Anda di halaman 1dari 19

3.

Motivasi

a. Motivasi dan Proses Motivasi


b. Kerangka Kerja Konsepsual untuk Memahami Motivasi

a. Motivasi

Motivasi berasal dari kata movere yang berarti dorongan atau menggerakkan. Motivasi
(motivation) dalam manajemen hanya ditujukan pada sumber daya manusia umumnya dan
bawahan khususnya. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan
potensi bawahan, agar mau bekerja sama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan
tujuan yang telah ditentukan.
Pentingnya motivasi karena motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan dan
mendukung perilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan antusias untuk mencapai hasil yang
optimal. Motivasi semakin penting karena manajer membagikan pekerjaan pada bawahannya
untuk dikerjakan dengan baik dan terintegrasi kepada tujuan yang diinginkan.
Perusahaan tidak hanya mengharapkan karyawan mampu, cakap dan terampil tetapi yang
terpenting mereka mau bekerja giat dan berkeinginan untuk mencapai hasil kerja yang maksimal.
Kemampuan dan kecakapan karyawan tidak ada artinya bagi perusahaan jika mereka tidak mau
bekerja giat.
Di bawah ini merupakan beberapa pengertian dari motivasi yaitu:
Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2005:143).
Motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang
agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya
upayanya untuk mencapai kepuasan.
Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2007:93).
Motivasi adalah kondisi yang menggerakan pegawai agar mampu mencapai tujuan dari
motifnya.
Menurut Marihot Tua Efendi Hariandja (2002:321).
Motivasi adalah faktor-faktor yang mengarahkan dan mendorong perilaku atau keinginan
seseorang.
Menurut T. Hani Handoko (2003:252).
Motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu
untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah dorongan dalam
mengarahkan individu yang merangsang tingkah laku individu serta organisasi untuk melakukan
tindakan dalam mencapai tujuan yang diharapkan.

Berbagai pandangan tentang motivasi dalam organisasi

1. Model Tradisional
Model tradisional dari motivasi berhubungan dengan Frederick Taylor dan aliran
manajemen ilmiah. Model ini mengisyaratkan bahwa manajer menentukan bagaimana
pekerjaan-pekerjaan harus dilakukan dan digunakannya system pengupahan intensif
untuk memotivasi para pekerja lebih banyak berproduksi, lebih banyak menerima
penghasilan.
Pandangan tradisional menganggap bahwa para pekerja pada dasarnya malas, dan
hanya dapa dimotivasi dengan penghargaan berwujud uang. Dalam banyak situasi
pendekatan ini cukup efektif. Sejalan dengan meningkatnya efisiensi, karyawan yang
dibutuhkan untuk tugas tertentu dapat dikurangi. Lebih lanjut, manajer mengurang
besarnya upah intensif. Pemutusan hubungan kerja menjadi biasa dan pekerja akan
mencari keamanan/jaminan kerja daripada hanya kenaikan upah kecil dan sementara.

2. Model Hubungan Manusiawi


Banyak praktek manajemen merasakan bahwa pendekatan tradisional tidak
memadai. Elton Mayo dan para peneliti hubungan manusiawi lainnya menemukan bahwa
kontak-kontak sosial karyawan pada pekerjaannya adalah juga penting dan bahwa
kebosanan dan tugas-tugas yang bersifat pengulangan adalah factor-faktor pengurang
motivasi. Mayo dan lain-lainnya juga percaya bahwa manajer dapat memotivasi bawahan
melalui pemenuhan kebutuhan-kebutuhan sosial mereka dan membuat mereka merasa
berguna dan penting.
Sebagai hasilnya, para karyawan diberi berbagai kebebasan untuk membuat
keputusan sendiri dalam pekerjaannya. Perhatian yang lebih besar diarahkan pada
kelompok-kelompok kerja organisasi informal. Lebih banyak informasi disediakan untuk
karyawan tentang perhatian manajer dan operasi organisasi.

3. Model Sumber Daya Manusia


Kemudian para teoritis seperti McGregor dan Maslow, dan para peneliti seperti
Argyris dan Likert, melontarkan kritik kepada model hubungan manusiawi, dan
mengemukakan pendekatan yang lebih sophisticated untuk memanfaatkan para
karyawan. Model ini menyatakan bahwa para karyawan dimotivasi oleh banyak factor
tidak hanya uang atau keinginan untuk mencapai kepuasan, tetapi juga kebutuhan untuk
berprestasi dan memperoleh pekerjaan yang berarti. Mereka beralasan bahwa kebanyakan
orang telah dimotivasi untuk melakukan pekerjaan secara baik dan bahwa mereka tidak
secara otomatis melihat pekerjaan sebagai sesuatu yang tidak dapat menyenangkan.
Mereka mengemukakan bahwa para karyawan lebih menyukai pemenuhan kepuasan dari
suatu prestasi kerja yang baik. Jadi, para karyawan dapat diberi tanggung jawab yang
lebih besar untuk pembuatan keputusan-keputusan dan pelaksanaan tugas-tugas.
Para manajer dapat menggunakan model motivasi hubungan manusiawi dan sumber
daya manusia secara bersama. Dengan bawahannya, manajer cenderung menerapkan
model manusiawi: Mereka mencoba untuk mengurangi penolakan bawahan dengan
perbaikan moral dan kepuasan. Bagi dirinya sendiri, manajer akan lebih menyukai model
sumber daya manusia: mereka merasa kemampuannya tidak digunakan secara penuh oleh
sebab itu mereka mencari tanggung jawab yang lebih besar dari atasan-atasan mereka.

