Disusun Oleh:
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Psoriasis adalah suatu penyakit peradangan kulit, bersifat kronik residif, khas
ditandai adanya bagian kulit yang menebal, eritematus, dan berbatas tegas. Bagian
atasnya tertutup skuama putih seperti perak, sering terdapat pada daerah tubuh yang
sering terkena trauma kulit, yaitu kepala, bagian ekstensor dari ekstremitas, dan region
sakralis. Luas kelainan kulit sangat bervariasi dari lesi yang lokalisata dan terpisah sampai
tersebar mengenai seluruh kulit.
1.3 Tujuan
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Psoriasis adalah peradangan kulit yang bersifat kronik dengan karakteristik berupa
plak eritematosa berbatas tegas, skuama kasar, berlapis, dan berwarna putih keperakan
terutama pada siku, lutut, scalp, punggung, umbilikus dan lumbal. (Gudjonsson dan Elder,
2012)
Psoriasis adalah suatu dermatosis kronis residif dengan gambaran klinis yang
khas, yaitu adanya macula eritematosa yang berbentuk bulat / lonjong, diatasnya ada
skuama yang tebal, berlapis-lapis dan berwarna putih transparan seperti mika.
(sastrawijaya, 1993)
Psoriasis adalah penyakit kulit inflamantoris kronik, tidak menular yang ditandai
dengan papul kemerahan (elevasi padat) dan plak yang dilapisi sisik seperti perak. Sel-sel
kulit psoriatik memiliki waktu maturasi memendek ketika bermigrasi dari membran
basalis ke permukaan atau stratum korneum, akibatnya pada stratum korneum tidak
terdapat plak perak bersisik dan tebal yang merupakan tanda utama psoriasis.
Psoriasis adalah suatu penyakit peradangan kulit, bersifat kronik residif, khas
ditandai adanya bagian kulit yang menebal, eritematus, dan berbatas tegas. Bagian atasnya
tertutup skuama putih seperti perak, sering terdapat pada daerah tubuh yang sering terkena
trauma kulit, yaitu kepala, bagian ekstensor dari ekstremitas, dan region sakralis. Luas
kelainan kulit sangat bervariasi dari lesi yang lokalisata dan terpisah sampai tersebar
mengenai seluruh kulit.
Psoriasis adalah penyakit inflamasi non infeksius yang kronik pada kulit dimana
produksi sel-sel epidermis terjadi dengan kecepatan 6-9 x lebih besar daripada
kecepatan sel normal.(Smeltzer, Suzanne)
2.2 Etiologi
Ada 4 faktor penyebab psoriasis:
1. Faktor Genetik
2. Sistem Imun
3. Faktor Lingkungan
4. Faktor Hormonal
Faktor Predisposisi :
1. Herediter/ genetik
Pada banyak kasus ada pengaruh yang kuat dari faktor genetic, terutama bila penyakit
mulai diderita sejak remaja atau dewasa muda.
2. Imunologi
Defek genetik pada psoriasis dapat diekspresikan pada salah satu dari tiga jenis sel, yakni
limposit T, sel penyaji antigen (dermal), atau keratinosit. Keratinosit psoriasis
membutuhkan stimuli untuk aktivasinya. Lesi psoriasis matang umumnya penuh dengan
sebukan limfosit T pada dermis yang terutama terdiri atas limfosit T CD4 dengan sedikit
sebukan limfositik dengan epidermis. Sedangkan pada lesi baru umumnya lebih banyak
didominasi oleh limfosit T CD8. Pada lesi psoriasis terdapat sekitar 17 sitokin yang
produksinya bertambah. Sel langerhans juga berperan pada imunopatogenesi psoriasis.
Terjadinya ploriferasi epidermis diawali dengan adanya pergerakan antigen, baik eksogan,
maupun endogen oleh sel langerhans. Pada psoriasis pembentukan epidermis (turn over
time) lebih cepat, hanya 3-4 hari, sedangkan pada kulit normal lamanya 27 hari. Nickoloff
(1998) berkesimpulan bahwa psoriasis merupakan penyakit autoimun. Lebih 90% kasus
dapat mengalami remisi setelah diobati dengan imunosupresif.
3. Obesitas
Obesitas merupakan keadaan tersering dikaitkan dengan psoriasis, menurut Liendegard
yang menerangkan pertama kali pada tahun 1986 kaitannya psoriasis dengan obesitas.
