Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Cedera merupakan momok bagi semua orang, cedera dapat terjadi karena banyak hal,
salah satunya adalah olahraga, khususnya olahraga sepakbola dan basket. Sepakbola dan basket
merupakan olahraga yang terkenal di Indonesia pada setiap kalangan masyarakat. Kedua
olahraga ini dapat dilakukan oleh anak-anak maupun dewasa, oleh laki-laki maupun perempuan,
dan terdapat berbagai tingkat kejuaraan, dari tingkat kampung, nasional sampai internasional.
Cedera dapat terjadi ketika sedang pertandingan resmi atau latihan, tercatat pada olahraga
sepakbola terjadi 32,2 kasus dari 1000 pertandingan dan 2,4 kasus dari 1000 sesi latihan.[1]

Sepakbola dan basket adalah cabang olahraga yang mempunyai tingkat resiko cedera
tinggi karena kedua olahraga ini banyak menggunakan otot tubuh dan kemungkinan untuk terjadi
benturan fisik juga cukup tinggi sehingga bagian tubuh dari kepala sampai ujung kaki para
pemain berpotensi untuk mengalami cedera ringan maupun berat. Di antara cedera akibat
olahraga, 55 - 65% terjadi pada bagian tungkai bawah dengan 20,2% terjadi pada bagian lutut
dan rasio kejadian 2,98 dari 10.000 atlet yang terpapar.[2] Cedera pada bagian lutut merupakan
cedera yang harus diwaspadai karena cedera lutut cenderung membutuhkan waktu penyembuhan
yang lama, dan 21,2% kasus cedera lutut membutuhkan operasi pembedahan untuk
mengatasinya.[2] Cedera pada lutut cukup bervariasi, mulai dari nyeri, kaku, pembengkakan,
keseleo, sampai robekan meniskus dan ligamen.

Cedera lutut dapat disebabkan karena banyak hal, seperti pemanasan yang kurang, gaya
permainan atau teknik dasar yang salah, gerakan memutar, benturan fisik (kecelakaan), kondisi
lapangan yang kurang sesuai, atau karena penggunaan alat olahraga yang salah. Kasus cedera
lutut cukup banyak terjadi pada para pemain sepakbola dan basket profesional, seperti atlit
sepakbola Ronaldo da Lima (Brazil : cedera lutut pada kaki kiri dan kanan); Michael Owen
(Inggris : cedera lutut ketika Piala Dunia 2006); Carles Puyol (Spanyol : gagal ikut Piala Dunia
2012 akibat cedera lutut); Andrea Stramaccioni (Pelatih Inter Milan : Pensiun dini (19 tahun)
akibat cedera lutut); Muhammad Nasuha (Persib Bandung Indonesia : cedera lutut karena salah
jatuh)[3], dan atlit basket Brandon Roy (USA - NBA : pensiun karena cedera lutut); Jeremy Lin
(USA NBA : absen 6 bulan karena cedera lutut); Ricky Rubio (Spanyol NBA : cedera lutut);
Blake Griffin (USA NBA : gagal ikut Olimpiade London 2012 karena cedera lutut); dan Youbel
Sondakh (Satria Muda Britama Indonesia : gagal masuk Tim Nasional Indonesia akibat cedera
lutut).[4]

Olahraga sepakbola dan basket adalah olahraga yang menyenangkan untuk semua tingkat
usia dan kemampuan, tetapi harus selalu waspada akan resiko cedera akibat olahraga, terutama
cedera lutut. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara olahraga
sepakbola dan basket terhadap frekuensi cedera lutut di klub basket dan sepakbola amatir di kota
Pangkalpinang periode Januari 2013 Februari 2013.

I.2. Perumusan Masalah

I.2.1. Pernyataan Masalah.

Besarnya resiko terjadi cedera lutut akibat olahraga sepakbola dan basket.

I.2.2. Pertanyaan Masalah

1. Berapa besar resiko cedera lutut akibat olahraga sepakbola dan basket?
2. Mengapa olahraga basket mempunyai resiko cedera lutut lebih besar daripada olahraga
sepakbola?

I.3. Hipotesa Penelitian

Olahraga basket mempunyai resiko cedera lutut yang lebih besar karena lebih banyak
melakukan gerakan melompat.
I.4. Tujuan Penelitian

I.4.1. Tujuan Umum

Diketahuinya hubungan antara olahraga sepakbola dan basket terhadap resiko cedera
lutut.

I.4.2. Tujuan Khusus

1. Diketahuinya resiko cedera lutut akibat olahraga sepakbola dan basket.


2. Diketahuinya alasan olahraga basket mempunyai resiko cedera lutut yang lebih besar
daripada olahraga sepakbola.

I.5. Manfaat Penelitian

I.5.1. Manfaat bagi responden :

Responden dapat mengetahui berbagai macam faktor resiko yang menyebabkan cedera
lutut.
Responden dapat melakukan upaya pencegahan terhadap cedera lutut.

I.5.2. Manfaat bagi peneliti :

Mengetahui hubungan antara olahraga sepakbola dan basket terhadap frekuensi cedera
lutut.
Mendapat pengetahuan dan pengalaman dalam melaksanakan penelitian.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Penelusuran Literatur

II.1.1. Prevalensi cedera lutut


Penelitian dilakukan pada 891 atlit laki laki dan wanita non-profesional dari 7 olahraga
yang berbeda (basket, voli, bola tangan, sepakbola, hoki lapangan, atletik, dan bola korf) di
Belanda. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan observasi terhadap karakter
individual (umur, tinggi, berat), lingkungan, dan riwayat penyakit pada lutut.

Hasil penelitian menunjukkan prevalensi cedera lutut adalah 8,5% (78 dari 891 atlit).
Prevalensi paling tinggi adalah olahraga voli (14,4%), dan paling rendah adalah olahraga
sepakbola (2,5%). Serta terdapat perbedaan yang signifikan antara atlet laki laki (51 dari 502,
10,2%) dan atlet wanita (25 dari 389, 6,4%).[5]

II.1.2. Faktor faktor yang mempengaruhi cedera lutut

II.1.2.1. Umur dan Jenis Kelamin

Umur dan jenis kelamin termasuk dalam faktor intrinsik penyebab cedera lutut. Umur
dan jenis kelamin akan mempengaruhi biomekanik dari jaringan lunak (soft tissues), persendian,
dan kekuatan otot. Semuanya akan mengalami perubahan seiring dengan pertambahan usia dan
perbedaan jenis kelamin, karena kondisi optimal seseorang berada pada usia 20 30 tahun dan
laki laki mempunyai resiko yang lebih besar untuk mengalami cedera bila dibandingkan
dengan wanita.[6]

II.1.2.2. Pemanasan (Warm Up)

Pemanasan selalu sangat penting, terutama kalau kita melakukan latihan olahraga segera
setelah bangun tidur, atau setelah berjam-jam duduk, atau habis mengemudikan mobil, karena
dengan pemanasan 15 menit akan memberikan keuntungan terhadap otot dan persendian,
berupa :

Otot menjadi lebih panas beberapa derajat celcius, dan ini membuat kekentalan setiap isi
sel otot menjadi berkurang sehingga lebih memudahkan otot bekerja.
Persendian merupakan daerah bersentuhannya tulang dengan tulang walaupun tidak
secara langsung. Dengan melakukan pemanasan maka tulang rawan (tulang pelindung
yang menutupi
IMT Kelas
<16 Malnutrisi protein energi kelas I tulang di dalam
16.0 16.9 Malnutrisi protein energi kelas II persendian) akan
17.0 18.5 Berat badan kurang
menyerap cairan
18.6 24.9 Normal
25 29.9 Kelebihan berat badan sinovial dan
30 34.9 Kegemukan kelas I mengembang.
35 39.9 Kegemukan kelas II
>40 Kegemukan kelas III Dengan demikian
persendian menjadi lebih siap untuk digunakan karena tulang rawan tadi akan menjadi
suatu bantalan yang baik bagi ujung ujung tulang dalam persendian yang saling
bersentuhan.[7]

II.1.2.3. Perenggangan (Stretching)


Perenggangan merupakan latihan kelenturan untuk menegangkan macam otot kaki,
terutama otot hamstring, otot kuadrisep, dan otot betis. Perenggangan bukan hanya membuat otot
menjadi lebih panas, tetapi juga mengerakkan jaringan fibroelastik otot dan tendo (penghubung
otot dengan tulang). Latihan perenggangan akan membuat molekul kolagen lebih teratur
sehingga menyebabkan bertambah baiknya kekuatan dan elastisitas tendo dan juga perlekatannya
pada tulang.
Latihan perenggangan yang rutin (3x dalam seminggu) akan menyebabkan panjang otot
sewaktu istirahat menjadi lebih panjang. Ini menjadikan otot menjadi tidak mudah cedera akibat
gerakan yang mendadak.[7]

II.1.2.4. Berat badan berlebih


Jika berat badan berlebih, sebaiknya berat badan tersebut diturunkan sebelum memulai
aktivitas olahraga secara rutin. Karena, berat badan yang berlebih akan memudahkan terjadinya
cedera pada persendian dan terutama ligamen.[7]
Berat badan ideal dapat dilihat dalam tabel Index Massa Tubuh (IMT) dan
dihitung dengan rumus BB / TB2.[8]
Tabel 2.1 Klasifikasi Index Massa Tubuh (IMT)

II.1.2.5. Nutrisi
Jenis makanan yang kita makan akan mempengaruhi penampilan olahraga. Jenis
makanan yang baik adalah makanan yang mengandung karbohidrat, lemak, protein, dan mineral.
Makanan ini diperlukan oleh tubuh untuk menghasilkan energi ketika sedang berolahraga, baik
latihan maupun pertandingan.
Makanan bagi para olahragawan harus mengandung banyak karbohidrat kompleks, bukan
lemak karena makanan yang banyak mengandung lemak (gorengan) akan mudah menambah
berat badan, walaupun latihan yang dilakukan keras. Jika berat badan bertambah maka akan
memudahkan terjadinya cedera, misalnya overuse injuries (penggunaan yang berlebihan),
tendinitis (peradangan pada tendon), cedera lutut, dll. [9]
II.1.2.6. Kecapekan atau terlalu letih
Jika latihan terlalu letih maka dapat terjadi kehilangan koordinasi yang akhirnya
menyebabkan tersandung, sehingga memudahkan cedera pergelangan kaki atau cedera lutut.
Intensitas olahraga yang baik adalah 3x seminggu dengan selang istirahat 1 hari.[7]

II.1.2.7. Melompat

Melompat adalah gerakan yang menyebabkan pusat massa tubuh terproyeksi ke atas dan
kaki pelompat meninggalkan tanah. Melompat dilakukan untuk berbagai tujuan, seperti untuk
mencapai ketinggian vertikal maksimum yang dapat dicapai oleh tangan dan mencapai /
melindungi jarak horizontal maksimum. Tujuan ini dapat diterapkan dalam olahraga basket
(gerakan rebound) dan sepakbola (tackling)

Melompat adalah gerakan yang simetris sehingga bagian kiri dan kanan badan bergerak
secara bersamaan. Ketika seseorang ingin melakukan gerakan melompat vertikal, maka orang
tersebut akan melalui beberapa fase, Yaitu fase persiapan (ancang ancang), fase mendorong,
fase terbang, dan fase mendarat. Fase persiapan dan fase mendorong merupakan rangkaian
gerakan yang terjadi di tanah. Ketinggian maksimum yang dapat dicapai tergantung keberhasilan
pada fase persiapan dan mendorong. Gerakan melompat vertikal ini melibatkan 4 persendian,
Yaitu sendi pergelangan kaki (ankle), sendi lutut, sendi pinggul, dan sendi bahu.
Fase persiapan dimulai dari posisi berdiri tegak lurus dilanjutkan gerakan kecil ke arah
bawah yang menyebabkan posisi pergelangan kaki dorso fleksi, lutut fleksi, panggul fleksi, dan
bahu hiperekstensi. Ketika posisi tubuh diturunkan maka energi potensial keseluruhan badan
akan ikut turun. Pada sendi lutut, ketika posisi diturunkan dari posisi normal sendi lutut maka
energi potensial relatif pada lutut menurun dan kontraksi pada otot aktif bersifat eksentrik
(kontraksi otot memanjang). Hal ini juga terjadi pada panggul dan pergelangan kaki. Tetapi, pada
sendi bahu ketika terdorong ke atas / depan maka energi potensial relatif pada bahu meningkat
dan kontraksi otot aktif bersifat konsentris (kontraksi otot memendek).

Saat akhir fase persiapan dan awal dari fase mendorong, badan akan bergerak dengan
cepat ke arah atas sehingga diperlukan kekuatan yang baik dari pergelangan kaki, lutut, panggul,
dan bahu agar dapat menghasilkan lompatan yang benar.

Pada fase mendorong terjadi gerakan yang berlawanan pada setiap persendian sehingga
posisi pergelangan kaki plantarfleksi, lutut ekstensi, panggul ekstensi, dan bahu fleksi. Pada fase
ini energi potensial pada setiap persendian meningkat sehingga beban yang ditanggung oleh
setiap persendian bertambah besar. Dilanjutkan dengan fase terbang yang ditandai dengan kaki
pelompat meninggalkan tanah dan kemudian fase mendarat dimulai dengan sentuhan / kontak
antara kaki dan permukaan tempat mendarat.[10] Ketika terjadi kontak dengan tanah maka struktur
muskuloskeletal akan mendapatkan tekanan yang besar, hasil dari energi potensial yang naik
ketika melakukan gerakan pada fase mendorong. Fase mendarat merupakan fase yang paling
beresiko menyebabkan cedera karena pada saat fase mendarat ekstremitas bawah harus menahan
beban maksimum dari rangkaian gerakan melompat. Agar dapat mendarat dengan sempurna dan
meminimalisir tekanan maka posisi tubuh ketika mendarat harus dalam keadaan seimbang dan
siap beradaptasi dengan tekanan yang didapat.

Olahraga dengan intensitas melompat yang tinggi seperti basket, sepakbola, voli, dll
adalah olahraga yang kurang baik bagi kesehatan ekstremitas bawah terutama bagian persendian.
Menurut data dari National Collegiate Athletic Association (NCAA) di Amerika Serikat, cedera
pada ekstremitas bawah baik pada laki laki dan perempuan, 55 65% disebabkan karena
gerakan melompat yang berulang ulang.[11]
II.1.2.8. Gerakan Tangan yang Salah Waktu Berlari

Gerakan tangan setiap orang ketika berlari pasti berbeda satu sama lain. Ada yang terlalu
ke atas dan kaku. Ada pula yang dengan lemas dan ada pula yang tak bergerak sama sekali.
Gerakan tangan yang benar ketika berlari adalah gerakan ke depan dan ke belakang dengan
lengan yang lemas.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh posture clinic di San Rafael California,
didapatkan banyak cedera olahraga yang disebabkan oleh gerakan yang kurang benar. Salah satu
di antaranya : Seorang penggemar lari mengalami nyeri pada sisi dalam lutut kiri, setelah lari 3
5 km. Pada penelitian dengan video tape yang diputar lambat, nampaklah bahwa di kaki kirinya
terdapat pronasi (telapak kakinya memutar ke samping) lebih banyak daripada yang kanan
sehingga kakikiri orang tadi menyilang garis tengah badan lebih banyak daripada kaki kanannya.
Ini menyebabkan terengangnya ligamen di bagian medial (sisi sebelah kanan) lutut kiri. Hal ini
disebabkan karena gerakan tangannya yang salah ketika berlari. Ketika berlari, tangan kanan
pelari tersebut menyilang di depan badan lebih banyak daripada yang kiri. Mula mula dikira
lengan kanannya mungkin lebih kuat atau kurang lentur, tetapi ternyata tangan kirinya yang
kurang lentur.

Dari penelitian didapatkan bahwa, bila ia berlari, ia menarik siku kiri ke belakang sama
seperti yang kanan. Tetapi, karena kurang lentur pada otot bahu kiri, maka berputarlah badan
bagian atas ke kiri. Seperti yang diketahui, kalau kita memutar badan kita ke kiri, kaki kita juga
membelok ke kiri. Jelas, pelari tersebut tidak lari ke kiri pada setiap langkahnya. Untuk melawan
pemutaran badan bagian atas tadi, maka badan bagian bawah mengadakan pemutaran dengan
menarik kakinya ke sebelah kanan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, rasa sakit pada lutut
pelari tadi disebabkan masalah kurangnya kelenturan pada bahu.[7]

II.1.2.9. Sepatu Olahraga


Sepatu merupakan kebutuhan pokok bagi para pecinta olahraga. Sepatu untuk olahraga
berbeda jika dibandingkan dengan sepatu untuk jalan. Sepatu olahraga juga berbeda untuk setiap
jenis olahraga, karena memiliki desain khusus sesuai dengan olahraganya. Pemilihan sepatu
untuk olahraga juga harus sesuai dengan struktur dan bentuk telapak kaki.

Jika bantalan sol sepatu sudah tidak efektif lagi, jangan dipakai lagi karena mudah
menyebabkan cedera, terutama cedera pada otot dan persendian kaki.[12]

II.1.2.10. Kondisi Lapangan

Kondisi lapangan termasuk dalam faktor eksternal penyebab cedera. Kondisi lapangan
yang tidak memenuhi standar, seperti licin dan tidak rata akan memudahkan terjadinya cedera.[7]

II.1.2.11. Riwayat penyakit terdahulu

Cedera lutut terjadi bukan hanya karena faktor olahraga, melainkan juga bisa terjadi
karena faktor lain, seperti penyakit. Penyakit penyakit seperti osteoarthritis, osteoporosis,
ketidakstabilan ligamentum, robekan meniskus, dll merupakan penyakit yang dapat
menyebabkan cedera lutut pada setiap orang. Seperti contohnya osteoarthritis yang paling sering
menyerang persendian lutut. Penyakit yang menyebabkan pecahnya kartilago atau hilang sama
sekali ini, mengakibatkan tulang yang mendasari saling bertemu dan bergesekan apabila
digerakkan. Biasanya terjadi pada orang yang mengalami kelebihan berat badan atau mempunyai
riwayat robekan meniskus dan ketidakstabilan ligamentum. Osteoarthritis menyebabkan rasa
nyeri (lebih buruk saat digerakkan atau naik tangga), pembengkakkan, dan kekakuan setelah
istirahat yang lama. [13]

I.2. Kerangka Teori

Pemanas
Terlalu an Gerakan
Letih Tangan
Perengangan

Berat
Badan
Sepatu
Cedera
Olahraga
Nutri Lutut

Kondisi Melompa
t

Umur dan
Jenis Kelamin
Riwayat
Olahrag
Penyakit Lain
a

Sepakbol
Baske
a
t

Gambar 2.1 Kerangka Teori

I.3. Kerangka Konsep

Olahraga Cedera Lutut


Sepakbola dan
Basket

Gambar 2.2 Kerangka Konsep


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1. Desain Penelitian

Penelitian ini akan menggunakan studi cross sectional untuk mencari hubungan antara
variabel sebab (olahraga sepakbola dan basket) dengan variabel akibat (cedera lutut) dengan
melakukan pengukuran sesaat.

III.2. Tempat dan Waktu

Penelitian akan dilakukan pada klub klub sepakbola atau basket amatiran di kota
Pangkalpinang periode Januari 2013 Februari 2013.
III.3. Populasi dan Sampel

Penelitian dilakukan terhadap para anggota klub sepakbola atau basket amatiran di kota
Pangkalpinang yang telah memenuhi criteria inklusi.

III.4. Perkiraan Besar Sampel

2
( z 2 PQ+ z P1 Q 1+ P 2 Q2 )
n 1=n 2=
( P 1P 2 )2

P1 (Proporsi efek standar) = 0,5

P2 (Proporsi efek yang diteliti) = 0,6

Q1 = 1 P1 Q2 = 1 P2

= 1 0,5 = 1 0,6

= 0,5 = 0,4

P = (P1 + P2) Q =1P

2 = 1 0,55

= (0,5 + 0,6) = 0,45

= 0,55

Z = 1,96
Z = 0,84
2
( z 2 PQ+ z P1 Q 1+ P 2 Q2 )
n 1=n 2=
( P 1P 2 )2

2
( 1,96 2 ( 0,55 ) (0,45)+0,84 ( 0,5 )( 0,5 ) + ( 0,6 ) (0,4) )
= ( 0,50,6 )2

= 387

Jadi, jumlah sampel yang diperlukan untuk penelitian ini adalah 387 + 387 = 774 orang.

III.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria Inklusi :

Orang yang masih aktif olahraga basket atau sepakbola selama 12 18 minggu
terakhir.

Kriteria Eksklusi :

Orang yang tidak bersedia mengisi kuisioner


Orang yang mengalami sakit lutut bukan karena faktor olahraga.

III.6. Cara Kerja Penelitian

Penelitian akan melibatkan orang orang yang tergabung dalam klub klub sepakbola
dan basket amatiran di kota Pangkalpinang pada periode Januari 2013 Februari 2013 yang telah
memenuhi kriteria inklusi dan bersedia untuk ikut dalam penelitian. Pengumpulan data akan
dilakukan dengan cara wawancara dan isi kuisioner.

Setelah semua data yang diperlukan terkumpul, data akan diolah dengan analisis uji
statistik (Uji statistic Chi-Square) dan analisis uji epidemiologi (Prevalence Rate Rasio dan
Excess Risk).
III.7. Variabel Penelitian

Variabel sebab : Olahraga sepakbola dan basket


Variabel akibat : Cedera lutut

III.8. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan adalah kuisioner.

