Anda di halaman 1dari 15

A.

Pengertian

Myoma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat
sehingga dalam kepustakaan disebut juga leiomioma, fibromioma atau fibroid. (Arif
Mansjoer, 1999, hal 387).

Frekuensi tumor ini sulit diketahui karena banyak diantara mereka tidak mempunyai
keluhan apa-apa. Tumor ini tergolong tumor pelviks dan sering ditemukan pada masa
reproduksi. Diperkirakan bahwa frekuensi mioma uteri kurang lebih 10% dari jumlah seluruh
penyakit pada alat-alat genital. Myoma uteri adalah tumor jinak yang berasal dari otot rahim
(miometrium) atau jaringan ikat yang tumbuh pada dinding atau di dalam rahim. (Lina
Mardiana, 2007)

Myoma uteri merupakan tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikatnya sehingga
dapat dalam bentuk padat. (Prof. dr. Ida Bagus Gde Manuaba, SpOG, 1998, hal 409).

Berdasarkan letaknya mioma uteri

1) Mioma sub mukosum


Berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam kavum uteri. Mioma uteri
dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian dilahirkan melalui serviks (mioma
geburt)
2) Mioma intiamural : Berada diantara serabut miometrium.
3) Mioma subserosum
Apabila tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol ke permukaan uterus dan
diliputi serosa. Mioma subserosum dapat tumbuh diantara kedua lapisan ligamentum
latum menjadi mioma intra ligamenter. Mioma subserosum dapat pula tumbuh
menempel pada jaringan lain setelah lepas dari uterus, misalnya ke ligamentum atau
omentum dan kemudian bebas disebut wondering / parasitic fibroid. (Sarwono, 2005)

B. Penyebab

Penyebab mioma uteri yang pasti sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti.
Beberapa peneliti menyatakan bahwa mioma uteri tumbuh dari sel neoplastik tunggal
(monoklonal) yang mengalami mutasi gen dari sel-sel normal, sel-sel imatur miometrium
atau dari sel embrional dinding pembuluh darah uterus.

Sedangkan dugaan lain menyatakan bahwa estrogen mempunyai peranan penting


tetapi dengan teori ini sukar diterangkan mengapa pada seseorang wanita estrogen dapat
menyebabkan mioma, sedangkan pada wanita yang lain tidak. Juga pada beberapa wanita
dengan mioma uteri dapat terjadi ovulasi, yang menghasilkan progesteron yang sifatnya anti
estrogen.

Untuk mencegah timbulnya myoma pada organ reproduksi sebaiknya dihindari


makanan yang diawetkan, makanan setengah matang, KB suntik dan pil KB, serta melakukan
cek kesehatan secara teratur dan berkala.

Pada myoma uteri terjadi perubahan sekunder. Perubahan sekunder pada myoma uteri
yang terjadi sebagian besar bersifat degenerasi. Hal ini dikarenakan berkurangnya pemberian
darah pada sarang myoma. Perubahan sekunder yaitu:

1) Atrofi

Sesudah menopause ataupun sesudah kehamilan myoma uteri menjadi kecil.

2) Degenerasi hialin

Perubahan ini sering terjadi terutama pada penderita berusia lanjut, tumor kehilangan struktur
aslinya menjadi homogen. Dapat meliputi sebagian besar atau hanya sebagian kecil.

3) Degenerasi kistik

Dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian dari myoma menjadi cair,
sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi seperti agar-agar, dapat juga
terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga menyerupai limfangioma.
Dengan konsistensi yang lunak tumor ini sukar dibedakan dari kista ovarium atau suatu
kehamilan.

4) Degenerasi membatu (calcireous degeneration)

Ini terjadi pada wanita berusia lanjut, karena adanya gangguan dalam sirkulasi. Dengan
adanya pengendapan garam kapur pada sarang myoma maka myoma menjadi keras dan
memberikan bayangan pada foto rontgen.

5) Degenerasi merah (carneous degeneration)

Perubahan ini biasanya terjadi pada kehamilan dan nifas. Diperkirakan karena suatu nekrosis
subakut sebagai gangguan vaskularisasi. Degenerasi merah tampak khas apabila terjadi pada
kehamilan muda diserai emesis, haus, sedikit demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar
dan nyeri pada perabaan.