Lingkar pinggang dan body mass index pasien psoriasis lebih tinggi secara bermakna pada
pasien psoriasis dibandingkan dengan kontrol. Pengertian obesitas sebagai keadaan
proinflamasi dengan keterlibatan jaringan lemak sebagai organ imun dan endokrin yang
menjelaskan obesitas sebagai faktor predisposisi psoriasis. Penurunan berat badan
memperbaiki psoriasis, terbukti pada berkurangnya keparahan psoriasis pada populasi
kurang gizi di penjara kala perang dunia ke dua yang dipublikasi Simon RD pada sebuah
jurnal ilmiah terkemuka di tahun 1949.
4. Penyakit metabolis seperti diabetes militus yang laten
5. Faktor endokrin
Insiden tertinggi pada masa pubertas dan menopause. Psoriasis cenderung membaik
selama kehamilan dan kambuh serta resisten terhadap pengobatan setelah
melahirkan. Kadang-kadang psoriasis pustulosa generalisata timbul pada waktu hamil dan
setelah pengobatan progesteron dosis tinggi.
Faktor Presipitasi:
1. Trauma
Psoriasis pertama kali timbul pada tempat-tempat yang terkena trauma, garukan, luka
bekas operasi, bekas vaksinasi, dan sebagainya. Kemungkinan hal ini merupakan
mekanisme fenomena Koebner.Khas pada psoriasis timbul setelah 7-14 hari terjadinya
trauma.
2. Infeksi
Pada anak-anak terutama infeksi Streptokokus hemolitikus sering menyebabkan psoriasis
gutata. Psoriasis juga timbul setelah infeksi kuman lain dan infeksi virus tertentu, namun
menghilang setelah infeksinya sembuh
3. Iklim
Beberapa kasus cenderung menyembuh pada musim panas, sedangkan pada musim
penghujan akan kambuh.
4. Sinar matahari
Walaupun umumnya sinar matahari bermanfaat bagi penderita psoriasis namun pada
beberapa penderita sinar matahari yang kuat dapat merangsang timbulnya
psoriasis.Pengobatan fotokimia mempunyai efek yang serupa pada beberapa penderita.
5. Obat-obatan
- Antimalaria seperti mepakrin dan klorokuin kadang-kadang dapat memperberat
psoriasis, bahkan dapat menyebabkan eritrodermia.
- Pengobatan dengan kortikosteroid topikal atau sistemik dosis tinggi dapat
menimbulkan efek withdrawal.
- Lithium yang dipakai pada pengobatan penderita mania dan depresi telah diakui
sebagai pencetus psoriasis.
- Beta Blocker.
6. Alkohol dalam jumlah besar diduga dapat memperburuk psoriasis.
7. Hipersensitivitas terhadap nistatin, yodium, salisilat dan progesteron dapat menimbulkan
psoriasis pustulosa generalisata.
2.3 Klasifikasi
1. Psoriasis Vulgaris
Psoriasis vulgaris yang paling sering ditemukan pada kurang lebih 90% pasien. Plakat
eritematosa, berbatas tegas, berskuama dan tersebar simetris merupakan gambaran khas,
terdapat di daerah ekstensor ekstermitas (terutama siku dan lutut), skalp, lumbosakral
bawah, bokong dan genital. Daerah lain yang dapat terkena adalah periumbilikus dan
lipatan intergluteal. Luas lesi sangat bervariasi, sedangkan bentuk dan distribusi setiap
plakat hanya sedikit berubah. Skuama dibentuk terus-menerus. Lesi dapat diawali terbatas
di skalp selama bertahun-tahun. Lesi kecil maupun besar dapat meluas dan berkonfluens
membentuk plakat atauplakat lebih besar sehinga membentuk gambaran khas (psoriasis
geografika/girata). Kadang terdapat penyembuhan sentral parsial sehingga membentuk
psoriasis anular, keadaan ini sering dihubungkan dengan penyembuhan atau prognosis
yang baik.4,6,16 kelainan klinis lain telah dijelaskan tergantung dari morfologi lesi,
sebagian besar terdapat hiperkeratosis. Patogenesisnya tidak begitu diketahui tetapi
mungkin muncul dari inhibisi sintesis prostaglandin.16 Pada anak terdapat bentuk papul
folikular berkelompok dan bentuk linear mengikuti garis Blaschko.
