Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Istishna merupakan salah satu akad muamalat yang digunakan dalam
produk perbankan syariah yang termasuk pada produk penyaluran atau
pembiayan dana bank syariah dengan prinsip jual beli. Mekanisme operasi
istishna pada bank syariah dilakukan sesuai dengan aturan syariah yang
ada. Dalam perhitungan dan pengukuran transaksi istishna, bank syariah
selaku salah satu lembaga keuangan menggunakan akuntansi yang juga
sesuai dengan ketentuan syariah.
Akuntansi syariah memudahkan bank syariah untuk mencatat berbagai
transaksi yang dilakukan sehingga laporan keuangan yang disajikan dapat
memberikan informasi yang akurat dan relevan. Tidak terkecuali terhadap
akad istishna dalam salah satu produk bank syariah.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa yang dimaksud dengan istishna tersebut?
b. Apa sumber hukum dan bagaimana ketentuan istishna?
c. Bagaimana pengakuan dan pengukuran akuntansi istishna?
d. Bagaimana ilustrasi akuntansi istishna?

C. Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian istishna;
b. Untuk mengetahui sumber hukum dan ketentuan istishna;
c. Untuk mengetahui pengakuan dan pengukuran akuntansi istishna;
d. Untuk mengetahui ilustrasi akuntansi istishna.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Istishna


Istishna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan
barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati
antara pemesan (pembeli/mustahni) dan penjual (pembuat/shani). Shani
akan menyiapkan barang yang dipesan, sesuai dengan spesifikasi yang telah
disepakati di mana ia dapat menyiapkan sendiri atau melalui pihak lain
(istishna paralel).
Dalam istishna paralel, penjual membuat akad istishna kedua dengan
subkontrak untuk membantunya memenuhi kewajiban akad isthisna
pertama (antara penjual dan pemesan). Pihak yang bertanggung jawab pada
pemesan tetap terletak pada penjual dan tidak dapat dialihkan pada
subkontrak karena akad terjadi antara penjual dan pemesan, buka pemesan
dengan subkontraktor. Sehingga penjual tetap bertanggung jawab atas hasil
kerja subkontraktor.
Pembeli memiliki hak untuk memperoleh jaminan dari penjual atas (a)
jumlah yang telah dibayarkan; dan (b) penyerahan barang pesanan sesuai
dengan spesifikasi dan tepat waktu. dalam akad, spesifikasi aset yang
dipesan harus jelas, bila produk yang dipesan adalah rumah, maka luas
bangunan, model rumah dan spesifikasi harus jelas, misalnya menggunakan
bata merah, kayu jati, lantai keramik merk Romawi ukuran 40 x 40,
toileteries merk TOTO dan lain sebagainya. Dengan spesifikasi yang rinci,
diharapkan persengketaan dapat dihindari.
Harga pun harus disepakati berikut cara pembayarannya, apakah
pembayarannya 100% dibayarkan di muka, melalui cicilan, atau
ditangguhkan sampai waktu tertentu. Begitu harga disepakati, maka selama
masa akad harga tidak dapat berubah walaupun biaya produksi meningkat,
sehingga penjual harus memperhitungkan hal ini. Perubahan harga hanya
dimungkinkan apabila spesifikasi atas barang yang dipesan berubah.
Begitu akad disepakati maka akan mengikat para pihak yang
bersepakat dan pada dasarnya tidak dapat dibatalkan, kecuali:
1. Kedua belah pihak setuju untuk menghentikannya; atau
2. Akad batal demi hukum karena timbul kondisi hukum yang dapat
menghalangi pelaksanaan atau penyelesaian akad.
Akad berakhir apabila kewajiban pihak telah terpenuhi atau kedua belah
pihak bersepakat untuk menghentikan akad. Jika perusahaan mengerjakan
untuk memproduksi barang yang dipesan dengan bahan baku dari
perusahaan, maka kontrak/akad istishna muncul agar akad istishna menjadi
sah, harga harus ditetapkan di awal sesuai kesepakatan bersama. Dalam
akad istishna, pembayaran dapat di muka, dicicil sampai selesai, atau di
belakang serta istishna biasanya diaplikasikan untuk industri dan barang
manufaktur.
Istishna mirip dengan salam. Namun, ada beberapa perbedaan di
antara keduanya, antara lain:
a. Objek istishna selalu barang yang harus diproduksi, sedangkan objek salam
bisa diproduksi lebih dahulu maupun tidak diproduksi lebih dahulu.
b. Harga dalam akad salam harus dibayar penuh di muka, sedangkan harga
dalam akad istishna tidak harus dibayar penuh di muka, melainkan dapat
juga dicicil atau dibayar di belakang.
c. Akad salam efektif tidak dapat diputuskan secara sepihak, sementara dalam
istishna, akad dapat diputuskan sebelum perusahaan mulai memproduksi.
d. Waktu penyerahan tertentu merupakan bagian penting dari akad salam,
namun dalam akad istishna tidak merupakan keharusan.
Meskipun waktu penyerahan tidak harus ditentukan dalam akad
istishna, pembeli dapat menetapkan waktu penyerahan maksimum yang
berarti bahwa jika perusahaan terlambat memenuhinya, pembeli tidak
terikat untuk menerima barang dan membayar harganya. Namun demikian,
harga dalam istishna dapat dikaitkan dengan waktu penyerahan. Jadi, boleh
disepakati bahwa apabila terjadi keterlambatan penyerahan, harga dapat
dipotong sejumlah tertentu per hari keterlambatan.
Dalam aplikasinya, bank syariah melakukan istishna paralel, yaitu bank
(sebagai penerima pesanan/shani) menerima pesanan barang dari nasabah
(pemesan/mustashni), kemudian bank (sebagai pemesan) memesan
permintaan barang nasabah kepada produsen penjual (shani) dengan
pembayaran di muka, cicil, atau di belakang dengan jangka waktu
penyerahaan yang disepakati bersama. Hal ini dapat dipahami karena
pertama, kegiatan istishna oleh bank syariah merupakan akibat dari adanya
permintaan barang tertentu oleh nasabah, dan kedua bank syariah bukanlah
produsen dari barang yang dimaksud.