6) Degenerasi lemak

Jarang terjadi merupakan kelanjutan degenerasi hialin.

(Sarwono, 2005)
C. Patologi

Menurut letaknya, mioma uteri dapat dibagi menjadi:

1. mioma submukosa, berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam kavum uteri.
Mioma sub mukosum dapat bertangkai menjadi polip lalu dilahirkan melalui kanalis
servikalis (mioma geburt).

2. mioma intramura, terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium.

3. mioma subserosum, tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan
uterus, diliputi oleh serosa. Mioma subserosum dapat menempel pada jaringan sekitar
kemudian membebaskan diri(wondering/parasitis fibroid)

Bila mioma uteri dibelah, tampak terdiri atas berkas otot polos dan jaringan ikat yang
tersusun seperti konde/pusaran air dengan pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat
longgar.

D. Tanda dan gejala

1. tanda gejala ditemukan secara kebetulan saat pemeriksaan ginekologi.

2. perdarahan abnormal.

3. Rasa nyeri.

4. Akibat penekanan: pada kandung kencing menyebabkan poliuri, pada uretra menyebabkan
retensio urine, pada ureter menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rektum
menyebabkan oedem tungkai dan nyeri panggul.

5. Infertilitas dan abortus

Infertilitas dapat terjadi jika mioma intramural menutup atau menekan pars interstisialis
tubae. Mioma submukosum memudahkan terjadinya abortus. Apabila ditemukan mioma pada
wanitadengan keluhan infertilitas harus dilakukan pemeriksaan yang seksama terhadap
sebab-sebab lain dari infertilitas sebelum menghubungkannya dengan adanya mioma uteri.

E. Komplikasi

1. Pertumbuhan leimiosarkoma

Adalah tumor yang tumbuh dari miometrium dan merupakan 50-75% dari semua sarkoma
uteri. Kecurigaan terhadap sarkoma pada mioma uteri timbul suatu mioma uteri yang selama
beberapa tahun tidak membesar sekonyong-konyong menjadi besar. Apalagi hal itu terjadi
sesudah menopause. Yang menjadi persoalan dalam hal ini adalah apakah sarkoma tumbuh
dalam jaringan mioma sendiri atau dalam jaringan miometrium di luar mioma.

2. tersi atau putaran tungkai


Adakalanya tangkai pada mioma uteri subserosum mengalami putaran. Kalau hal ini terjadi
mendadak, tumor akan mengalami gangguan sirkulasi akut dengan nekrosis jaringan dan
akan nampak gambaran klinik dari abdomen akut. Pada mioma parasitik atau mioma
mengembang, mioma berdiri sendiri dan hidupnya tak tergantung lagi pada pemberian darah
melalui tangkai. Mioma ini berada bebas dalam rongga perut dan menimbulkan kesukaran
diagnostik.

3. nikrosis dan infeksi

Pada mioma submukosumyang menjadi polip ujung tumor kadang-kadang dapat melalui
kanalis servikalis dan melahirkan melalui vagina. Dalam hal ini ada kemungkinan gangguan
sirkulasi dengan akibat nekrosis dan infeksi sekunder. Penderita mengeluh tentang
perdarahan yang bersifat menoragia atau metroragia dan leokorea.

F. Penatalaksanaan medis

1. pengobatan penunjang

khusus sebagai penunjang pengobatan bagi penderita dengan anemia karena hiper
minoreadapat diberikan ferum, tranfusi darah diit kaya protein, kalsium, dan vitamin c.
Sementara direncanakan pengobatan yang difinitif.

2. Pengobatan operatif

a. Miomektomi

Miomektomi atau operasi pengangkatan mioma tanpa mengorbankan uterus dilakukan pada
mioma subversum bertangkai atau jika fungsi uterus masih dipertahankan. Pada mioma
submukosum yang dilahirkan dalam vagina, umumnya tumor dapat diangkat pervagina tanpa
mengangkat uterus.