Khususnya, kita akan berfokus pada tiga pendekatan hubungan antar manusia di lingkungan
kerja yang mencerminkan kronologi pemikiran dasar dalam bidang itu: (1) teori klasik dan
manajemen ilmiah, (2) teori perilaku, (3) teori motivasi kontemporer.

1. TEORI KLASIK
Menurut yang disebut sebagai teori motivasi klasik (classical theory of motivation), para
pekerja termotivasi semata-mata oleh uang. Dalam buku yang menjadi rujukan banyak pakar lain
The Principles of Scientific Management (1911) (dalam BISNIS-nya Ricky W. Griffin dan
Ronald J. Ebert), seorang insinyur industry Frederick Taylor mengusulkan cara perusahaan dan
para pekerja memanfaatkan cara pandang kehidupan di lingkungan kerja yang telah diterima oleh
masyarakat luas. Apabila para pekerja termotivasi oleh uang, menurut Taylor, maka membayar
mereka lebih banyak akan mendorong mereka berproduksi lebih banyak. Sementara itu,
perusahaan yang menganalisis pekerjaan dan menemukan cara yang lebih baik untuk
mengerjakannya dapat memproduksi barang-barang dengan lebih murah, memperoleh laba yang
lebih banyak, dan karenanya perusahaan membayar dan memotivasi para pekerja lebih baik
daripada para pesaingnya.
Pendekatan Taylor dikenal sebagai manajemen ilmiah (scientific management). Ide-
idenya menangkap khayalan banyak manajer diawal abad kedua puluh. Dengan segera, pabrik-
pabrik di seluruh pelosok Amerika Serikat mempekerjakan ahli-ahli untuk melakukan penelitian
waktu dan gerakan (time and motion studies); teknik-teknik rekayasa industry yang diaplikasikan
pada tiap-tiap aspek atau bagian pekerjaan agar dapat menentukan cara melakukan pekerjaan
tersebut secara lebih efisien. Penelitian-penelitian itu merupakan usaha-usaha ilmiah pertama
yang berusaha merinci pekerjaan menjadi komponen-komponen yang mudah diulang serta
mencari alat dan mesin yang efisien untuk melakukannya.

2. TEORI PERILAKU (BEHAVIOUR THEORY): PENELITIAN HAWTHORNE


Pada tahun 1925, sekelompok peneliti dari Harvard memulai penelitian di Hawthorne
Works of Western Electric di luar kota Chicago. Dengan tujuan meningkatkan produktivitas,
mereka ingin mengamati hubungan antara perubahan lingkungan fisik dan keluaran (output) para
pekerja.
Hasil eksperimen tersebut tidak terduga, bahkan membingungkan. Contohnya,
meningkatnya penerangan dapat memperbaiki produktivitas. Akan tetapi, karena sejumlah alas
an, menurunnya penerangan juga memperbaiki produktivitas. Labih jauh lagi, berlawanan
dengan semua perkiraan, kenaikan upah gagal meningkatkan produktivitas. Perlahan-lahan, para
peneliti tersebut memecahkan teka-teki tersebut. Penjelasannya terletak pada reaksi para pekerja
terhadap perhatian yang mereka terima. Para peneliti menyimpulkan bahwa produktivitas akan
meningkat sebagai tanggapan atas tindakan manajemen apapun yang dinilai oleh para pekerja
sebagai perhatian khusus. Penemuan itu, yang sekarang dikenal luas sebagai dampak Hawthorne
(Hawthorne effect), mempunyai pengaruh besar pada teori hubungan manusia, walaupun dalam
banyak kasus itu hanya bertujuan meyakinkan para manajer bahwa mereka harus lebih banyak
memeperhatikan para karyawannya.

