Anda di halaman 1dari 29

MOLA HIDATIDOSA

LAPORAN KASUS

Oleh : dr.Yusni Waty Simbolon

Pembimbing : dr.Sudarmanto, Sp.Rad

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

2013
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i

DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 3

BAB III LAPORAN KASUS......................................................................... 11

BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................. 15

BAB IV KESIMPULAN .............................................................................. 22

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 23

LAMPIRAN .......................................................................................................... 25

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal ditandai dengan villi korialis


yang mengalami perubahan hidrofobik membentuk kelompok-kelompok menyerupai
buah anggur.1,2,3 Mola Hidatidosa ( MH ) merupakan salah satu tipe penyakit
trofoblas gestasional (Gestational Trophoblast Disease, GTD), yakni penyakit
berasal dari sel yang pada keadaan normal berkembang menjadi plasenta pada masa
kehamilan, meliputi berbagai penyakit yang berasal dari sel-sel trofoblast yang
diklasifikasikan World Health Organization sebagai mola hidatidosa parsial (Partial
Mola Hydatid, PMH), mola hidatidosa komplit ( Complete Mola Hydatid, CMH),
koriokarsinoma, mola invasif, dan placental site trophoblastic tumors.
Molahidatidosa adalah tipe GTD tersering ditemukan dan merupakan neoplasma
jinak dari sel trofoblast.1,2,4,5 Mola dianggap sebagai lesi prakanker karena 15-20%
dari mola hidatidosa lengkap (CMH) dan 1% dari mola hidatidosa parsial (PMH)
mengalami transformasi maligna.1,2,6
Insidensinya lebih banyak ditemukan di negara-negara Asia, Afrika, dan
Amerika latin jika dibandingkan dengan insidensi di Amerika Serikat, Australia dan
negara-negara di Eropa. Angka kejadian mola hidatidosa di Amerika Serikat ialah 1
kejadian kehamilan mola dari 1.000 - 1500 kehamilan. Insidensi mola di Asia
dilaporkan terjadi 2 kejadian kehamilan mola dari 1000 kehamilan. Di Timur Jauh
bahkan tercatat 1 kejadian dalam 90 kehamilan. Kehamilan mola dapat terjadi di
semua umur wanita hamil, angka kejadian tersering adalah pada wanita hamil berusia
kurang dari 20 tahun dan berusia antara 40 sampai 50 tahun.1,5,7,8
Persangkaan terhadap pasien GTD didasarkan adanya gejala klinis berupa
perdarahan pervaginam, pembesaran uterus yang tidak sesuai dengan usia kehamilan
disertai peningkatan kadar serum human chorionic gonadotrophyn ( hCG ). Simptom
kehamilan mola seperti pembesaran uterus, perdarahan pervaginam, hipertensi yang
1
diinduksi kehamilan, hiperemesis, anemia dan ketiadaan denyut jantung janin
tidaklah spesifik dan masih mungkin tidak muncul sebelum kehamilan trimester
kedua. Pemeriksaan ultrasonografi (US) merupakan modalitas pilihan dalam
penegakan diagnosis serta adanya peningkatan kadar serum hCG. Gambaran klasik
pemeriksaan US kasus kehamilan mola komplit menampilkan gambaran
snowstorm.4,5
Alasan pemilihan kasus ini karena merupakan kasus yang sangat jarang
didapatkan di instalasi radiologi. Tujuan pemilihan kasus ini agar kita dapat
mengetahui dan memahami gambaran mola hidatidosa dengan modalitas US paling
sederhana.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan fisiologi


Uterus adalah organ berongga yang tebal, berotot, panjang kurang lebih 7,5
cm dan lebar 5cm dengan berat 30 40 gram. Terletak dalam rongga panggul minor
di antara kandung kemih dan anus, ototnya disebut miometrium dan selaput lendir
yang melapisi bagian dalamnya disebut endometrium. Peritoneum menutupi sebagian
besar permukaan luar uterus, posisi uterus pada wanita dewasa bervariasi tergantung
dari kondisi kandung kencing dan rectum. Bagian bawah bersambung dengan vagina
dan di bagian atasnya tuba uterin masuk ke dalamnya. Ligamentum latum uteri
dibentuk oleh dua lapisan peritoneum, di setiap sisi uterus terdapat ovarium dan tuba
uterine. Uterus terbagi atas 3 bagian yaitu : fundus yang terletak di atas muara tuba
uterine; korpus uteri yang melebar dari fundus ke serviks; isthmus terletak antara
korpus dan serviks, bagian bawah uterus yang sempit disebut serviks. Rongga serviks
bersambung dengan rongga korpus uteri melalui ostium uteri interna dan bersambung
dengan rongga vagina melalui ostium uteri eksterna.9
Sekitar 5 hari setelah pembuahan terjadi dalam tuba fallopi, blastosit
mencapai uterus. Blastosit terdiri atas inner cells dan outer cells, inner cells dari
blastosit kemudian akan berkembang menjadi fetus. Bagian luar blastosit (outer
cells) dilapisi sel yang disebut trofoblast. Plasenta berkembang dari blastosit trofoblas
dan merupakan organ pertama kehamilan yang berdiferensiasi. Trofoblast akan
berkembang menjadi bermacam sel yang ditemukan di placenta. Selain itu, trofoblast
plasenta memediasi terjadinya implantasi, merangsang produksi hormon kehamilan (
-Human Chorionic Gonadotrophyn ), memberikan perlindungan sistem kekebalan
tubuh bagi janin dan meningkatkan aliran darah vaskuler dari ibu ke plasenta. Sel-sel
trofoblast yang terletak di kutub embrio blastosit mulai menembus mukosa rahim
pada hari ke-6. Hari ke-9 perkembangannya, blastosit tertanam lebih dalam ke

3
endometrium.Trofoblast memperlihatkan kemajuan besar dalam perkembangannya,
terutama di kutub embrio dimana vakuola muncul dalam syncytium (hari 9). Awal
bulan ke-2, trofoblas ditandai oleh sejumlah besar vili sekunder dan tersier yang
memberikan tampilan radial. Pada kutub embrio, vili banyak dan terbentuk dengan
baik sedangkan pada kutub seberangnya vili yang terbentuk sedikit dan kurang
berkembang. Awal bulan ke-4, plasenta memiliki dua komponen yaitu di kutub janin
terbentuk frondosum korion (chorionic plate) dan di kutub ibu dibentuk oleh desidua
basalis ( basal plate ) yang dijembatani oleh korda umbilikalis.8,10 Ketika plasenta
telah terbentuk sempurna akan terjadi koneksi penting antara ibu dan janin yang
sedang berkembang untuk memungkinkan pertukaran gas penting dan nutrisi. Satu-
satunya fungsi plasenta adalah untuk kelangsungan hidup janin.Ketika dilahirkan,
plasenta terdiri atas dua sisi yaitu sisi maternal dan sisi fetus. Sisi maternal akan
terlihat dengan permukaan yang tidak rata yang terdiri atas kotiledon-kotiledon dan
sisi fetus akan terlihat lebih halus dan mengkilap.10,11 Disamping berfungsi dalam
pemenuhan kebutuhan gas dan nutrisi bagi janin, plasenta menghasilkan hormon
steroid yaitu estrogen dan progesteron. Human chorionic gonadotrophyn ( hCG )
merupakan luteneizing hormone yang dihasilkan oleh syncytiotrophoblasts dari
plasenta di awal kehamilan, sebab itulah adanya hormon ini dalam darah dan urin
seorang wanita menjadi tanda awal adanya kehamilan. Saat plasenta menghasilkan
hormon-hormon steroid maka sekresi hCG segera mengalami penurunan.8,10

B. Etiopatologi
Penyebab terjadinya MH tidak diketahui dengan pasti, diperkirakan adanya
peranan kelainan kromosomal.5,12 Sel sperma membuahi ovum abnormal yang tidak
memiliki nukleus (atau kromosom) pada CMH. Penyebab terbentuknya ovum
abnormal tersebut tidak diketahui. Bila fertilisasi dengan kondisi tersebut
berlangsung, perkembangan normal tidak akan terjadi, tidak akan terbentuk chorion,
amnion atau korda umbilikalis dan fetus juga tidak terbentuk. Sebaliknya sel

4
trofoblast pembentuk plasenta akan berkembang pesat menjadi CMH.1,2 Embrio atau
janin pada PMH secara parsial berkembang tetapi biasanya tidak bertahan hidup
sampai rata-rata minggu kedelapan akan mati. Kebanyakan kehamilan dianggap-
berisiko tinggi dan dapat berakibat fatal terhadap ibu.8,12
CMH dapat berkembang setelah terjadinya abortus ataupun dari sisa-sisa sel
trofoblast setelah kehamilan aterm.12 Beberapa faktor resiko yang banyak disebutkan
yaitu usia kehamilan di atas 35 tahun dimana kemungkinan terjadi MH menjadi dua
kali lipat, usia setelah 40 tahun kemungkinannya menjadi 5-10 kali lipat (Moore).
Faktor resiko terhadap kehamilan sebelum usia 16 tahun juga meningkat (Vorvick).
Faktor lainnya adalah intake prekursor vitamin A ( beta karoten ), konsumsi protein
dan lemak hewani yang rendah diperkirakan erat kaitan terhadap terjadinya CMH,
paritas, riwayat pernah mengalami ataupun dalam keluarga mengalami kehamilan
mola dan kondisi tingkat sosioekonomi dan edukasi yang rendah. Faktor lainnya yang
sebenarnya belum jelas benar hubungannya antara lain penggunaan kontrasepsi oral
jangka panjang, golongan darah, pernah abortus dan kesulitan memiliki
keturunan.1,7,12

C. Klasifikasi dan epidemiologi


Mola hidatidosa terbagi atas dua tipe, yakni mola hidatidosa komplet (CMH)
dan mola hidatidosa parsial (PMH). Mola hidatidosa komplet dapat terjadi sebagai
hasil dari fertilisasi oleh 1 atau 2 sel sperma terhadap sel telur yang tidak memiliki
DNA ( an empty egg cell ) sehingga uterus tidak berisi jaringan fetus. Semua
kromosom nya berasal dari paternal. Pada mola hidatidosa komplet, vili khoriales
memiliki ciri khas menyerupai buah anggur dan secara total mengganti jaringan yang
semestinya terbentuk sebagai plasenta serta ditemukan hiperplasia tropoblastik.
Sebanyak 1 dari 5 wanita akan mengalami persistensi jaringan mola dimana
kebanyakan menjadi mola invasif, tetapi dapat pula menjadi koriokarsinoma, suatu
bentuk ganas (kanker) dari GTD.1,2

5
Mola hidatidosa parsial terbentuk dari fertilisasi sel ovum normal oleh 2 sel
sperma dengan kariotipe triploid sehingga dapat ditemukan adanya jaringan fetus
yang selanjutnya bertumbuh menjadi janin dengan multiple anomali dan biasanya
dapat bertahan hidup selama beberapa minggu dan abortus yang tejadi kemudian
selalu disertai adanya jaringan janin. Hanya sebagian vili khoriales yang mengalami
perubahan hidrofobik sedangkan sebagian masih berupa jaringan placenta yang
normal.2,8
Insidensi MH disebutkan sebesar 1,1 per 1000 kehamilan, akan tetapi ada juga
literature yang mengatakan lebih spesifik untuk tiap 1000 kelahiran hidup. Insidensi
tersebut tidak dapat pula menjelaskan angka pasti untuk CMH maupun untuk PMH.
Penyebab kesulitan tersebut adalah masih sulitnya membedakan degenerasi
hidrofobik parsial atau komplit. Penyebab lainnya juga oleh karena adanya kerancuan
terhadap kemungkinan kelainan kromosom bawaan janin.3 Insidensi GTD secara
umum yang pernah dipublikasikan mulai dari yang terendah yaitu 0,5 per 1000
kehamilan di Amerika Serikat sampai yang tertinggi di Taiwan. Walaupun insidensi
secara pastinya bervariasi antara satu penelitian terhadap penelitian lainnya, insidensi
pada populasi Asia tetap selalu yang tertinggi dibandingkan dengan etnik lainnya.
Alasan tingginya insidensi pada populasi Asia belum sepenuhnya dapat dipahami
tetapi kemungkinan erat kaitannya dengan basis genetik, kondisi sosioekonomi dan
basis lingkungan. Distribusi usia yang sering dilaporkan adalah kehamilan pada usia
sebelum 20 tahun dan setelah 40 tahun.4

D. Manifestasi klinis
Tahap awal perkembangannya kehamilan mola menunjukkan karakteristik
klinis yang sulit dibedakan dengan gejala kehamilan normal. Kemudian pada
trimester 1 dan terutama selama trimester ke-2 sejumlah perubahan terjadi, yang
paling umum adalah perdarahan pervaginam berwarna kecoklatan yang sering
disertai dengan jaringan-jaringan menyerupai buah anggur, pembesaran ukuran uterus
biasanya lebih besar untuk usia kehamilan terutama pada kasus CMH (4 minggu lebih
6
tua), dan denyut jantung janin tidak ditemukan. Anemia terjadi pada kasus-kasus
prolonged bleeding yang ditandai dengan gejala fatique dan sesak nafas, pre-
eklampsi yang ditandai dengan hipertensi dapat terjadi sebelum usia kehamilan
kurang dari 24 minggu. Tanda lainnya yang dapat ditemukan pada kehamilan mola
adalah hipertiroid dan terbentuknya kista ovarium yang disebabkan tingginya kadar
-hCG perdarahan terutama pada CMH.1,5,8

E. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, hasil pemeriksaan fisik yang
ditemukan, pemeriksaan penunjang seperti laboratorium, USG dan pemeriksaan
histologis. Trias temuan klinis pada mola hidatidosa komplit yaitu yang pertama
adanya pembesaran uterus yang tidak sesuai usia kehamilan, dimana biasanya lebih
besar 4 minggu dari usia sebenarnya, yang kedua adalah tanda adanya perdarahan
pervaginam dan yang ketiga adalah adanya peningkatan kadar -hCG persisten
sampai melebihi usia kehamilan 9-12 minggu yang didapatkan melalui pemeriksaan
laboratorium dan sering mengakibatkan hiperemesis gravidarum dini. Pemeriksaan
laboratorium lainnya yang perlu dilakukan yaitu pemeriksaan darah lengkap, fungsi
pembekuan darah, fungsi tiroid.12,13
Pemeriksaan histologis memperlihatkan tidak adanya jaringan fetus pada mola
komplit, proliferasi trofoblastik yang nyata, villi koriales yang hidrofik dengan
kromosom 46,XX atau 46,XY. Temuan peningkatan faktor pertumbuhan antara lain
c-myc, epidermal growth factor dan c-eb B-2 jika dibandingkan pada plasenta yang
normal juga merupakan penanda mola komplit.14

F. Pemeriksaan Ultrasonografi
Kebanyakan mola sudah dapat dideteksi pada trimester awal kehamilan sebelum
onset tanda klasik muncul dengan bantuan alat penunjang ultrasonografi ( USG )
yang beresolusi tinggi. Karakteristik USG mola adanya gambaran badai salju
( snowstorm ) yang mengindikasikan villi koriales yang hidrofik. Pencitraan
7
ultrasonografi merupakan pemeriksaan pilihan untuk awal diagnosa untuk selanjutnya
diperkuat dengan hasil pemeriksaan laboratorium dengan nilai -hCG yang tinggi ( >
100,000 mIU per milliliter ) dan dari hasil pemeriksaan histopatologi.8.14,15
Pemeriksaan doppler arteri intrauterin pada kehamilan normal menunjukkan
bentuk gelombang impedansi tinggi dengan kecepatan diastolik rendah selama
trimester pertama. Aliran dengan impedansi rendah hanya muncul di lokasi
implantasi , mungkin terkait dengan invasi vaskular fisiologis jaringan trofoblas. Saat
kehamilan berlanjut sampai trimester kedua invasi lebih lanjut arteri oleh jaringan
trofoblas terjadi, hal tersebut akan berlanjut mereduksi impedansi vaskular. Pada
trimester ketiga, invasi vaskular fisiologis berkembang sedemikian rupa dengan
kecepatan tinggi, pola aliran impedansi rendah. Pada kehamilan mola , invasi arteri
miometrium oleh jaringan trofoblas juga terjadi , tetapi proses ini didominasi oleh
proliferasi trofoblas yang abnormal.Pemeriksaan doppler menunjukkan kecepatan
aliran yang tinggi, impedansi aliran rendah pada trimester awal dan kedua. Meskipun
adanya jaringan mola pada ultrasonografi skala abu-abu, dikombinasikan dengan
tingkat hCG meningkat, merupakan diagnostik mola hidatidosa, temuan doppler
memberikan peranan penting dalam konfirmasi diagnosis.8

G. Penatalaksanaan
Suction curettage adalah metode penanganan optimal untuk evakuasi jaringan
mola terutama bagi wanita yang masih ingin mempertahankan fungsi organ
reproduksinya. Tindakan ini juga memperkecil secara signifikan kemungkinan
terjadinya perdarahan hebat, infeksi dan resiko tertahannya residu jaringan mola
dibandingkan dengan metode induksi oksitosin maupun prostaglandin. Antigen RhD
yang ditemukan pada trofoblast diatasi dengan pemberian Rh immune globulin pada
pasien Rh negative bersamaan dengan tindakan kuretase. Pasien-pasien yang tidak
menginginkan kehamilan lagi dilakukan tindakan histerektomi. Tindakan
histerektomi sendiri tidaklah menutup kemungkinan terjadinya metastase walaupun
histerektomi sudah cukup untuk menghambat perkembangan invasi lokalis.
8
Monitoring kadar hormon -hCG paska kuretase sampai tidak terdeteksi selama 3
minggu atau 6 bulan berturut-turut sangat dibutuhkan untuk memastikan tidak
terjadinya persistent gestational trophoblastic neoplasia1,14

H. Komplikasi dan Prognosis


Pasien yang didiagnosis dengan kehamilan mola harus dievaluasi untuk
kemungkinan terjadinya komplikasi medis seperti anemia, toksemia, atau
hipertiroidisme. Semua pasien harus menjalani pemeriksaan fisik lengkap dan
pemeriksaan laboratorium rutin, termasuk penentuan golongan darah, fungsi tiroid,
hati, dan ginjal.14 Pemeriksaan radiologis x-rays, magnetic resonance imaging dan
computed tomography thorax, pelvis, otak dan abdomen juga sangat dibutuhkan
untuk mengevaluasi kemungkinan terjadinya metastase jauh.1,12 Data yang pernah
didapatkan dari beberapa sentra disebutkan terjadinya rekurensi peningkatan kadar -
hCG sebesar kurang dari 1% pada pasien yang telah dinyatakan bebas selama 6
bulan berturut-turut.14
Mola dianggap sebagai lesi prakanker karena 15-20% dari mola hidatidosa
lengkap (CMH) dan 1% dari mola hidatidosa parsial (PMH) mengalami transformasi
maligna.1,2,6 Jaringan trofoblas menginvasi sistem pembuluh darah ibu dan dapat
diangkut ke organ ekstrauterine lokal seperti vagina dan panggul, tetapi dapat
mencapai organ yang lebih jauh seperti paru-paru dan otak. Metastase yang sangat
langka yaitu ke sumsum tulang belakang dan jaringan paraspinal juga pernah
dilaporkan. Metastase ekstrauterin biasanya terdeteksi secara klinis beberapa bulan
setelah evakuasi kehamilan mola. Koriokarsinoma biasanya dapat mencapai hitungan
tahun paska evakuasi kehamilan mola baru terdeteksi secara klinis.4
Di Amerika Serikat, sebagian besar pusat kanker menggunakan sistem skor
persistent gestational trophoblastic neoplasia berdasarkan pada beberapa faktor
resiko ( akan ditampilkan dalam bentuk tabel pada lampiran ). Wanita dengan skor
kurang dari atau sama dengan 6 memiliki prognosis yang baik dan berespon sangat

9
baik dengan kemoterapi. Wanita dengan skor 7 diperkirakan memiliki prognosis
buruk, respon terhadap kemoterapi kurang walaupun tumor belum menyebar luas.1

10
BAB III
LAPORAN KASUS

Dilaporkan seorang wanita, umur 43 tahun, datang ke RSUD Tuapejat


Mentawai tanggal 28 februari 2013 pukul 17.00 WIB, dengan keluhan utama keluar
darah dari organ kewanitaan sejak bulan desember ( lk 2 bulan lalu ) dan semakin
banyak dalam 3 hari belakangan sampai harus berganti sarung 4 kali dalam sehari.
Darah terkadang disertai dengan gumpalan-gumpalan daging berwarna agak bening,
coklat dan merah dengan tekstur lembek. HPHT os tanggal 21 Oktober 2012 dan
sejak bulan November rutin pemeriksaan antenatal care di wilayah kerja Puskesmas
Sikakap oleh bidan desa di posyandu setempat. Os merasa kehamilan ini membuat
perutnya membesar sangat cepat, jika dibandingkan dengan 7 kehamilan sebelumnya
mirip dengan usia kehamilannya saat bulan ke 6-7. Os juga merasa aneh dengan tidak
adanya gerakan bayi yang dikandungnya, hal tersebut sudah pernah dikeluhkan
kepada Bidan.
Lima hari sebelum dirujuk ke RSUD Tuapejat ( 23 02 2013 ), os merasa
perut bagian bawah tidak nyaman seperti mau melahirkan yang diikuti kemudian
dengan keluarnya jaringan bergumpal berwarna agak keputihan yang ditimbang oleh
Bidan seberat kurang lebih 1.700 gram. Sejak itu pasien kemudian diobservasi di
Poskesdes oleh Bidan dan oleh karena darah yang keluar dari vagina serta terkadang
disertai jaringan-jaringan seperti daging masih berlangsung maka diputuskan untuk
dirujuk.
Anamnese dan pemeriksaan fisik untuk status kebidanan yang dilakukan
dokter triage dan bidan di RSUD Tuapejat dijelaskan sebagai berikut : wanita dengan
G8P7A0 AH7, HPHT 21 Oktober 2012, Taksiran Persalinan 28 Juli 2013, kesadaran
compos mentis, tekanan darah 100/70 mmHg, heart rate 78 kali/menit, respiratori rate
20 kali/menit, suhu 36C, mata anemia (+), iketrik (-), suara nafas vesikuler normal,
abdomen soepel dengan TFU 4 jari di bawah pusat (perkiraan usia kehamilan 22

11
minggu ). Pemeriksaan inspekulo yang dilakukan tampak adanya darah di vagina
dengan porsio uteri tampak terbuka. Kemudian setelah dilakukan pemeriksaan
kehamilan metode rapid test (test pack untuk mendeteksi hCG pada urin) dan
didapatkan hasil yang positif, pasien dikonsulkan untuk pemeriksaan ultrasonografi
kebidanan ke Instalasi Radiologi dengan kiriman klinis sebagai abortus inkompletus.
Pemeriksaan laboratorium darah rutin menunjukkan hasil dalam batas normal kecuali
nilai hemoglobin sebesar 8,9 mmHg.
Pemeriksaan USG kemudian dilakukan pada hari yang sama dengan alat USG
skala abu-abu, transduser yang digunakan adalah transduser melengkung berfrekuensi
5 MHz. Hasil pemeriksaan USG skala abu-abu adalah
Tampak adanya massa solid intrauterine, batas tegas, tepi ireguler dengan lesi
anekoik multipel menyebar ukuran bervariasi yang memberikan gambaran
snow storm terutama pada US real time.
Tampak myometrium aspek posterior dengan batas yang mengabur dengan
lesi.
Tak tampak adanya janin intrauterin.
Kesan : Suspek mola hidatidosa
Saran : dilakukan pemeriksaan foto thorax proyeksi PA
Pemeriksaan selanjutnya hasil dari pemeriksaan foto sinar X thorax proyeksi
Postero-Anterior ( PA ) adalah :
Pulmo dan besar jantung normal
Tak tampak gambaran pulmonal metastase.

12
Foto USG pasien :

13
Foto Thorax PA pasien :

Pertimbangan komplikasi perdarahan serta belum ada pembuktian secara


histologis sebagai baku emas penegakkan diagnosa mola hidatidosa, maka pasien
dirujuk ke RSUP Propinsi Sumatera Barat di Padang. Kuretase dan pengambilan
sampel guna pemeriksaan histopatologi di RSUP Padang memberikan diagnosa
defenitif sebagai kasus mola hidatidosa.

14
BAB IV
PEMBAHASAN

Selama dekade terakhir kemajuan teknologi bidang radiologi dengan


pengenalan modalitas pencitraan mengubah evaluasi panggul perempuan oleh
ginekologis. Ultrasonografi (USG) ginekologis pertama kali digunakan oleh Donald
Etal tahun 1958 untuk mendiagnosis massa abdomen. Ultrasonografi merupakan
modalitas pemeriksaan pelengkap yang penting dalam mengevaluasi massa panggul.
Dalam beberapa kasus jenis tumor, USG dapat mendeteksi dan membedakan asal dan
posisi massa panggul.16 WHO merekomendasikan USG sebagai modalitas dasar
radiologi yang penting terutama untuk negara-negara sedang berkembang. USG
digambarkan sebagai teknologi berkelanjutan untuk negara berkembang dengan
sumber daya rendah, karena harga yang relatif murah , biaya pemeliharaan relatif
rendah, memiliki portabilitas luas, dan daya tahan dibandingkan dengan semua
modalitas pencitraan radiologi lainnya. Pada akhirnya outcome yang diharapkan oleh
WHO untuk negara berkembang adalah mengurangi angka kematian ibu dan
perinatal.17
Namun kelemahan dari sonografi termasuk keterbatasan teknis yang
disebabkan oleh keterbatasan kemampuan alat tergantung dari spesifikasi alat USG
berbagai tipe, keterampilan operator. Kekurangan tadi tentunya akan sangat
mempengaruhi kemampuan menampilkan karakteristik suatu penyakit atau massa
panggul baik pemindaian USG Mode-B maupun pemindaian USG real time.16
Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal ditandai dengan villi korialis
yang mengalami perubahan hidrofobik membentuk kelompok-kelompok menyerupai
buah anggur.1,2,3 Persangkaan klinis kasus mola hidatidosa adalah munculnya trias
klasik adanya pembesaran uterus yang tidak sesuai usia kehamilan, dimana biasanya
lebih besar 4 minggu dari usia sebenarnya, yang kedua adalah tanda adanya

18
perdarahan pervaginam dan yang ketiga adalah adanya peningkatan kadar -hCG
persisten sampai melebihi usia kehamilan 9-12 minggu.12,13
Pasien datang dengan keluhan keluar darah dari organ kewanitaan sejak
kurang lebih selama 2 bulan dengan pola hilang timbul dan merasa pembesaran
perutnya yang sangat cepat dan dibandingkan dengan kehamilannya sebelumnya
seperti kehamilan berusia 6-7 bulan. Pemeriksaan pendukung lainnya yang dilakukan
di bangsal kebidanan dengan tes pack membuktikan masih tingginya kadar -hCG di
usia kehamilan os yang telah memasuki usia >12 minggu (berdasarkan HPHT).
Berdasarkan perhitungan HPHT pasien, usia kehamilannya adalah 20 minggu. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan TFU 4 jari di bawah pusat, diperkirakan usia kehamilan
adalah 22 minggu (Mochtar & Lutan, 2002). Lima hari sebelum dirujuk ke RSUD
Tuapejat, os merasa perut bagian bawah tidak nyaman seperti mau melahirkan yang
diikuti kemudian dengan keluarnya jaringan bergumpal berwarna agak keputihan
yang ditimbang oleh Bidan seberat kurang lebih 1.700 gram. Dapat diasumsikan
bahwa enam hari sebelumnya TFU lebih tinggi dari 4 jari di bawah pusat. Trias klinis
adanya kehamilan mola terpenuhi sehingga dapat disangkakan.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan terhadap os ditemukan kadar
hemoglobin darah sebesar 8,9 mmHg. Hal ini menandakan telah terjadi anemia yang
disebabkan prolonged bleeding.
CMH sulit dibedakan dengan awal kehamilan normal atas dasar gejala dan
tanda klinis. Kadar -HCG yang masih positif dalam urin, adanya perdarahan
pervaginam serta anemia bukanlah tanda yang spesifik. Gerakan janin yang tidak
dirasakan terkadang lebih bersifat subjektif dan tidak spesifik dan dalam beberapa
kasus kehamilan normal beberapa penilaian klinis tersebut masih mungkin akan
muncul pada usia kehamilan sampai trimester kedua.15 Trias klinis dengan atau tanpa
anemia masih dapat ditemukan pada abortus inkompletus dengan adanya retensi hasil
konsepsi dalam rahim.17

19
USG adalah pemeriksaan pilihan untuk diagnosis awal. CMH memberikan
gambaran sonografi klasik dalam skala abu-abu, yaitu gambaran badai salju
( snowstorm appearance ) yang mengindikasikan villi koriales yang hidrofik.
Tampilan badai salju tersebut memberikan gambaran massa solid heterogen di
endometrium dengan lesi-lesi anekoik yang merupakan tampilan vili koriales yang
membengkak dan berisi cairan (hidrofobik). Lesi-lesi anekoik tersebut memiliki
diameter antara 1 sampai 30 mm, Ukuran vili koriales berbanding lurus dengan usia
kehamilan mola tersebut. Gambaran tersebut akan tampak pada CMH trimester
kedua, sedangkan awal CMH masih akan sulit dibedakan awal kehamilan.
Gambaran USG PMH akan menampilkan plasenta yang membesar dengan
lesi-lesi anekoik terlokalisir, sehingga masih ditemukan bagian plasenta yang
memberikan ekogenitas yang normal. Janin biasanya nonviable atau abnormal dan
menunjukkan tanda-tanda kelainan terkait gen triploidy, yang meliputi beberapa cacat
bawaan dan pertumbuhan yang abnormal.8,15
Mola invasif pada pemeriksaan USG skala abu-abu dicurigai apabila tampak
adanya nodul jaringan lunak di myometrium. Identifikasi dengan doppler akan
menampilkan area kistik fokal disertai bagian-bagian tertentunya yang berwarna di
dalam myometrium.4 Mola invasif, disebut juga dengan "chorioade- noma
destruens,". Umumnya merupakan bentuk dari persistensi trofoblast, hampir mirip
dengan choriocarcinoma, dapat muncul de novo ataupun ikutan setelah , kehamilan
normal, missed abortion, kehamilan ektopik ataupun kehamilan mola. Pasien
biasanya datang dengan keluhan perdarahan berkepanjangan dan kadar -hCG yang
tinggi.2
Choriocarcinoma adalah GTD yang paling parah dan merupakan kehamilan
mola yang sangat ganas. Bentuk ini sangat tipikal dengan adanya metastase jauh,
termasuk paru-paru, ginjal, otak, hati dan vagina. Metastase ini dapat menyebar
secara hematogen, sistem limfatik ataupun konduksi secara langsung.2

20
Modalitas US tranvaginal menjadi modalitas pilihan yang lebih baik
dibandingkan dengan US tranabdominal. Dimana dapat memvisualisasikan massa
dalam kanal endometrium dengan sangat baik. Dalam beberapa penelitian dilaporkan
dapat memvisualisas adanya rekurensi lokal.
Kista theca lutein bilateral sering ditemukan pada kasus kasus kehamilan
mola, terdapat pada 30-50% kasus. Ukuran kista berukuran antara 4-8 cm. Kista
membutuhkan waktu selama 4 bulan untuk berkurang setelah operasi evakuasi
kehamilan mola. Pertumbuhan kista ini berhubungan dengan tingginya kadar -
BhCG.2
Hasil pemeriksaan USG skala abu-abu intraabdominal dengan transduser
melengkung 5 mHz yang dilakukan terhadap os menampilkan gambaran khas USG
CMH yaitu ditemukannya gambaran massa solid intrauterin dengan lesi anekoik
multipel ukuran bervariasi yang memberikan tampilan snow storm appearance. Tak
ditemukan adanya gambaran plasenta normal maupun adanya janin, sehingga
menyingkirkan diagnosis PMH. Temuan ini menguatkan persangkaan CMH pada
pasien.
Temuan adanya batas yang mengabur antara lesi dan myometrium aspek
posterior pada hasil USG pasien mengarahkan ke mola invasif ataupun kemungkinan
koriokarsinoma yang belum dapat disingkirkan. Karena keterbatasan modalitas USG
yang tersedia sehingga tidak dapat dilakukan pemeriksaan doppler sehingga diagnosa
radiologis yang ditegakkan adalah suspek ( persangkaan ) dengan saran dilakukan
foto thorax PA. Foto thorax PA os yang tidak menampilkan adanya pulmonal
metastase untuk menyingkirkan adanya choriocarcinoma.

21
BAB V
SIMPULAN

Telah dilaporkan seorang wanita, 43 tahun, dengan keluhan keluar darah dari
organ kewanitaan sejak lk 2 bulan, terkadang disertai dengan gumpalan-gumpalan
daging berwarna agak bening, coklat dan merah dengan tekstur lembek. Os
dinyatakan hamil sejak 21 Oktober 2012. Os merasa perutnya membesar sangat cepat
dan tidak adanya gerakan bayi yang dikandungnya. Lima hari sebelum masuk RS
mengalami gejala mirip keguguran tetapi tanpa ada janin yang keluar selanjutnya
perdarahan terus berlangsung dan selalu beserta daging yang lembek bentuk bulat-
bulat. Hasil pemeriksan fisik dan periksa dalam oleh dokter triage ditegakkan dengan
diagnosa abortus inkomplitus dengan status obstetric : G8P7A0 AH7 , TFU 4 jari di
bawah pusat (perkiraan usia kehamilan 22 minggu).
Pada pemeriksaan USG intraabdominal, tampak gambaran snow storm
appearance intrauterin, dikesankan sebagai suspek mola hidatidosa. Pemeriksaan foto
thorax normal, pemeriksaan rapid test hCG (+) pada usia kehamilan > 12 minggu
memperkuat diagnosa persangkaan mola hidatidosa. Hasil pemeriksaan histopatologi
ditegakkan sebagai suatu kehamilan mola.
Gambaran ultrasonografi skala abu-abu mola hidatidosa khas adalah sebagai
massa solid endometrium intrauterin yang tampak hiperekoik dengan lesi anekoik
multipel, ukuran bervariasi dan menyebar dengan tampilan snow storm appearance.
Pencitraan ultrasonografi skala abu-abu merupakan pemeriksaan pilihan awal dan
sederhana dalam menegakkan diagnosa untuk selanjutnya diperkuat dengan hasil
pemeriksaan -hCG yang tinggi di usia kehamilan >12 minggu. Diagnosa definitif
ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologi.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. American Cancer Society. Gestational Trophoblastic Disease. Available from:


www.cancer.org. ( 20 Maret 2013 )
2. McLennan M.K. Molar pregnancy (hydatidiform mole; gestational
trophoblastic disease. JANVIER 1999; 45: 49-62
3. Sellmyer MA, Desser TS, Maturen KE, Jeffrey B, Kamaya A. Physiologic,
Histologic, and Imaging Features of Retained Products of Conception.
RadioGraphics 2013; 33:78196
4. Zhou Q, Lei XY, Xie Q, Cardoza JD. Sonographic and Doppler Imaging in
the Diagnosis and Treatment of Gestational Trophoblastic Disease. J
Ultrasound Med 2005; 24:1524
5. Betel C, Atri M, Arenson AM, Khalifa M, MD, Osborne R, MD, Tomlinson
G. Sonographic Diagnosis of Gestational Trophoblastic Disease and
Comparison With Retained Products of Conception. J Ultrasound Med 2006;
25:98593
6. Mott DD. Hydatidiform Mole Imaging. Available from:
http://www.medscape.org/. ( 20 Maret 2013 )
7. Bugti QA, Baloch N, Baloch MA. Gestational Trophoblastic Disease in
Quetta. Pakistan J. Med. Res. 2005; 44(2): 92-5
8. Green CL, Angtuaco TL, Shah HR, Parmley TM. Gestational Trophoblastic
Disease: A Spectrum of Radiologic Diagnosis. RadioGraphics 1996; 16:1371-
84
9. Anonymous. The Uterus. Available from:
http://education.yahoo.com/reference/gray/subjects/subject/268. (1 April
2013)
10. Wilson B. Sonography of the Placenta And Umbilical Cord. Radiologic
Technology 2008; 79( 4): 333S-45S
11. Anonymous. Developmental Of The Plasental Villi. Available from:
http://www.embryology.ch/anglais/fplacenta/villosite01.html. (1 Maret 2013)
12. Anonymous. Hydatidiform-Mole. Availabel from:
http://guideline.gov/content.aspx?id=15781&search=(gestational+trophoblasti
c+disease+or+hydatidiform+moles+or+molar+pregnancy)+and+ultrasound .
(1 Maret 2013)
13. Anonymous. . Available from:
http://www.learningradiology.com/archives2010/COW%20425-
Molar%20Pregnancy/molecorrect.htm. (1 Maret 2013)
14. Berkowitz RS, Goldstein DP. Molar Pregnancy. N Engl J Med
2009;360:1639-45

23
15. Lazarus E, Hulka CA, Siewert B, Levine D. Sonographic Appearance of Early
Complete Molar Pregnancies. J Ultrasound Med 1999: 18:58993
16. Wani S, Hammad MK. Ultrasonography In Diagnostic Evaluation Of
Ginaecology Pelvic Mass. JK-Practitioner 2002; 9(4): 239-41
17. Wiafe YA, Odoi AT, Dassah ET. The Role of Obstetric Ultrasound in
Reducing Maternal and Perinatal Mortality. Komfo Anokye Teaching
Hospital Ghana
18. Williams PL, Laifer-Narin SL, Ragavendra N. US of Abnormal Uterine
Bleeding. RadioGraphics 2003; 23:70318

24
LAMPIRAN

Gambar 1 . USG transabdominal


menampilkan lesi hiperekoik dengan
multipel lesi anekoik di endometrium,
myometrium dapat divisualisaikan
dengan baik.8

Gambar 2. Gambaran invasif mola ke


myometrium aspek posterior (kepala
panah)8

25
Gambar 3. Lesi hiperekoik di endometrium
dengan multipel lesi anekoik dalam berbagai
ukuran yang menampilkan gambaran snow
14
storm.

Gambar 4. Gambaran Partial Mola


Hydatid trimester 1.14

Gambar 5. US transvaginal tanpa dan dengan doppler pasien yang sama, pada doppler
tampak adanya invasi pada myometrium dengan gambaran pembuluh-pembuluh
5
darahnya.

26
Gambar 6. Gambar USG potongan longitudinal menampilkan adanya
gestational sac dengan bentuk ireguler berada di segmen inferior
uterus pada kasus abortus yang sedang berlangsung.18

Gambar 7. Gambar usg potongan sagital wanita post partus 3 hari sebelumnya
menampilkan adanya penebalan endometrium yang heterogen, pada
pemeriksaan doppler tampak low-resistance arterial ow . Pemeriksaan
27
histopatologi membuktikan sebagai sisa-sisa hasil konsepsi yang tertinggal.18
conception.
Gambar 6. Skema perkembangan gestasional mulai pembuahan, perkembangan
blastosit, trophoblast dan janin pada trimester 1.8

28
Gambar 7. Foto thorax penderita GTD
menampilkan multipel nodul yang
diperkirakan adalah darah, pada
pemeriksaan histopatologi terbukti
8
sebagai choriocarcinoma.

Tabel scoring prognosis di USA.1

29
Tabel 1. Diagnosa banding CMH post trimester satu
Parameter CMH PMH Mola Invasif Sisa
konsepsi
1 Temuan USG Massa Massa Massa solid Penebalan
skala abu-abu hiperekoik hiperekoik di heterogen
dengan dengan myometrium endometrium
komponen komponen dengan
kistik multipel kistik komponen
di multipel di kistik berisi
endometrium. endometrium. pembuluh
Plasenta Plasenta darah
normal (-) normal (+)
Janin (-) Janin (+)
2 Kista theca ++ +/- ++ -
lutein
3 Kadar -hCG > Tinggi Tinggi Tinggi Tak
12 minggu usia terdeteksi
kehamilan

30

Anda mungkin juga menyukai