Keberatan terhadap miomektomi adalah:

1) angka residitif 2,10%. Mungkin hal ini disebabkan oleh kurang ketelitian waktu operasi,
akan tetapi mungkin pula ada mioma-mioma sangat kecil yang tidak terlihat pada operasi dan
mioma ini kemudian menjadi besar.

2) Perdarahan pada operasi ini kadang-kadang banyak.

b. histerektomi

umumnya dilakukan histerektomi abdominal akan tetapi jika uterusnya tidak terlalu besar dan
apalagi jika terdapat pula prolapsus uteri histerektomi vaginal dapat dipertimbangkan.

3. sinar rontgen dan radium

sebelum dilakukan pengobatan dengan sinar harus dilakukan kerokan dahulu untuk
mengetahui bahwa tidak ada karsinoma endonutii. Dengan penyinaran fungsi ovarium
dihentikan dan tumor akan mengecil. Pemberian sinar rontgent akan lebih baik daripada
radium karena dapat menyebabkan nekrosis dan infeksi pada tumor.

4. hormonal

estrogen untuk pasien setelah menopause dan observasi setiap 6 bulan.

II. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Mioma Uteri

A. Pengkajian

1. Riwayat kesehatan

Kaji pasien terhadap adanya penyakit lain seperti penyakit tiroid.

2. Riwayat keluarga

Kaji adanya riwayat penyakit keluarga seperti gangguan tiroid, penyakit pada sistem
reproduksi maupun lainnya.

3. Riwayat obstetri

a. riwayat menstruasi

b. riwayat perkawinan

c. riwayat penggunaan alat kontrasepsi

d. riwayat penyakit hubungan seksual yang pernah diderita pasien

e. penyakit kesehatan keluarga dan penyakit yang pernah diderita pasien

4. Data subjektif

Meliputi gejala saat ini (gejala saat dilakukan pengkajian)

B. Pemeriksaan fisik

1. Pemeriksaan abdomen: uterus yang amat membesar dapat dipalpasi pada abdomen. Tumor
teraba sebagai nodul ireguler dan tetap, area perlunakan memberi kesan adanya perubahan-
perubahan degeneratif, leiomioma lebih terpalpasi pada abdomen selama kehamilan.
Perlunakan pada abdomen yang disertai nyeri lepas dapat disebabkan oleh perdarahan
intraperitoneal dari ruptur vena pada permukaan tumor.
2. pemeriksaan pelvis: servik biasanya normal. Namun pada keadaan tertentu, leiomioma
submukosa yang bertangkai dapat mengawali dilatasi serviksdan terlihat pada osteum
servikalis. Uterus cenderung membesar dan tidak beraturan serta noduler.

C. Prosedur diagnostik

1. Tes laboratorium

Hitung darah lengkap dan apusan darah: leukositosis dapat disebabkan oleh nekrosis akibat
torsi atau degenerasi. Menurunnya kadar hemoglobin dan hematokrit menunjukkan adanya
kehilangan darah yang kronik.

2. Tes kehamilan terhadap chorioetic gonadotropin

Sering membantu dalam evaluasi suatu pembesaran uterus yang simetrik menyerupai
kehamilan atau terdapat bersama-sama dengan kehamilan.

3. Ultrasonografi

Apabila keberadaan massa pelvis meragukan, sonografi dapat membantu.

4. Pielogram intravena

Dapat membantu dalam evaluasi diagnostik.

5. Pap smear serviks

Selalu diindikasikan untuk menyingkap neoplasia serviks sebelum histerektomi.

6. Histerosal pingogram

Dianjurkan bila klien menginginkan anak lagi dikemudian hari untukmengevaluasi distorsi
rongga uterus dan kelangsungan tuba falopii.

D. Pohon masalah

Mioma uteri

Serviks uteri korpus uteri

Kanalis servikalis
Bagian yang ditumbuhi mioma membesar

Penyempitan kanalis miometrium terdesak

Servikalis

Nyeri terbentuk psedokopnea

E. Diagnosa keperawatan

1. Perubahan pola eliminasi (BAK) b/d penurunan kapasitas kandung kemih akibat kanker
ditandai dengan pasien mengeluh sering kencing.

