Anda di halaman 1dari 10

INOVASI PEMANFAATAN LIMBAH KARBON HASIL PEMBAKARAN

KAYU BUS (Eucalyptus papuana) SEBAGAI DENTAL MATERIAL


PEMBUATAN PASAK GIGI

Agung Prabowo Dhartono, Ardisa Ulfah Pradita, Catur Aditya Ramadhany


Kedokteran Gigi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto - Jawa Tengah
email : agung.dhartono24@gmail.com, nomor handphone : 081330785644

Latar Belakang. Kayu bus (Eucalyptus papuana) merupakan salah satu kekayaan flora
hutan tropis Indonesia. Jenis kayu ini banyak dan khas terdapat di daerah Papua yang
biasanya dimanfaatkan sebagai kayu pondasi. Pemanfaatan lain kayu bus masih belum
banyak diketahui terutama di bidang medis. Hasil penelitian menyebutkan kayu bus
memiliki sifat yang kuat dan biokompatibilitas pada tubuh manusia. Berdasarkan hal
tersebut, kayu bus berpotensi menjadi salah satu kandidat dental material pembuatan
pasak gigi. Tujuan. Literature review ini bertujuan untuk menjelaskan inovasi
pemanfaatan karbon hasil pembakaran kayu bus sebagai dental material pembuatan pasak
gigi. Pembahasan. Pasak adalah bangunan yang terbuat dari logam atau non logam dan
merupakan bahan restoratif kaku yang dimasukkkan ke dalam saluran akar gigi.
Penggunaan pasak memiliki fungsi untuk menambah retensi pada restorasi dan
meneruskan tekanan yang diterima oleh gigi merata di sepanjang akar. Bahan yang
digunakan untuk membuat pasak gigi sangat berpengaruh terhadap kekuatan gigi untuk
menahan dan mendistribusikan tekanan pengunyahan sewaktu gigi berfungsi sehingga
tidak terjadi fraktur pada akar gigi. Berdasarkan beberapa penelitian, karbon yang
dihasilkan dari pembakaran kayu bus memiliki kekuatan yang lebih tinggi daripada jenis
pasak karbon prefabricated. Pemanfaatan kayu bus ini hanya sebatas pemanfaatan limbah
karbon (arang) hasil pembakaran kayu bus yang digunakan sehari-hari. Kayu bus yang
telah diproses dapat menghasilkan template karbon yang memiliki pori yang merata dan
tubulen. Template karbon selanjutnya diimpregnasi dengan larutan silika sehingga
terbentuk silicon carbide (SiC) sehingga nantinya diperoleh pasak yang kuat dan retentif.
Kesimpulan. Karbon hasil pembakaran kayu bus dapat dimanfaatkan sebagai inovasi
dental material pembuatan pasak gigi.

Kata kunci : Kayu bus (Eucalyptus papuana), dental material, pasak gigi, karbon, SiC

PENDAHULUAN
Gigi yang rusak dapat menyebabkan gangguan fungsi sehingga mengganggu
kenyamanan pasien. Kerusakan pada jaringan keras gigi dapat terjadi karena
beberapa hal seperti, karies ataupun fraktur akibat trauma.1 Rusaknya jaringan
keras gigi dapat dirawat dengan cara restorasi. Pada kasus restorasi indirect (tidak
langsung), terutama gigi dengan kehilangan struktur jaringan cukup banyak
setelah perawatan endodontik, kemampuan retensi pada restorasi menurun dan
dapat meningkatkan terjadinya fraktur selama menerima beban kunyah.
Tambahan retensi dengan menggunakan sistem pasak dan inti sangat diperlukan
untuk restorasi akhirnya.2
Pasak merupakan bangunan yang terbuat dari logam atau nonlogam yang
dimasukkan ke dalam saluran akar gigi.3 Penggunaan pasak bertujuan untuk
memperkuat retensi pada restorasi gigi.4 Pasak yang sudah banyak digunakan
adalah pasak metal tuang dan pasak metal pabrik.5 Namun, penggunaan pasak
metal mudah menyebabkan fraktur akar.6 Jenis pasak lainnya adalah pasak
berbasis resin (pasak fiber reinforced resin) dan pasak keramik.7 Jenis pasak ini
menghasilkan pasak yang lebih kuat dan biasanya direkomendasikan untuk
saluran akar tunggal.8 Namun, pasak fiber dan keramik memiliki harga yang
cukup mahal.
Selain jenis jenis tersebut, terdapat jenis pasak lain yaitu pasak karbon.Menurut
beberapa hasil penelitian, pasak karbon memiliki tensile strength dan
modulus elastisitas yang menyerupai dentin.9 Hal ini dapat mencegah terjadinya
fraktur akar, karena tekanan yang diterima dapat merata di sepanjang permukaan
pasak.10 Keunggulan lainnya adalah biokompatibel, tahan terhadap korosi, tahan
terhadap tekanan besar, dan sifat mekanisnya menyerupai dentin.11
Masyarakat Indonesia masih belum familiar dengan perawatan gigi menggunakan
pasak karena harganya cukup mahal serta untuk mendapatkannya Indonesia harus
mengimport pasak dari luar negeri, padahal Indonesia sendiri memiliki kekayaan
alam yang berlimpah dan dapat dimanfaatkan untuk pembuatan pasak gigi, salah
satunya adalah kayu bus. Kayu bus (Eucalyptus papuana) merupakan jenis kayu
yang berasal dari Papua. Kayu ini biasanya dimanfaatkan sebagai kayu pondasi
karena memiliki kekuatan dan bentuk serat yang bagus. Kayu bus berpotensi
menjadi alternatif bahan dasar untuk pembuatan pasak gigi karena sifat sifatnya
dan rasionalitas pemanfaatannya.12,13,14
Berdasarkan hal tersebut, literature review ini bertujuan untuk menjelaskan
inovasi pemanfaatan karbon hasil pembakaran kayu bus sebagai dental material
pembuatan pasak gigi.

TINJAUAN PUSTAKA
Kayu Bus ( Eucalyptus papuana )
Kayu bus atau ghost gum merupakan jenis pohon Eucalyptus papuana (Gambar
1). Ghost gum ini sangat kuat dan tidak mudah patah oleh angin yang sangat besar
sekalipun. Di Papua, kayu ini biasa digunakan untuk pondasi rumah. Kayu ini
juga digunakan oleh penjual sate sebagai bahan bakar (arang) karena cukup tahan
lama penggunaannya. Fakta tersebut membuktikan bahwa kayu bus sangat kuat
dan tahan terhadap suhu yang cukup tinggi. Karbon yang dihasilkan dari kayu ini
memiliki pori yang merata dan tubulen.15,16

Gambar 1. Pohon bus (Eucalyptus papuana) 16

Pasak Gigi
Pasak adalah bangunan yang terbuat dari logam atau non logam dan merupakan
bahan restoratif kaku yang dimasukkan ke dalam saluran akar gigi. Pemberian
pasak memiliki fungsi untuk menambah retensi pada restorasi dan meneruskan
tekanan yang diterima oleh gigi merata di sepanjang akar.3 Pasak harus cukup
keras dan modulus elastisitasnya harus menyerupai dentin sehingga dapat
mencegah terjadinya fraktur pada akar.17
Menurut Noort (2007), pasak dibedakan menjadi 3 macam dilihat dari jenis
bahannya (Gambar 2), yaitu: (1) pasak metal, pasak metal yang sudah banyak
digunakan adalah pasak metal tuang dan pasak metal pabrik yang direkatkan ke
dalam gigi dengan menyemenkan luting agent. Pasak metal terbuat dari stainless
steel, nickel-chromium, atau titanium18; (2) pasak keramik, pasak keramik yang
saat ini banyak digunakan terbuat dari zirkonia. Zirkonia digunakan sebagai
bahan restorasi gigi terutama untuk pasak sejak tahun 1993 karena zirkonia
termasuk salah satu material keramik yang kuat 19; dan (3) pasak fiber reinforced
resin berupa pasak buatan pabrik yang mengandung resin dan fiber.4 Pasak yang
terbuat dari fiber tersedia dalam bentuk yang sudah jadi. Nilai estetiknya jauh
lebih baik daripada pasak metal.7

a b

Gambar 2. Jenis-jenis bahan pasak gigi. (a) Pasak metal; (b) Pasak keramik; (c) Pasak
fiber karbon; (d) Pasak fiber quartz; dan (e) pasak fiber glass 20

d
Saat ini, penggunaan pasak fiber telah banyak dikembangkan. e Schwartz
Menurut
(2004) dan Manhart (2009), pasak fiber dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu4,21:
a. Pasak Fiber Carbon Reinforced Resin
Pasak fiber karbon berwarna hitam dan opak, dengan kekakuan yang sama dengan
dentin. Pasak ini memiliki kekuatan yang lebih tinggi dari pada pasak fiber yang
lain dan mudah dalam perbaikannya. Salah satu kekurangan pasak carbon fiber ini
adalah kurang estetik.9

b. Pasak Fiber Quartz Reinforced Resin


Pasak yang menggunakan bahan fiber ini memiliki beberapa keuntungan, yaitu
warnanya lebih estetis jika dibandingkan dengan carbon fiber karena pasak ini
berwarna putih, bersifat translusen dan opak. Pasak berbahan fiber quartz lebih
kuat daripada pasak berbahan glass fiber.22,20
c. Pasak Fiber Glass Reinforced Resin
Glass fiber merupakan tipe fiber reinforced yang paling sering digunakan untuk
memperkuat resin komposit. Glass fiber sangat biokompatibel, tidak mudah
korosi, dan mudah diperbaiki. Pasak glass fiber mempunyai penampilan yang
sangat estetis. Pasak glass fiber akan meningkatkan kekuatan mekanis dari resin
komposit. Pasak ini berwana putih, bersifat translusen, opak, dan mempunyai
kekakuan yang sama dengan dentin.4,21
Silicon Carbide
Silicon carbide (SiC) merupakan salah satu keramik yang termasuk kategori jenis
keramik non-oxide ceramic, keramik SiC ini juga tergolong jenis senyawa
carbide yang tersusun dari karbon dan unsur lain yang mempunyai harga
elektronegativitas yang lebih rendah atau setara dengan karbon.14
Menurut Vyshnyakova et al (2006), SiC dapat disintesis dengan mengimpregnasi
karbon yang berasal dari kayu dengan sodium silikat. Karbon dapat dihasilkan
dari batang kayu dengan cara membakarnya pada suhu sekitar 800-900C. Karbon
yang didapat dari batang kayu kemudian diimpregnasi dengan sodium silikat
untuk mengisi pori- porinya.13

PEMBAHASAN
Beberapa tahun terakhir, sintesis material dari bahan alam banyak menarik
perhatian. Hal ini didorong oleh faktor ekonomi, sebagai sumber daya alam yang
dapat diperbaharui dan sebagai bahan yang relatif murah.13 Salah satu bahan alam
yang dapat digunakan dalam pembuatan SiC sebagai bahan dasar pasak gigi
adalah kayu bus (Eucalyptus papuana). SiC dari kayu bus saat ini telah
dikembangkan menjadi pasak gigi, yang dikenal dengan pasak karbon.
Pasak karbon dari kayu bus memiliki banyak keunggulan. Dilihat dari segi
ekonomis, harga pasak di Indonesia juga cukup mahal karena harus mengimport

b
pasak dari luar negeri. Pemanfaatan kayu bus ini diharapkan dapat diperoleh
dengan harga yang lebih murah dan mudah didapat karena banyak terdapat di
Papua. Selain itu, pemanfaatan kayu bus ini hanya sebatas pemanfaatan limbah
karbon (arang) hasil pembakaran kayu bus yang digunakan sehari-hari oleh
penduduk setempat.
Syarat mendapatkan pasak yang baik juga dilihat dari sifat mekanik yang
dibentuk. Pasak yang ideal harus memiliki mechanical properties yang baik
seperti modulus elastisitas, kekuatan kompresi, dan kekerasan yang menyerupai
dentin. Pasak dengan kekuatan yang menyerupai dentin lebih menguntungkan
karena pasak akan ditempatkan di area dentin tersebut. Pasak harus cukup keras
dan modulus elastisitasnya harus menyerupai dentin sehingga dapat mencegah
terjadinya fraktur pada akar. Pasak harus cukup kaku karena jika terlalu lentur
maka dapat menyebabkan fraktur pada pasak.17
Pasak gigi dapat dibuat berbahan dasar kayu bus dengan melakukan pembakaran
kayu bus (kalsinasi) untuk mendapatkan karbon yang akan diimpregnasikan
dengan silikon dan PMMA. Impregnasi merupakan suatu metode yang
berfungsi untuk menutup material berporus tanpa mempengaruhi karakteristik
fungsi ataupun dimensi material tersebut. 23 Berdasarkan penelitian yang dilakukan
Nurmalini (2012), uji mechanical properties dari pasak gigi berbahan dasar kayu
bus yang dilakukan adalah flexural modulus dan flexural strength.16 Hasilnya
diharapkan dapat menyerupai dentin, yaitu flexural modulus dentin adalah 12
Gpa,24 sedangkan flexural modulus pasak gigi komersil berkisar 8 30 Gpa.25
Berdasarkan hasil penelitian uji flexural modulus pada pasak dari kayu bus
mencapai 3 - 4 GPa. Walaupun flexural modulus pada pasak dari kayu bus lebih
rendah dengan flexural modulus dentin namun tetap dapat digunakan dengan
penambahan SiC untuk meningkatkan flexural modulus.
Menurut penelitian Gordic et al (2011), sifat mekanik dari SiC berbanding lurus
dengan jumlah silikon yang dapat bereaksi dengan karbon. Sifat mekanik SiC
akan terus meningkat dengan penambahan jumlah silikon yang dapat masuk dan
bereaksi dengan karbon. Nilai flexural strength material pada penelitian ini adalah
20,35 MPa pada sampel A dan 18,85 MPa pada sampel B dengan rasio 1,5 MPa.
Kekuatan flexural material ini belum menyerupai dentin dan pasak komersil. 26
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Plotino et al (2006), kekuatan
flexural dari dentin adalah 212,9 MPa dan pasak komersil adalah 879 MPa. 27
Penelitian lain menyebutkan bahwa kekuatan flexural dari pasak komersil adalah
400-1200 MPa.25 Serupa dengan modulus fleksural, kekuatan flexural material
SiC amorf ini juga masih bisa ditingkatkan dengan mencari konsentrasi silikon
dan PMMA yang tepat untuk menghasilkan kekuatan yang ideal.
Berdasarkan karakteristik mikrostrukturnya, karbon kayu bus memiliki perbedaan
pori-pori setelah di impregnasi oleh silikon dan PMMA. Hal ini akan berpengaruh
terhadap sifat mekanik dari pasak. Berikut ini adalah perbandingan struktur
karbon murni yang belum diimpregnasi oleh silikon ataupun PMMA, karbon yang
telah diimpregnasi oleh silikon, dan karbon yang telah diimpregnasi oleh silikon
dan PMMA (Gambar 3).16

Pori-pori karbon

Interconnect antar pori

a b

PMMA
Pori terbuka

Pori tertutup

SiC
c d

Gambar 3. Gambaran SEM morfologi karbon-SiC-PMMA dari kayu bus. (a) Karbon
murni (b) SiC tanpa PMMA (c) SiC dengan PMMA 500x (d) SiC dengan
PMMA 1500x 16
Morfologi karbon murni pada Gambar 3(a) di atas memperlihatkan pori-pori yang
homogen dengan ukuran yang merata di seluruh permukaan karbon. Pada gambar
juga terlihat adanya interconnect di antara pori-pori karbon yang menghubungkan
satu pori dengan pori lainnya. Pori-pori tersebut diharapkan dapat terisi oleh
material yang akan diimpregnasikan yaitu silikon dan PMMA (Diameter pori
karbon 10 m).
Morfologi karbon SiC pada Gambar 3(b) di atas memperlihatkan pori-pori yang
mulai berkurang akibat tertutup oleh lapisan silikon, sedangkan pada Gambar
3(c), dan 3(d) memperlihatkan permukaan yang halus dan merata. Pori-pori
terlihat tertutup oleh PMMA dan silikon melapisi dinding dari karbon. Pori-pori
awal yang berdiameter 10 m menyempit menjadi 5 m. Silikon dan PMMA
yang diimpregnasikan ke dalam pori karbon sudah masuk dan melapisi bagian
luar dari karbon, namun masih ada beberapa bagian pori yang hanya terlapisi
dindingnya saja sehingga pori masih terbuka.
Berdasarkan penelitian lainnya, Nizar (2010) mengungkapkan sintesis karbon dari
kayu bus untuk mendapatkan pori-pori yang lebih kecil juga bergantung kepada
suhu saat pembakaran. Suhu pembakaran yang semakin tinggi akan menciptakan
pori-pori yang semakin kecil. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4 (a) dan 4 (b)
sebagai berikut.14

a b c

Gambar 4. (a) Karbon hasil pembakarang kayu bus; (b) morfologi SEM pori-pori
template karbon yang dikalsinasi pada temperature 1100oC. (b) morfologi
SEM pori-pori template karbon yang dikalsinasi pada temperature 1300o C 14
Berdasarkan gambar di atas, pori-pori pada template karbon pada pemanasan
1300o C lebih kecil dibandingkan dengan template karbon pada pemanasan 1100 o
C. Hal ini menunjukkan bahwa suhu mempengaruhi penyusutan template karbon.
Pori-pori yang lebih kecil pada template karbon jika diimpregnasi dengan sodium
silikat akan menghasilkan SiC yang lebih banyak. Semakin banyak SiC yang
terbentuk akan mempengaruhi sifat mekanik dari pasak yang dihasilkan.

KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa karbon hasil
pembakaran kayu bus (Eucalyptus papuana) dapat berpotensi untuk dimanfaatkan
sebagai inovasi dental material pembuatan pasak gigi.
REFERENSI
1. Depkes RI, 2000, Manajemen kesehatan gigi dan mulut, Jakarta, Depkes R.
2. Heydecke, G., Butz, F., Hussein, A., Strub, J.R., 2002, Fracture strength after
dynamic loading of endodontically treated teeth restored with different post
and core system, J Prosthet Dent, 87: 438-45.
3. Robbins, J.W., 2002, Restoration of the endodontically treated teeth J Dental
clin of North America, 46 (2): 367-380.
4. Schwartz, R.S., Robbin, J.W., 2004, Post placement and restoration of
endodontically treated teeth. Journal of Endodontic, 30 (5): 289-99.
5. Farahanny, W., 2008, FRC sebagai pasak dan inti, Tugas Akhir, Medan,
Universitas Sumatera Utara.
6. Galhano, G.A., 2008, Adhesive cementation of zirconia post to root dentin,
Braz Oral Res, 22 (3): 264-9.
7. Christensen, J., 2004, Concepts are changing, J AM Dent Association, 135
(9): 1308-1310.
8. Cabe, M.J.F., Walls, A., 2008, Applied dental materials 9th ed, Oxford,
Blackwell Pub.
9. Stewardson, D.A., 2001, Non metal post system, Dent Update, 2: 326-332,
334, 336.
10. Freedman, G.A., 2001, Esthetic post and core treatment, J Dental Clin of
North America, 45 (1): 103-116.
11. Smith, C.T., Schuman, N.J., Wasson, W., 1998, Biomechanical criteria for
evaluating prefabricated post and core system, Quintessence International
Journal, 29 (5): 305-312.
12. Manocha, L.M., Manocha, S., Patel, K.B., Glogar, P., 2000, Oxidation
behaviour of carbon or carbon composites impregnated with silica and silicon
carbide, Pergamon Journal, 1481-1491.
13. Vyshnyakova, K., Yushin, G., Pereselentseva, L., Gogotsi, Y., 2006,
Formation of porous SiC ceramics by pyrolysis of wood impregnated with
silica, International Journal APPL Ceram Technol, 3 (6): 485-490
14. Nizar, M.S., 2010, Sintesis SiC dari bahan karbon aktif kayu waru, Tugas
Akhir, Bandung, Institut Teknologi Bandung. (Tidak Dipublikasikan).
15. http//:www.mswn.com. Ghost gum,-Eucalyptus papuana. Diakses pada
tanggal 20 Maret 2012.
16. Nurmalini, L.P., 2012, Karakterisasi mikrostruktur dan sifat mekanik silicon
carbide (SiC) yang diimpregnasi polymethyl methacrylate (PMMA) untuk
aplikasi material pasak gigi prefabricated, Skripsi, Purwokerto, Universitas
Jenderal Soedirman.
17. Cheung, W., 2005, A review of the management of endodontically treated
teeth: post, core and the final restoration, JADA, 136: 611-19.
18. Noort, R.V., 2007, Introduction to dental material, Philladelphia, Mosby
Elsevier.
19. Gempita, G., 2012, Penggunaan membran cangkang telur sebagai templat
dalam pembuatan bahan baku pasak keramik zirconia, Tugas Akhir, Bandung,
Universitas Padjadjaran. (Tidak Dipublikasikan).
20. Boksman, L., Friedman, M., 2009, Ovoid root canal and ovoid fiber post: a
biomimetic and synchronistic appoarch, Oral Health: 32-45.
21. Manhart, J., 2009, Fiber Glass reinforced composite endodontic post,
Endodontic Practice, 24 (8).
22. Bateman, G., Rickets, D.N.J., Saunders, W.P., 2003, Fiber based post
systems: a review, British Dental Journal, 195: 43-48.
23. Takarini, V., 2011, Sintesis dan impregnasi resin akrilik pada partikel nano
Mg-PSZ dengan metode sol-gel menggunakan putih telur untuk pembuatan
bahan pasak gigi, Thesis, Bandung, Universitas Padjadjaran. (Tidak
Dipublikasikan).
24. Ayu, E.T., 2011, Pengaruh kitosan terhadap diversifikasi partikel dari serbuk
nanokomposit (Zr02-Al203-SiO3-Whitlockite) dalam memperbaiki sifat
mekanik pada restorasi gigi direk, Tugas Akhir, Bandung, Institut Teknologi
Bandung. (Tidak Dipublikasikan).
25. Lassila, L.V.J., Tanner, J., Lebeli, A.M., Narva, K., Vallitu, K.P., 2002,
Flexural properties of fiber reinforced root canal post, Turku, University of
Turku.
26. Gordic, M.V., Babic, B.M., Stasic, J.M., Trtica, M.S., Husovic, T.V., Posarac,
M.B., Matovic, B.Z., 2011, Mechanical properties of biomorphic silicon
carbide ceramics, Science of sintering, 43.
27. Plotino, G., Grande, N.M., Bedini, R.,Pameijer, P.H., Somma, F., 2007,
Flexural properties of endodontic posts and human root dentin, Dental
Material, 23 (9).

Anda mungkin juga menyukai