the Newborn
Banding Pneumonia
Sepsis
7. Pemeriksaan Darah : Hb, lekosit, Diff.count, trombosit, mikro LED dan CRP.
Penunjang Radiologi : foto toraks
8. Terapi 1. Suportif, umumnya sama pada semua gawat napas, yaitu :
a. Pemberian cairan
# IVFD dekstrose 71/2 % atau 10 % + Ca glukonas sesuai degan
kebutuhan bayi
# Mulai hari ke 3 ditambahkan NaCl 15 % sebanyak 6 cc/kolf
# Bila ada tanda dehidrasi atasi dehidrasi
# Bila ada asidosis berikan cairan dekstrose dan natrium bikarbo
nat ( 4 : 1 ) Bila dapat diperiksa analisa gas darah, asidosis da
dikoreksi langsung dengan pemberian cairan Natrium
Bikarbonat 4,2 % secara perlahan-lahan
# Bila belum bisa makan per oral beri larutan asam amino
1-3 g/kgBB/hari. Bila sudah bisa minum per oral beri ASI atau
susu formula
b. Terapi oksigen ( intra nasal, head box, buble CPAP, ventilator )

2. Antibiotika : Ampisilin dan gentamisin, bila tidak ada perbaikan dalam


2 hari, gentamisin diganti dengan ceftazidim.
9. Edukasi Tidak sesak dengan frekuensi nafas 40-60 kali per menit, minum baik, tidak ada tanda
infeksi dan penyakit penyebab telah terkendali
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat II
Evidens
12. Tingkat B
Rekomendasi
13. Penelaah Dr. Julniar M. Tasli SpAK
Kritis Dr. Herman Bermawi, SpAK
Dr. Afifa Ramadanti, SpA
Dr. Indrayady, SpA
14. Indikator Klinis
Medis
15. Target Tidak sesak dengan frekuensi nafas 40-60 kali per menit, minum baik, tidak ada tanda
infeksi dan penyakit penyebab telah terkendali
16. Kepustakaan 1. Whitsett J.A., Rice W.R., Warner B.B., Wert S.E., Pryhuber G.S. Acute
Respiratory Disorders. Dalam: MacDonald MG,Mullet MD, Seshia M, penyunting.
Averys Neonatology Pathophysiology & Managementof the Newborn. Edisi 6.
Philadelphia : Lippincott William & Walkins, 2005;553-77.
2. Truog W.E., Golombek S.G., Principles of Management of Respiratory Problems.
Dalam: MacDonald MG,Mullet MD, Seshia M, penyunting. Averys Neonatology
Pathophysiology & Managementof the Newborn. Edisi 6. Philadelphia : Lippincott
William & Walkins, 2005;600-21.
3. Bany-Mohammed F, Gomella T.L. Hyaline Membrane Disease. Dalam: Gomella
TL, Cunningham MD,Eyal FG, Zenk KE, penyunting. Neonatology, management,
procedur, on-call problem desease, and drug. Edisi 5. Newyork : Lange McGraw
Hill, 2003;524-52.
4. M.Sholeh Kosim. Gangguan Nafas pada bayi baru lahir. Dalam: Kosim MS,
Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A, penyunting. Buku Ajar Neonatologi.
Edisi 1. Jakarta : Badan Penerbit IDAI, 2008;126-46.
5. Bhakta K.Y. Respiratory Distress Syndrome. Dalam: Cloherty JP, Eichenwald EC,
Stark AR, penyunting. Manual of Neonatal care. Edisi 6. Philadelphia : Lippincott
William & Walkins, 2008;323-30.
6. Rodriguez R.J., Martin R.J., Fanaroff A.A. Respiratory Distress Syndrome and its
management. Dalam: Martin RJ, Fanaroff AA, Walsh MC, penyunting. Fanaroff
and Martins Neonatal-Perinatal Medicine. Edisi 8. Missouri : Mosby Elsevier,
2006;1097-107.
7. Respiratory disorder. Dalam : Levene MI, Tudehope DI, Sinha S,
penyunting. Essential Neonatal Mediceine. Edisi 4. Australia :
Blackwell Publishing, 2008 ; 92-110.

Mengetahui/Menyetujui Palembang, 1 Maret 2014


Ketua Departemen Kesehatan Anak Ketua Divisi Neonatologi/NICU

Dr. Rismarini, SpAK Dr. Herman Bermawi, SpAK


NIP. 195801261985032001 NIP. 195511171983031003
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
DEPARTEMEN/SMF KESEHATAN ANAK
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

SINDROMA ASPIRASI MEKONEUM


P24.0
1. Definisi Masuknya air ketuban yang bercampur mekoneum ke dalam saluran nafas
2. Anamnesis Masa gestasi, cara persalinan, nilai APGAR, air ketuban bercampur mekoneum, faktor
resiko atau faktor predisposisi infeksi ( suhu ibu > 38o C, leukosit ibu > 15.000/mm3 ,
air ketuban keruh & berbau busuk, ketubah pecah > 12 jam, partus kasep ).
3. Pemeriksaan Dispnu, takipnu, retraksi, merintih, sianosis, vesikuler dapat normal atau menurun,
Fisik meconeum staining, dada dapat tampak lebih cembung.
4. Kriteria Gejala klinis + foto Thorak ( diafragma datar, sela iga lebar, bercak infiltrat kasar )
Diagnosis
5. Diagnosis Sesuai klinis dan fotothorak
6. Diagnosis Pneumonia
Banding
7. Pemeriksaan Darah : Hb, lekosit, Diff.count, trombosit, mikro LED dan CRP.
Penunjang Radiologi : foto toraks
8. Terapi 1. Suportif, umumnya sama pada semua gawat napas, yaitu :
a. Pemberian cairan
# IVFD dekstrose 71/2 % atau 10 % + Ca glukonas sesuai degan
kebutuhan bayi
# Mulai hari ke 3 ditambahkan NaCl 15 % sebanyak 6 cc/kolf
# Bila ada tanda dehidrasi atasi dehidrasi
# Bila ada asidosis berikan cairan dekstrose dan natrium bikarbo
nat ( 4 : 1 ) Bila dapat diperiksa analisa gas darah, asidosis da
dikoreksi langsung dengan pemberian cairan Natrium
Bikarbonat 4,2 % secara perlahan-lahan
# Bila belum bisa makan per oral beri larutan asam amino
1-3 g/kgBB/hari. Bila sudah bisa minum per oral beri ASI atau
susu formula
b. Terapi oksigen ( intra nasal, head box, buble CPAP, ventilator )
2. Antibiotika : Ampisilin dan gentamisin, bila tidak ada perbaikan dalam
2 hari, gentamisin diganti dengan ceftazidim.
9. Edukasi Penjelasan mengenai faktor risiko dan penatalaksanaan serta komplikasi yang
mungkin timbul.
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat II
Evidens
12. Tingkat B
Rekomendasi
13. Penelaah Dr. Julniar M. Tasli SpAK
Kritis Dr. Herman Bermawi, SpAK
Dr. Afifa Ramadanti, SpA
Dr. Indrayady, SpA
14. Indikator Klinis : Tanda-tanda gawat nafas
Medis
15. Target Tidak sesak dengan frekuensi nafas 40-60 kali per menit, minum baik, tidak ada tanda
infeksi dan penyakit penyebab telah terkendali
16. Kepustakaan 1. Whitsett J.A., Rice W.R., Warner B.B., Wert S.E., Pryhuber G.S. Acute
Respiratory Disorders. Dalam: MacDonald MG,Mullet MD, Seshia M, penyunting.
Averys Neonatology Pathophysiology & Managementof the Newborn. Edisi 6.
Philadelphia : Lippincott William & Walkins, 2005;553-77.
2. Truog W.E., Golombek S.G., Principles of Management of Respiratory Problems.
Dalam: MacDonald MG,Mullet MD, Seshia M, penyunting. Averys Neonatology
Pathophysiology & Managementof the Newborn. Edisi 6. Philadelphia : Lippincott
William & Walkins, 2005;600-21.
3. M.Sholeh Kosim. Gangguan Nafas pada bayi baru lahir. Dalam: Kosim MS,
Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A, penyunting. Buku Ajar Neonatologi.
Edisi 1. Jakarta : Badan Penerbit IDAI, 2008;126-46.
4. Bhakta K.Y. Respiratory Distress Syndrome. Dalam: Cloherty JP, Eichenwald EC,
Stark AR, penyunting. Manual of Neonatal care. Edisi 6. Philadelphia : Lippincott
William & Walkins, 2008;323-30.
5. Rodriguez R.J., Martin R.J., Fanaroff A.A. Respiratory Distress Syndrome and its
management. Dalam: Martin RJ, Fanaroff AA, Walsh MC, penyunting. Fanaroff
and Martins Neonatal-Perinatal Medicine. Edisi 8. Missouri : Mosby Elsevier,
2006;1097-107.
6. Respiratory disorder. Dalam : Levene MI, Tudehope DI, Sinha S,
penyunting. Essential Neonatal Mediceine. Edisi 4. Australia :
Blackwell Publishing, 2008 ; 92-110.

Mengetahui/Menyetujui Palembang, 1 Maret 2014


Ketua Departemen Kesehatan Anak Ketua Divisi Neonatologi/NICU

Dr. Rismarini, SpAK Dr. Herman Bermawi, SpAK


NIP. 195801261985032001 NIP. 195511171983031003
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
DEPARTEMEN/SMF KESEHATAN ANAK
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