2. Konstipasi b/d penuruna peristaltik sekunder terhadap pembesaran mioma uteri ditandai
dengan adanya rasa tertekan di daerah anus.

3. Gangguan rasa aman cemas b/d gangguan pada integritas biologis sekunder terhadap
infertilitas ditandai dengan terjadinya penutupan dan penekanan pada pars interstitialis.

4. Nyeri akut b/d penyempitan kanalis servikalis sekunder akibat kanker.

5. Risiko kekurangan volume cairan b/d perdarahan.

F. Rencana keperawatan

1. Dx 1

- Perhatikan pola berkemih atau awasi haluaran urine

- Palpasi kandung kemih, selidiki / kaji kenyamanan berkemih

- Berikan perawatan perinial

- Kolaborasi pemasangan kateter bila di indikasikan

- Kaji karateristik urine; warna, bau dan kejernihan


- Periksa residu volume urine setelah berkemih

2. Dx 2

- Auskultasi bising usus, perhatikan adanya disternsi abdomen

- Dorong pemasukan cairan adekuat termasuk sari buah

- Gunakan sarung rektal, lakukan kompres hangat di daerah perut

- Berikan obat pelunak feses, laksatif setelah berkemih

3. Dx 3

- Kaji adanya palpitasi, gelisah, dispnea

- Kaji perasaan saat sangant sedih dan tidak berharga, keprihatinan, penolakan, isolasi

- Kaji tingkat ansietas

- Beri pemahaman / penentraman hati dan kenyamanan dengan berbicara pelan dan tenang

- Tunjukkan sikap empati

- Berikan penjelasan secara lengkap tentang keadaan pasien penyakit dan pengobatan yang
harus dijalani termasuk tindakan yang akan diberikan.

4. Dx 4

- Kaji skala nyeri

- Jelaskan penyebab nyeri

- Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi

- Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi

- Kolaborasi tindakan miomektomi

5. Dx 5

- Kaji intake dan output cairan

- Periksa turgor kulit

- Observasi adanya perdarahan

- Beri intake yang adekuat

G. Evaluasi

1. Dx 1
- Pola eliminasi BAK kembali normal

- Pasien tampak nyaman

2. Dx 2

- Pola BAB pasien kembali normal

- Bising usus normal (5-35 x/mnt)

- Distensi abdomen (-)

3. Dx 3

- Pasien lebih tenang

- Pasien tidak sdih dan tidak cemas

- Pengetahuan tentang penyakitnya bertambah

4. Dx 4

- Nyeri berkurang / menghilang

- Dapat beristirahat sesuai dengan kebutuhan

- Pasien tidak meringis

5. Dx 5

- Kebutuhan cairan pasien terpenuhi

- Perdarahan (-)

- Turgor kulit elastis

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. (2000) Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC

Doenges, M.E. (1999) Rencana Keperawatan, Edisi 3. Jakarta : EGC


Manuaba, I. (2001) Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi Dan KB.
Jakarta : EGC

Sastrawinata, dkk,. (1998) Ginekologi. Bandung : Elstar Offiset

Diposkan oleh Kumpulan Asuhan Keperawatan di 20:54

Label: Laporan Pendahuluan Maternitas

ASUHAN KEPERAWATAN PADA MIOMA UTERI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA MIOMA UTERI

sebelum melakukan ASUHAN KEPERAWATAN PADA MIOMA UTERI atau askep pada
klien dengan mioma uteri harusnya kita mengetahui definisi mioma uteri,etiologi mioma
uteri,patofisiologi mioma uteri

A. Pengertian

Mioma uteri adalah neoplasma yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang
menumpangnya sehingga dapat disebut juga leiomioma, fibromioma, atau fibroid. (Ilmu
Kandungan, 1999)

B. Patofisiologi/pathways

Mioma memiliki reseptor estrogen yang lebih banyak dibanding miometrium normal. Teori
cell nest atau teori genitoblat membuktikan dengan pemberian estrogen ternyata
menimbulkan tumor fibromatosa yang berasal dari sel imatur. Mioma uteri terdiri dari otot
polos dan jaringan yang tersusun seperti konde diliputi pseudokapsul. Mioma uteri lebih
sering ditemukan pada nulipara, faktor keturunan juga berperan. Perubahan sekunder pada
mioma uteri sebagian besar bersifaf degeneratif karena berkurangnya aliran darah ke mioma
uteri. Menurut letaknya, mioma terdiri dari mioma submukosum, intramular dan subserosum.