3. TEORI MOTIVASI KONTEMPORER


Mengikuti penelitian Hawthorne, para manajer dan peneliti lebih berfokus pada
pentingnya hubungan manusia dalam memotivasi kinerja karyawan. Menekankan pada factor-
faktor yang dapat menyebabkan, memusnahkan, dan mempertahankan perilaku pekerja, hampir
semua pembuat teori motivasi membahas cara manajemen menganggap dan memperlakukan
para karyawannya. Teori motivasi utama mencakup model sumber daya manusia, hierarki
kebutuhan, teori dua factor, teori pengharapan, dan teori kesetaraan.
a. Model Sumber Daya Manusia: Teori X dan Y
Dalam suatu penelitian yang penting, ilmuwan perilaku Douglas McGregor
menyimpulkan bahwa para manajer mempunyai kepercayaan yang sangat berbeda mengenai cara
terbaik menggunakan sumber daya manusia suatu perusahaan. Ia mengklasifikasikan keyakinan
itu ke dalam serangkaian asumsi yang ia beri label Teori X dan Teori Y. perbedaan dasar
kedua teori itu dapat dilihat pada table dibawah ini:
Teori X Teori Y
Orang malas. Orang enerjik.
Orang tidak punya ambisi dan tidak suka Orang berambisi dan mencari tanggung jawab.
tanggung jawab.
Orang mementingkan diri sendiri. Orang-orang dapat tidak mementingkan diri
sendiri.
Orang menentang perubahan. Orang ingin menyumbang ke pertumbuhan dan
perubahan bisnis.
Orang musuh dihasut dan tidak pintar. Orang pintar.

Para manajer yang menganut Teori X cenderung percaya bahwa bisa ditebak orang-orang
itu malas dan tidak mau bekerja sama dan oleh karenanya harus dihukum atau diberi imbalan
(rewards) agar mereka menjadi produktif. Para manajer yang menganut Teori Y cenderung
percaya bahwa orang-orang sesungguhnya energik, berorientasi ke perkembangan, memotivasi
diri sendiri, dan tertarik untuk menjadi produktif.
McGregor umumnya lebih menyukai keyakinan Teori Y. Karenanya ia menyatakan
bahwa manajer yang menganut Teori Y kemungkinan besar mempunyai karyawan yang puas dan
termotivasi. Tentunya, perbedaan Teori X dan Y terlalu sederhana dan hanya memberikan sedikit
dasar konkrit untuk bertindak. Nilai teori itu terletak pada kemampuan teori tersebut
mengungkap dan mengklasifikasikan perilaku para manajer berdasarkan sikap mereka terhadap
para karyawan.
b. Model Hierarki Kebutuhan Maslow
Model Hierarki Kebutuhan (hierarchy of needs model) dari seorang psikolog Abraham
yang mereka coba penuhi dari pekerjaan mereka. Ia mengklasifikasikan kebutuhan-kebutuhan itu
menjadi lima tipe dasar dan menyarankan supaya kebutuhan itu disusun menurut hierarki
prioritas seperti yang terlihat pada tabel dibawah ini.
Umum Organisasi
Kepuasan diri sendiri Pekerjaan yang menantang