2.2 Sumber Hukum dan Ketentuan Istishna


Sumber hukum akad istishna adalah sebagai berikut:
Amr bin Auf berkata: Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin
kecuali perdamaian yang menharamkan yang halal dan menghalalkan yang
haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali
syarat yang mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram. (HR.
Tirmidzi)
Abu Said al-Khudri berkata: Tidak boleh membahayakan diri sendiri
maupun orang lain. (HR. Ibnu Majah, Daruquthni, dan yang lain).
Masyarakat telah mempraktikkan istishna secara luas dan terus
menerus tanpa ada keberatan sama sekali. Hal demikian menjadikan
istishna sebagai kasus ijma atau konsensus umum. istishna saha sesuai
dengan aturan umum mengenai kebolehan kontrak selama tidak
bertentangan dengan nash atau aturan syariah. Segala sesuatu yang
memiliki kemaslahatan atau kemanfaatan bagi umum serta tidak dilarang
syariah, boleh dilakukan. Tidak ada persoalan apakah hal tersebut telah
dipraktikkan secara umum atau tidak.
Adapun rukun istishna ada tiga, yaitu:
1. Pelaku terdiri atas pemesan (pembeli/mustashni) dan penjual
(pembuat/shani).
2. Objek akad berupa barang yang akan diserahkan dan modal istishna yang
berbentuk harga.
3. Ijab kabul/serah terima.
Ketentuan syariah mengenai rukun tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pelaku, harus cakap hukum dan baligh.
2. Objek akad:
a. Ketentuan tentang pembayaran
- Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang,
atau manfaat, demikian juga dengan cara pembayarannya.
- Harga yang telah ditetapkan dalam akad tidak boleh berubah. Akan tetapi
apabila setelah akan ditandatangani pembeli mengubah spesifikasi dalam
akad maka penambahan biaya akibat perubahan ini menjadi tanggung jawab
pembeli.
- Pembayaran dilakukan sesuai kesepakatan.
- Pembayaran tidak boleh berupa pembebasan utang.