2. Psoriasis Gutata
Bentuk ini sering timbul pada anak dan dewasa muda, biasanya timbul mendadak,
seringkali setelah infeksi streptokokus. Lesi papular, bulat, atau oval, berdiameter 0.5-
1cm, di atasnya terdapat skuama putih, tersebar simetris di badan dan ekstremitas
proksimal,kadang di muka, telinga, dan skalp, jarang di telapak tangan dan kaki. Lesi
biasanya bertahan selama 3-4 bulan dan dapat hilang spontan, tetapi kadang dapat sampai
lebih dari setahun. Sebagian besar dapat kambuh dalam 3-5 tahun. Bentuk ini
berhubungan erat dengan HLA-Cw6.Pasien dengan riwayatpsoriasis plakat dapat timbul
lesi gutata dengan atau tanpa memburuknya lesi plakat.4,15-17 Lesi plakat kecil dapat
menyerupai psoriasis gutata, tetapi biasanya awitannya pada usia lanjut, kronik dan lebih
tebal dengan skuama lebih banyak daripada psoriasis gutata.
3. Psoriasis Inversa
Prosiasis tersebut mempunyai tempat predileksi pada daerah fleksor sesuai dengan
namanya (pada kulit kepala, axilla, region genitocruralis, dan leher). Lesi eritema
berbentuk tajam, dan sering terletak daerah kontak.
4. Psoriasis Eksudativa
Bentuk tersebut sangat jarang. Biasanya kelainan psoriasis kering, tetapi pada bentuk ini
kelainannya eksudatif seperti dermatits akut.
5. Psoriasis Seboroik
Gambaran klinis psoriasis seboroik merupakan gabungan antara psoriasis dan dermatitis
seboroik, skuama yang biasanya kering menjadi agak berminyak dan agak lunak. Selain
berlokasi pada tempat yang lazim, juga terdapat pada tempat seboroik. Lesi seboroik
biasanya di wajah, di bawah payudara, kulit kepala, dan axilla.
6. Psoriasis Pustulosa
7. Psoriasis Eritroderma
Eritroderma psoriatik dapat disebabkan oleh pengobatan topikal yang terlalu kuat atau
oleh penyakitnya sendiri yang meluas. Biasanya lesi yang khas untuk psoriasis tidak
tampak lagi karena terdapat eritema dan skuama tebal universal. Ada kalanya lesi
psoriasis masih tampak samar-samar, yakni lebih eritematosa dan kulitnya lebih meninggi.
1. Tipe inflamatori : manifestasi yang timbul yaitu adanya inflamasi, eruptif, yang kecil.
Lesi bisa berbentuk gutata (seperti tetesan air) atau nummular (seperti koin).
2. Tipe plak yang stabil. Gejala lain yang timbul pada kulit diantaranya gatal (pruritus)
terutama di daerah kepala dan anogenital, akantosis, parakeratosis, dan lesi biasanya
ditutupi oleh plak berwarna keperakan.
Selain dari presentasi klasik yang disebutkan diatas terdapat beberapa tipe klinis
psoriasis. Psoriasis vulgaris yang merupakan tipe psoriasis yang paling sering terjadi,
berupa plak kemerahan berbentuk oval atau bulat, berbatas tegas, dengan skuama
berwarna keputihan. Lesi biasanya terdistribusi secara simetris pada ekstensor
ekstremitas, terutama di siku dan lutut, kulit kepala, lumbosakral, bokong dan
genital.Bentuk lainnya yaitu psoriasis inversa (fleksural), psoriasis gutata, psoriasis
pustular, psoriasis linier, dan psoriasis eritroderma.
Makula eritema berbatas tegas dan diatasnya didapati skuama yang mempunyai
sifat-sifat khas. Warnanya putih seperti perak atau mika, transparan,kering, kasar, dan
berlapis-lapis. Apabila skuama ini digores dengan benda tajam akan tampak sebuah garis
putih kabur dan skuama menjadi pecah-pecah mirip gambaran setetes lilin yang digores
dengan benda tajam. Fenomena ini disebut fenomena tetesan lilin. Apabila skuama ini
dikupas lapis demi lapis, pada lapisan yang terbawah tampak kulit berwarna merah dan
terlihat bintik-bintik merah. Tanda seperti ini disebut tanda Auspitz.
Vasodilatasi pembuluh darah subepidermal dan kapiler kulit menyebabkan
pelepasan panas yang berlebihan dan penderita akan mengeluh merasa kedinginan.
Kadang-kadang dapat timbul gejala yang lebih serius, seperti kegagalan jantung, akibat
pengalihan darah di dalam kulit yang meningkat
2.5 Komplikasi
Kemungkinan komplikasi yanh bisa terjadi pada psoriasis diantaranya:
1. Penyebaran psoriasis hingga kuku jari tangan sehingga timbul lekukan atau sumuran
kecil-kecil dan perubahan warna kuku menjadi kuning atau cokelat (sekitar 60% pasien).
2. Penumpukan debris yang tebal dan menggumpal dibawah kuku sehingga membuat kuku
terlepas dari dasarnya (onikolisis).
3. Infeksi sekunder karena rasa gatal.
Biopsy kulit
2.7 Penatalaksanaan
1. Pengobatan sistemik
a. Kortikosteroid: obat ini digunakan pada psoriasis eritodermik dan psoriasis
pustulosa generalisata. Dosis permulaan 40-60 mg prednisolon sehari, jika telah
sembuh dosis di turunkan perlahan.
b. Obat sitotoksik (metotreksat): Obat ini dapat menghambat mitosis sel epidermis
tanpa mengganggu fungsi sel. Hal ini dapat terjadi sebagai akibat kerja
penghambatan kompetitif dihidrofolat reduktase, sehingga mengakibatkan
pengurangan sistesis DNA. Dengan menghambat mitosis, obat ini efektif untuk
mengobati lesi psoriasis. Penderita biasanya senang dengan obat ini karena tidak
perlu mempergunakan salep atau krim yang dioleskan.kerugian obat ini adalah
psoriasis dapat mengalami relaps setelah obat dihentikan dan mempunyai banyak
efek samping. Pengobatan dengan metotreksat hanya boleh diberikan pada
penderita psoriasis yang tidak memberikan hasil memuaskan dengan pengobatan
topikal atau dengan PUVA. Walaupun obat ini tidak bersifat kuratif, MTX tetap
merupakan obat yang bermanfaat terhadapa psoriasis dan dapat diberikan secara
oral maupun melalui injeksi.
Metotreksat dapat diberikan dengan 3 cara:
1) Dosis setiap hari, 2,5-5 mg/hari selama 14 hari dan selanjutnya dapat
diberikan dengan dosis bertahan (maintenance) 1-2 mg/hari.
2) Dosis tunggal 25 mg dan diikuti dengan 50mg tiap minggu berikutnya.
3) Dosis tunggal 25 mg per injeksi/minggu, disusul dengan 50 mg setiap
minggu berikutnya.
Untuk mengurangi efekkumulatif MTX, obat ini dapat digabung dengan PUVA.
Misanya, pemberian MTX 15 mg/ minggu dikombinasikan dengan PUVA sampai
lesi menghilang, dan sesudah itu dilanjutkan dengan PUVA saja sebagai
pengobatan pemeliharaan. Dengan cara ini, dosis MTX dapat dikurangi secara
kumulatif dan dosis PUVA dapat dikurangi 50%. Dengan demikian, efek samping
dapat dihindari.
2. Pengobatan topical
a. Steroid topical: Tidak dapat menyembuhkan psoriasis secara tuntas, tetapi dapat
meredakannya. Ada risiko timbulnya brittle psoriasis, akan tetapi jika digunakan
untuk penyakit yang dalam keadaan stabil dan pada kulit kepala serta daerah
fleksor, obat-obatan ini dapat bermanfaat.
b. Preparat ter : mempunyai efek anti radang. Ada 3 jenis ter : fosil seperti iktiol;
kayu seperti oleum kadini dan oleum ruski; dan batubara seperti liantral, likuo
karbonisdetergens.
c. Kortikosteroid: merupakan golongan kortikosteroid yang poten, seperti dengan
senyawa flour. Jika lesi hanya beberapa dapat pula disuntikan triamsinolon
asetonid intralesi seminggu sekali.
d. Ditranol(antralin): sangat efektif digunakan tapi dapat mewarnai kulit dan pakaian.
Konsentrasi 0,2-0,8% dalam bentuk pasta/salap. Penyembuhan selama 3 minggu.
Bekerja paling baik dalam bentuk pasta lassar (tepung, zink oksida, asam salisilat
dalam paraffin lunak putih).
e. Pengobatan dengan penyinaran: sinar UV dapat menghambat mitosis sehingga
dapat digunakan untuk pengobatan psoriasis. Digunakan sinar UV antifisial: sinar
A yaitu UVA, dapat digunakan secara tersendiri / kombinasi dengan psoralen (8-
metoksipsoralen, metoksalen) dan PUVA, / bersama-sama dengan preparat ter
yang terkenal sebagai pengobatan cara Goeckerman.
Pengobatan cara Goekerman: menggunakan ter yang berasal dari batubara yang
ditambahkan minyak. Ter tersebut bersifat fotosensitif dan dioleskan 2-3 kali
sehari, lama pengobatan 4-6 minggu, penyembuhan terjadi setelah 3 minggu,
kecuali preparat ter juga dapat digunakan ditranol.
f. Analog vitamin D dan A: Kalsipotriol dan takalsitol merupakan analog vitamin D
dapat bekerja dengan baik, dan dengan cepat memperoleh posisi sebagai bagian
dari penanganan rutin. Analog vitamin A lebih disenangi oleh sebagian ahli, tetapi
kurang efektif. Efek samping vitamin D dapat membakar wajah dan daerah
fleksor tetapi kadar kalsium darah dapat terganggu bila analog vitamin D dipakai
dalam jumlah yang besar; vitamin A di anjurkan untuk tidak hamil karna ada efek
teratogenik.
3. Pengobatan non-farmakologi
a. Emolien
Emolien sering digunakan selama periode terapi bebas untuk meminimalkan
kekeringan kulit yang dapat menyebabkan kekambuhan dini. Agen ini
melembabkan stratum korneum dan meminimalkan transepidermal kulit yang
kehilangan air (penguapan). Hidrasi menyebabkan stratum korneum membengkak
dan merata pada kontur permukaannya. Emolien efektif sebagai pelembab,
menurunkan kekuatan mengikat dalam lapisan tanduk, meningkatkan deskuamasi,
dan menghilangkan scaling. Emolien juga dapat meningkatkan kelenturan kulit,
memiliki aktivitas antipruritus, dan memiliki vasokonstriktor ringan aktivitas.
b. Balneotheraphy
Balneotherapy (dan climatotherapy) adalah pendekatan terapi yang dapat
dilakukan dengan mandi di air yang mengandung garam tertentu, sering
dikombinasikan dengan paparan sinar matahari alami.
c. Peran Perawat
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Psoriasis adalah penyakit peradangan kulit yang bersifat kronik residif dengan
karakteristik yang khas, yaitu adanya macula eritematosa yang berbentuk bulat/ lonjong,
terdapat skuama yang tebal, berlapis-lapis dan berwarna putih keperakan.
Faktor-faktor yang menyebabkan psoriasis seperti:
d. Faktor Genetik
e. Sistem Imun
f. Faktor Lingkungan
g. Faktor Hormonal
DAFTAR PUSTAKA
Ajunadi, Purnawan dkk. 1982. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius: Jakarta.
Ashcroft DM., Li WP., Griffiths CM. 2000. Therapeutic Strategis for Psoriasis. J of Clin Pharm
and Ther; 25: 1-10
Azfar RS.and Gelfand JM. 2008. Psoriasis and Metabolic Disease: Epidemiology and
Pathophysiology. Curr Opin Rheumatol; 20(4):416-422.
Barker JN. 2001. Genetic Aspect of psoriasis. Clin and Exp Dermatol; 26: 321325.
Bernard FX., Morel F., Camus M., Pedretti N., Barrault C., Garnier J. and Lecron JC. 2012.
Keratinocytes under Fire of Proinflammatory Cytokenes:Bona Fide Innate Cells Involved in the
Physiopathology of Chronic Atopic Dermatitis and Psoriasis. Journal of Allergy. Vol.2012:1-10
De Rie M.A., Goedkoop A.Y., Bos J.D., 2004. Overview of Psoriasis. DermatolTher; 17: 341-
349.
Djuanda, Adhi. 1993. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran UI: Jakarta.
Djuanda, A. 2007. Dermatosis Eritroskuamosa dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin ed.5. Penerbit FK U
Jakarta
Doengoes, E, Marilynn. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC: Jakarta
Dvaroka V, and Markham T. 2013. Psoriasis: current treatment option and recent advances. Drug
Review; 4:13-18
El-Darouti M and Hay RA. 2010. Psoriasis: Higlights on Pathogenesis, Adjuvant Therapy and
Treatment of Resistant Problematic Case. J Egypt Women Dermatol Soc; 7: 64-70
Feingold FL., Shigenaga JK., Kazemi MR., McDonald CM., Patzek SM., Cross AS.and
Grunfeld B. 2012. Mechanisms of triglyceride accumulation in activated macrophages.J Leukoc
Biol; 92(4):829-39
Gaspari AA. 2006. Innate and Adaptive Immunity and the Patophysiology of Psoriasis. J. Am
Acad Dermatol; 53: 94-100.
Gudjonsson J. dan Elder J. 2012. Psoriasis Vulgaris. In: Wolff K., Goldsmith L., Katz S.,
Gilchrest B., Paller A., Leffell D. editors Fitzpatricks Dermatology in General Medicine8th ed.