Kebutuhan Aktualisasi
Diri
Status Jabatan

Kebutuhan Harga Diri


Pertemanan Rekan di tempat kerja

Kebutuhan Sosial
Stabilitas Rencana pensiun

Kebutuhan Keamanan
Perlindungan Gaji

Kebutuhan Psikologis

Menurut Maslow, kebutuhan merupakan hal yang bertingkat-tingkat karena kebutuhan tingkatan
rendah harus sudah dipenuhi sebelum seseorang mencoba memuaskan kebutuhan yang
tingkatannya lebih tinggi.
Setelah serangkaian kebutuhan telah dipenuhi, kebutuhan itu berhenti memotivasi
perilaku. Itulah arti dari kebutuhan yang bersifat hierarkis dari tingkatan yang rendah ke yang
lebih tinggi itu mempengaruhi motivasi dan kebutuhan karyawan. Contohnya, jika Anda merasa
aman dalam pekerjaan Anda, rencana pensiun yang baru mungkin tidak terlalu penting bagi Anda
jika dibandingkan kesempatan mencari kawan-kawan baru dan memasuki jaringan informal
diantara rekan kerja Anda.
Akan tetapi, jika kebutuhan tingkatan rendah mendadak tidak terpenuhi, hampir semua
orang segera berfokus kembali ke tingkatan rendah tersebut. Contohnya, misalkan saja Anda
mencari cara untuk memenuhi kebutuhan harga diri Anda dengan bekerja sebagai manajer divisi
di suatu perusahaan besar. Jika Anda mengetahui bahwa divisi Anda dan akibatnya pekerjaan
Anda mungkin akan dihapuskan, Anda mungkin melikhat kepastian keamanan kerja di
perusahaan baru itu memotivasi Anda sekuat promosi yang terjadi sebelumnya di perusahaan
lama Anda.
Teori Maslow memahami bahwa karena orang yang berbeda mempunyai kebutuhan yang
berbeda, mereka termotivasi oleh hal-hal yang berbeda. Sayangnya, teori itu hanya memberikan
sedikit panduan tindakan di lingkungan kerja. Selain itu, riset telah menemukan bahwa hierarki
tersebut sangat bervariasi, tidak hanya diantara orang-orang yang berbeda, tetapi juga diantara
kebudayaan yang berbeda.
c. Teori Dua Faktor
Setelah mengamati sekelompok akuntan dan insinyur, psikolog bernama Frederick
Herzberg menyimpulkan bahwa kepuasan dan ketidak-puasan kerja bergantung pada dua factor:
factor-faktor higienis, seperti kondisi tempat kerja, dan factor-faktor motivasi, seperti pengakuan
atas pekerjaan yang telah diselesaikan dengan baik.
Menurut Teori Dua Faktor (two-factors theory), factor-faktor higienis mempengaruhi
motivasi dan kepuasan hanya jika factor itu tidak dapat atau gagal memenuhi harapan-harapan.
Contohnya, para pekerja akan menjadi tidak puas bila mereka percaya bahwa mereka berada
didalam kondisi tempat kerja yang menyedihkan. Akan tetapi, bila kondisi tempat kerjanya
membaik, mereka tidak harus menjadi puas, mereka hanya merasa tidak puas. Sebaliknya,
apabila para pekerja tidak menerima pengakuan atas pekerjaan yang sukses, mereka mengalami
ketidak-puasan. Bila mereka diberi pengakuan, mereka kemungkinan besar menjadi lebih puas.
Riset menyatakan bahwa walaupun teori dua factor berlaku di beberapa bidang profesi,
teori itu tidak se-efektif di bidang klerikal dan manufaktur. (Riset Herzberg hanya terbatas pada
profesi akuntan dan insinyur). Disamping itu, factor higienis seseorang mungkin merupakan
factor motivasi bagi orang lain. Contohnya, jika uang hanya mencerminkan jumlah pembayaran
atas total waktu yang digunakan untuk bekerja, maka uang dapat merupakan factor higienis begi
seseorang. Akan tetapi, bagi orang lain, uang mungkin merupakan factor motivasi karena ia
mencerminkan pengakuan dan pencapaian.
d. Teori Pengharapan
Teori Pengharapan (expectancy theory) menyatakan bahwa orang-orang termotivasi
bekerja karena ingin mendapatkan imbalan yang mereka inginkan dan bahwa mereka percaya
mereka mempunyai peluangatau harapanyang masuk akal untuk meraihnya. Contohnya,
imbalan yang sepertinya berada diluar jangkauan mungkin tidak diinginkan bahkan jika imbalan
itu pada hakikatnya positif. Pada gambar yang akan ditampilkan dibawah mengilustrasikan teori
pengharapan yang berkaitan dengan persoalan yang kemungkinan akan dipertimbangkan oleh
seorang karyawan tertentu. Pertimbangkan seorang kasus asisten manajer departemen yang
mengetahui manajer divisi telah pensiun dan perusahaan sedang mencari penggantinya.
Walaupun wanita itu menginginkan pekerjaan tersebut, ia tidak melamar karena ia ragu dirinya
akan dapat terpilih. Dalam kasus itu, ia mengangkat persoalan kinerja-imbalan (performance-
reward issue): untuk beberapa alasan, ia yakin bahwa kinerjanya tidak akan menyebabkan ia
mendapatkan posisi tersebut. Catat bahwa ia juga mungkin berpikir bahwa kinerjanya pantas
mendapatkan pekerjaan baru tersebut tetapi semata-mata kinerja tidak akan mencukupi;
barangkali ia sadar imbalannya pantas diberikan kepada seseorang yang mempunyai tingkatan
senioritas yang lebih tinggi.
Teori pengharapan juga membantu menjelaskan dengan beberapa orang tidak bekerja
sekeras mungkin ketika gaji mereka semata-mata didasarkan pada senioritas. Karena mereka
memperoleh bayaran yang sama, tanpa melihat apakah mereka bekerja keras atau hanya sedang-
sedang saja, tidak ada insentif keuangan bagi mereka untuk bekerja lebih keras. Dengan kata
lain, mereka bertanya kepada diri mereka sendiri: Apabila saya bekerja lebih keras, apakah saya
akan diberi kenaikan upah? dan menyimpulkan bahwa jawabannya tidak. Serupa halnya,
apabila kerja keras akan megakibatkan satu atau lebih hasil yang tidak diinginkan, transfer ke
lokasi lain atau kenaikan jabatan ke pekerjaan yang memerlukan banyak bapergianpara
karyawan tidak termotivasi untuk bekerja lebih keras.
e. Teori Kesetaraan
Teori Kesetaraan (equity theory) berfokus pada perbandingan sosialorang-orang
mengevaluasi perlakuan organisasi terhadap mereka dibandingkan dengan perlakuan organisasi
terhadap orang-orang lain. Pendekatan itu beranggapan bahwa orang-orang memulai dengan
menganalisis masukan atau input (apa yang mereka sumbangkan ke pekerjaan mereka berupa
waktu, usaha, pendidikan, pengalaman, dan sebagainya) dibandingkan dengan keluaran atau
output (apa yang mereka dapatkan: gaji, fasilitas, pengakuan, keamanan). Hasilnya adalah nisbah
sumbangan (contribution)terhadap perolehan (return). Kemudian mereka membandingkan nisbah
mereka sendiri dengan nisbah karyawan-karyawan lainnya.
Ketika orang-orang merasa bahwa mereka tidak diperlakukan secara setara, mereka
mungkin akan melakukan berbagai hal untuk mewujudkan kembali keadilan. Contohnya, mereka
mungkin akan meminta kenaikan gaji, mengurangi usaha mereka, bekerja dengan waktu kerja
yang lebih pendek, atau hanya mengeluh kepada bos mereka. Mereka mungkin mencari-cari
alasan, mencari orang-orang lain yang bisa dijadikan perbandingan, atau meninggalkan
pekerjaan mereka.
Contoh yang hampir sempurna mengenai teori kesetaraan di pekerjaan dapat ditemukan
dalam bidang olahraga professional. Contohnya, tiap tahun, pemain-pemain baru, kadang-kadang
baru keluar dari bangku kuliah, seringkali menandatangani kontrak-kontra yang menguntungkan.
Belum apa-apa, para pemain veteran sudah mulai mengomel soal kenaikan gaji atau kontrak
yang perlu diperbaharui