b. Ketentuan tentang barang


- Barang pesanan harus memenuhi kriteria: (a) memerlukan proses
pembuatan setelah akad disepakati, (b) sesuai dengan spesifikasi pemesan
(costumized), bukan produk massal; dan (c) harus diketahui karakteristiknya
secara umum yang meliputi jenis, spesifikasi teknis, kualitas, dan
kuantitasnya sehingga tidak ada lagi jahalah dan perselisihan dapat
dihindari.
- Barang pesanan diserahkan kemudian.
- Waktu dan penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
- Barang pesanan yang belum diterima tidak boleh dijual.
- Dalam hal terdapat kecacatan atau barang tidak sesuai dengan
kesepakatan, pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk melanjutkan
atau membatalkan akad.
- Dalam hal pesanan sudah dikerjakan sesuai dengan kesepakatan, hukumnya
mengikat, tidak boleh dibatalkan sehingga penjual tidak dirugikan karena ia
telah menjalankan kewajibannya sesuai kesepakatan.
3. Ijab kabul
Adalah pernyataan dan ekspresi saling ridha/rela di antara pihak-pihak
pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi
atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.
Berakhirnya akad istihsna dapat berdasarkan kondisi-kondisi berikut:
1. Dipenuhinya kewajiban secara normal oleh kedua belah pihak;
2. Persetujuan bersama kedua belah pihak untuk menghentikan kontrak;
3. Pembatalan hukum kontrak. Hal ini jika muncul sebab yang masuk akal
untuk mencegah dilaksanakannya kontrak atau penyelesaiannya, dan
masing-masing pihak bisa menuntut pembatalannya.
Ketentuan umum yang berlaku pada dunia perbankan syariah untuk
akad istishna adalah sebagai berikut:
a. Spesifikasi barang pesanan harus jelas, seperti jenis, macam, ukuran, dan
jumlah.
b. Harga jual telah disepakati tercantum dalam akad istishna dan tidak boleh
berubah selama berlakunya akad.
c. Jika terjadi perubahan dari kriteria pesanan asal dan terjadi perubahan
harga setelah akad ditandatangani, maka seluruh biaya tambahan
ditanggung oleh nasabah.

2.3 Pengakuan dan Pengukuran Akuntansi Istishna


Bank Syariah sebagai Penjual
Beberapa transaksi yang melibatkan bank syariah sebagai pihak penjual
dalam akad istishna berdasarkan PSAK 104 meliputi: transaksi praakad,
transaksi pada saat disepakati. Hal-hal yang perlu dijelaskan lebih lanjut
adalah sebagai berikut:
Pengakuan dan pengukuran
Pengakuan dan pengukuran biaya pra akad
Biaya perolehan aset istishna' terdiri dari biaya langsung dan biaya tidak
langsung. Biaya langsung (direct cost) merupakan biaya yang secara
langsung berhubungan dengan produksi barang pesanan, contohnya biaya
bahan baku dan biaya tenaga kerja. Adapun biaya tidak langsung (indirect
cost) merupakan biaya yang tidak dapat diidentifikasikan kepada produk
secara langsung, contohnya biaya overhead pabrik (biaya bahan pembantu,
biaya tenaga kerja tidak langsung, biaya akad, dan biaya praakad).
Berdasarkan PSAK 104, dijelaskan bahwa biaya perolehan isthisna' paralel
meliputi:
a. Biaya perolehan barang pesanan sebesar tagihan produsen atau kontraktor
kepada bank syariah.
b. Biaya tidak langsung, biaya overhead pabrik termasuk biaya praakad dan
biaya akad.
c. Semua biaya akibat produsen atau kontraktor tidak dapat memenuhi
kewajibannya, jika ada.
Dalam PSAK 104, disebutkan bahwa biaya praakad diakui sebagai beban
tangguhan atau biaya yang ditangguhkan (deffered expense) dan dapat
diperhitungkan sebagai biaya istishna' apabila akad disepakati.
Pengakuan dan pengukuran biaya istishna'
Pada saat penandatanganan akad antara pihak bank syariah dengan
nasabah, tidak ada jurnal tambahan yang harus dibuat oleh bank syariah.
Namun demikian, biaya praakad yang telah dikeluarkan sebelumnya dan
telah dicatat sebagai beban Yang ditangguhkan, maka dapat diakui sebagai
biaya istishna'. Jurnal diperlukan untuk mengubah dari rekening biaya yang
ditangguhkan menjadi biaya istishna' yang telah direalisasi.
Pengakuan dan Pengukuran Utang Istishna'-Istishna' Paralel
Berdasarkan PSAK 104, disebutkan bahwa pembeli dapat mengakui aset
istishna' sebesar jumlah termin yang ditagih oleh penjual (pembuat barang)
dan sekaligus mengakui utang istishna' kepada pembuat barang tersebut
(subkontraktor).