Pathways: Penyebab: belum diketahui

C. Tanda dan Gejala

Gejala yang dikeluhkan tergantung letak mioma, besarnya, perubahan sekunder, dan
komplikasi. Tanda dan gejala tersebut dapat digolongkan sebagai berikut:

1. Perdaharahan abnormal seperti dismenore, menoragi, metroragi


2. Rasa nyeri karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma yang disertai nekrosis dan
peradangan.

3. Gejala dan tanda penekanan seperti retensio urine, hidronefrosis, hidroureter, poliuri.

4. Abortus spontan karena distorsi rongga uterus pada mioma submukosum.

5. Infertilitas bila sarang mioma menutup atau menekan pars interstitialis tuba.

D. Pemeriksaan Penunjang

1. USG abdominal dan transvaginal

2. Laparaskopi.

E. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan mioma uteri adalah dengan tindakan pembedahan yaitu miomektomi dan
atau histerektomi.

F. Pengkajian primer, Identitas Klien, data fokus:

1. Ketidak teraturan menstruasi (perdarahan abnormal)

2. Infertilitas, anovulasi

3. Nulipara

4. Keterlambatan menopause

5. Penggunaan jangka panjang obat estrogen setelah menopause.

6. Riwayat : Obesitas, Diabetes Melitus, Hipertensi, Hiperplasi adenomatosa.

7. Ada benjolan di perut bagian bawah dan rasa berat.

G. Pengkajian sekunder

1. Pemeriksaan USG : Untuk melihat lokasi, besarnya mioma, diagnosis banding dengan
kehamilan.

2. Laparaskopi : Untuk melihat lokasi, besarnya mioma uteri

H. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

1. Nyeri b.d. gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma akibat nekrosis dan peradangan.

2. Cemas b.d. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan


pengobatan.

3. Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh b.d. perdarahan pervaginam berlebihan.

4. Resiko tinggi infeksi b.d. tidak adekuat pertahanan tubuh akibat anemia.
I. Intervensi Keperawatan.

1. Nyeri b.d. gangguan sirkulasi darah pada mioma akibat nekrosis dan peradangan. Ditandai:

DO : Klien tampak gelisah, perilaku berhati-hati, ekspresi tegang, TTV.

DS : Klien menyatakan ada benjolan di perut bagian bawah rasa berat dan terasa sakit, perut
terasa mules.

Tujuan : Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam.

Kriteria Hasil:

- Klien menyatakan nyeri berkurang (skala 3-5)

- Klien tampak tenang, eksprei wajah rileks.

- Tanda vital dalam batas normal : Suhu : 36-37 0C

N : 80-100 x/m

RR : 16-24x/m

TD : Sistole : 100-130 mmHg

Diastole : 70-80 mmHg

Intervensi :

- Kaji riwayat nyeri, mis : lokasi nyeri, frekuensi, durasi dan intensitas (kala 0-10) dan
tindakan pengurangan yang dilakukan.

- Bantu pasien mengatur posisi senyaman mungkin.

- Monitor tanda-tanda vital

- Ajarkan pasien penggunaan keterampilan manajemen nyeri mis : dengan teknik relaksasi,
tertawa, mendengarkan musik dan sentuhan terapeutik.

- Evaluasi/ kontrol pengurangan nyeri

- Ciptakan suasana lingkungan tenang dan nyaman.

- Kolaborasi untuk pemberian analgetik sesuai indikasi.

2. Cemas b.d kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan.
Ditandai:

DO : Klien tampak gelisah, tegang, tidak kooperatif dalam mengikuti pengobatan, TTV.

DS : Klien menyatakan takut dan tidak mengetahui tentang penyakitnya.