Pandangan Motivasi Dalam Organisasi


Pandangan motivasi dalam organisasi dapat dilihat dari tiga jenis teori motivasi yang ada, yaitu :

Model Tradisional
Tidak lepas dari teori manajemen ilmiah yang dikemukakan oleh Frederic Winslow
Taylor. Model ini mengisyaratkan bagaimana manajer menentukan pekerjaan-pekerjaan
yang harus dilakukan dengan sistem pengupahan insentif untuk memacu para pekerja
agar memberikan produktivitas yang tinggi.
Teori produktivitas memandang bahwa tenaga kerja pada umumnya malas dan hanya
dapat dimotivasi dengan memberikan penghargaan dalam wujud materi (uang).
Pendekatan ini cukup efektif dalam banyak situasi sejalan dengan peningkatan efisiensi.
Disini pemutusan hubungan kerja sudah merupakan suatu kebiasaan dan para pekerja
akan mencari jaminan daripada hanya kenaikan upah kecil dan sementara.
Model hubungan Manusiawi
Elton Mayo dan para peneliti hubungan manusiawi lainnya menemukan bahwa kontak-
kontak sosial karyawan pada pekerjaannya adalah penting, kebosanan dan tugas yang
rutin merupakan pengurang dari motivasi. Untuk itu para karyawan perlu dimotivasi
melalui pemenuhan kebutuhan-kebutuhan sosial dan membuat mereka berguna dan
penting dalam organisasi.
Para karyawan diberi kebebasan membuat keputusan sendiri dalam pekerjaannya, untuk
para pekerja informal perlu mendapat perhatian yang lebih besar. Lebih banyak informasi
disediakan untuk karyawan tentang perhatian manajer dan operasi organisasi.

Model Sumber Daya Manusia


McGregor, Maslow, Argyris dan Likert mengkritik model hubungan manusiawi, bahwa
seorang bawahan tidak hanya dimotivasi dengan memberikan uang atau keinginan untuk
mencapai kepuasan, tapi juga kebutuhan untuk berprestasi dan memperoleh pekerjaan
yang berarti, dalam arti lebih menyukai pemenuhan kepuasan dari suatu prestasi kerja
yang baik, diberi tanggung jawab yang lebih besar untuk pembuatan keputusan dan
pelaksanaan tugas.

Teori Teori Motivasi

1. Teori Hierarki Kebutuhan, menurut maslow didalam diri setiap manusia ada lima jenjang
kebutuhan, yaitu:
- Faali (fisiologis)
- Keamanan, keselamatan dan perlindungan
- Sosial, kasih saying, rasa dimiliki
- Penghargaan, rasa hormat internal seperti harga diri, prestasi
- Aktualisasi-diri, dorongan untuk menjadi apa yang mampu ia menjadi.
Jadi jika seorang pimpinan ingin memotivasi seseorang, menurut maslow, pimpinan perlu
memahami sedang berada pada anak tangga manakah bawahan dan memfokuskan pada
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan itu atau kebutuhan dia atas tingkat itu.
2. Teori X dan Y , teori yang dikemukakan oleh Douglas McGregor yang menyatakan
bahwa dua pandangan yang jelas berbeda mengenai manusia, pada dasarnya satu negative
(teori X) yang mengandaikan bahwa kebutuhan order rendah mendominasi individu, dan
yang lain positif (teori Y) bahwa kebutuhan order tinggi mendominasi individu.