HERNIA DIFRAGMATIKA
K44.9
1. Definisi Adanya defek pada diafragma sehingga isi abdomen masuk ke rongga thorak
2. Anamnesis Riwayat afiksia dan sesak nafas sejak lahir
3. Pemeriksaan Dispnu, takipnu, retraksi, merintih, sianosis, vesikuler menurun, dada tampak lebih
Fisik cembung, perut skapoid, dapat terdengar peristaltik usus pada thoraks
4. Kriteria Gejala klinis + foto thorak ( tampak gambaran usus di rongga thorak )
Diagnosis
5. Diagnosis Sesuai klinis dan foto thorak
6. Diagnosis Eventrasi diafragma kongenital
Banding Kelumpuhan syaraf phrenikus
7. Pemeriksaan Darah : Hb, lekosit, Diff.count, trombosit, mikro LED dan CRP.
Penunjang Radiologi : foto toraks
8. Terapi 1. Suportif, umumnya sama pada semua gawat napas, yaitu :
a. Pemberian cairan
# IVFD dekstrose 71/2 % atau 10 % + Ca glukonas sesuai degan
kebutuhan bayi
# Mulai hari ke 3 ditambahkan NaCl 15 % sebanyak 6 cc/kolf
# Bila ada tanda dehidrasi atasi dehidrasi
# Bila ada asidosis berikan cairan dekstrose dan natrium bikarbo
nat ( 4 : 1 ) Bila dapat diperiksa analisa gas darah, asidosis da
dikoreksi langsung dengan pemberian cairan Natrium
Bikarbonat 4,2 % secara perlahan-lahan
# Bila belum bisa makan per oral beri larutan asam amino
1-3 g/kgBB/hari. Bila sudah bisa minum per oral beri ASI atau
susu formula
b. Terapi oksigen ( intra nasal, head box, buble CPAP, ventilator )
2. Antibiotika : Ampisilin dan gentamisin, bila tidak ada perbaikan dalam
2 hari, gentamisin diganti dengan ceftazidim.
3. Terapi khusus :
Operatif ( repair diafragma )
9. Edukasi Penjelasan mengenai faktor risiko dan penatalaksanaan serta komplikasi yang mungkin
timbul.
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat II
Evidens
12. Tingkat B
Rekomendasi
13. Penelaah Dr. Julniar M. Tasli SpAK
Kritis Dr. Herman Bermawi, SpAK
Dr. Afifa Ramadanti, SpA
Dr. Indrayady, SpA
14. Indikator Klinis : Tanda-tanda gawat nafas
Medis Foto thorak
15. Target Tidak sesak dengan frekuensi nafas 40-60 kali per menit, minum baik, tidak ada tanda
infeksi dan penyakit penyebab telah terkendali
16. Kepustakaan 1. Whitsett J.A., Rice W.R., Warner B.B., Wert S.E., Pryhuber G.S. Acute Respiratory
Disorders. Dalam: MacDonald MG,Mullet MD, Seshia M, penyunting. Averys
Neonatology Pathophysiology & Managementof the Newborn. Edisi 6. Philadelphia :
Lippincott William & Walkins, 2005;553-77.
2. Truog W.E., Golombek S.G., Principles of Management of Respiratory Problems.
Dalam: MacDonald MG,Mullet MD, Seshia M, penyunting. Averys Neonatology
Pathophysiology & Managementof the Newborn. Edisi 6. Philadelphia : Lippincott
William & Walkins, 2005;600-21.
3. M.Sholeh Kosim. Gangguan Nafas pada bayi baru lahir. Dalam: Kosim MS, Yunanto
A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A, penyunting. Buku Ajar Neonatologi. Edisi 1. Jakarta :
Badan Penerbit IDAI, 2008;126-46.
4. Bhakta K.Y. Respiratory Distress Syndrome. Dalam: Cloherty JP, Eichenwald EC,
Stark AR, penyunting. Manual of Neonatal care. Edisi 6. Philadelphia : Lippincott
William & Walkins, 2008;323-30.
5. Rodriguez R.J., Martin R.J., Fanaroff A.A. Respiratory Distress Syndrome and its
management. Dalam: Martin RJ, Fanaroff AA, Walsh MC, penyunting. Fanaroff and
Martins Neonatal-Perinatal Medicine. Edisi 8. Missouri : Mosby Elsevier, 2006;1097-
107.
6. Respiratory disorder. Dalam : Levene MI, Tudehope DI, Sinha S,
penyunting. Essential Neonatal Mediceine. Edisi 4. Australia :
Blackwell Publishing, 2008 ; 92-110.

Mengetahui/Menyetujui Palembang, 1 Maret 2014


Ketua Departemen Kesehatan Anak Ketua Divisi Neonatologi/NICU

Dr. Rismarini, SpAK Dr. Herman Bermawi, SpAK


NIP. 195801261985032001 NIP. 195511171983031003
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
DEPARTEMEN/SMF KESEHATAN ANAK
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

PERDARAHAN PARU
P26.9
1. Definisi Terdapatnya darah di saluran napas yang disertai perburukan klinis penderita
dan bukan disebabkan oleh trauma
2. Anamnesis Terdapat darah yang keluar dari endotracheal tube atau dari laring.
3. Pemeriksaan Terdapat darah atau keluar dari endotracheal tube atau dari laring pada bayi
Fisik yang tidak diintubasi. Hipoaktif, pucat, takikardi, hipotensi, sesak, sianosis,
vesikuler melemah. Pada perdarahan masif klinis penderita cepat memburuk.
Mungkin dapat ditemui manifestasi perdarahan di tempat lain.
4. Kriteria a. Pemeriksaan Fisik
Diagnosis Terdapat darah atau keluar dari endotracheal tube atau dari laring pada bayi
yang tidak diintubasi. Hipoaktif, pucat, takikardi, hipotensi, sesak, sianosis,
vesikuler melemah. Pada perdarahan masif klinis penderita cepat
memburuk. Mungkin dapat ditemui manifestasi perdarahan di tempat lain.
b. Pemeriksaan laboratorium
i. Pemeriksaan hematologi (kadar hemoglobin, hematokrit, lekosit,
hitung jenis, trombosit, clotting time, prothrombin time, partial
thromboplastin time, trombin time,
ii. Analisis gas darah.
c. Radiologi: foto thoraks: pada perdarahan lokal terdapat infiltrat (pachy,
linier atau noduler ) dan pada perdarahan masif didapati gambaranradio
opaque pada kedua lapangan paru dengan air bronchogram
5. Diagnosis Sesuai klinis dan pemeriksaan penunjang
6. Diagnosis Ditujukan pada etiologi
Banding
7. Pemeriksaan a. Pemeriksaan laboratorium
Penunjang 1. Pemeriksaan hematologi (kadar hemoglobin, hematokrit, lekosit, hitung
jenis, trombosit, clotting time, prothrombin time, partial thromboplastin
time, trombin time,
2. Analisis gas darah.
b. Radiologi : foto thoraks: pada perdarahan lokal terdapat infiltrat (pachy,
linier atau noduler) dan pada perdarahan masif didapati gambaran adio
opaque pada kedua lapangan paru dengan air bronchogram
8. Terapi Umum :
1. Bersihkan jalan napas
2. Perbaiki tekanan darah
3. Koreksi asidosis
4. Transfusi darah (bila perlu)
5. Obati penyebab yang mendasari

Khusus :
1. Ventilator terpasang:
a. Bersihkan jalan napas melalui ETT
b. Tingkatkan FiO2
c. Tingkatkan PEEP sampai 6-8 cmH2O
d. Pertimbangkan untuk meningkatkan PIP
2. Bila tidak menggunakan ventilator:
a. Bersihkan jalan nafas
b. Pertimbangkan pemasangan ventilator
9. Edukasi Penjelasan mengenai factor risiko dan penatalaksanaan serta komplikasi
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat II
Evidens
12. Tingkat B
Rekomendasi
13. Penelaah Dr. Julniar M. Tasli SpAK
Kritis Dr. Herman Bermawi, SpAK
Dr. Afifa Ramadanti, SpA
Dr. Indrayady, SpA
14. Indikator Klinis
Medis
15. Target Perdarahan teratasi
16. Kepustakaan 1. Whitsett J.A., Rice W.R., Warner B.B., Wert S.E., Pryhuber G.S. Acute
Respiratory Disorders. Dalam: MacDonald MG, Mullet MD, Seshia M,
penyunting. Averys Neonatology, pathophysiology & management of the
newborn. Edisi 6. Philadelphia : Lippincott William & Walkins, 2005;573-
4.
2. Pulmonary hemorrhage. Dalam: Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG,
Zenk KE, penyunting. Neonatology, management, procedures, on-call
problems, desease ,and drug. Edisi 5. Newyork : Lange McGraw Hill,
2004;304-5.
3 Louis N.A. Pulmonary hemorrhage. Dalam: Cloherty JP, Eichenwald EC,
Stark AR, penyunting. Manual of Neonatal care. Edisi 6. Philadelphia :
Lippincott William & Wilkins, 2008;366-68.
4. Jobe A.H. The respiratory system. Dalam: Martin RJ, Fanaroff AA. Walsh
MG, penyunting. Fanaroff and Martins Neonatal-Perinatal Medicine. Edisi
8. Sint Louis : Mosby Elsevier, 2006;1127.
5. Massive pulmonary haemorrhage. Dalam : Levene MI, Tudehope DI, Sinha
S, penunting. Essential Neonatal Medicine, Edisi 4. Australia: Blackwell
Publishing, 2008; 104.

Mengetahui/Menyetujui Palembang, 1 Maret 2014


Ka. Departemen Kesehatan Anak Ka. Divisi Neonatologi/NICU

Dr. Rismarini, SpAK Dr. Herman Bermawi, SpAK


NIP.195801261985032001 NIP.195511171983031003
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
DEPARTEMEN/SMF KESEHATAN ANAK
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

