Anda di halaman 1dari 23

BAB I

I. IDENTITAS

Nama : Ny. S
Usia : 47 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Tanara, Serang
Tempat/tanggal lahir : Serang / 07/06/1969
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status pernikahan : Menikah
Pendidikan : Tamat SLTA
No. RM : 27.84.88

II. ANAMNESIS

Autoanamnesis pada tanggal 16 Mei 2017 jam 06.00 WIB.

Keluhan Utama

Perut bengkak sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS).

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang melalui Poli Penyakit Dalam RSDP Serang dengan keluhan perut
yang semakin lama dirasa semakin membesar sejak 4 hari SMRS. Keluhan perut
membesar seperti ini baru pertama kali pasien rasakan. Pasien juga mengeluhkan perut
begah atau seperti penuh ketika makan, sehingga tidak dapat makan dalam jumlah
banyak. Pasien mengatakan perutnya terasa kencang namun tidak nyeri.
Keluhan juga disertai sesak sejak 4 hari SMRS, sesak dirasakan sepanjang hari
terutama saat berbaring dan membaik jika pasien duduk. Keluhan juga disertai perut
terasa mual, muntah, dan tidak nafsu makan. 1 minggu SMRS, pasien mengeluh buang
air kecil hanya sedikit-sedikit, tidak lampias, dan tampak berwarna gelap seperti teh
pekat. Pasien juga mengeluhkan buang air besar cair disertai lendir namun hanya keluar
sedikit tanpa disertai darah.

1
Keluhan demam, nyeri dada, nyeri perut, muntah darah, serta mata dan atau kulit
menguning disangkal. Keluhan riwayat bengkak pada ekstremitas, sekitar umbilicus,
ataupun seluruh tubuh disangkal. Pasien biasanya menggunakan satu bantal setiap kali
tidur. Riwayat penggunaan KB sebelumnya disangkal. Riwayat kebiasaan minum jamu
disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu

Keluhan serupa sebelumnya disangkal. Hipertensi, riwayat penyakit kuning, sakit


paru, sakit jantung, asma dan alergi disangkal oleh pasien. Riwayat transfusi darah
disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga

Ayah pasien memiliki riwayat stroke dan hipetensi. Riwayat adanya keluhan yang
serupa pada anggota keluarga lain disangkal. Riwayat sakit kuning, diabetes melitus,
sakit paru, sakit jantung disangkal oleh pasien.

Riwayat Kehidupan dan Kebiasaan

Riwayat konsumsi alkohol, riwayat sering minum jamu-jamuan, riwayat transfusi


darah disangkal.

III.PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum

Keadaan umum : Tampak Lemah

Kesadaran : Composmentis

Tanda vital

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 89 x/menit

Suhu : 36,6C

Frekuensi nafas : 26 x/menit

2
Status Generalis

Kepala : Normocephale

Mata : Pupil bulat isokor 3mm/3mm, sklera ikterik -/-, konjungtiva


anemis -/-, refleks cahaya langsung +/+

THT : Sekret (-), hiperemis (-), perdarahan gusi (-), PCH (-)

Leher : Pembesaran KGB (-) JVP tidak meningkat

Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak

Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS 4 linea midclavicularis sinistra

Perkusi : Batas jantung normal

Auskultasi : SI SII reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru

Inspeksi : Bentuk dada simetris kanan dan kiri, pernapasan simetris


dalam keadaan statis dan dinamis, retraksi sela iga (-)

Palpasi : Fremitus taktil dan fremitus lokal simetris

Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru

Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen

Inspeksi : Bentuk perut buncit, distensi (+), sikatrik (-), massa (-),

spider naevi (-), umbilicus terletak di garis tengah

Auskultasi : Bising usus (+)

Palpasi : Dinding abdomen teraba distensi, defans muscular (-), turgor


kulit baik, secara umum tidak ditemukan nyeri tekan, hepar
dan lien sulit dinilai, tes undulasi (+)

3
Perkusi : Shifting dullness (+)

Ekstremitas : Akral hangat, CRT<2, udem (-), eritema palmaris (-), kuku
tidak sianosis, ikterik (-), tidak ada gerakan involunter,
kekuatan otot normal

IV. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium (16 Mei 2017)

Jam 08.23 Nilai Normal

Hb 11,4 12 - 16

(g/dL)

Ht 35,6 37 - 43

(%)

Leukosit 8.400 5.000 - 10.000

(u/L)

Trombosi 330.000 150.000 - 450.000


t

(u/L)

Protein 6,30 6,40 8,30


Total

(g/dL)

Albumin 2,60 3,20 4,80

(g/dL)

Globulin 3,70 2,50 5,00

(g/dL)

Ureum 26 6 46

(mg/dL)

4
Creatinin 0,79 0,30 1,30

(mg/dL)

Natrium 135,10 135 148

(mmol/L)

Kalium 3,63 3,30 5,30

(mmol/L)

Klorida 103 96 111

(mmol/L)

Bilirubin 0,40 0,30 1,10


Total

(mg/dL)

Bilirubin 0,20 0,00 0,30


Direk

(mg/dL)

Bilirubin 0,20
Indirek

(mg/dL)

SGOT 21 15 48

(U/L)

SGPT 12 20 - 60

(U/L)

HBsAg (-) Negatif Negatif


(Kualitatif
)

USG (16 Mei 2017)

5
Kesan :

- Hepatomegali disertai tekstur parenkim inhomogen dengan kapsul yang sebagian


menebal DD/ Hepatitis.

- Lesi hipoekhoik inhomogen berbatas tidak tegas pada daerah ovarium kanan yang
pada Doppler menunjukkan vaskulariasi intralesi DD/ Malignancy Ovarium.

- Asites.

- USG kandung empedu, pancreas, limpa, kedua ginjal, dan uterus normal.

- Tidak tampak ileus dan pembesaran KGB paraaorta.

6
V. Diagnosis Kerja

Asites e.c. Suspect Ca Ovarium

VI. Diagnosis Banding

Sirosis Hepatis, Gagal Jantung, Hipertensi Portal

VII. Penatalaksanaan

- Furosemide Injeksi I Ampul / 24 jam

- Ranitidine Injeksi I Ampul / 12 jam

- Pasang Venflon

- Spironolactone tablet 1 x 100mg

- Konsultasi bagian Obsgyn

VIII. Prognosis

Ad Vitam : Dubia ad Bonam

Ad Functionam : Dubia ad Malam

Ad Sanactionam : Dubia ad Malam

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Ascites adalah akumulasi dari cairan (biasanya cairan serous yang adalah cairan kuning pucat
dan bening) dalam rongga perut (peritoneal). Rongga perut berlokasi dibawah rongga dada,
dipisahkan darinya oleh diaphragm. Cairan ascitic dapat mempunyai banyak sumber-sumber
seperti penyakit hati, kanker-kanker, gagal jantung congestif, atau gagal ginjal.1

2.2. Etiologi

Penyabab yang paling umum dari ascites adalah penyakit hati yang telah lanjut atau cirrhosis.
Kira-kira 80% dari kasus-kasus ascites diperkirakan disebabkan oleh cirrhosis. Meskipun
mekanisme yang tepat dari perkembangan tidak dimengerti sepenuhnya, kebanyakan teori-
teori menyarankan hipertensi portal sebagai penyumbang utama. Asas dasarnya adalah serupa
pada pembentukan dari edema ditempat lain di tubuh yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan tekanan antara sirkulasi dalam (sistim tekanan tinggi) dan luar, dalam
kasus ini, rongga perut (ruang tekanan rendah). Kenaikan dalam tekanan darah portal dan
penurunan kadar albumin (protein yang diangkut dalam darah) mungkin bertangung jawab
dalam pembentukan gradien tekanan dan berakibat pada ascites perut.

Faktr-faktor lain yang mugkin berkontribusi pada ascites adalah penahanan garam dan air.
Volume darah yang bersirkulasi mungkin dirasakan rendah oleh sensor-sensor dalam ginjal-
ginjal karena pembentukan dari ascites mungkin menghabiskan beberapa volume dari darah.
Ini memberi sinyal pada ginjal-ginjal untuk menyerap kembali lebih banyak garam dan air
untuk mengkompensasi volume yang hilang.

Beberapa penyebab-penyebab lain dari ascites berhubungan dengan gradien tekanan yang
meningkat adalah gagal jantung kongestif dan gagal ginjal yang telah lanjut yang disebabkan
oleh penahanan cairan keseluruhan dalam tubuh.

Pada kasus-kasus yang jarang, tekanan yang meningkat dalam sistim portal dapat disebabkan
oleh faktor internal atau eksternal dari pembuluh darah portal dan mengakibatkan hipertensi

8
portal tanpa cirrhosis. Contoh-contohnya adalah massa (atau tumor) yang menekan pada
pembuluh-pembuluh portal dari rongga perut bagian dalam atau pembentukan bekuan
(gumpalan) darah dalam pembuluh portal yang menghalangi aliran normal dan meningkatkan
tekanan dalam pembuluh darah (contoh, Budd-Chiari syndrome).

Ada juga pembentukan ascites sebagai akibat dari kanker, yang disebut malignant ascites.
Tipe-tipe ascites ini secara khas adalah manifestasi-manifestasi dari kanker-kanker yang telah
lanjut dari organ-organ dalam rongga perut, seperti, kanker usus besar, kanker pankreas,
kanker lambung, kanker payudara, lymphoma, kanker paru-paru, atau kanker ovarium.

Pancreatic ascites dapat terlihat pada orang-orang dengan pancreatitis atau peradangan
pankreas kronis. Penyebab yang paling umum dari pankreatitis kronis adalah penyalahgunaan
alkohol yang berkepanjangan. Pancreatic ascites dapat juga disebabkan oleh pankreatitis akut
serta trauma pada pancreas.1

Penyebab Ascites :
Sirosis - 81%
Kanker - 10%
Gagal Jantung - 3%
Tuberkulosis - 2%
Dialisis - 1%
Penyakit pankreas - 1%
Lain - 2% 1

9
2.3. Patofisiologi

10
Tertimbunnya cairan dalam rongga peritoneum merupakan manifestasi dari kelebihan
garam/natrium dan air secara total dalam tubuh, tetapi tidak diketahui secara jelas faktor
pencetusnya. Terbentuknya asites merupakan suatu proses patofisiologis yang kompleks
dengan melibatkan berbagai faktor dan mekanisme pembentukannya diterangkan dalam 3
hipotesis berdasarkan temuan eksperimental dan klinik sebagai berikut:

Teori underfilling mengemukakan bahwa kelainan primer terbentuknya asites adalah


terjadinya sekuestrasi cairan yang berlebihan dalam splansnik vascular bed
disebabkan oleh hipertensi portal yang meningkatkan tekanan hidrostatik dan kapiler-
kapiler splanknik dengan akibat menurunnya volume darah efektif dalam sirkulasi.
Menurut teori ini, penurunan volume efektif intravascular (underfilling) direspon oleh
ginjal untuk melakukan kompensasi dengan menahan air dan garam lebih banyak
11
melalui peningkatan aktifasi rennin-aldosteron-simpatis dan melepaskan hormone
antidiuretik aldosteron lebih banyak.

Teori overflow mengemukakan bahwa pada pembentukan asites kelainan primer yang
terjadi adalah retensi garam dan air yang berlebihan tanpa disertai penurunan volume
darah efektif, oleh karena pada observasi penderita sirosis hepatis terjadi hipervolemia
dan bukan hipovolemia.

Teori vasodilatasi arteri perifer dapat menyatukan kedua teori diatas. Dikatakan
bahwa hipertensi portal pada sirosis hepatis menyebabkan terjadinya vasodilatasi pada
pembuluh darah splanknik dan perifer akibat peningkatan kadar nitric oxide (NO)
yang merupakan salah satu vasodilator yang kuat sehingga terjadi pooling darah
dengan akibat penurunan volume darah yang efektif (underfilling).

Pada sirosis hepatis yang makin lanjut aktivitas neurohormonal meningkat, system rennin-
angiotensin lebih meningkat, sensitivitas terhadap atrial peptide natriuretik menurun sehingga
lebih banyak air dan natrium yang diretensi. Terjadi ekspansi volume darah yang
menyebabkan overflow cairan kedalam rongga peritoneum dan terbentuk asistes lebih
banyak. Pada pasien sirosis hepatis dengan asites terjadi aktivitas sintesis NO lebih tinggi
dibanding sirosis hepatis tanpa asites. Menurut teori vasodilatasi bahwa teori underfilling
prosesnya terjadi lebih awal, sedangkan teori overflow bekerja belakangan setelah proses
penyakit lebih progresif. Beberapa faktor lain yang berperan dalam pembentukan asites
adalah:

Hipoalbuminemia: walaupun hipertensi portal sangat berperan dalam pembentukan


asites dengan terjadinya peningkatan tekanan hidrostatik pada pembuluh-pembuluh
darah kapiler splanknik, maka hipoalbuminemia juga mempunyai peran melalui
tekanan onkotik plasma yang menurun sehingga terjadi ekstravasasi cairan dari

12
plasma ke dalam rongga peritoneum. Pada sirosis hepatis asites tidak ditemukan
kecuali telah terjadi hipertensi portal dan hipoalbuminemia.

Cairan limfe: akibat distensi dan sumbatan sinusoid dan pembuluh-pembuluh limfe
pada pasien sirosis hepatis maka terjadi hambatan aliran limfe dan menjadi lebih
banyak sehingga merembes dengan bebas melalui permukaan hati yang sirotik masuk
ke dalam rongga peritoneum dan memberi kontribusi dalam pembentukan asites.
Berbeda dengan cairan transudat yang berasal dari cabang vena porta, cairan limfe
hepatic dapat merembes masuk ke dalam rongga peritoneum walaupun
hipoalbuminemia belum tampak nyata dengan melalui lapisan sel-sel endotel sinusoid
yang hubungannya satu sama lain tidak rapat.

Ginjal: berperan penting dalam mempertahankan pembentukan asites. Pada pasien


sirosis dengan asites, ginjal tidak dapat mengeluarkan cairan secara normal tetapi
sebaliknya terjadi peningkatan absorbsi natrium baik pada tubulus proksimal maupun
pada tubulus distal, dimana yang terakhir terjadi akibat peningkatan aktivitas renin
plasma dan hiperaldosteronisme sekunder. Disamping itu terjadi vasokonstriksi renal
yang mungkin disebabkan oleh peningkatan serum prostaglandin atau kadar
katekolamin yang juga berperan dalam retensi natrium. Terakhir peranan endotelin
sebagai suatu vasokonstriktor yang kuat diduga pula ikut berperan dalam
pembentukan asites.

2.4. Klasifikasi

2.5. Manifestasi Klinis


Asites pada kanker ovarium

Merupakan gejala yang sering terjadi pada penderita kanker ovarium, gejala ini juga sering
digunakan sebagai tanda diagnostik adanya kemungkinan keganasan pada tumor ovarium.

13
Asites pada kanker ovarium merupakan prognosis yang buruk, ditandai dengan perut yang
makin membesar karena rongga berisi cairan, yang lama kelamaan akan menyebabkan
penekanan pada rongga traktus gastrointestinal sehingga akan timbul keluhan anoreksia.
Bahkan jika cairan makin bertambah akan menekan daerah diafragma sehingga akan timbul
gangguan pernapasan. Pada karsinoma Ovari, cairan asites diproduksi oleh ovarium yang
akan mensekresikan cairan yang dapat bersifat serous atau musin.

Banyak cara untuk menentukan adanya cairan asites intra abdominal, antara lain dengan
pemeriksaan fisik. Adanya suara redup pada perkusi yang berpindah pada saat dilakukan
perubahan posisi serta adanya undulasi yang merupakan tanda klasik. Dari 5 pemeriksaan
penunjang dapat dilakukan pemeriksaan Ultrasonografi, CT -scan dapat dilakukan jika cairan
asites minimal.

Dari cairan asites sebaiknya dilakukan pemeriksaan sitologik, pemeriksaan sel darah putih
serta diferensiasinya, pemeriksaan mikrobiologi, pemeriksaan kadar protein, LDH, amilase
serta kalau memungkinkan dilakukan pemeriksaan petanda tumor. Pada cairan asites yang
maligna ditemuk an kadar protein yang lebih dari 40 % dari kadar protein serum, kadar LDH
yang tinggi dimana rasio LDH asites/LDH serum lebih dari 1,0. Jika kadar protein yang
tinggi dinyatakan sebagai adanya eksudat, sedangkan jika kadar protein rendah dinyatakan
sebagai transudat.

Umumnya adanya cairan asites merupakan fase akhir pada penderita kanker, dimana
ketahanan hidup rata rata mencapai 4 bulan. S ebagian penderita asites ini diterapi langsung
ditujukan pada tumor primernya, sedang pada pengobatan paliatif diusaha kan untuk
meringankan penderita dengan sedikit mungkin efek yang memberatkan. Tindakan yang
paling sederhana sebagai terapeutik adalah tindakan pungsi cairan asites. Tetapi tindakan
punksi yang frekuen bukan merupakan tindakan yang tepat, karena akan menyebabkan
kehilangan sejumlah protein dan mineral, disamping itu juga akan meningkatkan komplikasi
lain seperti timbulnya peritonitis.

Terapi terhadap cairan asites yang tidak invasif berupa pembatasan diet garam , pemberian
spironolakton serta diuretika loop, meskipun hal ini tidak banyak menunjukkan hasil yang
baik. Spironolakton yang diberikan harus dosis tinggi mencapai 450 gram per hari. Efek yang

14
ditimbulkan cairan asites yang berupa transudat akan lebih baik dibandingkan efek asites
yang terdiri dari eksudat.

Kemungkinan terapi lain adalah pemberian sitostatika intraperitonial atau radioterapi. Yang
pengaruhi cairan asites bukanlah efek anti tumornya yang mungkin terjadi, tetapi efek pada
permukaan peritonial seperti terjadinya sklerosis. Dengan pemberian Bleomisin 60 mg yang
dilarutkan dalam 10 ml garam fisiologik akan memberikan keberhasilan mencapai 63 %,
dengan efek samping seperti nyeri dan febris.

Pemberian Bleomisin ini dilakukan sesudah pengosongan cairan asites. Jenis sitostatika lain
yang dapat diberikan adalah Doksorubisin dan Cisplatin 2

Asites pada gagal jantung

Gagal jantung kanan mengakibatkan peningkatan tekanan pada pembuluh darah yang
mengalirkan darah ke ventrikel kanan, yakni vena sistemik. edema perifer. Hal tersebut
mengakibatkan terjadinya asites, efusi pleura, dan edema perifer .2

Asites pada TB Peritonial

Infeksi Mycobacterium tuberculosa merupakan masalah besar di negara berkembang.


Manifestasinya bisa mengenai paru-paru maupun organ ekstra paru, salah satunya adalah
tuberkulosis abdominal yang melibatkan saluran cerna, peritoneum, kelenjar limfe, atau
organ-organ intraabdominal yang solid. Gejalanya yang tidak khas dan menyerupai banyak
penyakit lain sangatlah menyulitkan dalam penegakan diagnosis. Asites adalah salah satu
gejala pada TB peritoneal, selain demam, keringat malam, penurunan berat badan dan nyeri
abdomen. Banyak modalitas pemeriksaan penunjang dapat dipakai namun kebijaksanaan
dalam mencermati hasil anamnesa, pemeriksaan isik dan laboratorium akan mampu
menegakkan diagnosis TB abdominal.

Pada umumnya, pasien dengan asites akan mengeluhkan rasa kembung yang semakin
memberat, dan sesak napas yang diakibatkan penekanan diafragma secara mekanis oleh
cairan asites. Asites dapat disebabkan oleh berbagai etiologi, seperti hipertensi portal

15
(misalnyapada sirosis atau ibrosis hati), keganasan (seperti pada peritoneal carcinomatosis),
gagal jantung, dan penyebab lainnya seperti infeksi.

Bakteri tuberkulosis dapat mencapai saluran cerna melalui penyebaran hematogen dari TB
paru primer atau TB paru milier, menelan sputum yang terinfeksi, atau penyebaran langsung
dari kelenjar limfe, dan organ intraabdominal (terutama ileum terminal dan caecum). Pada
wanita infeksi dapat terjadi dari tuberkular salpingitis atau tuba fallopii yang terinfeksi.
Sepertiga kasus TB kelenjar limfe abdominal maupun TB peritoneal dapat terjadi tanpa
keterlibatan saluran cerna.

Manifestasi klinis dari TB peritoneal biasanya telah muncul sejak lebih dari 4 bulan sebelum
akhirnya diagnosis dapat ditegakkan pada sekitar 70% pasien. Pada pasien-pasien gagal
ginjal, gejala penyakit ini mulai muncul dalam tahun pertama saat menggunakan CAPD dan
biasanya sulit dibedakan dengan peritonitis bakterialis.

Pada setiap pasien yang datang dengan keluhan asites perlu dipikirkan juga adanya
kemungkinan tuberkulosis abdominal sebagai diagnosis bandingnya, terutama di daerah
endemis seperti di negara kita. Penyakit ini dapat menyerupai berbagai kondisi sehingga
mempersulit proses diagnostiknya, dan dapat mengakibatkan penundaan pemberian terapi
yang sesuai, namun demikian dengan pemeriksaan yang teliti dan ditunjang dengan adanya
berbagai modalitas pemeriksaan penunjang yang semakin canggih akan mempercepat proses
diagnostik pasien.

Walau demikian, perlu dibuat suatu alur diagnostik serta tatalaksana TB ekstrapulmoner pada
umumnya, TB peritoneal pada khususnya, mengingat meningkatnya insidens tuberkulosis
belakangan ini, apalagi dengan meningkatnya insidens penyakit defisiensi imun seperti AIDS.

2.6. Diagnosis

16
Anamnesis:

umumnya pasien dapat merasakan berat badannya meningkat atau perut terasa membesar dan
tegang, sehingga datang berkonsultasi ke dokter. Ditanyakan kemungkinan adanya kelainan
(diagnosis banding) lain yang dapat menyebabkan timbulnya asites selain dari penyakit hati
kronik/sirosis hepatis seperti penyakit jantung, penyakit ginjal, malnutrisi, penggunaan obat-
obat tertentu, penyakit infeksi/keganasan pada perut dan lain-lain.

