Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kolaborasi merupakan istilah umum yang sering digunakan untuk menggambarkan
suatu hubungan kerja sama yang dilakukan pihak tertentu. Sekian banyak pengertian
dikemukakan dengan sudut pandang beragam namun didasari prinsip yang sama yaitu
mengenai kebersamaan, kerja sama, berbagi tugas, kesetaraan, tanggung jawab dan
tanggung gugat. Namun demikian kolaborasi sulit didefinisikan untuk menggambarkan
apa yang sebenarnya yang menjadi esensi dari kegiatan ini. Seperti yang dikemukakan
National Joint Practice Commision (1977) yang dikutip Siegler dan Whitney (2000)
bahwa tidak ada definisi yang mampu menjelaskan sekian ragam variasi dan kompleknya
kolaborasi dalam kontek perawatan kesehatan.
Apapun bentuk dan tempatnya, kolaborasi meliputi suatu pertukaran pandangan
atau ide yang memberikan perspektif kepada seluruh kolaborator.Efektifitas hubungan
kolaborasi profesional membutuhkan mutual respek baik setuju atau ketidaksetujuan
yang dicapai dalam interaksi tersebut. Partnership kolaborasi merupakan usaha yang baik
sebab mereka menghasilkan outcome yang lebih baik bagi pasien dalam mencapai upaya
penyembuhan dan memperbaiki kualitas hidup.

B. TUJUAN
Tujuan kami membuat karya tulis mengenai sistem kolaborasi antara pemberi
asuhan dengan pasien dan keluarga pasien adalah supaya kita dapat mengetahui
bagaimana sistem kolaborasi antara pemberi asuhan dengan pasien dan keluarga pasien
ini dalam pemberian asuhan keperawatan transkultural.

C. METODA
Untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan, kami menggunakan
beberapa reverensi buku seperti buku Fundamental Keperawatan karangan Potter Perry,
Buku Konsep dasar keperawatan karangan Budiono dan Sumirah Budi Pertami, Buku
Keperawatan Kesehatan Komunitas karangan Effendy dan Ferry, Buku Ilmu social dan
Budaya Dasar karangan Setiady dan Buku Sosiologi untuk kesehatan karangan Sudarman
dan Momon.

D. SISTEMATIKA PENULISAN

1
BAB I PENDAHULUAN

BAB II KAJIAN TEORI.

BAB III PEMBAHASAN.

BAB IV PENUTUP.

DAFTAR PUSTAKA

BAB II

KAJIAN TEORI

Perawatan Transkultural merupakan bidang yang relative baru; ia berfokus pada studi
perbandingan nilai-nilai dan praktek budaya tentang kesehatan dan hubunganya dengan
perawatannya. Dr. Madeline Leininger, seorang perawat yang ahli antropologi, mempunyai
andil besar dalam meningkatkan riset dalam perawatan transkultural dan dalam merangsang
program-program studi yang erat kaitannya. Menurut Leininger tujuan studi praktek
pelayanan kesehatan transkultural adalah meningkatkan pemahaman atas tingkah laku
manusia dalam kaitan dengan kesehatanya. Dengan mengidentifikasi praktek kesehatan
dalam berbagai budaya ( kultur ), baik di masa lampau maupun zaman sekarang, akan
terkumpul persamaan-persamaan. Leininger berpendapat, kombinasi pengetahuan tentang
pola praktek transkultural dengan kemajuan tehnologi dapat menyebabkan semakin

2
sempurnanya pelayanan perawatan dan kesehatan orang banyak dari berbagai kultur.Dalam
memberikan perawatan transkultural ini diperlukannya sistem kolaboratif antara pemberi
asuhan keperawatan dengan pasien dan keluarga pasien. sistem kolaboratif ini sangat penting,
karena tanpa adanya sistem kolaborasi ini , asuhan keperawatan transkultural tidak akan akan
berjalan dengan baik..

BAB III

PEMBAHASAN

A. KOLABORASI
Pemahaman mengenai prinsip kolaborasi dapat menjadi kurang berdasar jika hanya
dipandang dari hasilnya saja. Pembahasan bagaimana proses kolaborasi itu terjadi justru
menjadi point penting yang harus disikapi. Bagaimana masing-masing profesi
memandang arti kolaborasi harus dipahami oleh kedua belah pihak sehingga dapat
diperoleh persepsi yang sama.
Seorang dokter saat menghadapi pasien pada umumnya berfikir, apa diagnosa
pasien ini dan perawatan apa yang dibutuhkannya pola pemikiran seperti ini sudah
terbentuk sejak awal proses pendidikannya. Sulit dijelaskan secara tepat bagaimana
pembentukan pola berfikir seperti itu apalagi kurikulum kedokteran terus berkembang.
Mereka juga diperkenalkan dengan lingkungan klinis dibina dalam masalah etika,
pencatatan riwayat medis, pemeriksaan fisik serta hubungan dokter dan pasien.
mahasiswa kedokteran pra-klinis sering terlibat langsung dalam aspek psikososial
perawatan pasien melalui kegiatan tertentu seperti gabungan bimbingan pasien. Selama

3
periode tersebut hampir tidak ada kontak formal dengan para perawat, pekerja sosial atau
profesional kesehatan lain. Sebagai praktisi memang mereka berbagi lingkungan kerja
dengan para perawat tetapi mereka tidak dididik untuk menanggapinya sebagai
rekanan/sejawat/kolega. (Siegler dan Whitney, 2000)
Dilain pihak seorang perawat akan berfikir; apa masalah pasien ini? Bagaimana
pasien menanganinya?, bantuan apa yang dibutuhkannya? Dan apa yang dapat diberikan
kepada pasien?. Perawat dididik untuk mampu menilai status kesehatan pasien,
merencanakan intervensi, melaksanakan rencana, mengevaluasi hasil dan menilai
kembali sesuai kebutuhan. Para pendidik menyebutnya sebagai proses keperawatan.
Inilah yang dijadikan dasar argumentasi bahwa profesi keperawatan didasari oleh disiplin
ilmu yang membantu individu sakit atau sehat dalam menjalankan kegiatan yang
mendukung kesehatan atau pemulihan sehingga pasien bisa mandiri.
Sejak awal perawat dididik mengenal perannya dan berinteraksi dengan pasien.
Praktek keperawatan menggabungkan teori dan penelitian perawatan dalam praktek
rumah sakat dan praktek pelayanan kesehatan masyarakat. Para pelajar bekerja diunit
perawatan pasien bersama staf perawatan untuk belajar merawat, menjalankan prosedur
dan menginternalisasi peran.
Kolaborasi merupakan proses komplek yang membutuhkan sharing pengetahuan
yang direncanakan yang disengaja, dan menjadi tanggung jawab bersama untuk merawat
pasien. Kadangkala itu terjadi dalam hubungan yang lama antara tenaga profesional
kesehatan. (Lindeke dan Sieckert, 2005).
Kolaborasi adalah suatu proses dimana praktis keperawatan atau perawat klinik
bekerja dengan dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan dalam lingkup praktek
profesional keperawatan, dengan pengawasan dan supervisi sebagai pemberi petunjuk
pengembangan kerjasama atau mekanisme yang ditentukan oleh peraturan suatu negara
dimana pelayanan diberikan. Perawat dan dokter merencanakan dan mempraktekan
bersama sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batas-batas lingkup
praktek dengan berbagi nilai-nilai dan pengetahuan serta respek terhadap orang lain yang
berkontribusi terhadap perawatan individu, keluarga dan masyarakat.

B. HUBUNGAN PERAWAT DAN PASIEN DALAM KONTEKS ETIS


Seorang pasien dalam situasi menjadi pasien mempunyai tujuan tertentu. Seorang
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan juga mempunyai tujuan tertentu.
Kondisi yang dihadapi pasien merupakan penentu peran perawat terhadap pasien
( Husted dan Husted, 1990 ).

4
Untuk menjelaskan peran perawat secara umum dapat digunakan kerangka yang
mengacu pada pandangan dasar Helldegard .E Pepley, tentang hubungan perawat dan
pasien dalam asuhan keperawatan, merupakan rasa percaya, pengukuran pemecahan
masalah ( Problem Solving ), dan kolaborasi.
Dalam konteks hubungan perawat dan pasien, perawat dapat berperan Sebagai
konselor pada saat pasien mengungkapkan kejadian dan perasaan tentang penyakitnya.
Perawat juga dapat berperan sebagai pengganti orang tua (terutama pada pasien anak),
saudara kandung, atau teman bagi pasien dalam ungkapan perasaan-perasaannya.

1. Penerapan hubungan antara perawat dan pasien, perawat dan perawat,


perawat dan profesi lain, dan perawat dengan masyarakat
Bentuk-bentuk penerapan, Dalam konteks hubungan perawat dan pasien,
perawat dapat berperan Sebagai konselor pada saat pasien mengungkapkan kejadian
dan perasaan tentang penyakitnya. Perawat juga dapat berperan sebagai pengganti
orang tua (terutama pada pasien anak), saudara kandung, atau teman bagi pasien
dalam ungkapan perasaan-perasaannya.
Perawat dan perawat memiliki etika khusus mengatur tanggung jawab moral
perawat yang disusun oleh organisasi perawat itu sendiri. berdasarkan suatu sumber
yang ada dilingkungan baik lingkungan kesehatan, lingkungan konsumen dan
lingkungan Komunitas Keperawatan. Contoh penerapannya yaitu :
a. Tritmen pada pasien yang menghadapi ajal :
1) Pemberian O2 -> diteruskan / di stop.
2) Program pengobatan diteruskan / tidak
3) Suport terapi ( RJP ) sampai kapan.
4) Dalam kondisi MBO.
b. Mengijinkan unsur mengakhiri penderitaan dan hidup pasien dengan sengaja
atas permintaan pasien sendiri,pembatasan perilaku, dan infomrmed consent.
1) Pasien teriminal
2) Status vegetatif
3) Pasien HIV /AID
4) Pasien mendapat terapi diet
5) Pasien menghadapi tindakan medik
6) Operasi, pemakaian obat yangharganya mahal dll.
c. Bioetika :
1) Aborsi, pembatasan kelahiran,sterilisasi, bayi tabung, tranplantasi organ
dll.
d. Pengungkapan kebenaran dan kerahasiaan dalam bidang kedokteran.
1) Permintaan informasi data pasien,
2) Catatan medik,
3) Pembicaraan kasus pasien.

5
Penerapan hubungan antara perawat dan profesi lain yang memiliki bidang
kesehatan yang saling berketergantungan satu sama lain misalnya seorang dokter
pasti membutuhkan, perawat, apoteker dan lain-lain , yang saling berkaitan satu
sama lain.
Selain penerapan-penerapan dengan perawat dan profesi lain, perawat juga
harus menerapkan hubungan antara perawat dan masyarakat Perawat mengemban
tugas tanggung jawab bersama masyarakat untuk memprakarsai dan medukung
berbagai kegiatan dalam memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat.dan tetap
menghargai privasi yang ada dalam masyarakat berupa Privasi pasien. Menghargai
harkat martabat pasien,Sopan santun dalam pergaulan,saling menghormati, saling
membantu, peduli terhadap lingkung
Fokus utama dari perhatian etis dalam keputusan tindakan asuhan keperawatan
seharusnya adalah kesejahteraan individu, dan walaupun pasien mempunyai peran
integral dan bahan peran sentral dalam pengambilan keputusan, maka pasien tidak
lagi mempunyai hak untuk memaksa perawat, sebagai pelaksana asuhan
keperawatan.
Bila perbedaan antara perawat dan pasien tidak dapat di selesaikan, maka
pelaksana asuhan keperawatan harus menarik diri dari pelaksana asuhan
keperawatan dan merujuknya kepada seseorang yang sistim valuenya sesuai dengan
keinginan pasien. Dan bila tidak ada juga, pasien mungkin harus mempertimbangkan
kembali keputusannya atau dapat menarik diri dari asuhan keperawatan
Berdasarkan peran dan fungsi perawat , perawat menerima tugas secara pribadi
untuk memenuhi kebutuhan asuhan keperawatan dari pasien. Bagaimanapun perawat
tidak mempunyai kewajiban khusus untuk mencoba mengisi semua (atau beberapa)
keinginan asuhan keperawatan dari individu, meskipun perawat dapat
melakukannnya tetapi tidak ada kewajiban moral secara khusus untuk
melakukannya.
Terlebih lagi perawat sebagai pelaksana asuhan keperawatan, tidak
mempunyai kewajiban untuk memenuhi kebutuhan pasien yang diluar bidang
keahliannya, dan mempunyai hak untuk mengakhiri tindakan asuhan keperawatan
yang diluar batas kemampuannya.
Oleh sebab itu, hubungan parawat dan pasien sebenarnya merupakan
keputusan keputusan yang dibuat berdasarkan kesepakatan bersama sebagai
pencerminan suatu penghargaan terhadap value dari kedua belah pihak. Disamping

6
itu dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien , perawat juga
mempunyai hubungan dengan dokter dalam peran dependen (tergantung) mengingat
dalam melaksanakan asuhan keperawatan didalamnya terdapat program kesehatan
dimana pertanggung jawaban dipegang oleh dokter, disamping peran kolaborasi
(interdependen) yang dilaksanakan dalam mengatasi permasalahan secara team work
dengan tim kesehatan lain.
Untuk membuat keputusan terdapat permasalahan etika keperawatan secara
tepat, maka perawat perlu mengetahui dan memahami konsep dasar etika
keperawatan. Berbagai permasalahan etika dapat terjadi dalam tatannan tindakan
asuhan keperawatan, dimana terjadi intervensi antara pasien dengan perawat.
Permasalahan bisa menyangkut penentuan antara mempertahankan hidup dengan
kebebasan dalam menentukan kamatian.
Upaya menjaga keselamatan pasien yang bertentangan dengan berbagai sector
lain, dan penerapan asuhan keperawatan yang tidak ilmiah dalam mengatasi
permasalahan kesehatan pasien. Dalam membuat keputusan terhadap dua masalah
yang dihadapi, perawat dituntut untuk dapat mengambil keputusan yang
menguntungkan pasien dan dirinya, yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang
diyakini oleh pas

C. ANGGOTA TIM INTERDISIPLIN


Tim pelayanan kesehatan interdisiplin merupakan sekolompok profesional yang
mempunyai aturan yang jelas, tujuan umum dan berbeda keahlian. Tim akan berfungsi
baik jika terjadi adanya konstribusi dari anggota tim dalam memberikan pelayanan
kesehatan terbaik. Anggota tim kesehatan meliputi : pasien, perawat, dokter, fisioterapi,
pekerja sosial, ahli gizi, manager, dan apoteker. Oleh karena itu tim kolaborasi
hendaknya memiliki komunikasi yang efektif, bertanggung jawab dan saling menghargai
antar sesama anggota tim.
Pasien secara integral adalah anggota tim yang penting. Partisipasi pasien dalam
pengambilan keputusan akan menambah kemungkinan suatu rencana menjadi efektif.
Tercapainya tujuan kesehatan pasien yang optimal hanya dapat dicapai jika pasien
sebagai pusat anggota tim.
Perawat sebagai anggota membawa persfektif yang unik dalam interdisiplin tim.
Perawat memfasilitasi dan membantu pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
dari praktek profesi kesehatan lain. Perawat berperan sebagai penghubung penting antara
pasien dan pemberi pelayanan kesehatan.

7
Dokter memiliki peran utama dalam mendiagnosis, mengobati dan mencegah
penyakit. Pada situasi ini dokter menggunakan modalitas pengobatan seperti pemberian
obat dan pembedahan. Mereka sering berkonsultasi dengan anggota tim lainnya
sebagaimana membuat referal pemberian pengobatan.
Kolaborasi menyatakan bahwa anggota tim kesehatan harus bekerja dengan
kompak dalam mencapai tujuan. Elemen penting untuk mencapai kolaborasi yang efektif
meliputi kerjasama, asertifitas, tanggung jawab, komunikasi, otonomi dan kordinasi
Kerjasama adalah menghargai pendapat orang lain dan bersedia untuk memeriksa
beberapa alternatif pendapat dan perubahan kepercayaan. Asertifitas penting ketika
individu dalam tim mendukung pendapat mereka dengan keyakinan. Tindakan asertif
menjamin bahwa pendapatnya benar-benar didengar dan konsensus untuk dicapai.
Tanggung jawab, mendukung suatu keputusan yang diperoleh dari hasil konsensus dan
harus terlibat dalam pelaksanaannya. Komunikasi artinya bahwa setiap anggota
bertanggung jawab untuk membagi informasi penting mengenai perawatan pasien dan
issu yang relevan untuk membuat keputusan klinis. Otonomi mencakup kemandirian
anggota tim dalam batas kompetensinya. Kordinasi adalah efisiensi organisasi yang
dibutuhkan dalam perawatan pasien, mengurangi duplikasi dan menjamin orang yang
berkualifikasi dalam menyelesaikan permasalahan.
Kolaborasi didasarkan pada konsep tujuan umum, konstribusi praktisi profesional,
kolegalitas, komunikasi dan praktek yang difokuskan kepada pasien. Kolegalitas
menekankan pada saling menghargai, dan pendekatan profesional untuk masalah-
masalah dalam team dari pada menyalahkan seseorang atau atau menghindari tangung
jawab. Hensen menyarankan konsep dengan arti yang sama : mutualitas dimana dia
mengartikan sebagai suatu hubungan yang memfasilitasi suatu proses dinamis antara
orang-orang ditandai oleh keinginan maju untuk mencapai tujuan dan kepuasan setiap
anggota. Kepercayaan adalah konsep umum untuk semua elemen kolaborasi. Tanpa rasa
pecaya, kerjasama tidak akan ada, asertif menjadi ancaman, menghindar dari tanggung
jawab, terganggunya komunikasi . Otonomi akan ditekan dan koordinasi tidak akan
terjadi.
Elemen kunci kolaborasi dalam kerja sama team multidisipliner dapat digunakan
untuk mencapai tujuan kolaborasi team :
1. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan menggabungkan
keahlian unik profesional.
2. Produktivitas maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber daya
3. Peningkatnya profesionalisme dan kepuasan kerja, dan loyalitas
4. Meningkatnya kohesifitas antar profesional
5. Kejelasan peran dalam berinteraksi antar profesional,

8
6. Menumbuhkan komunikasi, kolegalitas, dan menghargai dan memahami orang lain.
Berkaitan dengan issue kolaborasi dan soal menjalin kerja sama kemitraan dengan
dokter, perawat perlu mengantisipasi konsekuensi perubahan dari vokasional menjadi
profesional. Status yuridis seiring perubahan perawat dari perpanjangan tangan dokter
menjadi mitra dokter sangat kompleks. Tanggung jawab hukum juga akan terpisah untuk
masing-masing kesalahan atau kelalaian. Yaitu, malpraktik medis, dan malpraktik
keperawatan. Perlu ada kejelasan dari pemerintah maupun para pihak terkait mengenai
tanggung jawab hukum dari perawat, dokter maupun rumah sakit. Organisasi profesi
perawat juga harus berbenah dan memperluas struktur organisasi agar dapat
mengantisipasi perubahan.
Pertemuan profesional dokter-perawat dalam situasi nyata lebih banyak terjadi
dalam lingkungan rumah sakit. Pihak manajemen rumah sakit dapat menjadi fasilitator
demi terjalinnyanya hubungan kolaborasi seperti dengan menerapkan sistem atau
kebijakan yang mengatur interaksi diantara berbagai profesi kesehatan. Pencatatan
terpadu data kesehatan pasien, ronde bersama, dan pengembangan tingkat pendidikan
perawat dapat juga dijadikan strategi untuk mencapai tujuan tersebut.
Ronde bersama yang dimaksud adalah kegiatan visite bersama antara dokter-
perawat dan mahasiswa perawat maupun mahasiswa kedokteran, dengan tujuan
mengevaluasi pelayanan kesehatan yang telah dilakukan kepada pasien. Dokter dan
perawat saling bertukar informasi untuk mengatasi permasalahan pasien secara efektif.
Kegiatan ini juga merupakan sebagai satu upaya untuk menanamkan sejak dini
pentingnya kolaborasi bagi kemajuan proses penyembuhan pasien. Kegiatan ronde
bersama dapat ditindaklanjuti dengan pertemuan berkala untuk membahas kasus-kasus
tertentu sehingga terjadi trasnfer pengetahuan diantara anggota tim.
Komunikasi dibutuhkan untuk mewujudkan kolaborasi yang efektif, hal tersebut
perlu ditunjang oleh sarana komunikasi yang dapat menyatukan data kesehatan pasien
secara komfrenhensif sehingga menjadi sumber informasi bagi semua anggota team
dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu perlu dikembangkan catatan status
kesehatan pasien yang memungkinkan komunikasi dokter dan perawat terjadi secara
efektif.
Pendidikan perawat perlu terus ditingkatkan untuk meminimalkan kesenjangan
profesional dengan dokter melalui pendidikan berkelanjutan. Peningkatan pengetahuan
dan keterampilan dapat dilakukan melalui pendidikan formal sampai kejenjang spesialis
atau minimal melalui pelatihan-pelatihan yang dapat meningkatkan keahlian perawat

9
BAB IV

PENUTUP

A. SIMPULAN
Pemahaman mengenai prinsip kolaborasi dapat menjadi kurang berdasar jika hanya
dipandang dari hasilnya saja. Kolaborasi merupakan proses komplek yang membutuhkan
sharing pengetahuan yang direncanakan yang disengaja, dan menjadi tanggung jawab
bersama untuk merawat pasien.
Komunikasi dibutuhkan untuk mewujudkan kolaborasi yang efektif, hal tersebut
perlu ditunjang oleh sarana komunikasi yang dapat menyatukan data kesehatan pasien
secara komfrenhensif sehingga menjadi sumber informasi bagi semua anggota team
dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu perlu dikembangkan catatan status
kesehatan pasien yang memungkinkan komunikasi dokter dan perawat, pasien dan
keluarga pasien terjadi secara efektif.

B. SARAN

Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan
pembaca dalam mata kuliah keperawatan lintas budaya mengenai sistem kolaborasi
antara pemberi asuhan keperawatan dengan pasien dan keluarga. Diharapkan kritik dan
saran dari pembaca untuk menjadikan makalah ini lebih baik lagi.

10
DAFTAR PUSTAKA

Arum Pratiwi.2011.Keperawatan Transkultural. Yogyakarta:Gosyen Publishing


Effendy, Ferry. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori Dan Praktik Dalam
Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2004. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika.

Potter,Perry.2010.Fundamental of Nursing .Edsisi ke 7.Jakarta:Salemba Medika Setiadi, Elly


M, dkk. 2006. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta : Kencana

Sudarma, Momon. 2008. Sosiologi untuk Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika

11

Anda mungkin juga menyukai