INFEKSI PADA NEONATUS


P 38
1. Definisi Sindroma klinis dari infeksi lokal / sistemik pada bayi yang terjadi dalam bulan
pertama kehidupan.
Tersangka infeksi adalah bila bayi baru lahir mempunyai faktor resiko / predisposisi
untuk infeksi adalah:
Suhu ibu >38oC
Leukosit ibu >15.000/mm3
Air ketuban keruh dan bau busuk
Ketuban pecah >12 jam
Partus kasep
2. Anamnesis Faktor resiko atau faktor predisposisi infeksi ( suhu ibu > 38 C, leukosit ibu >
15.000/mm3 , air ketuban keruh & berbau busuk, ketubah pecah > 12 jam, partus
kasep ), perawatan tali pusat, pemberian zalf mata setelah melahirkan.
3. Pemeriksaan Tergantung bentuk klinis ( infeksi lokal / sistemik ) :
Fisik 1. Omfalitis : indurasi & eritema sekitar umbilikus, bau busuk kadang
kadang terdapat pus.
2. Oftalmia neonatorum gonoroeka : timbul umur 2 5 hari, pada
mata ditemukan edema kelopak mata, palpebra/konjungtiva merah
Sekret pus, banyak, bisa mengenai satu mata atau dua mata.
3. Bronkopneumonia : dispnu, takipnu, retraksi, merintih, sianosis,
vesikuler dapat normal atau menurun dan jarang ditemukan ronki.
4. Gastroenteritis : diare, muntah perut kembung dan tanda tanda
dehidrasi.
5. Klinis sepsis, didapatkan gejala sepsis, namun tidak didukung hasil
pemeriksaan laboratorium. Gejala klinis sepsis terdiri atas:
a. Gejala umum: bayi tampak lemah, terdapat gangguan minum
yang disertai penurunan berat badan, keadaan umum memburuk
hipotermi/hipertermi
b. Gejala SSP: letargi, iritabilitas, hiporefleks, tremor, kejang,
hipotoni/hipertoni, serangan apnea, gerak bola mata tidak
terkoordinasi.
c. Gejala pernapasan: dispnu, takipnu, apnu, dan sianosis
d. Gejala TGI: muntah, diare, meteorismus, hepatomegali
e. Kelainan kulit: purpura, eritema, pustula, sklerema
f. Kelainan sirkulasi: pucat/sianosis, takikardi/aritmia, hipotensi,
edema, dingin.
g. Kelainan hematologi: perdarahan, ikterus, purpura
6. Sepsis : gejala klinis sepsis ditambah lebih dari satu pemeriksaan
laboratorium yang positip ( lekosit < 5000/mm3 atau > 34.000/mm3,
I/T ratio 0,2 atau lebih, mikro LED>15 mm/jam, CRP > 9mg/dL )
7. Meningitis : sepsis ditambah hasil pemeriksaan cairan serbrospinal
yang positip
4. Kriteria Ditemukan gejala klinis atau gejala klinis ditambah dengan hasil pemeriksaan
Diagnosis penunjang yang positip.
1. Omfalitis : gejala klinis
2. Oftalmia neonatorum gonoroeka : gejala klinis + ditemukan diplo
kokus gram negatip intra & ekstraseluler di sekret mata
3. Bronkopneumonia : gejala klinis + gambaran infiltrat pada foto
thorak.
4. Gastroenteritis : gejala klinis
5.Tersangka infeksi : bila bayi baru lahir mempunyai faktor resiko /
predisposisi untuk infeksi, yaitu : suhu ibu >38oC, leukosit ibu
> 25.000/mm3 , air ketuban keruh dan bau busuk, ketuban pecah
> 12 jam dan partus kasep
6. Klinis sepsis : gejala klinis
7. Sepsis : gejala klinis + lebih dari 1 hasil pemeriksan laboratorium
yang positip atau kultur darah yang positip.
8. Meningitis : gejala klinis sepsis + hasil pmeriksan cairan serebrospi
nalis :
o Tes Pandy : + atau ++
o Jumlah sel : umur 0 s/d 48 jam : >100/mm3
umur 2 s/d 7 hari : >50/mm3
umur >7 hari : >32/mm3
o Diff. count : PMN meningkat, protein meningkat dan glukosa
menurun
5. Diagnosis Sesuai klinis dan pemeriksaan penunjang
6. Diagnosis Tergantung diagnosis
Banding
7. Pemeriksaan Darah : Hb, lekosit, diff. count, trombosit, mikro LED, dan kultur dan
Penunjang tes resisintesi
LCS : Protein, sel diff. count, pengecatan gram dan kultur
Urin : Rutin dan kultur dan tes resistensi
USG transfontanela : terutama untuk melihat komplikasi meningitis ( ventrikulitis
dan hidrosefalus )
8. Terapi 1. Omfalitis
Bersihkan tali pusat dengan alkohol 70 % dan povidon iodin
Beri antibiotika ampisilin dan gentamisin
2. Oftalmia Neonatorum gonoroeka
Isolasi, irigasi mata dengan ringer laktat, beri antibiotika ceftriakson
dosis tunggal 25-50 mg/kgBB ( maksimal 125 mg ).
Profilaksis : Salep mata tetrasiklin diberikan segera pada semua
bayi baru lahir
3. Bronkopneumonia
a. Pemberian cairan
# IVFD dekstrose 71/2 % atau 10 % + Ca glukonas sesuai degan
kebutuhan bayi
# Mulai hari ke 3 ditambahkan NaCl 3 % sebanyak 30 cc/kolf
# Bila ada tanda dehidrasi atasi dehidrasi
# Bila ada asidosis berikan cairan dekstrose dan natrium bikarbo
nat ( 4 : 1 ) Bila dapat diperiksa analisa gas darah, asidosis da
dikoreksi langsung dengan pemberian cairan Natrium
Bikarbonat 4,2 % secara perlahan-lahan
# Bila belum bisa makan per oral beri larutan asam amino
2-3 g/kgBB/hari. Bila sudah bisa minum per oral beri ASI atau
susu formula
b. Terapi oksigen
c. Antibiotika : Ampisilin dan gentamisin, bila tidak ada perbaikan
dalam 2 har, gentamisin diganti dengan ceftazidim.
4. Gastroenteritis
a. Pemberian Cairan:
# GEAD ringan-sedang
Diberikan IVFD.
# GEAD berat
Dengan asidosis: dekstrose 5% 480 cc + Bicnat 7% 10-20cc
Tanpa asidosis atau asidosis telah teratasi: dekstrose 5% 500
cc + NaCl 3% sebanyak 30 cc
Jumlah dan kecepatan pemberian pada dehidrasi berat:
# 4 jam pertama 100 cc/kgBB atau 25 tetes/kgBB/menit
(mikrodrip)
# 20 jam berikutnya 150 cc/kgBB atau 7 tetes/kgBB/menit
b. Obat-obatan:
Antibiotika : Ampisilin dan gentamisin.
Anti jamur : Nystatin bila ada indikasi.
c. Minum:
Langsung diberikan ASI begitu bayi dapat minum, bila bayi
mendapat PASI di rumah diberikan susu yang sama dengan
pengenceran setengah kemudian penuh.
5. Tersangka infeksi
Pada bayi langsung diberikan Ampisilin dan gentamisin
Bila selama observasi ditemukan tanda infeksi baik klinis dan
laboratoris, antibiotika diganti dengan Ceftazidime.
6. Sepsis dan klinis sepsis
a. Pemberian cairan sesuai dengan kebutuhan bayi.
b. Terapi oksigen bila diperlukan
c. Antibiotik : Ceftazidime. Bila dicurigai infeksi oleh karena
stafilokokkus maka diberikan sefalosporin generasi ke-2, 50
mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian, bila tidak ada perbaikan
klinis dalam 48 jam atau keadaan umum semakin memburuk,
pertimbangkan pindah ke antibiotika yang lebih poten, misal
nya meropenem, atau sesuai dengan hasil tes resistensi.
Antibiotika diberikan 7-10 hari (antibiotik dihentikan setelah klinis
membaik 5 hari)
7. Meningitis
a. Pemberian cairan sesuai dengan kebutuhan bayi.
b. Terapi oksigen bila diperlukan
c. Antibiotik : Ceftazidime
Bila tidak ada perbaikan klinis dalam 48 jam atau keadaan
umum semakin memburuk, pertimbangkan pindah ke
antibiotika yang lebih poten, misalnya meropenem, atau sesuai
dengan hasil tes resistensi. Antibiotika diberikan 21 hari
9. Edukasi Penjelasan mengenai faktor risiko infeksi dan penatalaksanaan serta komplikasi.
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat II
Evidens
12. Tingkat B
Rekomendasi
13. Penelaah Dr. Julniar M. Tasli SpAK
Kritis Dr. Herman Bermawi, SpAK
Dr. Afifa Ramadanti, SpA
Dr. Indrayady, SpA
14. Indikator 1. Klinis
Medis 2. Pemeriksaan penunjang
15. Target Klinis membaik dan tanda-tanda infeksi telah teratasi
16. Kepustakaan 1. Schelonka R.L., Freij B. J., McCracken G.H. Bacterial and fungal infections.
Dalam: MacDonald MG, Mullet MD, Seshia M, penyunting. Averys
Neonatology, pathophysiology & management of the newborn. Edisi 6.
Philadelphia : Lippincott William & Walkins, 2005;1235-73.
2. Asril Aminullah. Sepsis pada bayi baru lahir. Dalam: Kosim MS, Yunanto A,
Dewi R, Sarosa GI, Usman A, penyunting. Buku Ajar Neonatologi. Edisi 1.
Jakarta : Badan Penerbit IDAI, 2008;170-87.
3. Naglie R. Infectious Diseases. Dalam: Gomella TL, Cunningham MD,Eyal FG,
Zenk KE, penyunting. Neonatology, management, procedur, on-call problem,
desease, and drug. Edisi 5. Newyork : Lange McGraw Hill, 2003;434-68.
4. Puopolo K.M. Bacterial and fungal infections. Dalam: Cloherty JP, Eichenwald
EC, Stark AR, penyunting. Manual of Neonatal care. Edisi 6. Philadelphia :
Lippincott William & Walkins, 2008;274-300.
5. Edwards M. S. Postnatal bacterial infections. Dalam: Martin RJ, Fanaroff AA,
Walsh MC, penyunting. Fanaroff and Martins Neonatal-Perinatal Medicine.
Edisi 8. Misouri : Mosby Elsevier, 2006;791-829.
6. Infection. Dalam : Levene MI, Tudehope DI, Sinha S, penyunting. Essential
Neonatal Mediceine. Edisi 4. Australia : Blackwell Publishing, 2008 ; 61 76
7. Klein J.O., Nizet V. Bacterial sepsis and meningitis. Dalam: Remington JS,
Jerome O, Klein MD, penyunting. Remingtons Infectious Disease of the Fetus
and Newborn Infant. Edisi 5. Philadelphia : WB Saunders Company, 2001;222-
75.
8. Barnett E.D., Klein J.O. Bacterial infections of the respiratory tract. Dalam:
Remington JS, Jerome O, Klein MD, penyunting. Remingtons Infectious Disease
of the Fetus and Newborn Infant. Edisi 5. Philadelphia : WB Saunders Company,
2001;276-95.
10. ORyan M.L., Nataro J.P., Cleary T.G., Microorganisms responsible for neonatal
diarrhea. Dalam: Remington JS, Jerome O, Klein MD, penyunting. Remingtons
Infectious Disease of the Fetus and Newborn Infant. Edisi 5. Philadelphia : WB
Saunders Company, 2001;359-418.
11. Embree J.E. gonococcal infections. Dalam: Remington JS, Jerome O, Klein MD,
penyunting. Remingtons Infectious Disease of the Fetus and Newborn Infant.
Edisi 5. Philadelphia : WB Saunders Company, 2001;516-23.

Dosis pemberian antibiotika berdasarkan berat badan dan umur


Dosis (mg/kg BB) Dan interval pemberian
< 1200 1200 s/d 2000 > 2000
Antibiotika Cara pemb. 0 4 mgg 0 7 hari > 7 hari 0 7 hari > 7 hari
Amikasin IV / IM 7,5 / 12 jam 7,5 / 12 jam 7,5 / 8 jam 10 / 12 jam 10 / 8 jam
Ampisilin IV 25 / 12 jam 25 / 12 jam 25 / 8 jam 25 / 8 jam 25 / 6 jam
Ampisilin* IV 50 / 12 jam 50 / 12 jam 50 / 8 jam 50 / 8 jam 50 / 6 jam
Ceftazidim IV 50 / 12 jam 50 / 12 jam 50 / 8 jam 50 / 8 jam 50 / 8 jam
Ceftazidim* IV 50 / 8 jam 50 / 8 jam 50 / 8 jam 50 / 8 jam 50 / 8 jam
Gentamisin IV / IM 2,5 / 18 jam 2,5 / 12 jam 2,5 / 8 jam 2,5 / 12 jam 2,5 / 8 jam
M eropenem IV 20 / 12 jam 20 / 12 jam 20 / 12 jam 20 / 12 jam 20 / 8 jam
M eropenem* IV 40 / 8 jam 40 / 8 jam 40 / 8 jam 40 / 8 jam 40 / 8 jam
M etronidazol IV 7,5 / 48 jam 7,5 / 24 jam 7,5 / 12 jam 7,5 / 12 jam 15 / 12 jam
Keterangan :
Tanda astriks ( * ) : dosis untuk meningitis bakterialis.

Mengetahui/Menyetujui Palembang, 1 Maret 2014


Ketua Departemen Kesehatan Anak Ketua Divisi Neonatologi/NICU

Dr. Rismarini, SpAK Dr. Herman Bermawi, SpAK


NIP.195801261985032001 NIP.195511171983031003
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
DEPARTEMEN/SMF KESEHATAN ANAK
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

OPHTALMIA GONNORRHOIKA NEONATORUM


A54.3
1. Definisi Konjungtivitis neonatus yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae

2. Anamnesis timbul umur 2 5 hari, pada mata ditemukan sekret pus, banyak, bisa mengenai satu
mata atau dua mata.

3. Pemeriksaan Pada mata ditemukan edema kelopak mata, palpebra/konjungtiva merah, sekret pus,
Fisik banyak, bisa mengenai satu mata atau dua mata.

4. Kriteria Gejala klinis + ditemukan diplokokus gram negatip intra & ekstraseluler di sekret mata
Diagnosis
5. Diagnosis Sesuai klinis dan pemeriksaan penunjang
6. Diagnosis Konjungtivitis akut
Banding
7. Pemeriksaan Darah : Hb, lekosit, diff. count, trombosit, dan mikro LED.
Penunjang Pengecatan gram dari sekret mata ditemukan kuman gram negatif diplokokus (bentuk
biji kopi) intra dan ekstra sel.

8. Terapi Isolasi, irigasi mata dengan ringer laktat, beri antibiotika ceftriakson dosis tunggal
25-50 mg/kgBB ( maksimal 125 mg ).
Profilaksis : Salep mata tetrasiklin diberikan segera pada semua bayi baru lahir

9. Edukasi Penjelasan mengenai faktor risiko infeksi dan penatalaksanaan serta komplikasi.

10. Prognosis Ad vitam : bonam


Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : bonam
11. Tingkat II
Evidens
12. Tingkat B
Rekomendasi
13. Penelaah Dr. Julniar M. Tasli SpAK
Kritis Dr. Herman Bermawi, SpAK
Dr. Afifa Ramadanti, SpA
Dr. Indrayady, SpA
14. Indikator Klinis
Medis
15. Target Tidak ditemukan lagi sekret pada mata
16. Kepustakaan 1. Schelonka R.L., Freij B. J., McCracken G.H. Bacterial and fungal infections. Dalam:
MacDonald MG, Mullet MD, Seshia M, penyunting. Averys Neonatology,
pathophysiology & management of the newborn. Edisi 6. Philadelphia : Lippincott
William & Walkins, 2005;1235-73.
2. Naglie R. Infectious Diseases. Dalam: Gomella TL, Cunningham MD,Eyal FG, Zenk
KE, penyunting. Neonatology, management, procedur, on-call problem, desease, and
drug. Edisi 5. Newyork : Lange McGraw Hill, 2003;434-68.
3. Puopolo K.M. Bacterial and fungal infections. Dalam: Cloherty JP, Eichenwald EC,
Stark AR, penyunting. Manual of Neonatal care. Edisi 6. Philadelphia : Lippincott
William & Walkins, 2008;274-300.
4. Edwards M. S. Postnatal bacterial infections. Dalam: Martin RJ, Fanaroff AA, Walsh
MC, penyunting. Fanaroff and Martins Neonatal-Perinatal Medicine. Edisi 8.
Misouri : Mosby Elsevier, 2006;791-829.
5. Infection. Dalam : Levene MI, Tudehope DI, Sinha S, penyunting. Essential Neonatal
Mediceine. Edisi 4. Australia : Blackwell Publishing, 2008 ; 61 76
6. Embree J.E. gonococcal infections. Dalam: Remington JS, Jerome O, Klein MD,
penyunting. Remingtons Infectious Disease of the Fetus and Newborn Infant. Edisi
5. Philadelphia : WB Saunders Company, 2001;516-23.

Mengetahui/Menyetujui Palembang, 1 Maret 2014


Ketua Departemen Kesehatan Anak Ketua Divisi Neonatologi/NICU

Dr. Rismarini, SpAK Dr. Herman Bermawi, SpAK


NIP. 195801261985032001 NIP. 195511171983031003
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
DEPARTEMEN/SMF KESEHATAN ANAK
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

KEJANG PADA NEONATUS


P90
1. Definisi Kejang pada BBL secara klinis adalah perubahan paroksimal dari fungsi neurologik
(misalnya perilaku, sensorik, motorik dan fungsi autonom sistem syaraf) yang terjadi
pada bayi berumur sampai dengan 28 hari pertama kehidupan.
2. Anamnesis a. Riwayat kejang dalam keluarga
b. Riwayat kehamilan : infeksi TORCH, preeklamsia, gawat janin
c. Riwayat persalinan : asfiksia, trauma persalinan, ketuban pecah
sebelum waktunya
d. Riwayat paska natal : infeksi, ikterus, infeksi tali pusat, waktu
timbulnya kejang dan bentuk klinis kejang.
3. Pemeriksaan a. Bila penderita dalam keadaan kejang identifikasi bentuk klinis
Fisik kejang.
b. Tanda vital
c. Pemeriksaan kepala : jejas persalinan, ubun-ubun besar ( tegang
atau membonjol ), hydrosefalus ( lingkaran kepala dan
transiluminasi ), pemeriksaan mata ( korioretinitis yang dapat
disebabkan infeksi sitomegalovirus, rubela dan toksoplasmosis )
d. Pemeriksaan tali pusat : omfalitis
4. Kriteria a. Apabila ditemukan manifestasi klinis dari kejang ( tergantung
Diagnosis bentuk klinis kejang )
b. Dilanjutkan dengan mencari etiologi kejang berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang.
5. Diagnosis Sesuai klinis
6. Diagnosis Ditujukan pada etiologi kejang
Banding
7. Pemeriksaan Pemeriksaan gula darah, elektrolit, hemoglobin, hematokrit, leukosit,
Penunjang hitung jenis,trombosit, kultur darah, kadar bilirubin bila ada ikterus,
USG kepala dan EEG
8. Terapi a. Jalan napas bersih dan terbuka serta beri bantuan respirasi dan
terapi oksigen bila diperlukan.
b. Pasang jalur intara vena dan beri cairan dekrose 10 % dengan
dosisi rumatan.
c. Bila ada hipoglikemia, tangani hipoglikemianya.
d. Bila ada hipokalsemi, berikan kalsium glukonas 10% 3 cc/kgBB
diberikan secara perlahan-lahan melalui drip (10 cc Ca glukonas +
90 cc dekstrose 10 % + NaCl 15% 6 cc)
e. Bila ada kejang, berikan phenobarbital loading dose 20 mg/kgBB
IM kemudian dilanjutkan dengan 3 mg/kgBB/kali setiap 12 jam per
oral/IM, kalau dosis awal kejang belum teratasi bisa diberikan lagi
dosis 10 mg/kgBB.
- Bila masih kejang berikan phenobarbital 10 mg/kgBB (max 40
mg/kgBB)
- Bila masih kejang berikan phenytoin 15-20 mg/kgBB intravena
selama 30 menit dilanjutkan maintenance 3-5 mg/kgBB/hari (2
kali pemberian)
f. Bila gagal, berikan lorazepam 0,05-0,1 mg/kgBB intravena ulangi 2-
3 dosis tiap 15 menit (dosis maksimal 0,1 mg/kg BB). Bila loraze
pam tidak tersedia dapat diberikan diazepam 0,1-0,3 mg / kg BB/
intravena pada bayi tanpa ikterus atau umur >7 hari dan dilanjutkan
dengan 0,2 mg/kgBB/kali
g. Bila hipomagnesemi MgSO4 0,25 cc/kgBB IM
h. Bila dicurigai defisiensi piridoksin diberikan piridoksin 25-50 mg IV
(bila semasa hamil ibu banyak makan vitamin B6)
9. Edukasi Penjelasan mengenai faktor resiko, penatalaksaan serta komplikasi
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat III
Evidens
12. Tingkat B
Rekomendasi
13. Penelaah Dr. Julniar M. Tasli SpAK
Kritis Dr. Herman Bermawi, SpAK
Dr. Afifa Ramadanti, SpA
Dr. Indrayady, SpA
14. Indikator Klinis
Medis
15. Target Penderita tidak kejang lagi
16. Kepustakaan 1. Hill A. Neurological and neuromuscular disorders. Dalam: MacDonald MG,Mullet
MD, Seshia M, penyunting. Averys Neonatology, pathophysiology &
managementof the newborn. Edisi 6. Philadelphia : Lippincott William &
Wilkins, 2005;1384-1409.
2. Gatot I. Sarosa. Kejang dan spasme. Dalam: Kosim MS, Yunanto A, Dewi R,
Sarosa GI, Usman A, penyunting. Buku Ajar Neonatologi. Edisi 1. Jakarta :
Badan Penerbit IDAI, 2008;226-50.
3. Pathak A. Neonatal Seizures. Dalam: Gomella TL, Cunningham MD,Eyal FG,
Zenk KE, penyunting. Neonatology, management, procedur, on-call problem,
desease, and drug. Edisi 5. Newyork : Lange McGraw Hill, 2003;496-500.
4. Plessis A.J. Neonatal seizures. Dalam: Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR,
penyunting. Manual of Neonatal care. Edisi 6. Philadelphia : Lippincott William
& Wilkins, 2008;483-98.
5. Scher M.S. Seizures in Neonates. Dalam: Martin RJ, Fanaroff AA, Walsh MC,
penyunting. Fanaroff and Martins Neonatal-Perinatal Medicine. Edisi 8. Missouri
: Mosby Elsevier, 2006;956-65.
6. Neurological disorders. Dalam : Levene MI, Tudehope DI, Sinha S penyunting.
Essential Neonatal Mediceine. Edisi 4. Australia : Blackwell Publishing,
2008 ; 206 - 224
7. Volpe J.J. Neonatal Seizures. Dalam: Volpe J.J. Neurology of the newborn,
penyunting. Edisi 5. Philadelphia : WB Saunders, 2008; 203-44.

Mengetahui/Menyetujui Palembang, 1 Maret 2014


Ketua Departemen Kesehatan Anak Ketua Divisi Neonatologi/NICU

Dr. Rismarini, SpAK Dr. Herman Bermawi, SpAK


NIP.195801261985032001 NIP.195511171983031003
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
DEPARTEMEN/SMF KESEHATAN ANAK
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

NEONATAL HIPOGLIKEMI
P70.4
1. Definisi Kondisi bayi dengan kadar glukose darah kurang nilai normal ( < 45 mg/dL ) yang
dapat menimbulkan gejala (simptomatis) atau tidak (asimptomatis).
2. Anamnesis Cari faktor resiko : bayi dari ibu DM, neonatus besar masa kehamilan, neonatus kecil
masa kehamilan, bayi prematur/postmatur, neonatus puasa, polisitemia dan
eritroblastosis.
3. Pemeriksaan Dapat asimptomatik atau simptomatik (apatis, hipotoni, muntah, sianosis, apnu,
Fisik twitching / kejang, nistagmus dan temperatur tidak stabil).
4. Kriteria Berdasarkan pemeriksan fisik dan pemeriksaan laboratorium yaitu bila kadar gula
Diagnosis darah < 45 mg/dL.
5. Diagnosis Sesuai pemeriksaan kadar gula darah sewaktu
6. Diagnosis Ditujukan pada etiologi hipoglikemi
Banding
7. Pemeriksaan Pemeriksaan gula darah, elektrolit, hemoglobin, hematokrit, leukosit,
Penunjang hitung jenis,trombosit, kultur darah
8. Terapi Curigai dan antisipasi hipoglikemia neonatus dengan faktor resiko.
a. Bila hipoglikemia asimptomatik pemberian makanan sedini
mungkin, bila dua kali pemberian makan dini (interval 2 jam) tidak
berhasil berikan IVFD dekstrose 10%
b. Bila hipoglikemia simptomatik berikan dekstrose10% dengan inisial
2 cc/kgBB diboluskan selama 5 menit (8-10 mg/kgBB/menit)
dilanjutkan IVFD dekstrose 10% (jumlah cairan sesuai umur dan
berat badan) atau infus Glukose 10 % dengan GIR 6-8 mg/kg/mnt.
Monitor kadar gula darah setiap 2 jam dalam 6 jam pertama,
selanjutnya setiap 4 jam. Bila 2 kali pemeriksaan kadar gula
darah stabil tidak perlu dimonitor lagi. Bila kadar gula darah
normal tidak tercapai dalam 4 jam, maka diberi dekstrose 12%.
Bila 4 jam belum tercapai kadar gula darah normal, maka
ditambahkan Hidrokortison 5 mg/kgBB dalam cairan infus setiap 12
jam atau prednison 2 mg/kgBB dibagi 3 dosis. Dalam keadaan
lanjut (menjadi progresif) baru dipertimbangkan penyebab yang
jarang seperti inborn error of metabolism, tumor pankreas dan
lain-lain
9. Edukasi Penjelasan mengenai faktor risiko dan penatalaksanaan serta
Komplikasi
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat II
Evidens
12. Tingkat B
Rekomendasi
13. Penelaah Dr. Julniar M. Tasli SpAK
Kritis Dr. Herman Bermawi, SpAK
Dr. Afifa Ramadanti, SpA
Dr. Indrayady, SpA
14. Indikator 1. Klinis
Medis 2. Gula darah sewaktu lebih dari 45 mg/dl
15. Target Hipoglikemi, penyebab dan komplikasi telah teratasi
16. Kepustakaan 1. Ogata E.S. Carbohydrate homeostasis. Dalam: MacDonald MG,Mullet MD, Seshia
M, penyunting. Averys Neonatology pathophysiology & managementof the
newborn. Edisi 6. Philadelphia : Lippincott William & Walkins, 2005;876-91.
2. Gilmore M.M. Hypoglicemia. Dalam: Gomella TL, Cunningham MD,Eyal FG, Zenk
KE, penyunting. Neonatology, management, procedur, on-call problem, desease,
and drug. Edisi 5. Newyork : Lange McGraw Hill, 2003;262-6.
3. Wilker R.E. Hypoglicemia and hyperglicemia. Dalam: Cloherty JP, Eichenwald EC,
Stark AR, penyunting. Manual of Neonatal care. Edisi 6. Philadelphia : Lippincott
William & Walkins, 2008;540-9.
4. Kalhan S.C., Parimi P.S. Disorders of carbohydrate metabolism. Dalam: Martin RJ,
Fanaroff AA, Walsh MC, penyunting. Fanaroff and Martins Neonatal-Perinatal
Medicine. Edisi 8. Missouri : Mosby Elsevier, 2006; 1467-90.
5. Hypoglycemia. Dalam : Levene MI, Tudehope DI, Sinha S, penyunting. Essential
Neonatal Mediceine. Edisi 4. Australia : Blackwell Publishing, 2008 ; 158
163.

Mengetahui/Menyetujui Palembang, 1 Maret 2014


Ketua Departemen Kesehatan Anak Ketua Divisi Neonatologi/NICU

Dr. Rismarini, SpAK Dr. Herman Bermawi, SpAK


NIP.195801261985032001 NIP.195511171983031003
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
DEPARTEMEN/SMF KESEHATAN ANAK
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

JEJAS AKIBAT PERSALINAN


P12.3
1. Definisi Gangguan pada struktur atau fungsi tubuh yang terjadi akibat efek samping proses
persalinan
2. Anamnesis 1. Ibu : primi para, ibu dengan CPD, prolong atau rapid labour, oligohydramnion,
malpresentasi janin
2. Persalinan : vacum ekstrasi, forceps ekstraksi, versi ekstraksi
3. Janin : BBLR, prematuritas, makrosomia, kelainan kongenital
3. Pemeriksaan 1. Paralisis Ducchene Erb
Fisik Pemeriksaan fisik:
Lengan adduksi dan endorotasi
Ekstensi sendi bahu
Pronasi sendi bahu
Fleksi pergelangan tangan
Tidak didapat refleks moro, bisep maupun radius.
2. Paralisis Klumpke
Gambaran klinis: pergelangan tangan lumpuh, paresis otot-otot tangan, refleks
memegang kurang dan biasanya terdapat gangguan sensorik.
3. Paralisis plexus brakialis total
Gabungan dari paralisis Ducchene Erb dan Klumpke, seluruh
lengan lumpuh dan semua refleks meghilang.
4. Paralisis N. Phrenikus
Gambaran klinis:
Ditemukan pada bayi dengan trauma pleksus brakialis
Jam-jam pertama setelah lahir terjadi kesukaran bernapas
Takipnu dan sianosis
Kasus yang berat gejala muncul segera setelah lahir.
Pernapasan paradokdal atau gerakan see saw
Pemeriksaan fisik didapatkan gerakan melemah pada hemi thoraks yang parese.
Suara napas melemah pada auskultasi pada hemidiafragma yang terkena
5. Paresis Saraf Fasialis Perifer
Gambaran klinis tergantung dari berat ringannya kerusakan saraf
Dapat terlihat segera setelah lahir, lebih jelas lagi pada hari kedua atau ketiga
Bila ringan tampak muka asimetri saat menangis
Pada kerusakan yang berat atau komplit, kelopak mata terbuka pada waktu
menangis, mata akan terbuka lebih lebar pada sisi yang sakit pada keadaan
istirahat dan plika nasolabialis mendatar serta muka tampak asimetris
4. Kriteria 1.Paralisis Ducchene Erb
Diagnosis Diagnosis:
Pemeriksaan fisik:
Lengan adduksi dan endorotasi
Ekstensi sendi bahu
Pronasi sendi bahu
Fleksi pergelangan tangan
Tidak didapat refleks moro, bisep maupun radius.
2. Paralisis Klumpke
Diagnosis:
Gambaran klinis: pergelangan tangan lumpuh, paresis otot-otot tangan, refleks
memegang kurang dan biasanya terdapat gangguan sensorik.
3. Paralisis plexus brakialis total
Gabungan dari paralisis Ducchene Erb dan Klumpke, seluruh
lengan lumpuh dan semua refleks meghilang.
4.Paralisis N. Phrenikus
Diagnosis:
Diagnosis ditegakkan dengan:
Pemeriksaan klinis
Gambaran radiologis. Pada fluoroskopi atau USG akan terlihat gerakan yang
tertinggal pada diafragma yang mengalami paralisis
Radiologi :
Pada foto thoraks tampak elevasi ( tampak lebih tinggi ) hemidiafragma yang
lumpuh. Pada fluoroskopi atau USG akan terlihat gerakan diafragma yang
mengalami paralisis tertinggal
5. Paresis Saraf Fasialis Perifer
Diagnosis:
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang ditemui dan adanya riwayat
trauma pada persalinan.
5. Diagnosis Sesuai klinis dan pemeriksaan penunjang
6. Diagnosis Tergantung diagnosis
Banding
7. Pemeriksaan Radiologi, USG
8. Penunjang
9. Terapi 1.Paralisis Ducchene Erb
Tindakan:Immobilasi selama 2-3 minggu dengan posisi tangan diletakkan di atas perut.
Mulai fisioterapi setelah 7 - 10 hari.
Sembuh total dapat sampai 18 bulan
2. Paralisis Klumpke
Tindakan:
Pergelangan tangan diletakkan dalam posisi netral, diberi genggaman. Dalam keadaan
ringan dapat sembuh sendiri dalam 3-6 minggu. Bila tidak sembuh perlu pemeriksaan
saraf dan konsultasi ke bedah ortopedi
3.Paralisis N. Phrenikus
Penatalaksanaan:
Tidak ada penatalaksanaan khusus
Bayi ditidurkan miring pada posisi yang sakit
Terapi oksigen
Cairan nutrisi parenteral
Rangsangan listrik perkutaneus pada N. Frenikus
Antibiotika diberikan bila ada indikasi.
Tindakan bedah dilakukan bila terdapat gangguan pernapasan yang berat dan terapi
konservatif tidak ada perbaikan selama 1 bulan.
4. Paresis Saraf Fasialis Perifer
Pengobatan:
Tidak ada terapi spesifik
Bila paralisis komplit pengobatan terutama ditujukan agar kornea mata tidak
mengalami kekeringan dengan memberikan tetes metilselulose 1% secara berkala
setiap 4 jam
Fungsi N. Fasialis harus diobservasi ketat, bila tidak ada menunjukkan perbaikan
sampai hari ke 7-10 dilakukan tes elektrodiagnostik untuk melihat apakah ada
syaraf yang mengalami degenerasi atau terputus. Bila ada, maka harus dilakukan
bedah syaraf. Pada paresis yang ringan biasanya akan sembuh sendiri dalam 3
minggu.
10. Edukasi Penjelasan mengenai factor risiko dan penatalaksanaan serta komplikasi
11. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
12. Tingkat III
Evidens
13. Tingkat B
Rekomendasi
14. Penelaah Dr. Julniar M. Tasli SpAK
Kritis Dr. Herman Bermawi, SpAK
Dr. Afifa Ramadanti, SpA
Dr. Indrayady, SpA
15. Indikator Klinis
Medis
16. Target Perbaikan klinis
17. Kepustakaan 1. Gilmore M.M. Traumatic delivery. Dalam: Gomella TL, Cunningham,
MD, Eyal FG, Zenk KE, penyunting. Neonatology, management, procedures, on-
call problems, desease, and drug. Edisi 5, Newyork : Lange McGraw Hill,
2003;314-20.
2. Abdulhayoglu E. Birth Trauma. Dalam: Cloherty JP, Eichenwald
EC, Stark AR, penyunting. Manual of Neonatal care. Edisi 6, Philadelphia :
Lippincott William & Walkins, 2008;228 -36.
3. Mangurten H.H. Birth Injuries. Dalam: Fanaroff and Martins Neonatal-Perinatal
Medicine. Edisi 8, Mosby Elsevier, 2006;529-60.
4. Birth injury. Dalam : Levene MI, Tudehope DI, Sinha S, penyunting.
Essential Neonatal Mediceine. Edisi 4. Australia : Blackwell Pub
lishing, 2008 ; 35 - 40.

Mengetahui/Menyetujui Palembang, 1 Maret 2014


Ketua Departemen Kesehatan Anak Ketua Divisi Neonatologi/NICU

Dr. Rismarini, SpAK Dr. Herman Bermawi, SpAK


NIP.195801261985032001 NIP.195511171983031003
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
DEPARTEMEN/SMF KESEHATAN ANAK
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

IKTERUS NEONATORUM
P 59.9
1. Definisi Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan
ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonyugasi yang berlebih.
Hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin plasma lebih dari 5 - 7 mg/dL
2. Anamnesis Lakukan anamnesis riwayat kehamilan ( penyakit yang diderita ibu selama
kehamilan), riwayat persalinan ( masa gestasi, cara persalinan ), faktor resiko infeksi (
sepsis ), golongan darah ibu dan ayah, kapan timbulnya ikterus, riwayat ikterus pada
anak sebelumnya
3. Pemeriksaan - Terlihat kuning pada sclera, mukosa dan kulit.
Fisik - Cari manifestasi klinis dari penyakit atau kelainan patologis yang menyebabkan
ikterus untuk memperkirakan ikterus fisiologis atau non fisiologis.
4. Kriteria Sesuai dengan etiologi diatas.
Diagnosis Untuk mencari etiologi perlu dilakukan :
- Anamnesis sedini dan secermat mungkin mengenai riwayat kehamilan dan
persalinan
- Ikterus timbul pada hari 1: periksa kadar bilirubin, darah tepi lengkap, golongan
darah ibu dan bayi, Coomb test
- Ikterus timbul pada hari ke 2 atau hari ke 3: periksa kadar bilirubin, periksa darah
tepi lengkap, golongan darah ibu dan bayi, Coomb test (bila peningkatan bilirubin
>5 mg% dalam 24 jam, karena masih ada kemungkinan penyebabnya
inkompabilitas ABO atau Rh), pemeriksaan enzim G6PD
- Ikterus timbul pada hari ke 4 atau lebih: periksa kadar bilirubin, periksa darah tepi,
pemeriksaan enzim G6PD
5. Diagnosis Sesuai klinis dan pemeriksaan bilirubin serum
6. Diagnosis Ditujukan pada etiologi ikterus
Banding
7. Pemeriksaan Darah : Kadar bilirubin, hemoglobin, lekosit, Diff.count, trombosit, mikro LED,
Penunjang golongan darah ibu dan anak, kultur dan Coomb test
8. Terapi - Foto terapi atau transfusi tukar bila ada indikasi berdasarkan Grafik AAP pada
bayi dengan masa gestasi > 35 minggu dan berdasarkan tabel terlampir untuk bayi
preterm dan bayi berat blahir rendah.
- Foto terapi dihentikan bila kadar bilirubin tidak meningkat lagi dan kadarnya lebih
dari 3 mg/dL dibawah garis resiko.
- Tranfusi tukar dilakukan dengan golongan darah yang sesuai dengan golongan
darah ibu dan anak. Jumlah darah diberikan 2 kali volume darah bayi. Sebelum dan
sesudah tranfusi tukar lakukan terapi sinar.
9. Edukasi Penjelasan mengenai faktor resiko dan penatalaksanaan serta komplikasi
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat II
Evidens
12. Tingkat B
Rekomendasi
13. Penelaah Dr. Julniar M. Tasli SpAK
Kritis Dr. Herman Bermawi, SpAK
Dr. Afifa Ramadanti, SpA
Dr. Indrayady, SpA
14. Indikator 1. Klinis
Medis 2. Kadar bilirubin serum
15. Target Kadar bilirubin serum sudah dibawah indikasi fototerapi dan etiologi sudah teratasi.
16. Kepustakaan 1. Maisels M.J. Jaundice. Dalam: MacDonald MG,Mullet MD, Seshia M, penyunting.
Averys Neonatology, pathophysiology & managementof the newborn. Edisi 6.
Philadelphia : Lippincot William & Wilkins, 2005;768-846.
2. Abdulrahman Sukadi. Hiperbilirubinemia. Dalam: Kosim MS, Yunanto A, Dewi R,
Sarosa GI, Usman A, penyunting. Buku Ajar Neonatologi. Edisi 1. Jakarta : Badan
Penerbit IDAI, 2008;147-69.
3. Gilmore M.M. Hyperbilirubinemia. Dalam: Gomella TL, Cunningham MD,Eyal
FG, Zenk KE, penyunting. Neonatology, management, procedur, on-call problem,
desease, and drug. Edisi 5. Newyork : Lange McGraw Hill, 2003;244-50.
4. Martin C.R., Cloherty J.P., Neonatal hyperbilirubinemia. Dalam: Cloherty JP,
Eichenwald EC, Stark AR, penyunting. Manual of Neonatal care. Edisi 6.
Philadelphia : Lippincott William & Wilkins, 2008;181-212.
5. Wong R.J., DeSandre G.H. Sibley E., Stevenson D.K. Neonatal Jaundice and Liver
Disease. Dalam: Martin RJ, Fanaroff AA, Walsh MC, penyunting. Fanaroff and
Martins Neonatal-Perinatal Medicine. Edisi 8. Missouri : Mosby Elsevier,
2006;1419-65.
6. Jaundice. Dalam : Levene MI, Tudehope DI, Sinha S,penyunting.
Essential Neonatal Mediceine. Edisi 4. Australia : Blackwell
Publishing, 2008 ; 130 41

Mengetahui/Menyetujui Palembang, 1 Maret 2014


Ketua Departemen Kesehatan Anak Ketua Divisi Neonatologi/NICU

Dr. Rismarini, SpAK Dr. Herman Bermawi, SpAK


NIP.195801261985032001 NIP.195511171983031003
PANDUAN TERAPI SINAR PADA BAYI USIA > 35 MINGGU ( Sumber : AAP )
Keterangan:
Kadar bilirubin yang digunakan adalah bilirubin total. Jangan dikurangi dengan bilirubin direk.
Faktor risiko adalah: penyakit hemolitik isoimun, def. G6PD, asfiksia, letargi yang nyata, instabilitas
suhu, sepsis, asidosis atau kadar albumin <3 g/dl (bila diukur)
Untuk bayi usia 35-37 6/7 minggu bila keadaan umum bayi dapat dipertimbangkan kadar bilirubin
pada garis risiko sedang, trutama pada usia yang lebih mendekati batas 37 6/7.
Fototerapi dapat dilakukan sampai kadar bilirubin total 2-3 mg/dl dibawah garis pedoman.
PANDUAN TRANFUSI TUKAR PADA BAYI USIA > 35 MINGGU ( Sumber : AAP )
Keterangan:
Garis putus-putus pada 24 jam pertama menunjukkan keaadan tanpa patokan pasti karena terdapat
terdapat pertimbangan klinis dan tergantung respon terhadap fototerapi.
Transfusi tukar dianjurkan segera dilakukan bila bayi menunjukkan tanda-tanda ensefalopati bilirubin
akut atau bila kadar bilirubin total 5 mg/dl di atas garis pedoman.
Faktor risiko adalah: penyakit hemolitik isoimun, def G6PD, asfiksia, letargi yang nyata, instabilitas
suhu, sepsis, asidosis.
Hitung kadar albumin serum dan hitung rasio bilirubin/albumin.
Gunakan kadar bilirubin total.

Rasio bilirubin total / albumin sebagai penunjang untuk memutuskan transfusi tukar
Rasio B /A S aat Transfusi Tukar
Harus Dipertimbangkan
Rasio BT/Alb Rasio BT/Alb
Bayi > 38 0/7 mg 8,0 0,94
Bayi 35 0/7 mg 36 6/7 mg dan sehat atau > 38 07 mgJika 7,2 0,84
resiko tinggi atau iso imune hemolytic disease atau Defisiensi
G6PD
Bayi 35 0/7 37 6/7 mg, jika resiko tinggi atau IsoimM une 6,8 0,80
hemolytic desease atau defisiensi G6PD

Pedoman terapi sinar dan transfusi tukar bayi berat lahir rendah
berdasarkan berat badan

Bilirubin Total [ mg/dL ( umol/L ) ]


Berat Badan ( g ) Terapi Sinar Transfusi tukar
< 1500 5 8 ( 85 140 ) 13 16 ( 220 275 )
1500 1.999 8 12 ( 140 200 ) 16 18 ( 275 300 )
2000 2.499 11 14 ( 190 240 ) 18 20 ( 300 340 )

Pedoman terapi sinar dan transfusi tukar bayi berat lahir rendah
berdasarkan masa gestasi

Bilirubin Total [ mg/dL ( umol/L ) ]


Masa gestasi ( mg ) Terapi sinar Transfusi tukar bayi Tranfusi tukar bayi
sehat sakit
36 14,6 (250) 17,5 (300) 20,5 (350)
32 8,6 (150) 14,6 (250) 17,5 (300)
28 5,8 (100) 11,7 (200) 14,6 (250)
24 4,7 (80) 8,8 (150) 11,7 (200)
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
DEPARTEMEN/SMF KESEHATAN ANAK
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

JEJAS AKIBAT PERSALINAN


P12.3
18. Definisi Gangguan pada struktur atau fungsi tubuh yang terjadi akibat efek samping proses
persalinan
19. Anamnesis 1. Ibu : primi para, ibu dengan CPD, prolong atau rapid labour, oligohydramnion,
malpresentasi janin
2. Persalinan : vacum ekstrasi, forceps ekstraksi, versi ekstraksi
3. Janin : BBLR, prematuritas, makrosomia, kelainan kongenital
20. Pemeriksaan 1. Paralisis Ducchene Erb
Fisik Pemeriksaan fisik:
Lengan adduksi dan endorotasi
Ekstensi sendi bahu
Pronasi sendi bahu
Fleksi pergelangan tangan
Tidak didapat refleks moro, bisep maupun radius.
2. Paralisis Klumpke
Gambaran klinis: pergelangan tangan lumpuh, paresis otot-otot tangan, refleks
memegang kurang dan biasanya terdapat gangguan sensorik.
3. Paralisis plexus brakialis total
Gabungan dari paralisis Ducchene Erb dan Klumpke, seluruh
lengan lumpuh dan semua refleks meghilang.
4. Paralisis N. Phrenikus
Gambaran klinis:
Ditemukan pada bayi dengan trauma pleksus brakialis
Jam-jam pertama setelah lahir terjadi kesukaran bernapas
Takipnu dan sianosis
Kasus yang berat gejala muncul segera setelah lahir.
Pernapasan paradokdal atau gerakan see saw
Pemeriksaan fisik didapatkan gerakan melemah pada hemi thoraks yang parese.
Suara napas melemah pada auskultasi pada hemidiafragma yang terkena
5. Paresis Saraf Fasialis Perifer
Gambaran klinis tergantung dari berat ringannya kerusakan saraf
Dapat terlihat segera setelah lahir, lebih jelas lagi pada hari kedua atau ketiga
Bila ringan tampak muka asimetri saat menangis
Pada kerusakan yang berat atau komplit, kelopak mata terbuka pada waktu
menangis, mata akan terbuka lebih lebar pada sisi yang sakit pada keadaan
istirahat dan plika nasolabialis mendatar serta muka tampak asimetris
21. Kriteria 1.Paralisis Ducchene Erb
Diagnosis Diagnosis:
Pemeriksaan fisik:
Lengan adduksi dan endorotasi
Ekstensi sendi bahu
Pronasi sendi bahu
Fleksi pergelangan tangan
Tidak didapat refleks moro, bisep maupun radius.
2. Paralisis Klumpke
Diagnosis:
Gambaran klinis: pergelangan tangan lumpuh, paresis otot-otot tangan, refleks
memegang kurang dan biasanya terdapat gangguan sensorik.
3. Paralisis plexus brakialis total
Gabungan dari paralisis Ducchene Erb dan Klumpke, seluruh
lengan lumpuh dan semua refleks meghilang.
4.Paralisis N. Phrenikus
Diagnosis:
Diagnosis ditegakkan dengan:
Pemeriksaan klinis
Gambaran radiologis. Pada fluoroskopi atau USG akan terlihat gerakan yang
tertinggal pada diafragma yang mengalami paralisis
Radiologi :
Pada foto thoraks tampak elevasi ( tampak lebih tinggi ) hemidiafragma yang
lumpuh. Pada fluoroskopi atau USG akan terlihat gerakan diafragma yang
mengalami paralisis tertinggal
5. Paresis Saraf Fasialis Perifer
Diagnosis:
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang ditemui dan adanya riwayat
trauma pada persalinan.
22. Diagnosis Sesuai klinis dan pemeriksaan penunjang
23. Diagnosis Tergantung diagnosis
Banding
24. Pemeriksaan Radiologi, USG
25. Penunjang
26. Terapi 1.Paralisis Ducchene Erb
Tindakan:Immobilasi selama 2-3 minggu dengan posisi tangan diletakkan di atas perut.
Mulai fisioterapi setelah 7 - 10 hari.
Sembuh total dapat sampai 18 bulan
2. Paralisis Klumpke
Tindakan:
Pergelangan tangan diletakkan dalam posisi netral, diberi genggaman. Dalam keadaan
ringan dapat sembuh sendiri dalam 3-6 minggu. Bila tidak sembuh perlu pemeriksaan
saraf dan konsultasi ke bedah ortopedi
3.Paralisis N. Phrenikus
Penatalaksanaan:
Tidak ada penatalaksanaan khusus
Bayi ditidurkan miring pada posisi yang sakit
Terapi oksigen
Cairan nutrisi parenteral
Rangsangan listrik perkutaneus pada N. Frenikus
Antibiotika diberikan bila ada indikasi.
Tindakan bedah dilakukan bila terdapat gangguan pernapasan yang berat dan terapi
konservatif tidak ada perbaikan selama 1 bulan.
4. Paresis Saraf Fasialis Perifer
Pengobatan:
Tidak ada terapi spesifik
Bila paralisis komplit pengobatan terutama ditujukan agar kornea mata tidak
mengalami kekeringan dengan memberikan tetes metilselulose 1% secara berkala
setiap 4 jam
Fungsi N. Fasialis harus diobservasi ketat, bila tidak ada menunjukkan perbaikan
sampai hari ke 7-10 dilakukan tes elektrodiagnostik untuk melihat apakah ada
syaraf yang mengalami degenerasi atau terputus. Bila ada, maka harus dilakukan
bedah syaraf. Pada paresis yang ringan biasanya akan sembuh sendiri dalam 3
minggu.
27. Edukasi Penjelasan mengenai factor risiko dan penatalaksanaan serta komplikasi
28. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
29. Tingkat III
Evidens
30. Tingkat B
Rekomendasi
31. Penelaah Dr. Julniar M. Tasli SpAK
Kritis Dr. Herman Bermawi, SpAK
Dr. Afifa Ramadanti, SpA
Dr. Indrayady, SpA
32. Indikator Klinis
Medis
33. Target Perbaikan klinis
34. Kepustakaan 1. Gilmore M.M. Traumatic delivery. Dalam: Gomella TL, Cunningham,
MD, Eyal FG, Zenk KE, penyunting. Neonatology, management, procedures, on-
call problems, desease, and drug. Edisi 5, Newyork : Lange McGraw Hill,
2003;314-20.
2. Abdulhayoglu E. Birth Trauma. Dalam: Cloherty JP, Eichenwald
EC, Stark AR, penyunting. Manual of Neonatal care. Edisi 6, Philadelphia :
Lippincott William & Walkins, 2008;228 -36.
3. Mangurten H.H. Birth Injuries. Dalam: Fanaroff and Martins Neonatal-Perinatal
Medicine. Edisi 8, Mosby Elsevier, 2006;529-60.
4. Birth injury. Dalam : Levene MI, Tudehope DI, Sinha S, penyunting.
Essential Neonatal Mediceine. Edisi 4. Australia : Blackwell Pub
lishing, 2008 ; 35 - 40.