3. Teori Motivasi Higiene, dikemukakan oleh psikolog Frederick Herzberg, yang


mengembangkan teori kepuasan yang disebut teori dua faktor tentang motivasi. Dua
factor itu dinamakan factor yang membuat orang merasa tidak puas atau factor-faktor
motvator iklim baik atau ekstrinsik-intrinsik tergantung dari orang yang membahas teori
tersebut. Faktor-faktor dari rangkaian ini disebut pemuas atau motivator yang meliputi:
- prestasi (achievement)
- Pengakuan (recognition)
- Tanggung Jawab (responsibility)
- Kemajuan (advancement)
- Pkerjaan itu sendiri ( the work itself)
- Kemungkinan berkembang (the possibility of growth)

4. Teori kebutuhan McClelland, teori ini memfokuskan pada tiga kebutuhan


- prestasi (achievement)
- Kekuasaan (power)
- Afiliasi (pertalian)

5. Teori Harapan Victor Vroom, teori ini beragumen bahwa kekuatan dari suatu
kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan dari
suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu dan pada
daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu tersebut. Teori pengharapan mengatakan
seorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia
meyakini upaya akan menghantar kesuatu penilaian kinerja yang baik, suatu penilaian
yang baik akan mendorong ganjaran-ganjaran organisasional, seperti bonus, kenaikan
gaji, atau promosi dan ganjaran itu akan memuaskan tujuan pribadi karyawan tersebut.
6. Teori Keadilan, teori motivasi ini didasarkan pada asumsi bahwa orang-orang dimotivasi
oleh keinginan untuk diperlakukan secara adil dalam pekerjaan, individu bekerja untuk
mendapat tukaran imbalan dari organisasi

7. Reinforcement theory, Teori ini tidak menggunakan konsep suatu motive atau proses
motivasi. Sebaliknya teori ini menjelaskan bagaimana konsekuensi perilaku dimasa yang
lalu mempengaruhi tindakan dimasa yang akan dating dalam proses pembelajaran.
Berbagai pandangan tentang motivasi dalam organisasi

Teori Teori Isi


Memusatkan pada penyebab perilaku terjadi dan berhenti yang terpusat pada kebutuhan, motif
yang mendorong, menekan, memacu dan menguatkan karyawan melakukan kegiatan, juga
berhubungan dengan faktor-faktor eksternal yang berupa insentif yang menyarankan,
mendorong, menyebabkan dan mempengaruhi untuk melaksanakan suatu kegiatan.
Penekanannya pada pengertian faktor-faktor internal dan kebutuhan. Ada tiga macam teori yang
dipakai dalam teori isi, antara lain :

1. Hirarki kebutuhan Maslow


Menekankan pada kebutuhan manusia yang tersusun dalam bentuk hirarki kebutuhan dari
yang terendah sampai yang tertinggi serta kebutuhan yang telah terpuaskan berhenti
menjadi motivator utama dari perilaku. Ada lima jenjang kebutuhan dalam hirarki
kebutuhan Maslow, yaitu :
o Kebutuhan aktualisasi diri dan pemenuhan diri (self-actualization needs)
o Kebutuhan harga diri (esteem needs)
o Kebutuhan sosial (social needs)
o Kebutuhan keamanan dan rasa aman (safety and security needs)
o Kebutuhan fisiologis (phisiological needs)

2. Teori motivasi pemeliharaan Herzberg / teori motivasi higienis


Umumnya karyawan baru memusatkan perhatiannya pada pemuasan tingkat kebutuhan
lebih rendah dalam pekerjaan pertama mereka, terutama rasa aman, bila telah terpuaskan
akan memenuhi tingkat yang lebih tinggi, seperti kebutuhan inisiatif, kreatifitas dan
tanggung jawab.
Ada dua kelompok faktor yang mempengaruhi kerja seseorang dalam organisasi, yaitu
kepuasan kerja (job satisfaction) yang mempunyai pengaruh pendorong prestasi dan
semangat kerja serta ketidak puasan kerja (job dissatisfaction) yang pengaruhnya negatif.
Disini dibedakan antara motivator dan faktor-faktor pemeliharaan (higienic factors =
dissatisfiers). Motivator mempunyai pengaruh meningkatkan prestasi atau kepuasan
kerja, sedang faktor pemeliharaan mencegah merosotnya semangat kerja. Faktor-faktor
dalam teori motivasi pemeliharaan meliputi :
o Pekerjaan yang kreatif dan menantang
o Prestasi
o Penghargaan
o Tanggungjawab
o Kemungkinan meningkat
o Kemajuan

3. Teori Prestasi
Ada korelasi positif antar kebutuhan berprestasi dengan prestasi dan sukses pelaksanaan.
McClelland mengemukakan bahwa usahawan, ilmuwan dan profesional mempunyai
tingkat motivasi prestasi diatas rata-rata. Orang yang berorientasi prestasi mempunyai
karakteristik-karakteristik tertentu yang dapat dikembangkan, yaitu :
o Menyukai pengambilan resiko yang layak sebagai fungsi keterampilan, menyukai
tantangan dan menginginkan tanggung jawab pribadi untuk hasil yang dicapai.
o Punya kecenderungan untuk menetapkan tujuan-tujuan prestasi yang layak dan
menghadapi resiko yang sudah diperhitungkan.
o Mempunyai kebutuhan yang kuat akan umpan balik tentang apa yang telah dikerjakan.
o Punya keterampilan dalam perencanaan jangka panjang dan memiliki kemampuan
organisasional.

TEORI-TEORI PROSES
Berkenaan dengan bagaimana perilaku timbul dan dijalankan. Adapun teori-teori yang berkenaan
dengan teori-teori proses yaitu :
Teori Pengharapan (Expectancy theory)
Dimana individu diperkirakan akan menjadi pelaksana dengan prestasi tinggi bila :
o Kemungkinan usaha mereka mengarah ke prestasi yang tinggi.
o Kemungkinan mencapai hasil yang menguntungkan.
o Hasil-hasil tersebut akan menjadi pada keadaan keseimbangan, penarik efektif bagi
mereka.
Menurut Victor Vroom (teori nilai pengharapan Vroom) orang dimotivasi untuk bekerja
bila :
o Usaha-usaha yang ditingkatkan akan mengarahkan ke balas jasa tertentu.
o Menilai balas jasa dari hasil usahanya.
v Pembentukan Perilaku (Operant conditioning)
Teori ini dikemukakan oleh B.F. Skinner yang didasarkan pada hukum pengaruh (Law of
Effect), bahwa perilaku yang diikuti dengan konsekuensi-konsekuensi pemuasan
cenderung diulang, sedang perilaku yang diikuti konsekuensi hukuman cenderung tidak
diulang.

Ada empat teknik yang dapat digunakan manajer untuk mengubah perilaku bawahan, antara
lain :

1. Penguatan positif, bisa primer maupun sekunder.

2. Penguatan negatif, individu akan mempelajari perilaku yang membawa konsekuensi tidak
menyenangkan dan menghindarinya di masa mendatang.

3. Pemadaman, dilakukan dengan peniadaan penguatan.

4. Hukuman, manajer mengubah perilaku bawahan yang tidak tepat dengan pemberian
konsekuensi-konsekuensi negatif.

Teori Porterm Lawyer


Merupakan teori pengharapan dari motivasi dengan versi orientasi masa mendatang dan
menekankan antisipasi tanggapan atau hasil. Dasarnya yaitu kemungkinan usaha
pengharapan yang dirasakan, usaha yang dijalankan, prestasi yang dicapai, penghargaan
yang diterima, kepuasan yang terjadi dan mengarahkan ke usaha dimasa yang akan
datang.
Model pengharapan menyajikan sejumlah implikasi bagi manajer tentang bagaimana
seharusnya memotivasi bawahan dan implikasi. Implikasi ini mencakup :

1. Pemberian penghargaan yang sesuai dengan kebutuhan bawahan.

2. Penentuan prestasi yang diinginkan.

3. Pembuatan tingkat prestasi yang dapat dicapai.

4. Hubungan penghargaan dengan prestasi.

5. Penganalisaan faktor-faktor yang bersifat berlawanan dengan efektifitas penghargaan.

6. Penentuan penghargaan yang mencukupi.

Implikasi bagi organisasi adalah

1. Sistem penghargaan yang dapat memotivasi perilaku.

2. Pekerjaan dibuat sebagai pemberian penghargaan secara intrinsik.

3. Atasan langsung mempunyai peranan penting dalam proses motivasi.

Teori Keadilan

Orang akan selalu membandingkan antara masukan dalam bentuk pendidikan,pengalaman,


latihan dan usaha dengan hasil atau penghargaan yang diterima. Keyakinan tentang adanya
ketidakadilan akan berpengaruh pada perilaku pelaksana kegiatan. Faktor kunci bagi manajer
yaitu mengetahui apakah ketidakadilan dirasakan, bukan apakah ketidakadilan secara nyata ada.
Teori keadilan ini memberikan implikasi bahwa penghargaan harus diberikan sesuai yang dirasa
adil oleh individu yang bersangkutan.

Proses Motivasi
Ketika berbicara mengenai motivasi, maka dibutuhkan proses untuk menerapkan dan
memberhasilkannya. Proses tersebut yakni:

1. Tujuan. Dalam proses motivasi perlu ditetapkan terlebih dahulu tujuan organisasi, baru
kemudian para pegawai dimotivasi kearah tujuan itu.

2. Mengetahui kepentingan. Hal yang penting dalam proses motivasi adalah mengetahui
keinginan pegawai dan tidak hanya melihat dari sudut kepentingan pimpinan atau
perusahaan saja.

3. Komunikasi Efektif. Dalam proses motivasi harus dilakukan komunikasi yang baik
dengan bawahan. Bawahan harus mengetahui apa yang akan diperolehnya dan syarat apa
saja yang harus dipenuhinya supaya insentif tersebut diperolehnya..