Pengakuan dan Pengukuran Pendapatan Istishna'


Pendapatan istishna' diakui dengan menggunakan metode kontrak
selesai atau metode persentase penyelesaian. Akad dianggap selesai apabila
proses pembuatan barang pesanan selesai dan diserahkan kepada pembeli.
Berdasarkan PSAK 104, dijelaskan bahwa dalam metode persentase
penyelesaian berlaku hal-hal sebagai berikut:
1. Bagian nilai akad yang sebanding dengan pekerjaan yang telah diselesaikan
dalam periode tersebut, diakui sebagai pendapatan istishna' pada periode
yang bersangkutan.
2. Bagian margin keuntungan istishna' yang diakui selama periode pelaporan
ditambahkan kepada aset istishna' dalam penyelesaian.
3. Pada akhir periode harga pokok istishna' yang diakui sebesar biaya istishna'
yang telah dikeluarkan sampai dengan periode tersebut.
Jika menggunakan metode persentase penyelesaian dan proses
pelunasan dilakukan dalam periode lebih dari satu tahun setelah penyerahan
barang pesanan, maka pengakuan pendapatan dibagi menjadi 2 bagian
yaitu:
a. Margin keuntungan pembuatan barang pesanan yang dihitung apabila
istishna' dilakukan secara tunai, diakui sesuai persentase penyelesaian.
b. Selisih antara nilai akad dan nilai tunai pada saat penyerahan diakui selama
periode pelunasan secara proporsional sesuai dengan jumlah pembayaran.
Meskipun istishna' dilakukan dengan pembayaran tangguh, penjual (bank
syariah) harus menentukan nilai tunai istishna' pada saat penyerahan barang
pesanan sebagai dasar untuk mengakui margin keuntungan terkait dengan
proses pembuatan barang pesanan. Barikut akan dibuatkan hubungan
antara biaya perolehan, nilai tunai, dan nilai akad.
Nilai tunai = biaya perolehan + margin keuntungan
Selisih lebih nilai akad di atas nilai tunai = nilai akad - nilai tunai.
Penjelasan masing-masing nilai adalah:
1. Nilai akad adalah harga yang disepakati antara penjual dan pembeli akhir.
2. Nilai tunai adalah nilai yang ditentukan pada saat penyerahan barang
pesanan.
3. Selisih lebih nilai akad diatas nilai tukar diakui selama periode pelunasan
secara proporsional sesuai dengan jumlah pembayaran.