Tujuan : Setelah 2 x 15 tatap muka pengetahuan klien tentang penyakitnya bertambah dan
cemas berkurang.

Kriteria Hasil :

- Klien mengatakan rasa cemas berkurang

- Klien kooperatif terhadap prosedur/ berpartisipasi.

- Klien mengerti tentang penyakitnya.

- Klien tampak rileks.

- Tanda-tanda vital dalam batas normal : Suhu : 36- 37 oC, Nadi : 80-100x/m, R: 16-24 x/m
TD.: Sistole: 100-130 mmHg, Diastole : 70-80 mmHg

Intervensi :

- Kaji ulang tingkat pemahaman pasien tentang penyakitnya.

- Tanyakan tentang pengalaman klien sendiri/ orang lain sebelumnya yang pernah mengalami
penyakit yang sama.

- Dorong klien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya

- Ciptakan lingkungan tenang dan terbuka dimana pasien meraa aman unuk mendiskusikan
perasaannya.

- Berikan informasi tentang penyakitnya, prognosi, dan pengobatan serta prosedur secara
jelas dan akurat.

- Monitor tanda-tanda vital.

- Berikan kesempatan klien untuk bertanya tentang hal-hal yang belum jelas.

- Minta pasien untuk umpan balik tentang apa yang telah dijelaskan.

- Libatkan orang terdekat sesuai indikasi bila memungkinkan.

3. Resiko tinggi kekurngan volume cairan tubuh b.d. perdarahan pervaginam berlebihan.
Ditandai dengan :

DO : adanya perdarahan pervaginam

DS : -

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam tidak terjadi kekurangan
volume cairan tubuh.

Kriteria Hasil :
- Tidak ditemukan tanda-tanda kekuranga cairan. Seperti turgor kulit kurang, membran
mukosa kering, demam.

- Pendarahan berhenti, keluaran urine 1 cc/kg BB/jam.

- Tanda-tanda vital dalam batas normal : Suhu : 36-370C, Nadi : 80 100 x/m, RR :16-24
x/m, TD : Sistole : 100-130 mmHg, Diastole : 70-80 mmHg

Intervensi :

- Kaji tanda-tanda kekurangan cairan.

- Pantau masukan dan haluaran/ monitor balance cairan tiap 24 jam.

- Monitor tanda-tanda vital. Evaluasi nadi perifer.

- Observasi pendarahan

- Anjurkan klien untuk minum + 1500-2000 ,l/hari

- Kolaborasi untuk pemberian cairan parenteral dan kalau perlu transfusi sesuai indikasi,
pemeriksaan laboratorium. Hb, leko, trombo, ureum, kreatinin.

4. Resiko tinggi infeksi b.d. pertahanan tubuh tidak adekuat akibat penurunan haemoglobin
(anemia).

DO : Kadar Haemoglobin kurang dari normal.

DS : -

Tujuan : Infeksi tidak terjadi setelah dilakukan tindakan perawatan selama 2x 24 jam.

Kriteria Hasil :

- Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi seperti rubor, color, dolor dan fungsiolesia.

- Kadar haemoglobin dalam batas normal : 11-14 gr%

- Pasien tidak demam/ menggigil, suhu : 36-370 C

Intervensi :

- Kaji adanya tanda-tanda infeksi.

- Lakukan cuci tangan yang baik sebelum tindakan keperawatan.

- Gunakan teknik aseptik pada prosedur perawatan.

- Monitor tanda-tanda vital dan kadar haemoglobin serta leukosit.

- Anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan.

- Batasi pengunjung untuk menghindari pemajanan bakteri.


- Kolaborasi dengan medis untuk pemberian antibiotika.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kapita Selekta Kedokteran, 1999, Editor: Arif Mansjoer dkk, Edisi 3, Jilid 1,. Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran UI, Jakarta.

2. Ilmu Kandungan, 1999, Editor : Hanifa Wiknjosastro dkk, Edisi II, Cetakan 3, Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.

3. Doengoes Marillyn E, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made
Sumarwati, Editor : Monica Ester, Edisi 3, EGC, Jakarta.

4. Carpenitto Linda Jual, 2000, Asuhan Keperawatan, Edisi 2, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai