Anda di halaman 1dari 24

Konjungtivitis

Case Report Session

Konjungtivitis

Oleh:

Yoan Putrasos Arif, S.Ked

Preseptor

DR. dr. Hafni Bachtiar, MPH

KEPANITERAAN KLINIK ROTASI TAHAP II

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

PUSKESMAS ULAK KARANG

PADANG

2010

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Konjungtivitis lebih dikenal sebagai pink eye, yaitu adanya inflamasi pada konjungtiva
atau peradangan pada konjungtiva, selaput bening yang menutupi bagian berwarna putih pada
mata dan permukaan bagian dalam kelopak mata. Konjungtivitis terkadang dapat ditandai
dengan mata berwarna sangat merah dan menyebar begitu cepat dan biasanya menyebabkan
mata rusak. Beberapa jenis Konjungtivitis dapat hilang dengan sendiri, tapi ada juga yang
memerlukan pengobatan.
Konjungtivitis dapat mengenai pada usia bayi maupun dewasa. Konjungtivitis pada bayi
baru lahir, bisa mendapatkan infeksi gonokokus pada konjungtiva dari ibunya ketika melewati
jalan lahir. Karena itu setiap bayi baru lahir mendapatkan tetes mata (biasanya perak nitrat,
povidin iodin) atau salep antibiotik (misalnya eritromisin) untuk membunuh bakteri yang bisa
menyebabkan konjungtivitis gonokokal. Pada usia dewasa bisa mendapatkan konjungtivitis
melalui hubungan seksual (misalnya jika cairan semen yang terinfeksi masuk ke dalam mata).
Biasanya konjungtivitis hanya menyerang satu mata. Dalam waktu 12 sampai 48 jam setelah
infeksi mulai, mata menjadi merah dan nyeri. Jika tidak diobati bisa terbentuk ulkus kornea,
abses, perforasi mata bahkan kebutaan. Untuk mengatasi konjungtivitis gonokokal bisa diberikan
tablet, suntikan maupun tetes mata yang mengandung antibiotik.
Anatomi Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran mukosa tipis yang membatasi permukaan dalam dari
kelopak mata dan melipat ke belakang membungkus permukaan depan dari bola mata, kecuali
bagian jernih di tengah-tengah mata (kornea). Membran ini berisi banyak pembuluh darah dan
berubah merah saat terjadi inflamasi. Konjungtiva terdiri dari tiga bagian:
konjungtiva palpebralis (menutupi permukaan posterior dari palpebra).
konjungtiva bulbaris (menutupi sebagian permukaan anterior bola mata).
forniks (bagian transisi yang membentuk hubungan antara bagian posterior palpebra dan
bola mata).
Meskipun konjungtiva agak tebal, konjungtiva bulbar sangat tipis. Konjungtiva bulbar juga
bersifat dapat digerakkan, mudah melipat ke belakang dan ke depan. Pembuluh darah dengan
mudah dapat dilihat di bawahnya. Di dalam konjungtiva bulbar terdapat sel goblet yang
mensekresi musin, suatu komponen penting lapisan air mata pre-kornea yang memproteksi dan
memberi nutrisi bagi kornea.
Histologi Konjungtiva:

Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder bertingkat,
superficial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas karunkula, dan di dekat
persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel-sel epitel skuamosa.
Sel-sel epitel superficial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus.
Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan air mata secara
merata diseluruh prekornea. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat daripada sel-sel superficial
dan di dekat linbus dapat mengandung pigmen.

Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superficial) dan satu lapisan fibrosa
(profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan dibeberapa tempat dapat
mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak
berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa
konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian
menjadi folikuler. Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada
lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reaksi papiler pada radang konjungtiva. Lapisan
fibrosa tersusun longgar pada bola mata.13

Kelenjar air mata asesori (kelenjar Krause dan wolfring), yang struktur dan fungsinya mirip
kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar kelenjar krause berada di forniks atas,
dan sedikit ada diforniks bawah. Kelenjar wolfring terletak ditepi atas tarsus atas. (Gambar )

Epidemiologi

Konjungtivitis bakteri adalah kondisi umum di kalangan kaum muda dan orang dewasa di
seluruh Amerika Serikat. Menurut Ferri's Clinical Advisor, beberapa bentuk konjungtivitis,
bakteri dan virus, dapat ditemukan pada 1,6 persen menjadi 12 persen dari semua bayi yang baru
lahir di Amerika Serikat. Mata bayi kadang-kadang mungkin bisa terkena beberapa bakteri
selama proses kelahiran. Konjungtivitis bakteri juga dapat mempengaruhi bayi yang hanya
beberapa minggu. Konjungtivitis bakteri dapat terjadi pada semua ras dan jenis kelamin.
Ada kemungkinan morbiditas okular yang signifikan dalam hal kemerahan di mata, okular
pelepasan dan ketidaknyamanan bagi anak-anak yang menderita konjungtivitis bakteri.
Kebanyakan orang Amerika gagal untuk mengenali dan mengobati penyakit ini. Ini serius dapat
menyebabkan meningitis dan sepsis dan dapat mengancam nyawa.

Etiologi
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, seperti :
infeksi oleh virus atau bakteri.
reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang.
iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi udara lainnya; sinar ultraviolet
dari las listrik atau sinar matahari yang dipantulkan oleh salju.
pemakaian lensa kontak, terutama dalam jangka panjang, juga bisa menyebabkan
konjungtivitis.
Kadang konjungtivitis bisa berlangsung selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun.
Konjungtivitis semacam ini bisa disebabkan oleh:
entropion atau ektropion.
kelainan saluran air mata.
kepekaan terhadap bahan kimia.
pemaparan oleh iritan.
infeksi oleh bakteri tertentu (terutama klamidia).
Frekuensi kemunculannya pada anak meningkat bila si kecil mengalami gejala alergi
lainnya seperti demam. Pencetus alergi konjungtivitis meliputi rumput, serbuk bunga, hewan dan
debu.
Substansi lain yang dapat mengiritasi mata dan menyebabkan timbulnya konjungtivitis
yaitu bahan kimia (seperti klorin dan sabun) dan polutan udara (seperti asap dan cairan
fumigasi).
Manifestasi Klinis
1 Tanda
Tanda-tanda konjungtivitis, yakni:
konjungtiva berwarna merah (hiperemi) dan membengkak.
produksi air mata berlebihan (epifora).
kelopak mata bagian atas nampak menggelantung (pseudoptosis) seolah akan menutup
akibat pembengkakan konjungtiva dan peradangan sel-sel konjungtiva bagian atas.
pembesaran pembuluh darah di konjungtiva dan sekitarnya sebagai reaksi nonspesifik
peradangan.
pembengkakan kelenjar (folikel) di konjungtiva dan sekitarnya.
terbentuknya membran oleh proses koagulasi fibrin (komponen protein).
dijumpai sekret dengan berbagai bentuk (kental hingga bernanah).
2 Gejala
Konjungtiva yang mengalami iritasi akan tampak merah dan mengeluarkan kotoran.
Konjungtivitis karena bakteri mengeluarkan kotoran yang kental dan berwarna putih.
Konjungtivitis karena virus atau alergi mengeluarkan kotoran yang jernih. Kelopak mata bisa
membengkak dan sangat gatal, terutama pada konjungtivitis karena alergi.
Gejala lainnya adalah:
mata berair
mata terasa nyeri
mata terasa gatal
pandangan kabur
peka terhadap cahaya
terbentuk keropeng pada kelopak mata ketika bangun pada pagi hari.