4. Integrasi tujuan. Proses motivasi perlu untuk menyatukan tujuan organisasi dan tujuan
kepentingan pegawai. Tujuan organisasi adalah needscomplex, yaitu untuk memperoleh
laba serta perluasan perusahaan, sedangkan tujuan individu pegawai ialah pemenuhan
kebutuhan dan kepuasan. Jadi, tujuan organisasi dan tujuan pegawai harus disatukan dan
untuk itu penting adanya penyesuaian motivasi.

5. Fasilitas. Manajer penting untuk memberikan bantuan fasilitas kepada organisasi dan
individu pegawai yang akan mendukung kelancaran pelaksanaan pekerjaan. Seperti
memberikan bantuan kendaraan kepada salesman.

Dalam memberikan motivasi, ada beberapa tekhnik yang harus diperhatikan, yaitu:

1. Berpikiran positif. Ketika mengkritik orang begitu terjadi ketidakberesan, tetapi kita lupa
memberi dorongan positif agar mereka terus maju. Jangan mengkritik cara kerja orang
lain bila kita sendiri tidak mampu memberi contoh terlebih dahulu.

2. Menciptakan perubahan yang kuat. Adanya kemauan yang kuat untuk mengubah situasi
oleh diri sendiri. Mengubah perasaan tidak mampu menjadi mampu, tidak mau menjadi
mau, kata saya juga bisa dapat membantu meningkatkan motivasi berprestasi.
3. Membangun harga diri Banyak kelebihan kita sendiri dan orang lain yang tidak kita
hargai padahal penghargaan merupakan salah satu bentuk tekhnik memotivasi.

4. Memantapkan pelaksanaan Ungkapan dengan jelas, bagaimana cara kerja yang benar,
tindakan yang dapat membantu, dan hargai dengan tulus.

5. Membangkitkan orang lemah menjadi kuat Buktikan bahwa mereka sudah berhasil, dan
nyatakan bahwa anda akan membantu yang mereka butuhkan. Binalah keberanian, kerja
keras, bersedia belajar dari orang lain.

6. Membasmi sikap suka menunda-nunda. Hilangkan sikap menunda-nunda dengan alasan


pekerjaan itu terlalu sulit dan segeralah untuk memulai.

Malayu S.P. Hasibuan (2005:151), mengatakan bahwa proses motivasi adalah sebagai
berikut :
a. Tujuan
Dalam proses motivasi perlu ditetapkan terlebih dahulu tujuan organisasi. Baru kemudian
para karyawan dimotivasi kearah tujuan.
b. Mengetahui kepentingan
Hal yang penting dalam proses motivasi adalah mengetahui keinginan karyawan dan
tidak hanya melihat dari sudut kepntingan pimpinan atau perusahaan saja.
c. Komunikasi efektif
Dalam proses motivasi harus dilakukan komunikasi yang baik dengan bawahan. Bawahan
harus mengetahui apa yang akan diperolehnya dan syarat apa saja yang harus
dipenuhinya supaya insentif tersebut diperolehnya.
d. Integrasi tujuan
Proses motivasi perlu untuk menyatukan tujuan organisasi dan tujuan kepentingan
karyawan. Tujuan organisasi adalah needscomplex yaitu untuk memperoleh laba serta
perluasan perusahaan. Sedangkan tujuan individu karyawan ialah pemenuhan kebutuhan
dan kepuasan. Jadi, tujuan organisasi dan tujuan karyawan harus disatukan dan untuk itu
penting adanya penyesuaian motivasi.
e. Fasilitas
Manajer penting untuk memberikan bantuan fasilitas kepada organisasi dan individu
karyawan yang akan mendukung kelancaran pelaksanaan pekerjaan. Seperti memberikan
bantuan kendaraan kepada salesman.
f. Team Work
Manajer harus membentuk Team work yang terkoordinasi baik yang bisa mencapai tujuan
perusahaan. Team Work penting karena dalam suatu perusahaan biasanya terdapat banyak
bagian.
Kesimpulan
Motivasi bukan hanya dapat diberikan untuk menyemangati diri sendiri atau orang di
sekitar kita, tetapi juga dapat diberikan kepada para karyawan untuk mengembangkan rasa
semangat dalam berproduktivitas. Dengan adanya motivasi baik itu berupa uang sebagai gaji
ataupun penghargaan berupa penganggapan terhadap apa yang terlah dicapai oleh seorang
karyawan dalam pekerjaannya.
Dengan adanya motivasi yang diberikan menajer kepada bawahannya, itu akan
mendorong bawahan untuk menghasilkan yang terbaik dalam pekerjaannya. Sebaliknya, jika
seorang manajer tidak member penghargaan apapun kepada bawahannya sedangkan bawahannya
tersebut sudah melaksanakan tugasnya dengan baik, maka semangat kerja bawahannya tersebut
sedikit demi sedikit akan menurun dan akan berakibat juga pada proses produktivitas.

Anda mungkin juga menyukai