III.9. Definisi Operasional

III.9.1. Olahraga Sepakbola dan Basket

Definisi variabel : Olahraga sepakbola adalah permainan yang dimainkan oleh 2


tim yang masing masing beranggotakan 11 orang dan bertujuan untuk mencetak gol
sebanyak banyaknya ke dalam gawang lawan.[14]
Olahraga basket adalah permainan yang dimainkan oleh 2 tim
yang masing masing beranggotakan 5 orang dan bertujuan untuk mencetak angka
sebanyak banyaknya ke dalam ring lawan.[14]
Cara ukur : Wawancara
Alat Ukur : Kuisioner
Hasil Ukur : 1. Olahraga Sepakbola
2. Olahraga Basket
Skala Ukur : Data kategorik skala nominal

III.9.2. Cedera Lutut


Definisi Variabel : Suatu kondisi abnormal pada lutut yang meliputi nyeri tekan,
nyeri gerak, pembengkakan, kekakuan, sampai ketidakstabilan yang dapat disebabkan
oleh proses penuaan, virus, atau kecelakaan.[13]
Cara Ukur : Wawancara
Alat Ukur : Kuisioner
Hasil Ukur : 1. Cedera Lutut
2. Tidak Cedera Lutut
Skala Ukur : Data kategorik skala nominal

III.10. Pengumpulan Data

Orang orang yang tergabung dalam klub sepakbola atau basket amatir di kota
Pangkalpinang yang telah memenuhi kriteria inklusi ditanyakan kesediaannya untuk ikut dalam
penelitian. Jika tidak bersedia, responden tidak diikutsertakan dalam penelitian. Jika bersedia,
dilakukan wawancara dengan kuesioner yang mencakup faktor faktor yang mempengaruhi
cedera lutut akibat permainan sepakbola atau basket.

Dari hasil wawancara dan kuesioner, responden akan dikelompokkan menjadi:

Responden yang olahraga sepakbola menderita cedera lutut,


Responden yang olahraga sepakbola tidak menderita cedera lutut,
Responden yang olahraga basket menderita cedera lutut, dan
Responden yang olahraga basket tidak menderita cedera lutut.

III.11. Analisis Data

III.11.1. Analisis Asosiasi Statistik

Analisis asosiasi statistik dengan menggunakan uji statistic Kai Kuadrat (Chi-Square).

N (ad bc)2

X2 =

(a + b)(c + d)(a + c)(b + d)

Dengan batas kemaknaan 5% (p=0,005) pada derajat kebebasan: df = (b-1) (k-1) = (2-1)
(2-1) = 1, didapatkan nilai X2 = 3,841 sebagai penolakan Ho.

Bila p < 0,005 (X2 > 3,841) maka Ho ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna.
Bila p 0,005 (X2 < 3,841) maka Ho diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak
terdapat hubungan yang bermakna.

III.11.2. Analisis Asosiasi Epidemiologi

Pengolahan data mengunakan PRR (Prevalence Rate Ratio) pada table 2x2 dilakukan
untuk mengetahui hubungan antara olahraga sepakbola dan basket terhadap frekuensi cedera
lutut.

a / (a + b)

PRR =

c / (c + d)

PRR < 1 maka resiko yang terpajan < yang tidak terpajan
PRR > 1 maka resiko yang terpajan > yang tidak terpajan
PRR = 1 maka resiko yang terpajan = yang tidak terpajan

Pengolahan data menggunakan Excess Risk dilakukan untuk menyatakan berapa lebih
banyaknya proporsi penyakit terjadi antara yang terpapar dibandingkan yang tidak terpapar.

a / (a + b) c / (c + d)

ER =

a / (a + b)
III.12. Alur Penelitian

Responden di klub sepakbola atau


basket amatir di kota Pangkalpinang

Ditanyakan kesediaannya untuk ikut


dalam penelitian

Tidak
Bersedia Tidak diikutsertakan
bersedia dalam
penelitian

Pengumpulan
data dengan
wawancara dan
kuisioner

Cedera Tidak
Lutut Cedera
Lutut

Gambar 3.1 Alur Penelitian


III.13. Jadwal Pelaksanaan

Kegiatan Waktu Semester


Penyusunan Agustus 2012 Desember 3
Proposal Skripsi 2012
Pengumpulan Data Januari 2013 Februari 2013 4
Penyusunan Skripsi Maret 2013 Desember 2013 4 5
Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan Penilitian

III.14. Anggaran Penelitian

Keperluan Anggaran Sumber Dana


Fotocopy Rp 100.000,- Pribadi
Transportasi Rp 300.000,- Pribadi
Keperluan Lain Rp 200.000,- Pribadi
Tabel 3.2 Anggaran Penelitian
BAB 4

Hasil Penelitian

Anda mungkin juga menyukai