Komplikasi

Penyakit radang mata yang tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan kerusakan pada
mata/gangguan pada mata dan menimbulkan komplikasi. Beberapa komplikasi dari
konjungtivitis yang tidak tertangani diantaranya:

glaukoma

katarak

ablasi retina

komplikasi pada konjungtivitis kataral teronik merupakan segala penyulit dari blefaritis
seperti ekstropin, trikiasis
komplikasi pada konjungtivitis purulenta seringnya berupa ulkus kornea

komplikasi pada konjungtivitis membranasea dan pseudomembranasea adalah bila sembuh


akan meninggalkan jaringan perut yang tebal di kornea yang dapat mengganggu
penglihatan, lama- kelamaan orang bisa menjadi buta

komplikasi konjungtivitis vernal adalah pembentukan jaringan sikratik dapat mengganggu


penglihatan

Penatalaksanaan

Bila konjungtivitis disebabkan oleh mikroorganisme, pasien harus diajari bagaimana cara
menghindari kontraminasi mata yang sehat atau mata orang lain. Perawat dapat memberikan
intruksi pada pasien untuk tidak menggosok mata yang sakit dan kemudian menyentuh mata
yang sehat, mencuci tangan setelah setiap kali memegang mata yang sakit, dan menggunakan
kain lap, handuk, dan sapu tangan baru yang terpisah untuk membersihkan mata yang sakit.
Asuhan khusus harus dilakukan oleh personal asuhan kesehatan guna mengindari penyebaran
konjungtivitis antar pasien.

Pengobatan spesifik tergantung dari identifikasi penyebab. Konjungtivitis karena bakteri


dapat diobati dengan sulfonamide (sulfacetamide 15 %) atau antibiotika (Gentamycine 0,3 %;
chlorampenicol 0,5 %). Konjungtivitis karena jamur sangat jarang sedangkan konjungtivitis
karena virus pengobatan terutama ditujukan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder,
konjungtivitis karena alergi di obati dengan antihistamin (antazidine 0,5 %, rapazoline 0,05 %)
atau kortikosteroid (misalnya dexametazone 0,1 %). Penanganannya dimulai dengan edukasi
pasien untuk memperbaiki higiene kelopak mata. Pembersihan kelopak 2 sampai 3 kali sehari
dengan artifisial tears dan salep dapat menyegarkan dan mengurangi gejala pada kasus ringan.

Pada kasus yang lebih berat dibutuhkan steroid topikal atau kombinasi antibiotik-steroid.
Sikloplegik hanya dibutuhkan apabila dicurigai adanya iritis. Pada banyak kasus Prednisolon
asetat (Pred forte), satu tetes, QID cukup efektif, tanpa adanya kontraindikasi.
Apabila etiologinya dicurigai reaksi Staphylococcus atau acne rosasea, diberikan
Tetracycline oral 250 mg atau erythromycin 250 mg QID PO, bersama dengan pemberian salep
antibiotik topikal seperti bacitracin atau erythromycin sebelum tidur. Metronidazole topikal
(Metrogel) diberikan pada kulit TID juga efektif. Karena tetracycline dapat merusak gigi pada
anak-anak, sehingga kontraindikasi untuk usia di bawah 10 tahun. Pada kasus ini, diganti dengan
doxycycline 100 mg TID atau erythromycin 250 mg QID PO. Terapi dilanjutkan 2 sampai 4
minggu. Pada kasus yang dicurigai, pemeriksaan X-ray dada untuk menyingkirkan tuberkulosis.

Prognosis

Mata dapat terkena berbagai kondisi. beberapa diantaranya bersifat primer sedang yang
lain bersifat sekunder akibat kelainan pada sistem organ tubuh lain, kebanyakan kondisi tersebut
dapat dicegah bila terdeteksi awal dan dapat dikontrol sehingga penglihatan dapat dipertahankan.

Bila segera diatasi, konjungtivitis ini tidak akan membahayakan. Namun jika bila
penyakit radang mata tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan kerusakan pada
mata/gangguan dan menimbulkan komplikasi seperti Glaukoma, katarak maupun ablasi retina.

Daftar Pustaka
Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Ed 3. Jakarta: Balai penerbit FKUI. 2009

Ilyas, Sidarta, Tanzil, Muzakkir, Salamun, Azhar, Zainal. Sari Ilmu Penyakit Mata. Balai
Penerbit FKUI, Jakarta: 2000.

Voughan, Daniel G, Asbury, Taylor. Riordan-Eva, Paul. Oftalmologi Umum (General


Ophthalmology). Ed. 14. Widya Medika, Jakarta : 2000.

Wijana, Nana S.D. Ilmu Penyakit Mata. Abadi Tegal, Jakarta: 1993. 42-50.14. Ilyas, H. Sidarta
Prof. dr. SpM. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI; 2003, hal 2, 134.15. Putz, R. & Pabst R.
Sobotta. Jilid 1. Edisi 21. Jakarta: EGC, 2000

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama/ kelamin/umur : Mul/ Laki-laki/ 20 tahun
Pekerjaan/pendidikan : Tidak bekerja/ tamatan SD
Alamat : Jalan Kelapa Gading 3B No. VII Ulak Karang
LATAR BELAKANG SOSIAL-EKONOMI-DEMOGRAFI-LINGKUNGAN KELUARGA
Status perkawinan : Belum menikah
Jumlah anak/ Saudara : - / 6 bersaudara, anak ke lima
Status ekonomi keluarga :
Mampu : Mampu
Miskin :
KB : -
Kondisi Rumah :
Rumah permanen ukuran 8 x 7 m, kamar 3 buah, jamban ada didalam rumah,
pekarangan cukup luas, ventilasi cukup, sumber air minum dari PDAM, sampah
dijemput oleh petugas sampah sekali sehari.

Kondisi Lingkungan Keluarga :


Pasien tinggal bersama 6 orang serumah, 3 orang adalah saudara kandung pasien, dan
2 orang menempati rumah tersebut dengan status menyewa kamar. Tarif penyewaan
kamar Rp 4.000.000 setahun
Rumah dan pekarangan pasien cukup bersih, pasien tidur sekamar dengan kakak laki-
lakinya, dan pasien mempunyai kebiasaan membersihkan rumahnya setiap hari.
ASPEK PSIKOLOGIS DI KELUARGA
Pasien adalah anak kelima dari enam bersaudara, belum mempunyai pekerjaan tetap dan
hanya sekolah tamatan SD, sekarang pasien membiayai kehidupan sehari-hari dari hasil
penyewaan kamar dan pendapatan tersebut cukup untuk membiayai kebutuhan sehari-
hari.
3 saudara kandung yang tinggal satu rumah dengan pasien bekerja sebagai wiraswasta dan
belum berkeluarga,
Saudara kandung lainnya tinggal di kampung bersama ayah dan ibu pasien. Ayah bekerja
sebagai guru ngaji dan ibu tidak bekerja
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU/ PENYAKIT KELUARGA
Tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya
Saudara kandung dan orang yang tinggal serumah dengan pasien tidak ada yang menderita
keluhan yang sama dengan pasien
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Keluhan utama: mata sebelah kiri terlihat merah sejak 3 hari yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang:
Mata sebelah kiri terlihat merah, terasa gatal, lengket dan berlendir sejak 3 hari yang lalu,
terasa ada yang mengganjal atau berpasir
Awalnya muncul bercak kemerahan yang terasa panas seukuran jarum pentul di pipi sebelah
kiri atas sejak seminggu yang lalu, lama kelamaan bercak membengkak menjadi seukuran
biji jagung dan mulai terasa nyeri, pada bengkak terlihat puncak yang mengeluarkan
rambut
Pasien mencoba mengobati sendiri dengan mengompres bengkak pada kulit dengan daun-
daunan pada hari ke tiga, setelah dikompres seharian bengkak menjadi pecah dan
menyusut
Bengkak kemudian semakin terasa dan meluas ke kedua kelopak mata sehingga kelopak
mata terasa nyeri dan sulit untuk digerakkan
Sehari kemudian mata mulai terlihat merah, terasa gatal, lengket dan berlendir
Tidak ada penurunan tajam penglihatan dan tidak silau terhadap cahaya.
Setiap pagi pasien sulit membuka mata karena banyak kotoran berwarna kuning yang
menempel pada kelopak mata.
Ia merasa seperti menangis karena air matanya sering keluar.
Ia menyangkal adanya demam dan keluhan lain.
Selama ini ketika mengalami mata merah ia menggunakan obat tetes mata (insto), tetapi
untuk keluhan sekarang ia merasa tidak ada perbaikan.
Tidak ada riwayat trauma.
Mata sebelah kanan tidak ada keluhan
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalisata :
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis kooperatif
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 86 x/ menit
Nafas : 18 x/ menit
Suhu : 37,8 o C
Status Internus :
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik
THT : Tidak ditemukan kelainan, kelenjar getah bening preaurikular tidak membesar
Leher : JVP 5-2 cm H2O, KGB tidak membesar
Thorak : Paru dan Jantung dalam batas normal
Abdomen : Perut tidak tampak membesar, hepar dan lien tidak teraba, perkusi timpani, bising
usus normal
Ekstremitas : Perfusi baik, akral hangat

Status Dermatologikus
Lokasi : pipi kiri sebelah atas
Distribusi : terlokalisir
Bentuk/Susunan : tidak khas/ tidak khas
Batas/ Ukuran : tegas/ lentikuler
Efloresensi : nodul eritema, krusta kehitaman

Status Ophtalmikus

Status Ophtalmikus OD OS

Visus tanpa koreksi 5/5 5/5

Visus dengan koreksi - -

Reflek fundus (+) (+)

Silia/ Supersilia Madarosis (-), Trikiasis Madarosis (-), Trikiasis


(-) (-), krusta (-)

Palpebra superior Udem (-) Udem (+)

Palpebra inferior Udem (-) Udem (+)

Margo palpebra Hordeolum (-) Hordeolum (-)


Khalazion (-) Khalazion (-)

Aparat lakrimalis Lakrimasi normal Hiperlakrimasi

Konjungtiva tarsalis Hiperemis (-), Papil (-), Hiperemis (+), Papil (-),
Folikel (-) Folikel (-)

Konjungtiva forniks Khemosis (-) Khemosis (+)

Konjungtiva bulbi Hiperemis (-), Injeksi Hiperemis (+), Injeksi


Konjungtiva (-), Injeksi Konjungtiva (+), Injeksi
Siliaris (-), Sekret (-) Siliaris (-), Sekret (+)
mukoid

Sclera Putih Putih

Kornea Bening Bening

Kamera okuli anterior Cukup dalam Cukup dalam

Iris Rugae (+), coklat Rugae (+), Coklat

Pupil Bulat, diameter 3 mm, Bulat, diameter 3 mm,


reflex (+) reflek (+)
Lensa Bening Bening

Korpus vitreum Bening Bening

Fundus Tidak diperiksa Tidak diperiksa


Papil optikus Batas, udem
Retina Perdarahan, eksudat
Macula Udem
Aa/Vv retina Penyempitan, pelebaran

Teknan bulbus okuli Normal palpasi Normal palpasi

Gerakan bulbus okuli Bebas kesegala arah Bebas kesegala arah

LABORATORIUM
Pemeriksaan pewarnaan gram/ giemsa terhadap sekret
Pemeriksaan kultur dan sensitivity test
DIAGNOSIS KERJA
Furunkel + Blefaritis + Konjungtivitis bakterialis OS
DIAGNOSIS BANDING
Konjungtivitis viral
MANAJEMEN
Preventif :
Tidak memakai handuk bersama
Tidak tidur satu kasur dengan saudara sekamar
Menghindari pengobatan dengan menggunakan kompres yang dibuat dari
dedaunan
Menjaga kebersihan kulit muka dengan mencuci sebersih mungkin setiap mandi,
mandi dua kali sehari
Promotif :
Edukasi kepada pasien tentang penyakitnya dan cara-cara penularannya
Edukasi kepada pasien mengenai kebersihan diri dan lingkungan
Kuratif :
Antibiotic sistemik
Antibiotic topical pada mata
Anti histamine
Analgetik anti inflamasi non steroid
Rehabilitatif :
Hindari menggosok-gosok kelopak mata dan daerah disekitar mata yang sakit jika
terasa gatal
Hindari menyentuh mata yang sehat selama masa pengobatan
Kompres pada kulit yang bengkak dan mata yang merah dengan air hangat dua
kali sehari
Prognosis
Quo ad Vitam : bonam
Quo ad Functionam : bonam
Quo ad Kosmetikum : bonam

KONJUNGTIVITS

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan

Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih


mata dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan
timbulnya berbagai macam gejala, salah satunya adalah mata merah. Konjungtivitis
dapat disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, atau kontak dengan benda asing,
misalnya kontak lensa.

Konjungtivitis virus biasanya mengenai satu mata. Pada konjungtivitis ini,


mata sangat berair. Kotoran mata ada, namun biasanya sedikit. Konjungtivitis
bakteri biasanya mengenai kedua mata. Ciri khasnya adalah keluar kotoran mata
dalam jumlah banyak, berwarna kuning kehijauan. Konjungtivitis alergi juga
mengenai kedua mata. Tandanya, selain mata berwarna merah, mata juga akan
terasa gatal. Gatal ini juga seringkali dirasakan dihidung. Produksi air mata juga
berlebihan sehingga mata sangat berair. Konjungtivitis papiler raksasa adalah
konjungtivitis yang disebabkan oleh intoleransi mata terhadap lensa kontak.
Biasanya mengenai kedua mata, terasa gatal, banyak kotoran mata, air mata
berlebih, dan kadang muncul benjolan di kelopak mata. Konjungtivitis virus
biasanya tidak diobati, karena akan sembuh sendiri dalam beberapa hari. Walaupun
demikian, beberapa dokter tetap akan memberikan larutan astringen agar mata
senantiasa bersih sehingga infeksi sekunder oleh bakteri tidak terjadi dan air mata
buatan untuk mengatasi kekeringan dan rasa tidak nyaman di mata.

Obat tetes atau salep antibiotik biasanya digunakan untuk mengobati


konjungtivitis bakteri. Antibiotik sistemik juga sering digunakan jika ada infeksi di
bagian tubuh lain. Pada konjungtivitis bakteri atau virus, dapat dilakukan kompres
hangat di daerah mata untuk meringankan gejala. Tablet atau tetes mata
antihistamin cocok diberikan pada konjungtivitis alergi. Selain itu, air mata buatan
juga dapat diberikan agar mata terasa lebih nyaman, sekaligus melindungi mata
dari paparan alergen, atau mengencerkan alergen yang ada di lapisan air mata.
Untuk konjungtivitis papiler raksasa, pengobatan utama adalah menghentikan
paparan dengan benda yang diduga sebagai penyebab, misalnya berhenti
menggunakan lensa kontak. Selain itu dapat diberikan tetes mata yang berfungsi
untuk mengurangi peradangan dan rasa gatal di mata.

Pada dasarnya konjungtivitis adalah penyakit ringan, namun pada beberapa


kasus dapat berlanjut menjadi penyakit yang serius. Untuk itu tidak ada salahnya
berkonsultasi dengan dokter mata jika terkena konjungtivitis.
Tujuan
Tujuan penulisan tinjauan pustaka ini antara lain untuk memenuhi salah satu
penilaian kognitif pada masa Kepaniteraan Klinik pada stase bagian Kedokteran
Komunitas. Selain itu, tujuan penulisan tinjauan pustaka ini juga untuk menambah
pengetahuan bagi penulis dan bagi orang lain yang membacanya terutama
mengenai konjungtivitis.

BABA II

TEORI

2.1 Definisi
Konjungtivitis adalah peradangan konjungtiva yang ditandai oleh dilatasi vaskular,
infiltrasi selular dan eksudasi.1, 3

2.2 Klasifikasi
A. Konjungtivitis Karena agen infeksi

B. Konjungtivitis Imunologik (Alergik)

C. Konjungtivitis Akibat Penyakit Autoimun

D. Konjungtivitis Kimia atau Iritatif

E. Konjungtivitis yang Penyebabnya tidak Diketahui

F. Konjungtivitis yang Berhubungan dengan Penyakit Sistemik

G. Konjungtivitis pada Dakriosistitis atau Kanalikulitis

2.3 Konjungtivitis Karena agen infeksi


2.3.1 Konjungtivitis Bakterial

Terdapat dua bentuk konjungtivitis bacterial: akut (dan subakut) dan menahun.
Penyebab konjungtivitis bakteri paling sering adalah Staphylococcus,
Pneumococcus, dan Haemophilus. Konjungtivitis bacterial akut dapat sembuh
sendiri bila disebabkan mikroorganisme seperti Haemophilus influenza.
Lamanya penyakit dapat mencapai 2 minggu jika tidak diobati dengan
memadai.

Konjungtivitis akut dapat menjadi menahun. Pengobatan dengan salah satu dari
sekian antibacterial yang tersedia biasanya mengenai keadaan ini dalam
beberapa hari. Konjungtivitis purulen yang disebabkan Neisseria gonorroeae
atau Neisseria meningitides dapat menimbulkan komplikasi berat bila tidak
diobati secara dini

Tanda dan Gejala


Iritasi mata,
Mata merah,
Sekret mata,
Palpebra terasa lengket saat bangun tidur
Kadang-kadang edema palpebra
Infeksi biasanya mulai pada satu mata dan menular ke sebelah oleh
tangan. Infeksi dapat menyebar ke orang lain melalui bahan yang dapat
menyebarkan kuman seperti seprei, kain, dll. 1,5
Pemeriksaan Laboratorium
Pada kebanyakan kasus konjungtivitis bacterial, organism dapat
diketahui dengan pemeriksaan mikroskopik terhadap kerokan konjungtiva
yang dipulas dengan pulasan Gram atau Giemsa; pemeriksaan ini
mengungkapkan banyak neutrofil polimorfonuklear. 1,2,3 Kerokan konjungtiva
untuk pemeriksaan mikroskopik dan biakan disarankan untuk semua kasus
dan diharuskan jika penyakit itu purulen, bermembran atau
berpseudomembran. Studi sensitivitas antibiotika juga baik, namun
sebaiknya harus dimulai terapi antibiotika empiric. Bila hasil sensitifitas
antibiotika telah ada, tetapi antibiotika spesifik dapat diteruskan.
Komplikasi dan Sekuel
Blefaritis marginal menahun sering menyertai konjungtiva stafilokokus
kecuali pada pasien sangat muda yang bukan sasaran blefaritis. Parut
konjungtiva dapat terjadi pada konjungtivitis pseudomembranosa dan pada
kasus tertentu yang diikuti ulserasi kornea dan perforasi.
Ulserasi kornea marginal dapat terjadi pada infeksi N gonorroeae, N
konchii, N meningitides, H aegyptus, S gonorrhoeae berdifusi melalui
kornea masuk camera anterior, dapat timbul iritis toksik. 1,3
Terapi
Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bacterial tergantung temuan
agen mikrobiologiknya. Sambil menunggu hasil laboratorium, dokter dapat
mulai dengan terapi topical antimikroba. Pada setiap konjungtivitis purulen,
harus dipilih antibiotika yang cocok untuk mengobati infeksi N gonorroeae,
dan N meningitides. Terapi topical dan sistemik harus segera dilkasanakan
setelah materi untuk pemeriksaan laboratorium telah diperoleh.
Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen akut, saccus konjungtiva
harus dibilas dengan larutan garam agar dapat menghilangkan secret
konjungtiva. Untuk mencegah penyebaran penyakit ini, pasien dan keluarga
diminta memperhatikan secara khusus hygiene perorangan.
Perjalanan dan Prognosis
Konjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri, infeksi dapat
berlangsung selama 10-14 hari; jika diobati dengan memadai, 1-3 hari,
kecuali konjungtivitis stafilokokus (yang dapat berlanjut menjadi
blefarokonjungtivitis dan memasuki tahap mnehun) dan konjungtivitis
gonokokus (yang bila tidak diobati dapat berakibat perforasi kornea dan
endoftalmitis). Karena konjungtiva dapat menjadi gerbang masuk bagi
meningokokus ke dalam darah dan meninges, hasil akhir konjungtivitis
meningokokus adalah septicemia dan meningitis. 1,4
Konjungtivitis bacterial menahun mungkin tidak dapat sembuh sendiri
dan menjadi masalah pengobatan yang menyulitkan.

2.3.2 Konjungtivitis Virus

Konjungtivitis Folikuler Virus Akut


a). Demam Faringokonjungtival
Tanda dan gejala
Demam Faringokonjungtival ditandai oleh demam 38,3-40 C, sakit
tenggorokan, dan konjungtivitis folikuler pada satu atau dua mata.
Folikuler sering sangat mencolok pada kedua konjungtiva dan pada
mukosa faring. Mata merah dan berair mata sering terjadi, dan kadang-
kadang sedikit kekeruhan daerah subepitel. Yang khas adalah
limfadenopati preaurikuler (tidak nyeri tekan). 1
Laboratorium
Demam faringokonjungtival umumnya disebabkan oleh adenovirus tipe
3 dan kadang kadang oleh tipe 4 dan 7. Virus itu dapat dibiakkan dalam
sel HeLa dan ditetapkan oleh tes netralisasi. Dengan berkembangnya
penyakit, virus ini dapat juga didiagnosis secara serologic dengan
meningkatnya titer antibody penetral virus. Diagnosis klinis adalah hal
mudah dan jelas lebih praktis.1,3,6
Kerokan konjungtiva terutama mengandung sel mononuclear, dan tak
ada bakteri yang tumbuh pada biakan. Keadaan ini lebih sering pada
anak-anak daripada orang dewasa dan sukar menular di kolam renang
berchlor. 1,3,6
Terapi
Tidak ada pengobatan spesifik. Konjungtivitisnya sembuh sendiri,
umumnya dalam sekitar 10 hari. 1
b). Keratokonjungtivitis Epidemika
Tanda dan gejala
Keratokonjungtivitis epidemika umumnya bilateral. Awalnya sering
pada satu mata saja, dan biasanya mata pertama lebih parah. Pada
awalnya pasien merasa ada infeksi dengan nyeri sedang dan berair mata,
kemudian diikuti dalam 5-14 hari oleh fotofobia, keratitis epitel, dan
kekeruhan subepitel bulat. Sensai kornea normal. Nodus preaurikuler yang
nyeri tekan adalah khas. Edema palpebra, kemosis, dan hyperemia
konjungtiva menandai fase akut. Folikel dan perdarahan konjungtiva
sering muncul dalam 48 jam. Dapat membentuk pseudomembran dan
mungkin diikuti parut datar atau pembentukan symblepharon. 1,3,4
Konjungtivitis berlangsung paling lama 3-4 minggu. Kekeruhan
subepitel terutama terdapat di pusat kornea, bukan di tepian, dan
menetap berbulan-bulan namun menyembuh tanpa meninggalkan parut. 1
Keratokonjungtiva epidemika pada orang dewasa terbatas pada bagian
luar mata. Namun, pada anak-anak mungkin terdapat gejala sistemik
infeksi virus seperti demam, sakit tenggorokan, otitis media, dan diare.
Laboratorium
Keratokonjungtiva epidemika disebabkan oleh adenovirus tipe 8, 19,
29, dan 37 (subgroub D dari adenovirus manusia). Virus-virus ini dapat
diisolasi dalam biakan sel dan diidentifikasi dengan tes netralisasi.
Kerokan konjungtiva menampakkan reaksi radang mononuclear primer;
bila terbentuk pseudomembran, juga terdapat banyak neutrofil. 1
Penyebaran
Transmisi nosokomial selama pemeriksaan mata sangat sering terjadi
melalui jari-jari tangan dokter, alat-alat pemeriksaan mata yang kurang
steril, atau pemakaian larutan yang terkontaminasi. Larutan mata,
terutama anestetika topical, mungkin terkontaminasi saat ujung penetes
obat menyedot materi terinfeksi dari konjungtiva atau silia. Virus itu dapat
bertahan dalam larutan itu, yang menjadi sumber penyebaran. 1,3
Pencegahan
Bahaya kontaminasi botol larutan dapat dihindari dengan dengan
memakai penetes steril pribadi atau memakai tetes mata dengan
kemasan unit-dose. Cuci tangan secara teratur di antara pemeriksaan dan
pembersihan serta sterilisasi alat-alat yang menyentuh mata khususnya
tonometer juga suatu keharusan. Tonometer aplanasi harus dibersihkan
dengan alcohol atau hipoklorit, kemudian dibilas dengan air steril dan
dikeringkan dengan hati-hati. 4,6
Terapi
Sekarang ini belum ada terapi spesifik, namun kompres dingin akan
mengurangi beberapa gejala. kortikosteroid selama konjungtivitis akut
dapat memperpanjang keterlibatan kornea sehingga harus dihindari.
Agen antibakteri harus diberikan jika terjadi superinfeksi bacterial. 1

c). Konjungtivitis Virus Herpes Simpleks


Tanda dan gejala
Konjungtivitis virus herpes simplex biasanya merupakan penyakit anak
kecil, adalah keadaan yang luar biasa yang ditandai pelebaran pembuluh
darah unilateral, iritasi, bertahi mata mukoid, sakit, dan fotofobia ringan.
Pada kornea tampak lesi-lesi epithelial tersendiri yang umumnya menyatu
membentuk satu ulkus atau ulkus-ulkus epithelial yang bercabang banyak
(dendritik). Konjungtivitisnya folikuler. Vesikel herpes kadang-kadang
muncul di palpebra dan tepian palpebra, disertai edema hebat pada
palpebra. Khas terdapat sebuah nodus preaurikuler yang terasa nyeri jika
ditekan. 1,3

Laboratorium
Tidak ditemukan bakteri di dalam kerokan atau dalam biakan. Jika
konjungtivitisnya folikuler, reaksi radangnya terutama mononuclear,
namun jika pseudomembran, reaksinya terutama polimorfonuklear akibat
kemotaksis dari tempat nekrosis. Inklusi intranuklear tampak dalam sel
konjungtiva dan kornea, jika dipakai fiksasi Bouin dan pulasan
Papanicolaou, tetapi tidak terlihat dengan pulasan Giemsa. Ditemukannya
sel sel epithelial raksasa multinuclear mempunyai nilai diagnostic. 3

Virus mudah diisolasi dengan mengusapkan sebuah aplikator berujung


kain kering di atas konjungtiva dan memindahkan sel-sel terinfeksi ke
jaringan biakan.3
Terapi
Jika konjungtivitis terdapat pada anak di atas 1 tahun atau pada orang
dewasa, umunya sembuh sendiri dan mungkin tidak perlu terapi. Namun,
antivirus local maupun sistemik harus diberikan untuk mencegah
terkenanya kornea. Untuk ulkus kornea mungkin diperlukan debridemen
kornea dengan hati-hati yakni dengan mengusap ulkus dengan kain
kering, meneteskan obat antivirus, dan menutupkan mata selama 24 jam.
Antivirus topical sendiri harus diberikan 7 10 hari: trifluridine setiap 2
jam sewaktu bangun atau salep vida rabine lima kali sehari, atau
idoxuridine 0,1 %, 1 tetes setiap jam sewaktu bangun dan 1 tetes setiap 2
jam di waktu malam. Keratitis herpes dapat pula diobati dengan salep
acyclovir 3% lima kali sehari selama 10 hari atau dengan acyclovir oral,
400 mg lima kali sehari selama 7 hari.3

Untuk ulkus kornea, debridmen kornea dapat dilakukan. Lebih jarang


adalah pemakaian vidarabine atau idoxuridine. Antivirus topical harus
dipakai 7-10 hari. Penggunaan kortikosteroid dikontraindikasikan, karena
makin memperburuk infeksi herpes simplex dan mengkonversi penyakit
dari proses sembuh sendiri yang singkat menjadi infeksi yang sangat
panjang dan berat. 1,3

d). Konjungtivitis Hemoragika Akut


Epidemiologi
Semua benua dan kebanyakan pulau di dunia pernah mengalami
epidemic besar konjungtivitis konjungtivitis hemoregika akut ini. Pertama
kali diketahui di Ghana dalam tahun 1969. Konjungtivitis ini disebabkan
oleh coxackie virus A24. Masa inkubasi virus ini pendek (8-48 jam) dan
berlangsung singkat (5-7 hari). 5

Tanda dan Gejala


Mata terasa sakit, fotofobia, sensasi benda asing, banyak
mengeluarkan air mata, merah, edema palpebra, dan hemoragi
subkonjungtival. Kadang-kadang terjadi kemosis. Hemoragi
subkonjungtiva umumnya difus, namun dapat berupa bintik-bintik pada
awalnya, dimulai di konjungtiva bulbi superior dan menyebar ke bawah.
Kebanyaka pasien mengalami limfadenopati preaurikuler, folikel
konjungtiva, dan keratitis epithelial. Uveitis anterior pernah dilaporkan,
demam, malaise, mialgia, umum pada 25% kasus. 1,5

Penyebaran
Virus ini ditularkan melalui kontak erat dari orang ke orang dan oleh
fomite seperti sprei, alat-alat optic yang terkontaminasi, dan air.
Penyembuhan terjadi dalam 5-7 hari

Terapi
Tidak ada pengobatan yang pasti.
Konjungtivitis Virus Menahun
a). Blefarokonjungtivitis

Molluscum Contagiosum

Sebuah nodul molluscum pada tepian atau kulit palpebra dan alis mata
dapat menimbulkan konjungtivitis folikuler menahun unilateral, keratitis
superior, dan pannus superior, dan mungkin menyerupai trachoma. Reaksi
radang yang mononuclear (berbeda dengan reaksi pada trachoma),
dengan lesi bulat, berombak, putih mutiara, non-radang dengan bagian
pusat, adalah khas molluscum kontagiosum. Biopsy menampakkan inklusi
sitoplasma eosinofilik, yang memenuhi seluruh sitoplasma sel yang
membesar, mendesak inti ke satu sisi.3

Eksisi, insisi sederhana nodul yang memungkinkan darah tepi


memasukinya, atau krioterapi akan menyembuhkan konjungtivitisnya.

b). Blefarokonjungtivitis Varicella-Zoster

Tanda dan gejala


Hyperemia dan konjungtivitis infiltrate disertai dengan erupsi vesikuler
khas sepanjang penyebaran dermatom nervus trigeminus cabang
oftalmika adalah khas herpes zoster. Konjungtivitisnya biasanya papiler,
namun pernah ditemukan folikel, pseudomembran, dan vesikel temporer,
yang kemudian berulserasi. Limfonodus preaurikuler yang nyeri tekan
terdapat pada awal penyakit. parut pada palpebra, entropion, dan bulu
mata salah arah adalah sekuele. 1

Laboratorium
Pada zoster maupun varicella, kerokan dari vesikel palpebra
mengandung sel raksasa dan banyak leukosit polimorfonuklear; kerokan
konjungtiva pada varicella dan zoster mengandung sel raksasa dan
monosit. Virus dapat diperoleh dari biakan jaringan sel sel embrio
manusia. 1

Terapi
Acyclovir oral dosis tinggi (800 mg oral lima kali sehari selama 10 hari),
jika diberi pada awal perjalanan penyakit, agaknya akan mengurangi dan
menghambat penyakit. 1

c). Keratokonjungtivitis Morbilli

Tanda dan gejala


Pada awal penyakit, konjungtiva tampak mirip kaca yang aneh, yang
dalam beberapa hari diikuti pembengkakan lipatan semiluner. Beberapa
hari sebelum erupsi kulit, timbul konjungtivitis eksudatif dengan secret
mukopurulen, dan saat muncul erupsi kulit, timbul bercak-bercak Koplik
pada konjungtiva dan kadang-kadang pada carunculus. 1,3

Pada pasien imunokompeten, keratokonjungtivitis campak hanya


meninggalkan sedikit atau sama sekali tanpa sekuel, namun pada pasien
kurang gizi atau imunokompeten, penyakit mata ini seringkali disertai
infeksi HSV atau infeksi bacterial sekunder oleh S pneumonia, H
influenza, dan organism lain. Agen ini dapat menimbulkan konjungtivitis
purulen yang disertai ulserasi kornea dan penurunan penglihatan yang
berat. Infeksi herpes dapat menimbulkan ulserasi kornea berat dengan
perforasi dan kehilangan penglihatan pada anak-anak kurang gizi di
Negara berkembang. 1,3

Kerokan konjungtivitis menunjukkan reaksi sel mononuclear, kecuali jika


ada pseudomembran atau infeksi sekunder. Sedian terpulas giemsa
mengandung sel-sel raksasa. Karena tidak ada terapi spesifik, hanya
tindakan penunjang saja yang dilakukan, kecuali jika ada infeksi sekunder.
1

2.4 Konjungtivitis Imunologik (Alergik)


Reaksi Hipersensitivitas Humoral Langsung

2.4.1 Konjungtivitis Demam Jerami (Hay Fever)

Tanda dan gejala


Radang konjungtivitis non-spesifik ringan umumnya menyertai demam
jerami (rhinitis alergika). Bianya ada riwayat alergi terhadap tepung sari,
rumput, bulu hewan, dan lainnya. Pasien mengeluh tentang gatal-gatal, berair
mata, mata merah, dan sering mengatakan bahwa matanya seakan-akan
tenggelam dalam jaringan sekitarnya. Terdapat sedikit penambahan
pembuluh pada palpebra dan konjungtiva bulbi, dan selama serangan akut
sering terdapat kemosis berat (yang menjadi sebab tenggelamnya tadi).
Mungkin terdapat sedikit tahi mata, khususnya jika pasien telah mengucek
matanya.

Laboratorium
Sulit ditemukan eosinofil dalam kerokan konjungtiva

Terapi
Meneteskan vasokonstriktor local pada tahap akut (epineprin, larutan
1:1000 yang diberikan secara topical, akan menghilangkan kemosis dan
gejalanya dalam 30 menit). Kompres dingin membantu mengatasi gatal-gatal
dan antihistamin hanya sedikit manfaatnya. Respon langsung terhadap
pengobatan cukup baik, namun sering kambuh kecuali anti-gennya dapat
dihilangkan.
2.4.2 Konjungtivitis Vernalis

Definisi
Penyakit ini, juga dikenal sebagai catarrh musim semi dan
konjungtivitis musiman atau konjungtivitis musim kemarau, adalah
penyakit alergi bilateral yang jarang. 1,3 Penyakit ini lebih jarang di daerah
beriklim sedang daripada di daerah dingin. Penyakit ini hamper selalu lebih
parah selama musim semi, musim panas dan musim gugur daripada musim
gugur.

Insiden
Biasanya mulai dalam tahun-tahun prapubertas dan berlangsung 5 10
tahun. Penyakit ini lebih banyak pada anak laki-laki daripada perempuan. 5

Tanda dan gejala


Pasien mengeluh gatal-gatal yang sangat dan bertahi mata berserat-serat.
Biasanya terdapat riwayat keluarga alergi (demam jerami, eczema, dan
lainnya). Konjungtiva tampak putih seperti susu, dan terdapat banyak papilla
halus di konjungtiva tarsalis inferior. Konjungtiva palpebra superior sering
memiliki papilla raksasa mirip batu kali. Setiap papilla raksasa berbentuk
polygonal, dengan atap rata, dan mengandung berkas kapiler. 1,2,3

Laboratorium
Pada eksudat konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa terdapat banyak
eosinofil dan granula eosinofilik bebas. 1

Terapi
Penyakit ini sembuh sendiri tetapi medikasi yang dipakai terhadap gejala
hanya member hasil jangka pendek, berbahaya jika dipakai untuk jangka
panjang. steroid sisremik, yang mengurangi rasa gatal, hanya sedikit
mempengharuhi penyakit kornea ini, dan efek sampingnya (glaucoma,
katarak, dan komplikasi lain) dapat sangat merugikan. Crmolyn topical adalah
agen profilaktik yang baik untuk kasus sedang sampai berat. Vasokonstriktor,
kompres dingin dan kompres es ada manfaatnya, dan tidur di tempat ber AC
sangat menyamankan pasien. Agaknya yang paling baik adalah pindah ke
tempat beriklim sejuk dan lembab. Pasien yang melakukan ini sangat tertolong
bahkan dapat sembuh total. 1,3

2.4.2 Konjungtivitis Atopik

Tanda dan gejala


Sensasi terbakar, bertahi mata berlendir, merah, dan fotofobia. Tepian
palpebra eritemosa, dan konjungtiva tampak putih seperti susu. Terdapat
papilla halus, namun papilla raksasa tidak berkembang seperti pada
keratokonjungtivitis vernal, dan lebih sering terdapat di tarsus inferior. Berbeda
dengan papilla raksasa pada keratokonjungtivitis vernal, yang terdapat di
tarsus superior. Tanda-tanda kornea yang berat muncul pada perjalanan lanjut
penyakit setelah eksaserbasi konjungtivitis terjadi berulangkali. Timbul
keratitis perifer superficial yang diikuti dengan vaskularisasi. Pada kasus berat,
seluruh kornea tampak kabur dan bervaskularisasi, dan ketajaman
penglihatan. 1,3

Biasanya ada riwayat alergi (demam jerami, asma, atau eczema) pada
pasien atau keluarganya. Kebanyakan pasien pernah menderita dermatitis
atopic sejak bayi. Parut pada lipatan-lipatan fleksura lipat siku dan
pergelangan tangan dan lutut sering ditemukan. Seperti dermatitisnya,
keratokonjungtivitis atopic berlangsung berlarut-larut dan sering mengalami
eksaserbasi dan remisi. Seperti keratokonjungtivitis vernal, penyakit ini
cenderung kurang aktif bila pasien telah berusia 50 tahun.

Laboratorium
Kerokan konjungtiva menampakkan eosinofil, meski tidak sebanyak yang
terlihat sebanyak pada keratokonjungtivitis vernal. 1

Terapi
Atihistamin oral termasuk terfenadine (60-120 mg 2x sehari), astemizole
(10 mg empat kali sehari), atau hydroxyzine (50 mg waktu tidur, dinaikkan
sampai 200 mg) ternyata bermanfaat. Obat-obat antiradang non-steroid yang
lebih baru, seperti ketorolac dan iodoxamid, ternyata dapat mengatasi gejala
pada pasien-pasien ini. Pada kasus berat, plasmaferesis merupakan terapi
tambahan. Pada kasus lanjut dengan komplikasi kornea berat, mungkin
diperlukan transplantasi kornea untuk mengembalikan ketajaman
1,3
penglihatannya.

Reaksi Hipersensitivitas Tipe Lambat

2.5.1 Phlyctenulosis

Definisi
Keratokonjungtivitis phlcytenularis adalah respon hipersensitivitas lambat
terhadap protein mikroba, termasuk protein dari basil tuberkel, Staphylococcus
spp, Candida albicans, Coccidioides immitis, Haemophilus aegyptus, dan
Chlamydia trachomatis serotype L1, L2, dan L3. 1

Tanda dan Gejala


Phlyctenule konjungtiva mulai berupa lesi kecil yang keras, merah,
menimbul, dan dikelilingi zona hyperemia. Di limbus sering berbentuk segitiga,
dengan apeks mengarah ke kornea. Di sini terbentuk pusat putih kelabu, yang
segera menjadi ulkus dan mereda dalam 10-12 hari. Phlyctenule pertama pada
pasien dan pada kebanyakan kasus kambuh terjadi di limbus, namun ada juga
yang di kornea, bulbus, dan sangat jarang di tarsus. 1
Phlyctenule konjungtiva biasanya hanya menimbulkan iritasi dan air mata,
namun phlyctenule kornea dan limbus umumnya disertai fotofobia hebat.
Phlyctenulosis sering dipicu oleh blefaritis aktif, konjungtivitis bacterial akut,
dan defisiensi diet.

Terapi
Phlyctenulosis yang diinduksi oleh tuberkuloprotein dan protein dari infeksi
sistemik lain berespon secara dramatis terhadap kortikosteroid topical. Terjadi
reduksi sebagian besar gejala dalam 24 jam dan lesi hilang dalam 24 jam
berikutnya. Antibiotika topical hendaknya ditambahkan untuk
blefarikonjungtivitis stafilokokus aktif. Pengobatan hendaknya ditujukan
terhadap penyakit penyebab, dan steroid bila efektif, hendaknya hanya dipakai
untuk mengatasi gejala akut dan parut kornea yang menetap. Parut kornea
berat mungkin memerlukan tranplantasi. 1

2.5.2 Konjungtivitis Ringan Sekunder terhadap Blefaritis kontak

Blefaritis kontak yang disebabkan oleh atropine, neomycin, antibiotika


spectrum luas, dan medikasi topical lain sering diikuti oleh konjungtivitis
infiltrate ringan yang menimbukan hyperemia, hipertropi papiler ringan,
bertahi mata mukoid ringan, dan sedikit iritasi. Pemeriksaan kerokan berpulas
giemsa sering hanya menampakkan sedikit sel epitel matim, sedikit sel
polimorfonuklear dan mononuclear tanpa eosinofil. 1

Pengobatan diarahkan pada penemuan agen penyebab dan


menghilangkannya. Blefaritis kontak dengan cepat membaik dengan
kortikosteroid topical, namun pemakaiannya harus dibatasi. Penggunaan
steroid jangka panjang pada palpebra dapat menimbulkan glaucoma steroid
dan atropi kulit dengan telangiektasis yang menjelekkan.

2.6 Konjungtivitis Akibat Penyakit Autoim


2.6.1 Keratokonjungtivitis Sicca

Berkaitan dgn. Sindrom Sjorgen (trias: keratokonj. sika, xerostomia, artritis).

Gejala:
- khas: hiperemia konjungtivitis bulbi dan gejala iritasi yang tidak sebanding
dengan tanda-tanda radang.

- Dimulai dengan konjungtivitis kataralis

- Pada pagi hari tidak ada atau hampir tidak ada rasa sakit, tetapi menjelang
siang atau malam hari rasa sakit semakin hebat.

- Lapisan air mata berkurang (uji Schirmer: abnormal)


- Pewarnaan Rose bengal uji diagnostik.

Pengobatan:
- air mata buatan vitamin A topikal

- obliterasi pungta lakrimal.

Konjungtivitis Kimia atau Iritatif


Konjungtivitis Iatrogenik Pemberian Obat Topikal
Konjungtivitis folikular toksik atau konjungtivitis non-spesifik infiltrate,
yang diikuti pembentukan parut, sering kali terjadi akibat pemberian lama
dipivefrin, miotika, idoxuridine, neomycin, dan obat-obat lain yang disiapkan
dalam bahanpengawet atau vehikel toksik atau yang menimbulakan iritasi.
Perak nitrat yang diteteskan ke dalam saccus conjingtiva saat lahir sering
menjadi penyebab konjungtivitis kimia ringan. Jika produksi air mata
berkurang akibat iritasi yang kontinyu, konjungtiva kemudian akan cedera
karena tidak ada pengenceran terhadap agen yang merusak saat diteteskan
kedalam saccus conjungtivae.

Kerokan konjungtiva sering mengandung sel-sel epitel berkeratin,


beberapa neutrofil polimorfonuklear, dan sesekali ada sel berbentuk aneh.
Pengobatan terdiri atas menghentikan agen penyebab dan memakai tetesan
yang lembut atau lunak, atau sama sekali tanpa tetesan. Sering reaksi
konjungtiva menetap sampai berminggu-minggu atau berbulan-bulan
lamanya setelah penyebabnya dihilangkan.

Konjungtivitis Pekerjaan oleh Bahan Kimia dan Iritans


Asam, alkali, asap, angin, dan hamper setiap substansi iritan yang
masuk ke saccus conjungtiva dapat menimbulkan konjungtivitis. Beberapa
iritan umum adalah pupuk, sabun, deodorant, spray rambut, tembakau,
bahan-bahan make-up, dan berbagai asam dan alkali. Di daerah
tertentu,asbut (campuran asap dan kabut) menjadi penyebab utama
konjungtivitis kimia ringan. Iritan spesifik dalam asbut belum dapat
ditetapkan secara positif, dan pengobatannya non-spesifik. Tidak ada efek
pada mata yang permanen, namun mata yang terkena seringkali merah dan
terasa mengganggu secara menahun. 1

Pada luka karena asam, asam itu mengubah sifat protein jaringan dan
efek langsung. Alkali tidak mengubah sifat protein dan cenderung cepat
menyusup kedalam jaringan dan menetap di dalam jaringan konjungtiva.
Disini mereka terus menerus merusak selama berjam-jam atau berhari-hari
lamanya, tergantung konsentrasi molar alkali tersebut dan jumlah yang
masuk. Perlekatan antara konjungtiva bulbi dan palpebra dan leokoma kornea
lebih besar kemungkinan terjadi jika agen penyebabnya adalah alkali. Pada
kejadian manapun, gejala utama luka bahan kimia adalah sakit, pelebaran
pembuluh darah, fotofobia, dan blefarospasme. Riwayat kejadian pemicu
biasanya dapat diungkapkan.

Pembilasan segera dan menyeluruh saccus conjungtivae dengan air


atau larutan garam sangat penting, dan setiap materi padat harus
disingkirkan secara mekanik. Jangan memakai antidotum kimiawi. Tindakan
simtomatik umum adalah kompres dingin selama 20 menit setiap jam,
teteskan atropine 1% dua kali sehari, dan beri analgetika sistemik bila perlu.
Konjungtivitis bacterial dapat diobati dengan agen antibakteri yang cocok.
Parut kornea mungkin memerlukan transplantasi kornea, dan symblepharon
mungkin memerlukan bedah plastic terhadap konjungtiva. Luka bakar berat
pada kojungtiva dan kornea prognosisnya buruk meskipun dibedah. Namun
jika pengobatan memadai dimulai segera, parut yang terbentuk akan minim
dan prognosisnya lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan, Daniel G. dkk. Oftalmologi Umum. Widya Medika. Jakarta. 2000


2. James, Brus, dkk. Lecture Notes Oftalmologi. Erlangga. Jakarta. 2005
3. Ilyas DSM, Sidarta,. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. 1998
4. www.dcmsonline.org, tentang conjunctivitis
5. www.eyepathologisyt.com/disease
6. www.aafp.org/afp//AFPprinter/980215ap/morrow.html

Anda mungkin juga menyukai