New York: McGraw-Hill: 169193.
Gudjonsson JE. and Thorarinsson AM., 2003. Streptococcal Throat Infections and Excerbation of
Chronic Plaque Psoriasis: a prospective study. Br. J of Derm; 149:530-4.
Herdman, T. heather, 2012, Diagnosis Keperawtan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014/ editor T.Heathe
Herdman; alih bahasa, Made Sumarwati, dan Nike Budi Subekti. EGC. Jakarta
Huerta C., Rivero E. and Luis AG. 2007. Incidence and Risk Factors for Psoriasis in the General
Population. Arc Dermatol;143(12):1559-1565.
Jacoeb, Tjut Nurul Alam. Jurnal Psoriasis dan Keterlibatan Organ Lain.Jakarta
Jenifer P, Kwalak. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. EGC: Jakarta.
Joshi R. 2004. Immunopathogenesis of Psoriasis. Indian J Dematol Venereol Leprol; 70(1): 10-2
Joyce L. Kee, Evelyn R. Hayes. 1996. Farmakologi : Pendekatan proses keperawatan, E, Alih
Bahasa Peter Anugerah. Jakarta: EGC
Krueger G. and Ellis CN. 2005. Psoriasis Recent Advances in Understanding its Pathogenesis and
Treatment. J. Am Acad Dermatol; 53: 94-100.
Nestle FO., Kaplan DH. and Barker J. 2009. Mechanisme of Disease Psoriasis. N Engl J
Med;361(5): 496-509.
Nickoloff BJ. and Nestle FO. 2004. Recent insights into the immunopathogenesis ofpsoriasis
provide new therapeutic opportunities. The Journal of Clinical Investigation:113(12): 1664-1675
Numerof RP. and Asadullah K. 2006. Cytokine and Anti Cytokine Therapies for Psoriasis and
Atopic Dermatitis. Bio drugs; 20: 93-103.
Perez RP., Cabaleiro T., Dauden E and Santos FA. 2013. Gene polymorphisms that can predict
response to anti-TNF therapy in patients with psoriasis and related autoimmune diseases. The
Pharmacogenomics Journal; 13: 297 305
Savoiu G., Noveanu L., Miladenecu OL., Gorun C.,Dragan S., Mirica S., Mladinecu CF. and
Mihalas G. 2008. The Antioxidant Factor Reduce the Impairment of Endothelial-Dependent
Vasodilatation in Isolated Human Arteries Preincubated with Triglyceride-Rich Lipoproteins.
Romanian J Biophys; 18(20): 171-177.
Schon MP. and Boehncke WH. 2005. Psoriasis N. Eng. J. Med; 352(18): 18991909.
Sinaga, Dameria. 2013. Pengaruh Stress Psikologi Terhadap Pasien Psoriasis. Fakultas
kedokteran UI: Jakarta
Smeltzer, Suzanne. 2002. Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8 Volume 3. EGC: Jakarta.
Verghese B.,Bhatnagar S., Tanwar R. and Bhattacharjee J. 2011. Serum Cytikene Profile in
Psoriasis A Case-Control Study in a Tertiary Care Hospital from Northern India. Ind J Clin
Biochem; 26(4): 373-77
Wang YI., Schulze J., Raymond N., Tomita T, Tam K., Simon SI. and Passerini GA. 2011.
Endothelial inflammation correlates with subject triglycerides and waist sizeafter a high-fat meal.
Am J Physiol Heart Circ;300: 784-791.
Ziouzenkova O., Perrey S., AsatryanL., Hwang L., MacNaul KL., Moller DE.,Rader DJ.,
Sevanian A., Zechner R., HoeerG., and PlutzkyP.2003. Lipolysis of triglyceride-rich
lipoproteins generatesPPAR ligands: Evidence for an antiinflammatoryrole for lipoprotein lipase.
PNAS; 100(5): 2730-2735
http://eprints.undip.ac.id
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37071/4/Chapter%20II.pdf
journal.unair.ac.id
http://www.academia.edu/7285514/PSORIASIS
http://www.docstoc.com/docs/124085418/Intergumen---Psoriasis
Patofisiologi Psoriasis
LAMPIRAN 2
1. Pengkajian
Identitas Pasien
Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Adanya rasa gatal yang tak tertahankan yang kambuh sejak 2 minggu yang lalu.
f. Pola nutrisi
-
g. Pola eliminasi
-
h. Pola persepsi dan kognitif
Klien merasa gatalnya menyebar saat terpapar sinar matahari dan kurang tidur
i. Pola aktivitas
-
j. Pola tidur dan istirahat
Klien mengalami masalah kurang tidur
k. Pola persepsidiri dan konsepdiri
-
l. Pola peran dan hubungan
Klien merasa sedih karena teman dan keluarganya menjauhinya karena takut tertular
Pemeriksaan fisik
a. Kesadaran : Composmetis
b. Tekanan darah: 110/70 mmHg
c. Nadi :-
d. Pernafasan : 24 x/ menit
e. Suhu tubuh : 38,7 C
f. Kulit : Terdapat lesi distribusi generalisata berupa makula eritema,
makula hiperpigmentasi, plak eritema, papula eritema, dan pustula yang disertai
skuama.
g. Kepala : Kulit kepala kotor karena terpadat ketombe dan rambut yang
kotor.
h. Mata :Isokor, reflek pupil simetris, diameter pupil 4 mm, konjungtiva
tidak anemis, sclera tidak ikteric, tidak adaptosis, koordinasi gerak mata simetris dan
mampu mengikuti pergerakan benda secara terbatas dalam 6 titik sudut pandang yang
berbeda.(normal)
i. Hidung :Simetris, bersih, tidak ada polip hidung, cuping hidung tidak ada.(normal)
j. Telinga :Simetris, bersih, tidak ada tanda peradangan ditelinga/ mastoid. Cerumen
tidak ada, dan reflek suara baik. ( normal)
k. Mulut: Bibir tidak cyanosis, mukosa bibir lembab, lidah bersih, tidak ada pembesaran
tonsil, tidak ada stomatitis dan gigi masih genap.(normal)
l. Leher: Simetris, tidak terdapat pembesaran kelenjar thyroid (normal)
m. Dada :
1) Jantung
a) Inspeksi : Simetris, statis, dinamis (normal)
b) Palpasi : teraba normal (normal)
c) Perkusi : Konfigurasi jantung dalam batas normal (normal)
d) Auskultasi : normal
2) Paru paru
a) Inspeksi : Simetris, statis, dinamis (normal)
b) Palpasi : Sterm fremitus kanan = kiri (normal)
c) Perkusi : Sonor seluruh lapang paru (normal)
d) Auskultasi : Suara dasar vesikuler, suara tambahan ( - ) (normal)
n. Perut :
1) Inspeksi : Datar (normal)
2) Palpasi : Supel, tidak ada massa (normal)
3) Perkusi : timpani (normal)
4) Auskultasi : bising usus ( + ) (normal)
Pemeriksaan Penunjang :
Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan tungau dewasa dan padapemeriksaan gram
ditemukan bakteri gram positif.
Analisa Data
N Data yang Etiologi Masalah
o menyimpang keperawatan
1. Gangguan rasa
DO :- Stress
nyaman : Gatal
DS :
1. Klien Meningkatnya hormon
mengeluh norephinefrin
merasakan
Menstimulasi peningkatan
gatal yang tak
produksi IL-12
tertahankan
yang kambuh Merangsang sel Th 1 melalui
sejak 2 reseptor adrenergik
minggu yang memproduksi IFN
lalu
Meningkatkan EGF
2. Gatal sudah
( Epidermis Grow Faktor) dan
dirasakan
NGF ( Neural Grow Faktor)
sejak 2 bulan
yang lalu Meningkatnya pembelahan sel
3. Gatal
kulit di stratum basalis
dirasakan
Bergerak menuju lapisan
berlebih
stratum korneum
ketika pasien
diputuskan Terjadi penumpukan sel2 kulit
pacar, kurang yang belum matang
tidur, dan
Menigkatkan proliferasi
terpapar sinar
keratin
matahari
4. Gatal yang Skuama Terpapar sinar
dirasakan matahari
Inflamasi pada lapisan
menyebar
keratinosit
keseluruh
tubuh kecuali Mengeluarkan ACh
wajah dan
Merangsangsang serabut saraf
tangan
tipe C
Gatal
2.
DO : Stress Gangguan
1. Terdapat
integritas kulit
Meningkatnya hormon
distribusi lesi
norephinefrin
generalisata
berbentuk Menstimulasi peningkatan
bulat dengan produksi IL-12
tegas dan
Merangsang sel Th 1 melalui
timbul ukuran
reseptor adrenergik
paling besar
memproduksi IFN
2x2 cm.