Pemeriksaan fisik:

Untuk mendeteksi penyakit hati kronik/sirosis hepatis, seperti adanya hipertensi portal
dengan tanda-tanda splenomegali, bendungan vena-vena dinding perut, hernia umbilical,
adanya ikterus, spider nevi, eritema Palmaris, muka abu-abu, atrofi testis atau ginekomasti
pada laki-laki, dan lain-lain.

Pemeriksaan abdomen khusus untuk mendeteksi asites seperti: Bunyi timpani pada perkusi
perut pasien yang tidur terlentang disebabkan oleh liku-liku usus yang berisi udara
mengapung diatas cairan asites; Perut membengkak ke samping kanan dan kiri akibat tekanan
dari cairan asites pada dinding perut (bulging flanks). Bunyi pekak perut yang berubah
apabila pasien dimiringkan kekiri atau kekanan (shifting dullness) bila cairan asites sekitar
1500cc.1

Mendeteksi cairan asites pada pasien dengan posisi knee-chest apabila cairan minimal 120cc
(puddle sign). Gelombang cairan (fluid wave) apabila satu sisi perut diperkusi dan sisi
lainnya merasakan hantaran gelombang pada pasien yang terlentang.1,2

Pemeriksaan imaging:

17
Ultrasonografi (USG) abdomen sangat sensitif untuk mendeteksi cairan asites walaupun
kurang dari 100 cc dan sekaligus dapat dideteksi adanya hipertensi portal dengan melihat
ukuran limpa lebih dari 12 cm dan vena porta yang melebar >13 cm. Kelainan lain dalam
abdomen dapat dideteksi sebagai diagnosis banding dari asites seperti pasien kegemukan,
kista ovarium, massa lain dalam mesenterium. Pemeriksaan imaging lain seperti computed
tomography (CT) abdomen juga dapat digunakan untuk mendeteksi asites namun
pemeriksaan ini biayanya mahal dan kecuali bila pemeriksaan USG abdomen sukar
memastikan adanya asites.

Punksi asites:

Punksi abdomen merupakan cara yang cepat dan ekonomis untuk mendiagnosis adanya
asites, melihat profil/warna cairan dan analisis cairan untuk menentukan kausa. Punksi asites
aman dilakukan walaupun ditemukan adanya koagulopati. Indikasi punksi asites: asites yang
baru timbul sebagai tindakan rutin, pasien asites yang telah dirawat berulangkali, bila terdapat
tanda-tanda infeksi seperti demam, nyeri perut dan lekositosis, dll. Dan sebagai tindakan
terapi padan asites yang besar atau asites refrakter yang menyebabkan gangguan lain seperti
sesak napas.

Teknik dan tempat punksi asites menggunakan jarum suntik ukuran 22 dengan teknik Z track
untuk mencegah cairan merembes telah punksi dilakukan, di punksi pada kuadran kiri bawah
2 jari diatas 2 jari medial spina iliaka anterior superior (SIAS) atau pada garis tengah antara
simfisis pubis dan umbilicus.

Analisis cairan asistes pada inspeksi cairan asites dapat dibedakan dalam hal warna cairan:
transparan agak kekuningan, merah muda, darah, cairan kilous, keruh atau pus, pemeriksaan
cairan asites yang penting: hitung jenis sel, bila terjadi infeksi/inflamasi ditemukan
neutrositik asites (PMN 250 sel/mm3) dan untuk asistes yang mengandung darah: jumlah sel
darah merah >10.000/mm3 dan setiap 250 sel eritrosit dikeluarkan 1 sel PMN untuk koreksi 1
sel PMN yang masuk kedalam cairan asites.

18
Mengukur kadar albumin untuk menghitung serum ascites albumin gradient (SAAG):

SAAG = serum albumin - albumin cairan asites.

Apabila SAAG 1,1 gr/dl, maka 97% dapat mendiagnosis adanya hipertensi portal sehingga
berguna untuk mempersempit diagnosis banding. Pengukuran total protein cairan asites
sangat berguna untuk menentukan kausa asites dan bila kadar protein < 1,0 gr/dl merupakan
resiko untuk terjadinya infeksi sangat tinggi.

Melakukan kultur bakteri gram negatif/positif/aerob/anaerob. Pemeriksaan sel-sel kanker,


kilous dan lain-lain, dan menentukan derajat jumlah asites secara semikuantitatif. Grade 1
asites dideteksi dengan pemeriksaan yang teliti, Grade 2 mudah dideteksi tetapi volume
masih relatif sedikit, Grade 3 asites sudah jelas tetapi perut tidak tegang dan Grade 4 asites
dalam jumlah besar dengan perut tegang.

2.7.Penatalaksanaan
o Perawatan Untuk Ascites

Perawatan dari ascites sebagian besar tergantung pada penyebab yang mendasarinya.
Contohnya, peritoneal carcinomatosis atau malignant ascites mungkin dirawat dengan
pemotongan keluar kanker secara operasi dan kemoterapi, sementara penatalaksanaan dari
ascites yang berhubungan dengan gagal jantung diarahkan menuju perawatan gagal jantung
dengan penatalaksanaan medis dan pembatasan-pembatasan makanan. Karena sirosis hati
adalah penyebab utama dari ascites, ia akan menjadi fokus utama dari bagian ini.

o Diet

Menatalaksanakan ascites pada pasien-pasien dengan cirrhosis secara khas melibatkan


pembatasan pemasukan sodium makanan dan penggunaan diuretics (pil-pil air). Membatasi
pemasukan sodium (garam) makanan kurang dari 2 gram per hari adalah sangat praktis,
dengan sukses, dan secara luas direkomendasikan untuk pasien-pasien dengan ascites. Pada
kebanyakan dari kasus-kasus, pendekatan ini perlu dikombinasikan dengan penggunaan
diuretics karena pembatasan garam sendirian umumnya bukan cara yang efektif untuk

19
merawat ascites. Konsultasi dengan ahli nutrisi dalam rangka pembatasan garam harian dapat
sangat bermanfaat untuk pasen-pasien dengan ascites.

o Pengobatan

Diuretics meningkatkan ekskresi (pengeluaran) air dan garam dari ginjal-ginjal. Regimen
(aturan) diuretic yang direkomendasikan dalam setting dari ascites yang berhubungan dengan
hati adalah kombinasi dari spironolactone (Aldactone) dan furosemide (Lasix). Dosis tunggal
harian dari 100 miligram spironolactone dan 40 miligram furosemide adalah dosis awal yang
biasanya direkomendasikan. Ini dapat ditingkatkan secara berangsur-angsur untk memperoleh
respon yang tepat pada dosis maksimum 400 miligram spironolactone dan 160 miligram
furosemide, sepanjang pasien dapat mentolerir peningkatan dosis tanpa segala efek-efek
sampingan. Meminum obat-obat ini bersama pada pagi hari secara khas dianjurkan untuk
mencegah buang air kecil yang seringkali sewaktu malam hari.

o Therapeutic paracentesis

Untuk pasien-pasien yang tidak merespon dengan baik pada atau tidak dapat mentolerir
regimen diatas, therapeutic paracentesis (jarum yang secara hati-hati ditempatkan kedalam
area perut, dibawah kondisi-kondisi yang steril) yang sering dapat dilakukan untuk
mengeluarkan jumlah-jumlah cairan-cairan yang besar. Beberapa liter (sampai 4 sampai 5
liter) dari cairan dapat dikeluarkan secara aman dengan prosedur ini setiap waktu. Untuk
pasien-pasien dengan malignant ascites, prosedur ini mungkin juga adalah lebih efektif
daripada penggunaan diuretic.3,5

o Operasi

Untuk kasus-kaus yang lebih gigih (refractory), prosedur-prosedur operasi mungkin adalah
perlu untuk mengontrol ascites. Transjugular intrahepatic portosystemic shunts (TIPS) adalah
prosedur yang dilakukan melalui internal jugular vein (vena utama pada leher) dibawah
pembiusan lokal oleh interventional radiologist. Shunt (langsiran) ditempatkan diantara portal
venous system dan systemic venous system (vena-vena yang mengalirkan balik darah ke
jantung), dengan demikian mengurangi tekanan portal. Prosedur ini dicadangkan untuk
pasien-pasien yang mempunyai respon yang minimal pada perawatan medis yang agresif. Ia
telah ditunjukan mengurangi ascites dan membatasi atau mengeliminasi penggunaan dari

20
diuretics pada mayoritas dari kasus-kasus yang dilaksanakan. Bagaimanapun, ia berhubungan
dengan komplikasi-komplikasi yang signifikan seperti hepatic encephalopathy (kebingungan)
dan bahkan kematian. Penempatan-penempatan langsiran yang lebih tradisional
(peritoneovenous shunt dan systemic portosystemic shunt) telah pada dasarnya ditinggalkan
yang disebabkan oleh angka komplikasi-komplikasi mereka yang tinggi.

o Transplantasi hati

Akhirnya, transplantasi hati untuk cirrhosis yang telah lanjut mungkin dipertimbangkan
sebagai perawatan untuk ascites yang disebabkan oleh gagal hati. Transplantasi hati
melibatkan proses yang sangat sulit dan berkepanjangan dan ia memerlukan pengamatan dan
manajemen yang sangat ketat oleh spesialis-spesialis transplantasi.

2.8. Komplikasi

Asites yang jika tidak dikelola dengan baik dapat berdampak komplikasi yaitu peritonitis
(mengancam nyawa), sindrom hepatorenal (vasokonstriksi renal akibat aktivitas penarikan
garam dan cairan dari ginjal), malnutrisi, hepatik-ensefalopati, serta komplikasi lain yang
dikaitkan dengan penyakit penyebab asites.

Beberapa komplikasi-komplikasi dari ascites dapat dihubungkan pada ukurannya. Akumulasi


dari cairan mungkin menyebabkan kesulitan-kesulitan bernapas oleh penekanan diaphragm
dan pembentukan dari pleural effusion.

Infeksi-infeksi adalah komplikasi-komplikasi lain yang serius dari ascites. Pada pasien-pasien
dengan ascites yang berhubungan dengan portal hypertension, bakteri-bakteri dari usus
mungkin secara spontan menyerang cairan peritoneal (ascites) dan menyebabkan infeksi. Ini
disebut spontaneous bacterial peritonitis atau SBP. Antibodi-antibodi adalah jarang pada

21
ascites dan, oleh karenanya, respon imun pada cairan ascitic adalah sangat terbatas. Diagnosis
dari SBP dibuat dengan melakukan paracentesis dan menganalisa cairan untuk jumlah sel-sel
darah putih atau bukti dari pertumbuhan bakteri.

Hepatorenal syndrome adalah komplikasi yang jarang, namun serius dan berpotensi
mematikan (angka-angka kelangsungan hidup rata-rata mencakup dari 2 minggu sampai kira-
kira 3 bulan) dari yang berhubungan dengan cirrhosis hati yang menjurus pada gagal ginjal
yang progresif. Mekanisme yang tepat dari sindrom ini tidak diketahui dengan baik, namun ia
mungkin berakibat dari perubahan-perubahan dalam cairan-cairan, aliran darah ke ginjal-
ginjal yang terganggu, penggunaan yang berlebihan dari diuretics, dan pemasukan-
pemasukan dari zat-zat kontras atau obat-obat yang mungkin berbahaya pada ginjal-ginjal.1,2,3

2.9. Prognosis

Prognosis pada ascites terutama tergantung pada penyebab dan keparahan yang
mendasarinya.

Pada umumnya, prognosis dari malignant ascites adalah buruk. Kebanyakan kasus-kasus
mempunyai waktu kelangsungan hidup yang berarti antara 20 - 58 minggu, tergantung pada
tipe dari malignancy seperti yang ditunjukan oleh kelompok dari penyelidik-penyelidik.

Ascites yang disebabkan oleh cirrhosis biasanya adalah tanda dari penyakit hati yang telah
lanjut dan ia biasanya mempunyai prognosis yang sedang (3 tahun kelangsungan hidup kira-
kira 50%).

Ascites yang disebabkan oleh gagal jantung mempunyai prognosis yang sedang karena pasien
mungkin hidup bertahun-tahun dengan perawatan-perawatan yang tepat (kelangsungan hidup

rata-rata kira-kira 1.7 tahun untuk laki-laki dan kira-kira 3.8 untuk wanita-wanita pada satu
studi yang besar).3,4.5

DAFTAR PUSTAKA

1. Godong, B. Patofisiologi dan Diagnosis Asites. J Indon Med Assoc, Vol 63. No 1.
2013

22
2. Sood, R. Ascites: Diagnosis and Management. J Indian Acad Cl Med, Vol 5. No 1.
2015
3. Tasneem et al. Causes, Management and Complications of Asciter: Review. Intl Curr
Pharm J. 2015
4. Vuppalanchi et al. Ascites: A Common Problem With People With Cirrhosis.
www.acg.gi.org. American College of Gastroenterology.
5. Kipps, E et al. Meeting the Challenge of Ascites In Ovarian Cancer: New Avenues for
Therapy and Research. Nat Rev Cancer. 2013

23

Anda mungkin juga menyukai