Mengetahui/Menyetujui Palembang, 1 Maret 2014


Ketua Departemen Kesehatan Anak Ketua Divisi Neonatologi/NICU

Dr. Rismarini, SpAK Dr. Herman Bermawi, SpAK


NIP.195801261985032001 NIP.195511171983031003
PANDUAN TERAPI SINAR PADA BAYI USIA > 35 MINGGU ( Sumber : AAP )
Keterangan:
Kadar bilirubin yang digunakan adalah bilirubin total. Jangan dikurangi dengan bilirubin direk.
Faktor risiko adalah: penyakit hemolitik isoimun, def. G6PD, asfiksia, letargi yang nyata, instabilitas
suhu, sepsis, asidosis atau kadar albumin <3 g/dl (bila diukur)
Untuk bayi usia 35-37 6/7 minggu bila keadaan umum bayi dapat dipertimbangkan kadar bilirubin
pada garis risiko sedang, trutama pada usia yang lebih mendekati batas 37 6/7.
Fototerapi dapat dilakukan sampai kadar bilirubin total 2-3 mg/dl dibawah garis pedoman

PANDUAN TRANFUSI TUKAR PADA BAYI USIA > 35 MINGGU ( Sumber : AAP )
Keterangan:
Garis putus-putus pada 24 jam pertama menunjukkan keaadan tanpa patokan pasti karena terdapat
terdapat pertimbangan klinis dan tergantung respon terhadap fototerapi.
Transfusi tukar dianjurkan segera dilakukan bila bayi menunjukkan tanda-tanda ensefalopati bilirubin
akut atau bila kadar bilirubin total 5 mg/dl di atas garis pedoman.
Faktor risiko adalah: penyakit hemolitik isoimun, def G6PD, asfiksia, letargi yang nyata, instabilitas
suhu, sepsis, asidosis.
Hitung kadar albumin serum dan hitung rasio bilirubin/albumin.
Gunakan kadar bilirubin total.

Rasio bilirubin total / albumin se bagai penunjang untuk memutuskan transfusi tukar
Rasio B /A S aat Transfusi Tukar
Harus Dipertimbangkan
Rasio BT/Alb Rasio BT/Alb
Bayi > 38 0/7 mg 8,0 0,94
Bayi 35 0/7 mg 36 6/7 mg dan sehat atau > 38 07 mgJika 7,2 0,84
resiko tinggi atau iso imune hemolytic disease atau Defisiensi
G6PD
Bayi 35 0/7 37 6/7 mg, jika resiko tinggi atau IsoimM une 6,8 0,80
hemolytic desease atau defisiensi G6PD
Pedoman terapi sinar dan transfusi tukar bayi berat lahir rendah
berdasarkan berat badan

Bilirubin Total [ mg/dL ( umol/L ) ]


Berat Badan ( g ) Terapi Sinar Transfusi tukar
< 1500 5 8 ( 85 140 ) 13 16 ( 220 275 )
1500 1.999 8 12 ( 140 200 ) 16 18 ( 275 300 )
2000 2.499 11 14 ( 190 240 ) 18 20 ( 300 340 )

Pedoman terapi sinar dan transfusi tukar bayi berat lahir rendah
berdasarkan masa gestasi

Bilirubin Total [ mg/dL ( umol/L ) ]


Masa gestasi ( mg ) Terapi sinar Transfusi tukar bayi Tranfusi tukar bayi
sehat sakit
36 14,6 (250) 17,5 (300) 20,5 (350)
32 8,6 (150) 14,6 (250) 17,5 (300)
28 5,8 (100) 11,7 (200) 14,6 (250)
24 4,7 (80) 8,8 (150) 11,7 (200)
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
DEPARTEMEN/SMF KESEHATAN ANAK
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

KLINIS SEPSIS DAN SEPSIS NEONATORUM


P36.1
1. Definisi Sindroma klinis dari infeksi lokal / sistemik pada bayi yang terjadi dalam bulan pertama
kehidupan.
2. Anamnesis Faktor resiko atau faktor predisposisi infeksi ( suhu ibu > 38o C, leukosit ibu >
15.000/mm3 , air ketuban keruh & berbau busuk, ketubah pecah > 12 jam, partus
kasep), perawatan tali pusat, pemberian zalf mata setelah melahirkan.
3. Pemeriksaan Gejala klinis sepsis terdiri atas:
Fisik a. Gejala umum: bayi tampak lemah, terdapat gangguan minum
yang disertai penurunan berat badan, keadaan umum memburuk
hipotermi/hipertermi
b. Gejala SSP: letargi, iritabilitas, hiporefleks, tremor, kejang,
hipotoni/hipertoni, serangan apnea, gerak bola mata tidak
terkoordinasi.
c. Gejala pernapasan: dispnu, takipnu, apnu, dan sianosis
d. Gejala TGI: muntah, diare, meteorismus, hepatomegali
e. Kelainan kulit: purpura, eritema, pustula, sklerema
f. Kelainan sirkulasi: pucat/sianosis, takikardi/aritmia, hipotensi,
edema, dingin.
g. Kelainan hematologi: perdarahan, ikterus, purpura
4. Kriteria gejala klinis sepsis ditambah lebih dari satu pemeriksaan laboratorium yang positip (
Diagnosis lekosit < 5000/mm3 atau > 34.000/mm3, I/T ratio 0,2 atau lebih, mikro LED>15
mm/jam, CRP > 9mg/dL ), kultur darah positif
5. Diagnosis Sesuai klinis, laboratorium diatas dan atau kultur darah positif
6. Diagnosis Meningitis
Banding
7. Pemeriksaan Darah : Hb, lekosit, diff. count, trombosit, mikro LED, CRP dan kultur
Penunjang dan tes resisintesi
LCS : Protein, sel diff. count, pengecatan gram dan kultur
8. Terapi a. Pemberian cairan sesuai dengan kebutuhan bayi.
b. Terapi oksigen bila diperlukan
c. Antibiotik : Ceftazidime. Bila dicurigai infeksi oleh karena stafilokokkus maka
diberikan sefalosporin generasi ke-2, 50 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian,
bila tidak ada perbaikan klinis dalam 48 jam atau keadaan umum semakin
memburuk, pertimbangkan pindah ke antibiotika yang lebih poten, misal
nya meropenem, atau sesuai dengan hasil tes resistensi. Antibiotika diberikan 7-10
hari (antibiotik dihentikan setelah klinis membaik 5 hari)
9. Edukasi Penjelasan mengenai faktor risiko infeksi dan penatalaksanaan serta komplikasi.
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat II
Evidens
12. Tingkat B
Rekomendasi
13. Penelaah Dr. Julniar M. Tasli SpAK
Kritis Dr. Herman Bermawi, SpAK
Dr. Afifa Ramadanti, SpA
Dr. Indrayady, SpA
14. Indikator Klinis dan laboratorium darah
Medis
15. Target Infeksi sudah teratasi ditandai dengan perbaikan klinis dan laboratorium darah
16. Kepustakaan 1. Schelonka R.L., Freij B. J., McCracken G.H. Bacterial and fungal infections. Dalam:
MacDonald MG, Mullet MD, Seshia M, penyunting. Averys Neonatology,
pathophysiology & management of the newborn. Edisi 6. Philadelphia : Lippincott
William & Walkins, 2005;1235-73.
2.Naglie R. Infectious Diseases. Dalam: Gomella TL, Cunningham MD,Eyal FG, Zenk
KE, penyunting. Neonatology, management, procedur, on-call problem, desease, and
drug. Edisi 5. Newyork : Lange McGraw Hill, 2003;434-68.
3. Puopolo K.M. Bacterial and fungal infections. Dalam: Cloherty JP, Eichenwald EC,
Stark AR, penyunting. Manual of Neonatal care. Edisi 6. Philadelphia : Lippincott
William & Walkins, 2008;274-300.
4. Edwards M. S. Postnatal bacterial infections. Dalam: Martin RJ, Fanaroff AA, Walsh
MC, penyunting. Fanaroff and Martins Neonatal-Perinatal Medicine. Edisi 8.
Misouri : Mosby Elsevier, 2006;791-829.
5. Infection. Dalam : Levene MI, Tudehope DI, Sinha S, penyunting. Essential Neonatal
Mediceine. Edisi 4. Australia : Blackwell Publishing, 2008 ; 61 76
6. Klein J.O., Nizet V. Bacterial sepsis and meningitis. Dalam: Remington JS, Jerome
O, Klein MD, penyunting. Remingtons Infectious Disease of the Fetus and Newborn
Infant. Edisi 5. Philadelphia : WB Saunders Company, 2001;222-75.