2. Lesi berupa Meningkatkan EGF
makula ( Epidermis Grow Faktor) dan
eritema, NGF ( Neural Grow Faktor)
makula
Meningkatnya pembelahan sel
hiperpigmenta
kulit di stratum basalis
si, plak
Bergerak menuju lapisan
eritema,
stratum korneum
papula
eritema, Terjadi penumpukan sel2 kulit
hingga pustula yang belum matang
disertai
Menigkatkan proliferasi
skuama.
keratin
DS :-
Skuama Terpapar sinar
matahari
Inflamasi pada lapisan
keratinosit
Mengeluarkan ACh
Digaruk
Eritema Pustula
Lesi
3. Gangguan citra
DO : Stress
tubuh
1. Sejak 2 bulan
Meningkatnya hormon
yang lalu
norephinefrin
timbul kulit
bersisik Menstimulasi peningkatan
sebesar uang produksi IL-12
koin 500san
Merangsang sel Th 1 melalui
di lututnya
reseptor adrenergik
DS :
memproduksi IFN
Meningkatkan EGF
( Epidermis Grow Faktor) dan
NGF ( Neural Grow Faktor)
Skuama
4. Anxieties
DO : Stress
1. T = 38,7 0 C
2. RR = 24 Meningkatnya hormon
x/menit norephinefrin
DS :
1. Klien merasa Menstimulasi peningkatan
sedih karena produksi IL-12
teman dan
Merangsang sel Th 1 melalui
keluarganya
reseptor adrenergik
menjauhinya
memproduksi IFN
karena takut
Meningkatkan EGF
tertular
( Epidermis Grow Faktor) dan
NGF ( Neural Grow Faktor)
Menigkatkan proliferasi
keratin
Mengeluarkan ACh
Gatal
Gangguan tidur
5. Gangguan Koping
DO :-
keluarga
DS : Stress
1. Keluarga dan
Meningkatnya hormon
teman klien
norephinefrin
menjauhinya
karena takut Menstimulasi peningkatan
tertular. produksi IL-12
Meningkatkan EGF
( Epidermis Grow Faktor) dan
NGF ( Neural Grow Faktor)
Mengeluarkan ACh
Gatal
Digaruk
Eritema Pustula
Resiko menular
Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman b.d gejala terkait penyakit ditandai dengan adanya gatal, ansietas,
klien tampak gelisah, lesi.
2. Gangguan integritas kulit b.d adanya lesi dan reaksi inflamasi.
3. Gangguan citra tubuh yang b.d perubahan struktur kulit ditandai dengan sisik pada kulit
4. Anxieties yang berhubungan dengan perubahan status kesehatan ditandai dengan klien
gelisah, ketakutan, gangguan tidur, sering berkeringat.
5. Gangguan koping keluarga b.d kurangnya informasi mengenai penyakit.
Intervensi Keperawatan
3. Klien
membutuhkan
3. Berikan kesempatan pengalaman
pada klien untuk didengarkan dan
mengungkapkan dipahami dalam
perasaan tentang proses peningkatan
perubahan citra tubuh kepercayaan diri
4. Kesan seseorang
terhadap dirinya
4. Bantu klien dalam
sangat berpengaruh
mengembangkan
dalam
kemampuan untuk
pengembalian
menilai diri dan
kepercayaan diri
mengenali serta
mengatasi masalah
5. Pendekatan dan
saran yang positif
5. Mendukung upaya
dapat membantu
klien untuk
menguatkan usaha
memperbaiki citra diri,
dan kepercayaan
mendorong sosialisasi
yang dilakukan
dengan orang lain dan
membantu klien ke
arah penerimaan diri
4. Anxieties yang Setelah dilakukan 1. Monitor TTV klien 1. Agar perubahan
berhubungan dengan tindakan TTV klien dapat
2. Berikan waktu pasien
perubahan status Keperawatan terpantau
untuk mengungkapkan
2. Agar pasien merasa
kesehatan ditandai diharapkan ansietas
masalahnya dan
diterima
dengan klien gelisah, dapat
dorongan ekspresi yang 3. Ketidaktahuan dan
ketakutan, gangguan diminimalkan
bebas, misalnya rasa kurangnya
tidur, sering sampai dengan
marah, takut,dan ragu pemahaman dapat
berkeringat. diatasi, dengan
menyebabkan
kriteria hasil :
3. Jelaskan semua timbulnya ansietas
1. klien tampak 4. Mengurangi
prosedur dan
tenang kecemasan pasien
pengobatan
2. klien menerima
tentang
penyakitnya
3. Gangguan tidur
hilang
4. pola berkemih
normal
4. Diskusikan perilaku
koping alternatif dan
tehnik pemecahan
masalah