Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PEMILIHAN SUMBER PEMBIAYAAN (BAGIAN 1)

PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS
2017/2018
Pajak adalah salah satu sumber penerimaan penting bagi negara yang akan digunakan

untuk membiayai pengeluaran negara, baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran

pembangunan. Sebaliknya bagi perusahaan, pajak yang dikenakan terhadap penghasilan yang

diterima atau yang diperoleh dianggap sebagai beban dalam menjalankan usaha maupun

sebagai distribusi laba kepada pemerintah. Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan daya

saing maka perusahaan wajib menekan beban seoptimal mungkin (Suady, 2011).

Manajemen pajak merupakan sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan

benar dan juga degan manajemen pajak jumlah dari pajak yang dibayar dapat ditekan

serendah mungkin untuk memperoleh laba yang diharapkan dan bisa dikatakan manajemen

pajak merupakan upaya dalam melakukan penghematan pajak secara legal. Secara umum

manajemen pajak didefinisikan sebagai suatu usaha menyeluruh yang dilakukan terus-

menerus oleh wajib pajak agar semuahal yang berkaitan dengan urusan perpajakan dapat

dikelola dengan baik, ekonomis, efektif dan efisien, sehingga dapat memberikan kontribusi

maksimum bagi kelangsungan usaha wajib pajak tanpa mengorbankan kepentingan Negara.

Upaya meminimalkan pajak secara legal sering disebut dengan perencanaan pajak

(tax planning). Perencanaan pajak (Tax planning) menekankan pada pengendalian setiap

transaksi yang memiliki konsekuensi pajak .Kondisi tersebut bertujuan untuk mengendalikan

jumlah pajak sehingga mencapai angka minimum, yang dapat berupa penghematan pajak (tax

saving), penghindaran pajak (tax avoidance) ataupun penyelundupan pajak (tax evasion).

Salah satu kunci sukses dalam bisnis adalah melalui strategi pembiayaan. Dalam

pembiayaan tersebut, strategi yang dapat dilakukan oleh suatu perusahaan terdiri dari dua

bentuk yaitu melalui pembiayaan internal dan pembiayaan eksternal. Biasanya perusahaan

menggunakan laba ditahan dalam melakukan pembiayaannya. Hal ini terjadi ketika

perusahaan mengalami arus kas positif tetapi tidak membagikan laba ditahan tersebut kepada

pemilik perusahaan. Perusahaan membatasi ekspansi dengan membeli properti baru, pabrik
dan perlengkapan hanya dari arus kas kegiatan operasi yang menggunakan strategi

pembiayaan internal. Pembiayaan eksternal adalah strategi dimana kas datang dari sumber

selain arus kas positif perusahaan. Semua keputusan keuangan tersebut tidaklah lepas dari

indikasi pengenaan pajak, sehingga pajak menjadi pertimbangan yang potensial.

1. Dampak dari menahan laba ( Pendanaan internal )

Laba ditahan merupakan salah satu sumber dana yang paling penting untuk

membiayai perusahaan . laba ditahan diperoleh dari hasil kegiatan operasi perusahaan dan

sebagi sisa alokasi dana yang tidak dibagikan sebagai deviden. Tujuan dari adanya

penumpukan dana cadangan adalah untuk investasi dalam pengembangan perusahaan dan

meningkatkan kinerja operasi. Jika dibandingkan dengan utang , modal, laba ditahan bukan

merupakan suatu pembatasan pembayaran. Dengan menggunakan pembiayaan internal maka

akan membuat suatu perusahaan tumbuh tanpa memberikan kewenangan manajemen

Laba Ditahan (Retained Earnings) bukan merupakan objek pajak penghasilan karena

sudah dikenakan pajak pada saat sebagai laba tahun berjalan. Jadi Laba Ditahan (Retained

Earnings) adalah laba komersial setelah dikurangi pajak penghasilan. Laba Ditahan (Retained

Earnings) akan dikenakan pajak penghasilan apabila dibagikan kepada pemegang saham

sebagai dividen dengan syarat-syarat tertentu.

Ada tiga alasan yang berkaitan dengan pajak untuk beranggapan bahwa investor

mungkin lebih menyukai pembagian dividen yang rendah daripada yang tinggi (teori

preferensi pajak).

1. Keuntungan modal dikenakan tarif pajak lebih rendah dari pada pendapatan dividen.

Untuk itu investor yang kaya (yang memiliki sebagian besar saham) mungkin lebih suka

perusahaan menahan dan menanamkan kembali laba ke dalam perusahaan. Pertumbuhan laba

mungkin dianggap menghasilkan kenaikkan harga saham, dan keuntungan modal yang

pajaknya rendah akan menggantikan dividen yang pajaknya tinggi.


2. Pajak atas keuntungan tidak dibayarkan sampai saham terjual. Karena adanya efek

nilai waktu, satu dolar pajak yang dibayarkan di masa mendatang mempunyai biaya efektif

yang lebih rendah daripada satu dolar yang dibayarkan hari ini.

3. Jika selembar saham dimiliki seseorang sampai meninggal sama sekali tidak ada

pajak keuntungan modal yang terutang, ahli waris yang menerima saham itu dapat

menggunakan nilai saham pada hari kematian sebagai dasar biaya mereka, dengan demikian

mereka terhindar dari pajak keuntungan modal.

Karena adanya keuntungan keuntungan pajak ini, para investor mungkin lebih suka

perusahaan menahan sebagian besar laba perusahaan. Jika demikian maka para investor akan

mau membayar lebih tinggi untuk perusahaan yang pembagian dividennya rendah daripada

perusahaan sejenis yang pembagian dividennya tinggi.

2. Dampak dari pendanaan melalui modal dan distribusi laba

Pendanaan dalam bentuk modal dilakukan oleh perusahaan melalui penjualan

kepemilikan saham biasa perusahaan tersebut. Contoh lain, seperti persekutuan yang menjual

bagian kemitraannya kepada investor baru. Pembiayaan modal juga ada dalam berbagai

bentuk. Kebanyakan yang biasa adalah kontribusi kepada modal selalu dalam bentuk kas

tetapi terkadang dalam bentuk properti oleh para mitra dalam persekutuan atau pemilik dari

perusahaan terbatas. Pemilik saham biasa seringkali memiliki kontrol suara dari perusahaan

dan mereka mempunyai keuntungan dari memiliki kepemilikan sisa. Dalam perencanaan

strategis, manajer mencari struktut modal optimal dalam jangka panjang. Perpaduan optimal

dari utang dan modal untuk organisasi tergantunt dari tujuan perusahaan. Untuk organisasi

nirlaba, utang dapat dicegah untuk menjamin kelangsungan program selama penurunan

ekonomi, dimana dapat mengurangi kontribusi yang tidak diharapkan. Sala halnya, seperti

organisasi yang berorientasi keuntungan, perpaduan utang atas modal yang dicari oleh
manajemen adalah satu yang memaksimalkan ekuitas pemiliki. Ini adalah fungsi dari resiko

dan pengembalian yang diharapkan.

Perusahaan umumnya memiliki tujuan untuk meningkatkan nilai pemegang saham.

Jika saham secara publik diperjualbelikan, mengindikasikan bahwa harga pasar yang mereka

perdagangkan secara implisit diperhitungkan atas kedua resiko pengembaliannya. Dalam

menambah pemilihan waktu, aspek nilai waktu dari keuntungan pajak adalah penting dalam

keputusan struktur modal. Untuk para investor pemilihan waktu pembayaran dapat

direkayasa sehingga pembayaran dilakukan dalam meminimalisasi pajak. Deviden dapat

dibayarkan ketika tarif pajak menurun , sehingga pengembalian saham dilakukan dalam

rangka pemberian penghargaan. Dengan demikian, pajak ditunda dan kemudian

ditransformasi ke dalam penghasilan dari keuntungan modal yang dipajaki dengan tarif

rendah. Para investor bebas pajak dapat menginginkan distribusi saat ini, seperti deviden,

untuk menunda arus kas seperti menunggu untuk menjual saham dihargai untuk

mentransformasi penghasilan menjadi keuntungan modal. Mereka juga dapat mengabaikan

kepada bunga terhadap deviden. Jika perusahaan mengetahui bahwa para kliennya dapat

dibebaskan pajak, perusahaan dapat menerbitkan utang atau ekuitas berdasarkan

kebutuhannya, tanpa memperhatikan status pajak dari investor. Dengan menerbitkan saham

atau sekuritas yang dapat dikonversi ke ekuitas, perusahaan dapat mengaktifkan baik mereka

sendiri atau para investor mereka untuk mengubah penghasilan sesungguhnya menjadi

keuntungan modal atau penghasilan kena pajak menjadi penghasilan tidak kena pajak.

Distribusi Laba (Distributing Devidend)

Dividen adalah pembagian laba kepada pemegang saham berdasarkan banyaknya

saham yang dimiliki. Pembagian ini akan mengurangi laba ditahan dan kas yang tersedia

bagi perusahaan, tapi distribusi keuntungan kepada para pemilik memang adalah tujuan
utama suatu bisnis. Besar kecilnya persentase dividen yang dibagikan dari laba bersih

tergantung dari kebijakan perusahaan maupun permintaan dari pemegang saham terutama

pemegang saham utama dan harus disetujui dalam RUPS.

Pengertian atau definisi dividen menurut Pajak Penghasilan terdapat dalam penjelasan

Pasal 4 Ayat (1) huruf g Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah

dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 (selanjutnya disebut UU PPh). Di bagian

tersebut ditegaskan bahwa dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham

atau pemegang polis asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi yang diperoleh

anggota koperasi. Ditegaskan pula bahwa termasuk dalam pengertian deviden juga adalah:

bentuk apapun berasal dari kapitalisasi agio saham pemegang saham karena pembelian

kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan; tahun-tahun yang lampau diperoleh

keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar

(statute) yang dilakukan secara; penebusan tanda-tanda laba tersebut; sebagai biaya

perusahaan.

Dalam pembagian dividen terdapat tiga tanggal untuk diperhitungkan, yaitu

tanggal pengumuman, pendaftaran, dan pembayaran. Dividen resmi terutang oleh badan saat

secara resmi dilakukan pengumuman pembagian dividen. Untuk tujuan pemajakan, sesuai

dengan ketentuan pasal 23 dan pasal 26, dengan terutangnya dividen itu terutang pula PPh

pasal 23 dan pasal 26.

Pemberi dividen akan memotong jenis PPh dan tarif yang berbeda-beda tergantung

siapa penerima dividennya. Jenis objek pajak penghasilan yang dikenakan penerima dividen

adalah sebagai berikut:

1. Dividen Wajib Pajak Badan Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang

menerima atau memperoleh penghasilan berupa dividen, maka atas penghasilan

dividen tersebut dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15% dari penghasilan bruto sebagaimana
diatur dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a UU PPh. Dividen tersebut dikenakan PPh Pasal 23

sepanjang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana disebutkan dalam pasal 4 ayat 3 huruf

f UU PPh
2. Dividen Sebagai Objek Pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2) Wajib Pajak Orang

Pribadi Dalam Negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan berupa

dividen, maka atas penghasilan dividen tersebut dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) yang

bersifat final sebesar 10% dari penghasilan bruto sebagaimana diatur dalam PP No. 19

Tahun 2009 tanggal 9 Februari 2009.


3. Dividen Sebagai Objek Pemotongan PPh Pasal 26 Wajib Pajak Luar Negeri yang

menerima atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia berupa

dividen, maka atas penghasilan dividen tersebut dipotong PPh Pasal 26 sebesar 20%

dari penghasilan bruto sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (1) huruf a UU PPh.

Namun, apabila penerima dividen ini adalah WPLN dimana Negara domisili yang

bersangkutan mempunyai perjanjian perpajakan dengan Indonesia dan terdapat Surat

Keterangan Domisili (COD), maka tarif yang dikenakan adalah tarif yang sesuai dengan

Tax Treaty.

Dividen yang Dikecualikan dari Objek Pajak

Pada penjelasan sebelumnya, sudah dijelaskan mengenai pengertian dividen serta

dividen yang termasuk objek pajak penghasilan. Namun, UU PPh memberikan pengecualian

atas dividen tertentu yang tidak termasuk objek pajak penghasilan. Berdasarkan Pasal 4 ayat

(3) huruf f UU PPh, bahwa yang dikecualikan dari objek pajak adalah dividen atau bagian

laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri,

koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal

pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:

menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah

25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor.
Mekanisme Pemotongan

1. Penerima Dividen Adalah Pemotongan PPh atas dividen yang dibayarkan kepada Wajib

Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dilakukan pada saat dividen disediakan untuk

dibayarkan (Pasal 2 ayat 2 PMK-111/PMK.03/2010). Pemotong dalam hal ini adalah

Pihak yang membayar atau pihak lain yang ditunjuk selaku pembayar dividen, wajib

memberikan tanda bukti pemotongan PPh Final Pasal 4 ayat (2) (F.1.1.33.21) kepada

penerima dividen. Pemotong wajib menyetor PPh yang telah dipotong tersebut

paling lama tanggal 10 bulan berikutnya dengan menggunakan SSP (Kode akun

pajak/kode jenis setoran 411128/419). Pemotong juga wajib menyampaikan SPT Masa

PPh Pasal 4 ayat (2) paling lama tanggal 20 bulan berikutnya dengan mengisi obyek pajak

no.10 pada SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2). WP OP penerima dividen melaporkan

penghasilan dividen tersebut pada SPT Tahunan PPh sebagai berikut :


a. Jika WP OP SPT 1770-III bagian A angka 14.
b. Jika WP OP formulir 1770 S-II bagian A angka 12.
c. Jika WP PPh yang dipotong dilaporkan di Bagian B angka 8 dan 9.

2. Penerima Dividen Adalah WP Badan Dalam Pemotongan PPh atas dividen yang

dibayarkan kepada WP Badan Dalam Negeri (tentunya selain penerima dividen

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f UU PPh) dilakukan pada saat

dividen disediakan untuk dibayarkan. Yang dimaksud dengan saat disediakan untuk

dibayarkan (Penjelasan Pasal 15 ayat (3) PP Nomor 94 Tahun 2010) adalah :


a. Untuk en yang akan dibayarkan, yaitu pada saat pembagian dividen

diumumkan atau ditentukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Tahunan. Demikian pula apabila perusahaan yang bersangkutan dalam tahun berjalan

membagikan dividen sementara (dividen interim), maka Pajak Penghasilan Pasal 23

Undang-Undang Pajak Penghasilan terutang pada saat diumumkan atau ditentukan

dalam Rapat Direksi atau pemegang saham sesuai dengan Anggaran Dasar

perseroan yang bersangkutan.


b. pemegang saham yang berhak atas dividen (recording date). Dengan perkataan lain

pemotongan Pajak Penghasilan atas dividen sebagaimana diatur dalam Pasal 23

Undang-Undang Pajak Penghasilan baru dapat dilakukan setelah para pemegang

saham yang berhak "menerima atau memperoleh" dividen tersebut diketahui,

meskipun dividen tersebut belum diterima secara tunai.


c. Pemotong dalam hal ini adalah pihak yang wajib membayarkan, wajib memberikan

bukti potong PPh Pasal 23 (F.1.1.33.06) kepada peneriman dividen. Pemotong

menyetorkan PPh Pasal 23 yang telah dipotong tersebut paling lama tanggal 10 bulan

berikutnya dengan menggunakan SSP (kode akun pajak/kode jenis setoran

411124/101). Pemotong juga wajib menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 23 paling

lama tanggal 20 bulan berikutnya. Bagi pihak yang menerima dividen ini, PPh Pasal

23 yang telah dipotong ini merupakan kredit pajak.

3. Dampak dari Pendanaan melalui Utang (Debt Financing) Terutama oleh Pemegang

Sahamnya

Hutang mempakan salah satu bentuk pendanaan yang dipilih oleh pemsahaan untuk

mendanai kegiatan operasionalnya. Para pemilik perusahaan (pemegang saham) cenderung

menghindari hutang yang ekstrim baik hutang jangka pendek maupun jangka panjang, karena

akan menurunkan nilai perusahaan. Jika dipaksakan, memungkinkan munculnya biaya

kebangkmtan yang terdiri dari legal fee dan distress price (aset perusalaan yang dihargai

murah sewaktu dinyatakan bangkrut).

Pendanaan berupa hutang dibagi menjadi dua yaitu (1) hutang jangka pendek (kurang

dari 1 tahun) lazim digunakan untuk kebutuhanjangka pendek terdiri atas hutang dagang dan

kewajiban yang masih harus dibayar seperti upah dan pajak, dan (2) Hutangjangka panjang

adalah hutang dengan yang memiliki jatuh tempo lebih dari satu tahun, biasanya berbentuk
hipotek dan obIigasi. Jika terjadi Iikuidasi, kreditor akan dibayar terlebih dahulu dari hasil

penjualan aktiva tetap yang dipergunakan sebagai agnnan dalam perjanjian kreditnya.

Pendanaan berupa hutang diproksikan ke dalam DER. Rasio DER mengukur tingkat

penggunaan hutang terhadap total modal sendiri yang dimiliki perusahaan. Semakin tinggi

DER menunjukkan tingginya ketergantungan permodalan perusahaan terhadap pihak luar

sehingga beban perusahaan juga semakin berat. Tentunya hal ini akan mengurangi hak

pemegang saham (dalam bentuk dividen). Tingginya DER selanjutnya akan mempengaruhi

minat investor terhadap saham perusahaan tertentu, karena investor pasti lebih tertarik pada

saham yang tidak menanggung terlalu banyak beban hutang. Dengan kata lain, DER

berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.

Rasio DER oleh Jensen et at. (1992) dalam Almilia dan Silvy (2006) dirumuskan

sebagai berikut:

dimana : Total Hutang = lumlah hutang lancar + !mtang jangka panjang

Modal Sendiri = Total modal (ekuitas) yang dimiIiki perusahaan

Jika DER lebih dari satu, maka perllsahaan didanai dengan lebih banyak hutang

sehingga perusahaan harus membayar bunga. Berarti pemegang saham sulit membeli saham

karena perusahaan tidak menerbitkan saham untuk kegiatan pendanaannya dan kreditor

enggan meminj amkan uang karena adanya pengalihan resiko dari perusahaan.

Pajak Penghasilan dengan Hutang

Keputusan pendanaan menjadi relevan dalam keadaan ada pajak (Modigliani dan

Miller, 1958, dalam Husnan dan Pudjiastuti, 2004). Hal ini dikarenakan bunga yang dibayar

oleh perusahaan merupakan pengurang pajak penghasilan (tax deductibility of interest


payment). Dengan memasukkan un sur pajak, kebanyakan pakar keuangan setuju bahwa

hutang memiliki dampak positif atas penilaian total perusahaan (Horne dan Wlchowicz,

2007). Hutang digunakan untuk pendanaan maupun investasi seperti pembelian aktiva tetap

yang memiliki tax shield atau perlindungan pajak, karena depresiasi aktiva tetap yang

merupakan dana non cash dapat digunakan llntuk mengurangi beban pajak yang ditanggung

perusahaan.

Sedangkan, pembayaran bunga hutang merupakan biaya pengurang pajak perusahaan

yang berhutang. Berbeda d~ngan dividen yang merupakan non deductible expense,

akibatnya, jumlah total dana yang tersedia untuk membayar para pemilik hutang dan

pemegang saham akan lebih besar jika hutang digunakan, sehingga bunga hutangjllga disebut

perlilldungan pajak. Semakin besar jumlah hutang semakin besar pula keuntungan

perlindungan pajak dan semakin besar nilai perusahaan, jika semua hal lain dianggap tetap.

Namun, jika penghasilan kena pajakjumlahnya kecil atau negatif, keuntungan perlindungan

pajak dari hutang akan berkurang atau bahkan tidak ada. Selain itu, jika perusahaan bangkrut

dan dilikuidasi, penghematan pajak di masa depan yang berhubungan dengan hutang akan

hilang. Hal ini membuat keuntungan perlindungan pajak atas hutang, menjadi tidak pasti.

Keuntungan dari Pendanaan melalui Utang

Keuntungan menggunakan utang bagi perusahaan dapat dirangkum dalam beberapa

hal: Pertama, utang menyediakan manfaat pajak karena pengeluaran bunga dapat

merededuksi pajak. Manfaat pajak dari utang juga bisa diekspresikan dalam istilah perbedaan

antara biaya hutang sebelum pajak dan sesudah pajak. Untuk mengilustrasikan hal tersebut

misalkan: jika r adalah tingkat presentase bunga terhadap hutang dan t adalah tarif pajak

marginal, maka biaya peminjaman setelah pajak (kd) yang akan dinikmati oleh peminjam
adalah: kd = r (1 t). Dalam persamaan ini, biaya utang setelah pajak adalah fungsi menurun

dari tarif pajak. Contoh, suatu perusahaan dengan tarif pajak sebesar 40% yang meminjam

dengan bunga 8%, maka perusahaan mempunyai biaya hutang setelah pajak sebesar 8%( 1-

40%) = 4,8% . Perusahaan lain dengan tarif pajak sebesar 70% yang meminjam pada 8%,

mempunyai biaya hutang setelah pajak sebesar 2,4%. Artinya tarif pajak yang lebih tinggi

akan menurunkan biaya utang cateris paribus.

Kedua, utang bisa mendorong manajer untuk lebih disiplin dalam pilihan-pilihan

investasi mereka. Salah satu cara untuk mengenalkan disiplin kedalam proses investasi adalah

dengan memaksa perusahaan tersebut untuk meminjam uang, karena peminjaman

menciptakan sebuah komitmen untuk membuat bunga dan pembayaran pokok. Selain itu

pada perusahaan yang didalamnya ada pemisahan antara kepemilikan dan manajemen maka

utang pengendalikan perilaku oportunitis manajer untuk pengeluaran sesuai dengan

kewenangannya (discretionary). Oleh karena itu dengan adanya utang, nantinya manajer akan

terfokus pada aktivitas yang diperlukan untuk memastikan bahwa pembayaran utang dapat

dipenuhi.

Ketiga, utang tidak memberikan pihak pemegang surat utang (debtholder) hak suara,

sehingga tidak terjadi pergeseran pengendalian perusahaan. Adapun beberapa hal yang

diyakini sebagai beban karena berutang antara lain adalah sebagai berikut : Pertama, utang

dapat meningkatkan risiko karena kemungkinan perusahaan tidak mampu memenuhi

pembayaran tetapnya bahkan dapat juga berujung pada risiko kebangkrutan. Kondisi tersebut

mungkin terjadi ketika perusahaan mengalami kegagalan pada saat aliran kas (cash flow) dari

operasi tidak mencukupi untuk membayar bunga. Sebuah perusahaan dianggap bangkrut

apabila perusahaan tersebut tidak mampu memenuhi komitmen kontraktual mereka, bahkan

perusahaan yang tidak memiliki utang pun dapat menjadi bangkrut jika mereka tidak mampu

membayar gaji karyawan mereka. Ketika sebuah perusahaan bangkrut, asetnya dapat
dilikuidasi dan hasil dari likuidasai akan digunakan untuk memenuhi klaim yang belum

dilunasi. Prioritas klaim mengikuti persyaratan legal dan spesifi- kasi kontraktual yang ada.

Kedua, utang akan meningkatkan potensi konflik antara 5 pemberi utang (kreditor) dan agen

(dalam hal ini diwakili oleh manajer). Konflik muncul karena manajemen perusahaan

mengambil proyek-proyek berisiko lebih besar dari yang diperkirakan oleh kreditor, dimana

proyek berisiko akan memberikan hasil yang bagus, namun kompensasi yang diberikan

kepada kreditor (berupa bunga) tidak ikut naik, sehingga jika terjadi kerugian maka kreditor

akan dirugikan. Ketiga, utang menyebabkan perusahaan kehilangan beberapa fleksibilitas

berkaitan dengan pembiayaan di masa mendatang, karena adanya rambu-rambu perjanjian

(debt covenant) yang ditetapkan pada awal pinjaman dilakukan. Perjanjian ini berisi rambu-

rambu yang membatasi manajemen untuk membuat keputusan investasi dan pembayaran

dividen dalam jmlah tertentu.


Referensi

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). 2015. Modul Chartered Accountant Manajemen Perpajakan.

IAI. Jakarta

Purnamasari, Yenny. 2009. Pajak Penghasilan dan Keputusan Pendanaa. Jurnal Akuntansi

Kontemporer vol.1 no.1.

http://documentslide.com/documents/sumber-pembiayaan-bagian-1.html (diakses tanggal 18

May 2017)

Anda mungkin juga menyukai