Pengakuan dan Pengukuran Piutang Istishna'


1. Berdasarkan PSAK 104, disebutkan bahwa piutang istishna' diakui sebesar
tagihan setiap termin kepada pembeli. Oleh karena istishna' yang dilakukan
adalah istishna' paralel, maka termin yang ada dibedakan antara termin
bank pembuat barang dengan termin bank pembeli.
2. Setelah menerima tagihan, pembeli akan melakukan pelunasan utang
istishna' nya kepada bank syariah. Pada saat menerima pembayaran, bank
syariah akan menutup rekening piutang istishna' dan termin istishna'.
Penyajian dan Pengungkapan
Penyajian rekening-rekening yang terkait dengan istishna' dan istishna'
paralel diatur dalam PSAK 104 yang meliputi:
1. Piutang istishna' timbul karena pemberian modal usaha istishna' oleh bank
syariah. Piutang istishna' disajikan sebesar jumlah yang belum dilunasi oleh
pembeli akhir.
2. Termin istishna' yang berasal dari transaksi istishna' sebesar jumlah tagihan
termin penjual kepada pembeli akhir.
3. Piutang yang muncul karena penjual tidak dapat memenuhi kewajibannya
dalam transaksi istishna' disajikan secara terpisah dengan piutang istishna'.
4. Utang istishna', timbul karena bank syariah menjadi penjual barang istishna'
yang dipesan oleh nasabah pembeli.
Berikut ini adalah hal-hal yang perlu diungkapkan dalam catatan atas
laporan keuangan tentang transaksi istishna' dan istishna' paralel:
1. Metode akuntansi yang digunakan dalam pengukuran pendapatan kontrak
istishna'.
2. Metode yang digunakan dalam penentuan pengukuran pendapatan kontrak
istishna'.
3. Rincian piutang istishna' dan utang istishna' berdasarkan jumlah, jangka
waktu, jenis valuta, kualitas piutang, dan penyisihan kerugian piutang
istishna'.
4. Piutang istishna' dan utang istishna' kepada penjual (pemasok) yang
memiliki hubungan istimewa.
5. Besarnya modal usaha istishna', baik yang dibiayai sendiri oleh bank
maupun yang dibiayai secara bersama-sama dengan bank atau pihak lain.
6. Jenis dan kuantitas barang pesanan.
7. Pengungkapan yang diperlukan sesuai dengan PSAK 101 tentang penyajian
laporan keuangan syariah.

Bank Syariah sebagai Pembeli


a. Bank syariah mengakui aset istishna dalam penyelesaian sebesar jumlah
termin yang ditagih oleh penjual dan sekaligus mengakui hutang istishna
kepada penjual.
b. Aset istishna yang diperoleh melalui transaksi istishna dengan pembayaran
tangguh lebih dari satu tahun diakui sebesar biaya perolehan tunai. Selisih
antara harga beli yang disepakati dalam akad istishna tangguh dan biaya
perolehan tunai diakui sebagai beban istishna tangguhan.
c. Beban istishna tangguhan diamortisasikan secara proporsional sesuai
dengan porsi pelunasan hutang istishna.
d. Jika barang pesanan terlambat diserahkan karena kelalaian atau kesalahan
penjual dan mengakibatkan kerugian bank syariah, kerugian tersebut
dikurangkan garansi penyelesaian proyek yang telah diserahkan penjual. Jika
kerugian tersebut melebihi garansi penyelesaian proyek, selisihnya akan
diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada penjual dan jika diperlukan
dibentuk penyisihan kerugian piutang.
e. Jika bank syariah menolak menerima barang pesanan karena tidak sesuai
dengan spesifikasi dan tidak memperoleh kembali seluruh jumlah uang yang
telah dibayarkan kepada penjual, jumlah yang belum diperoleh kembali
diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada penjual dan jika diperlukan
dibentuk penyisihan kerugian piutang.
f. Jika bank syariah menerima barang pesanan yang tidak sesuai dengan
spesifikasi, barang pesanan tersebut diukur dengan nilai yang lebih rendah
antara nilai wajar dan biaya perolehan. Selisih yang terjadi diakui sebagai
kerugian pada periode berjalan.
g. Dalam istishna paralel, jika bank syariah menolak menerima barang
pesanan karena tidak sesuai dengan spesifikasi, barang pesanan diukur
dengan nilai yang lebih rendah antara nilai wajar dan harga pokok istishna.
Selisih yang terjadi diakui sebagai kerugian pada periode berjalan.