Mengetahui/Menyetujui Palembang, 1 Maret 2014


Ketua Departemen Kesehatan Anak Ketua Divisi Neonatologi/NICU

Dr. Rismarini, SpAK Dr. Herman Bermawi, SpAK


NIP. 195801261985032001 NIP. 195511171983031003
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
DEPARTEMEN/SMF KESEHATAN ANAK
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

MENINGITIS NEONATORUM
G03.9
1. Definisi Meningitis pada neonatus adalah infeksi pada meningen dan susunan syarap pusat bayi
baru lahir pada bulan pertama kehidupan.
2. Anamnesis Faktor resiko atau faktor predisposisi infeksi ( suhu ibu > 38o C, leukosit ibu >
15.000/mm3 , air ketuban keruh & berbau busuk, ketubah pecah > 12 jam, partus
kasep), perawatan tali pusat, pemberian zalf mata setelah melahirkan.
3. Pemeriksaan Klinis mirip dengan sepsis. Gejala dini umumnya iritabel.
Fisik a. Gejala umum: bayi tampak lemah, terdapat gangguan minum
yang disertai penurunan berat badan, keadaan umum memburuk
hipotermi/hipertermi
b. Gejala SSP: letargi, iritabilitas, hiporefleks, tremor, kejang,
hipotoni/hipertoni, serangan apnea, gerak bola mata tidak
terkoordinasi.
c. Gejala pernapasan: dispnu, takipnu, apnu, dan sianosis
d. Gejala TGI: muntah, diare, meteorismus, hepatomegali
e. Kelainan kulit: purpura, eritema, pustula, sklerema
f. Kelainan sirkulasi: pucat/sianosis, takikardi/aritmia, hipotensi,
edema, dingin.
g. Kelainan hematologi: perdarahan, ikterus, purpura
4. Kriteria gejala klinis sepsis ditambah hasil pemeriksan cairan serebrospinalis :
Diagnosis o Tes Pandy : + atau ++
o Jumlah sel : umur 0 s/d 48 jam:>100/mm3
umur 2 s/d 7 hari :>50/mm3
umur >7 hari :>32/mm3
o Diff. count :PMN meningkat, protein meningkat dan glukosa
menurun
5. Diagnosis Sesuai klinis dan hasil pemeriksaan cairan serebrospinalis
6. Diagnosis Sepsis neonatorum
Banding
7. Pemeriksaan Darah : Hb, lekosit, diff. count, trombosit, mikro LED, dan kultur dan
Penunjang tes resistensi
LCS : Protein, sel diff. count, pengecatan gram dan kultur
Urin : Rutin dan kultur dan tes resistensi
USG transfontanela
8. Terapi a. Pemberian cairan sesuai dengan kebutuhan bayi.
b. Terapi oksigen bila diperlukan
c. Antibiotik : Ceftazidime
Bila tidak ada perbaikan klinis dalam 48 jam atau keadaan umum
semakin memburuk, pertimbangkan pindah ke antibiotika yang lebih
poten, misalnya meropenem, atau sesuai dengan hasil tes resistensi.
Antibiotika diberikan 21 hari
9. Edukasi Penjelasan mengenai faktor risiko infeksi dan penatalaksanaan serta komplikasi.
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam/malam
Ad sanationam : dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : dubia ad bonam/malam
11. Tingkat II
Evidens
12. Tingkat B
Rekomendasi
13. Penelaah Dr. Julniar M. Tasli SpAK
Kritis Dr. Herman Bermawi, SpAK
Dr. Afifa Ramadanti, SpA
Dr. Indrayady, SpA
14. Indikator 1. Klinis
Medis 2. Hasil pemeriksaan cairan serebrospinalis
3. USG transfontanela
15. Target Klinis dan hasil USG transfontanela perbaikan
16. Kepustakaan 1. Schelonka R.L., Freij B. J., McCracken G.H. Bacterial and fungal infections. Dalam:
MacDonald MG, Mullet MD, Seshia M, penyunting. Averys Neonatology,
pathophysiology & management of the newborn. Edisi 6. Philadelphia : Lippincott
William & Walkins, 2005;1235-73.
2. Naglie R. Infectious Diseases. Dalam: Gomella TL, Cunningham MD,Eyal FG, Zenk
KE, penyunting. Neonatology, management, procedur, on-call problem, desease, and
drug. Edisi 5. Newyork : Lange McGraw Hill, 2003;434-68.
3. Puopolo K.M. Bacterial and fungal infections. Dalam: Cloherty JP, Eichenwald EC,
Stark AR, penyunting. Manual of Neonatal care. Edisi 6. Philadelphia : Lippincott
William & Walkins, 2008;274-300.
4. Edwards M. S. Postnatal bacterial infections. Dalam: Martin RJ, Fanaroff AA, Walsh
MC, penyunting. Fanaroff and Martins Neonatal-Perinatal Medicine. Edisi 8.
Misouri : Mosby Elsevier, 2006;791-829.
5. Infection. Dalam : Levene MI, Tudehope DI, Sinha S, penyunting. Essential Neonatal
Mediceine. Edisi 4. Australia : Blackwell Publishing, 2008 ; 61 76
6. Klein J.O., Nizet V. Bacterial sepsis and meningitis. Dalam: Remington JS, Jerome
O, Klein MD, penyunting. Remingtons Infectious Disease of the Fetus and Newborn
Infant. Edisi 5. Philadelphia : WB Saunders Company, 2001;222-75.

Mengetahui/Menyetujui Palembang, 1 Maret 2014


Ketua Departemen Kesehatan Anak Ketua Divisi Neonatologi/NICU

Dr. Rismarini, SpAK Dr. Herman Bermawi, SpAK


NIP. 195801261985032001 NIP. 195511171983031003
PANDUAN PRAKTIK KLINIK
DEPARTEMEN/SMF KESEHATAN ANAK
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

PNEUMOTHORAKS
P 25.1
1. Definisi Terdapat udara dalam rongga pleura
2. Anamnesis Mengidentifikasi faktor resiko : aspirasi mekoneum, tindakan VTP, bronkopneumonia,
pemakaian ventilasi mekanik
3. Pemeriksaan Dispnu, takipnu, retraksi, merintih, sianosis, vesikuler menurun, sela iga melebar dan
Fisik dada tampak lebih cembung, asimetris gerakan dinding dada.
4. Kriteria Gejala klinis + foto thorak ( radiolusen dan kolaps parsial atau total paru yang terkena,
Diagnosis pergeseran mediastinum, pendataran diafragma ) + transiluminasi positip, terutama pada
bayi kecil.
5. Diagnosis Sesuai klinis dan pemeriksaan penunjang
6. Diagnosis Takipneu sementara pada neonatus
Banding Penyakit membran hyalin
Pneumonia
Sepsis
7. Pemeriksaan Darah : Hb,lekosit, diff. Count, trombosit, mikro LED
Penunjang Foto thoraks AP dan lateral
Transiluminasi
8. Terapi 1. Suportif, umumnya sama pada semua gawat napas, yaitu :
a. Pemberian cairan
# IVFD dekstrose 71/2 % atau 10 % + Ca glukonas sesuai degan
kebutuhan bayi
# Mulai hari ke 3 ditambahkan NaCl 15 % sebanyak 6 cc/kolf
# Bila ada tanda dehidrasi atasi dehidrasi
# Bila ada asidosis berikan cairan dekstrose dan natrium bikarbo
nat ( 4 : 1 ) Bila dapat diperiksa analisa gas darah, asidosis da
dikoreksi langsung dengan pemberian cairan Natrium
Bikarbonat 4,2 % secara perlahan-lahan
# Bila belum bisa makan per oral beri larutan asam amino
1-3 g/kgBB/hari. Bila sudah bisa minum per oral beri ASI atau
susu formula
b. Terapi oksigen ( intra nasal, head box, buble CPAP, ventilator )

2. Antibiotika : Ampisilin dan gentamisin, bila tidak ada perbaikan dalam


2 hari, gentamisin diganti dengan ceftazidim.
3. Terapi khusus :
# Tidak ada tension pneumothorak : berikan oksigen 100 %
selama 12 jam pada bayi aterm ( nitrogen washing )
# Dengan tension pneumothorak dilakukan pemasasangan
kateter interkostal dengan kontinuous suction ( WSD )
# Jika keadaan kritis dapat dilakukan aspirasi dengan
menggunakan wing needle no.21 dan spuit 5 cc serta three
way stopcock ( diagnosis dan terapi )
9. Edukasi Penjelasan mengenai faktor risiko dan penatalaksanaan serta komplikasi yang mungkin
timbul.
10. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat II
Evidens
12. Tingkat B
Rekomendasi
13. Penelaah Dr. Julniar M. Tasli SpAK
Kritis Dr. Herman Bermawi, SpAK
Dr. Afifa Ramadanti, SpA
Dr. Indrayady, SpA
14. Indikator Klinis dan foto thorak
Medis
15. Target Tidak sesak dengan frekuensi nafas 40-60 kali per menit, minum baik, tidak ada tanda
infeksi dan penyakit penyebab telah terkendali
16. Kepustakaan 1. Whitsett J.A., Rice W.R., Warner B.B., Wert S.E., Pryhuber G.S. Acute Respiratory
Disorders. Dalam: MacDonald MG,Mullet MD, Seshia M, penyunting. Averys
Neonatology Pathophysiology & Managementof the Newborn. Edisi 6. Philadelphia :
Lippincott William & Walkins, 2005;553-77.
2. Truog W.E., Golombek S.G., Principles of Management of Respiratory Problems.
Dalam: MacDonald MG,Mullet MD, Seshia M, penyunting. Averys Neonatology
Pathophysiology & Managementof the Newborn. Edisi 6. Philadelphia : Lippincott
William & Walkins, 2005;600-21.
3. M.Sholeh Kosim. Gangguan Nafas pada bayi baru lahir. Dalam: Kosim MS, Yunanto
A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A, penyunting. Buku Ajar Neonatologi. Edisi 1.
Jakarta : Badan Penerbit IDAI, 2008;126-46.
4. Bhakta K.Y. Respiratory Distress Syndrome. Dalam: Cloherty JP, Eichenwald EC,
Stark AR, penyunting. Manual of Neonatal care. Edisi 6. Philadelphia : Lippincott
William & Walkins, 2008;323-30.
5. Rodriguez R.J., Martin R.J., Fanaroff A.A. Respiratory Distress Syndrome and its
management. Dalam: Martin RJ, Fanaroff AA, Walsh MC, penyunting. Fanaroff and
Martins Neonatal-Perinatal Medicine. Edisi 8. Missouri : Mosby Elsevier,
2006;1097-107.
6. Respiratory disorder. Dalam : Levene MI, Tudehope DI, Sinha S,
penyunting. Essential Neonatal Mediceine. Edisi 4. Australia :
Blackwell Publishing, 2008 ; 92-110.

Mengetahui/Menyetujui Palembang, 1 Maret 2014


Ketua Departemen Kesehatan Anak Ketua Divisi Neonatologi/NICU

Dr. Rismarini, SpAK Dr. Herman Bermawi, SpAK


NIP. 195801261985032001 NIP. 195511171983031003

Anda mungkin juga menyukai