2.4 Ilustrasi Akuntansi Istishna


Pembayaran oleh pemesan dilakukan pada saat penyerahan barang.
PT. Usman Jaya membutuhkan rumah tipe 70/150 dengan spesifikasi
khusus untuk kantor. Harga rumah Rp 20 juta, dama yang dibayarkan PT.
Usman Jaya untuk uang muka adalah Rp 50 juta. Perusahaan mengajukan
pembiayaan kepada Bank Syariah. Setelah akad ditandatangani antara PT.
Usman Jaya dan Bank Syariah dengan nilai akad Rp 200 juta,-, bank syariah
memesan kepada pengembang dan pengembang akan menyelesaikan
pesanannya selama 9 bulan. Bank membayar biaya pra akad sebesar Rp
1.000.000,00 dan akad ditandatangani antara bank dan PT. Usman Jaya pada
1 Juli 2002. PT. Usman Jaya menyerahlan uang muka sebesar Rp
50.000.000,00. Di samping itu, bank juga menandatangani akad
pembelian/pesanan kepada pengembang pada 1 Juli 2002, dengan harga beli
Rp 170.000.000,00. Berikut ini data dan tagihan yang dilakukan oleh
pengembang sampai dengan selesai per 1 Maret 2003:
2 Juli 2002 : bank membayar uang muka kepada pengembang Rp
50.000.000,00
1 Agustus 2002 : pengembang menagih untuk pembangunan aktiva
istishna Rp 30.000.000,00
1 November 2002 : pengembang menagih untuk pembangunan aktiva
istishna Rp 50.000.000,00
1 Februari 2003 : pengembang menagih untuk pembangunan aktiva
istishna Rp 40.000.000,00
1 Maret 2003 :pengembang menyerahkan aktiva istishna yang telah
selesai kepada bank syariah.
1 Maret 2003 : bank syariah menyerahkan aktiva istishna kepada
Tuan Usman. Tuan Usman mengangsur pembayaran rumah tersebut selama
2 tahun.
Bank syariah mengenakan keuntungan istishna 10% dari pembiayaan,
dan membebankan stabilizer daya beli 2 x 5% = 10% selama 2 tahun.
Diminta:
Buatlah perhitungan untuk pengakuan, pengukuran, dan penyajian untuk
transaksi istishna paralel tersebut:
a. Bila menggunakan persen penyelesaian untuk pengakuan pendapatannya.
b. Bila menggunakan kontrak selesai untuk pengakuan pendapatannya.
Jawab:
Perhitungan:
a. Pemesan akan melunasi rumah pesanannya pada saat rumah selesai
dibangun dan diserahkan bank syariah kepada PT. Usman Jaya dengan harga
kontrak Rp 200 juta. Harga pokok rumah adalah Rp 170 juta. Jadi laba bank
syariah adalah Rp 200 juta Rp 170 juta = Rp 30 juta.
Berikut ini jurnal yang dibuat oleh Bank Syariah
1. Pada saat bank syariah menerima uang muka dari PT. Usman Jaya pada 1
Juli 2002
Kas Rp -
50.000.000,00
Uang muka istishna - Rp
50.000.000,00

2. Pada saat bank syariah mencatat biaya pra akad Rp 1.000.000,00


Beban pra akad yang Rp -
ditangguh-kan 1.000.000,00
Kas - Rp
1.000.000,00

3. Pada saat ada kepastian akad istishna dengan nasabah PT. Usman Jaya
bank mencatat:
Aktiva istishna dalam Rp -
penyele-saian 1.000.000,00
Beban pra akad yang - Rp
ditang-guhkan 1.000.000,00

4. Pada saat bank menerima tagihan dari pengembang dan membayarnya:


Tanggal 1 Agustus 2002 sebesar Rp 30.000.000,00
Aktiva istishna dalam Rp -
penye-lesaian 30.000.000,00
Hutang istishna - Rp
30.000.000,00

Pada saat bank syariah membayar hutang istishna:


Hutang istishna Rp -
30.000.000,00
Kas - Rp
30.000.000,00

Tanggal 1 November 2002 sebesar Rp 50.000.000,00


Aktiva istishna dalam Rp -
penye-lesaian 50.000.000,00
Hutang istishna - Rp
50.000.000,00

Pada saat bank syariah membayar hutang istishna:


Hutang istishna Rp -
50.000.000,00
Kas - Rp
50.000.000,00

Tanggal 1 Februari 2003 sebesar Rp 40.000.000,00


Aktiva istishna dalam Rp -
penye-lesaian 40.000.000,00
Hutang istishna - Rp
40.000.000,00

Pada saat bank syariah membayar hutang istishna


Hutang istishna Rp -
40.000.000,00
Kas - Rp
40.000.000,00

5. Pada saat bank menerima barang pesanan dari pengembang yang sudah
selesai 100%, bank syariah akan membuat jurnal sebagai berikut:
Persediaan barang Rp -
istishna 171.000.000,0
0
Aktiva istishna dalam - Rp
penyelesaian 171.000.000,00
6. Pada saat penyerahan barang istishna dan penagihan bank kepada
nasabah PT. Usman:
Piutang istishna Rp -
150.000.000,0
0
Uang muka istishna Rp -
50.000.000,00
Persediaan barang - Rp
istishna 171.000.000,00
Pendapatan istishna - Rp
29.000.000,00

b. Penyajian akhir tahun


Apabila metode kontrak selesai diterapkan dalam transaksi istishna dan pada
akhir tahun/periode akuntansi, barang istishna belum selesai 100%, maka di
neraca akan dilaporkan Aktiva istishna dalam penyelesaian dan di Laporan
Laba Rugi belum dialami adanya bagian pendapatan istishna pada periode
berjalan. Aktiva istishna dalam penyelesaian dilaporkan di neraca per 31
Desember 2002 adalah sebesar: Rp 1.000.000,00 + Rp 30.000.000,00 + Rp
50.000.000,00 = Rp 81.000.000,00.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari uraian pada bagian pembahasan, dapat disimpulkan bahwa
istishna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang
tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara
pemesan (pembeli/mustahni) dan penjual (pembuat/shani). Terdapat dua
macam akad istishna yaitu istishna dan istishna paralel. Dalam praktiknya
dalam dunia perbankan, bank syariah lebih banyak menggunakan akad
istishna paralel. Karena, pertama, kegiatan istishna oleh bank syariah
merupakan akibat dari adanya permintaan barang tertentu oleh nasabah,
dan kedua bank syariah bukanlah produsen dari barang yang dimaksud.
Seperti halnya akad lain dalam muamalat, istishna juga memiliki rukun
dan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi. Rukun istishna yakni pelaku
terdiri atas pemesan (pembeli/mustashni) dan penjual (pembuat/shani),
objek akad berupa barang yang akan diserahkan dan modal istishna yang
berbentuk harga, dan ijab kabul/serah terima. Ketentuan atau syarat
mengenai rukun tersebut seperti yang telah disebutkan sebelumnya dalam
bagian pembahasan. Lalu, akuntansi syariah yang berlaku terhadap akad
istishna dalam bank sesuai dengan PSAK 104 di mana menunjukkan
ketentuannya pada bank apabila berada pada posisi sebagai penjual dan
pembeli.
Daftar Pustaka

Ascarya. 2007. Akad & Produk Bank Syariah. Jakarta: PT RajaGrafindo


Persada.
Elhas, Nashihul Ibad. 2013. Produk Standar Ekonomi Syariah dalam Kilas Sejarah.
Yogyakarta: Pustaka Ilmu.
Nurhayati, Sri dan Wasilah. 2014. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba
Empat.
Salman, Kautsar Riza. 2012. Akuntansi Perbankan Syariah. Padang: Akademia
Permata.
Suwiknyo, Dwi. 2010. Pengantar Akuntansi Syariah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wiyono, Slamet. 2006. Cara Mudah Memahami Akuntansi Perbankan Syariah.
Jakarta: Grasindo.

Anda mungkin juga menyukai