Seorang perempuan usia 17 tahun datang kedokter gigi bersama ibunya untuk mencabut
gigi molar 1 kiri bawah yang tinggal akar. Melihat gigi sebelahnya yang juga tinggal sisa akar
dan memungkinkan untuk dilakukan pencabutan sekaligus dua gigi. Dokter gigi mencabut gigi
sebelahnya tanpa meminta ijin terlebih dahulu kepada pasien dan ibunya. Selesai pencabutan,
dokter tersebut memberikan obat kepada pasien dengan suatu merk tertentu dan harus dibeli pada
apotek tertentu. Ketika sampai rumah ibunya ingin melihat gigi yang sudah dicabut. Setelah
mengetahui bahwa gigi sebelahnya juga dicabut, ibu dan pasien marah-marah dan melaporkan
dokter gigi tersebut kepada polisi.
Sebelum diskusi dimulai, mahasiswa mengumpulkan SLR ditulis tangan pada kertas folio
bergaris.
SLR berisi tentang:
Hak untuk hidup, hak atas tubuhnya sendiri dan hak untuk mati secara wajar
Memperoleh pelayanan kedokteran yang manusiawi sesuai dengan standar
profesi kedokeran
Memperoleh penjelasan tentang diagnosis dan terapi dari dokter yang
mengobati
Menolak prosedur diagnosis dan terapi yang direncanakan, bahkan dapat
menarik diri dari kontrak terapeutik
Memperoleh penjelasan tentang riset kedokteran yang akan diikutinya
Menolak atau menerima keikut sertaannya dlam riset kedokteran
Jika ada hak maka ada kewajiban dalam kontrak terapeutik antara pasien dengan dokter
memang dokter mendahulukan hak pasien karena tugasnya merupakan panggilan
perikemanusiaan. Namun, pasien yang teah mengikatkan dirinya dengan dokter, perlu
pula memperhatikan kewajiban-kewajibannya sehingga hubungan dokter dan pasien yang
sifatnya saling hormat menghormati dan saling percaya terpelihara baik :
Dokter yang membaktikan hidupnya untuk perikemanusian tentulah akan selalu lebih
mengutamakan kewajiban di atas hak-hak ataupun kepentingan pribadinya dalam
menjalankan tugasnya bagi dokter berlaku keselmatan pasien adalah hokum yang
tertinggi yang utama. Kewajiban dokter terdiri dari kewajiban umum, kewajiban terhadap
pasien, dan diri sendiri. Dalam undang-undang No. 29 tahun 2004 tentang praktik
kedokteran pasal 51 bahwa kewajiban dokter atau dokter gigi adalah
Memberikan pelayanan medis yang sesuai dengan standar profesi dan standar
prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien
Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lainnnya yang mempunyai keahlian
atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu
pemeriksaan atau pengobatan
Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahan juga
setelah pasien itu meninggal dunia
Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin
pada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya
Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau
kedokteran gigi
Sebagai manusia biasa dokter memiliki tanggung jawab terhadap masyarakat karena itu
dokter juga memiliki hak yang harus dihormati dan dipahami oleh masyarakat sekitarnya.
Hak-hak dokter adalah sebagai berikut :
Melakukan praktik dokter setelah memperoleh surat izin dokter (SID) dan surat
izin Praktik (SIP)
Memperoleh informasi yang benar dan lengkap dari pasien keluarga tentang
penyakitnya
Bekerja sesuai standar profesi
Menolak melakukan tindakan medic yang bertentangan dengan etik, hokum,
agama dan hatu nurani
Mengakhiri hubugan dengan seorang pasien jika menurut penilaiannya kerja sama
pasien dengannya tidak berguna lagi kecuali dalam keadaan darurat
Menolak pasien yang bukan bidang spesialisnya, kecuali dalam keadaan darurat
atau tidak ada dokter yang mampu menanganinya
Hak atas kebebasan pribadi (privacy) dokter
Ketentraman bekerja
Mengeluarkan surat-surat keterangan dokter
Menerima imbalan jasa
Menjadi anggota perhimpunan profesi
Hak membela diri
D. Perjanjian Terapeutik
Perjanjian Terapeutik (Transaksi Medis) Perjanjian merupakan hubungan timbal balik
yang dihasilkan melalui komunikasi, sedangkan terapeutik diartikan sebagai sesuatu yang
mengandung unsur atau nilai pengobatan.58 Secara yuridis, perjanjian terapeutik
diartikan sebagai hubungan hukum antara dokter dengan pasien dalam pelayanan medis
secara profesional didasarkan kompetensi yang sesuai dengan keahlian dan keterampilan
tertentu di bidang kesehatan. Terapeutik adalah terjemahan dari therapeutic yang berarti
dalam bidang pengobatan, Ini tidak sama dengan therapy atau terapi yang berarti
pengobatan. 59 Persetujuan yang terjadi antara dokter dan pasien bukan hanya di bidang
pengobatan saja tetapi lebih luas, mencakup bidang diagnostik, preventif rehabilitatif
maupun promotif, maka persetujuan ini disebut pejanjian terapeutik atau transaksi
terapeutik. Perjanjian Terapeutik juga disebut dengan kontrak terapeutik yang merupakan
kontrak yang dikenal dalam bidang pelayanan kesehatan. 60 Dalam hal ini Salim
mengutip pendapat Fred Ameln yang mengartikan Kontrak atau Perjanjian terapeutik
dengan kontrak dimana pihak dokter berupaya maksimal menyembuhkan pasien
(inspaningsverbintenis) jarang merupakan kontrak yang sudah pasti
(resultastsverbintenis). 61 Perjanjian Terapeutik tersebut disamakan
inspaningsverbintenis karena dalam kontrak ini dokter hanya berusaha untuk
menyembuhkan pasien dan upaya yang dilakukan belum tentu berhasil. Harmien Hadiati
Koswadji mengemukakan bahwa :
Hubungan dokter dan pasien dalam transaksi teurapeutik (perjanjian medis) bertumpu
pada dua macam hak asasi yang merupakan hak dasar manusia, yaitu :
(1) Hak untuk menentukan nasib sendiri (the right to self-determinations)
(2) Hak atas dasar informasi (the right to informations).
Hal ini juga sesuai dengan pendapat yang dikemukakan Veronica Keomalawati bahwa
perjanjian terapeutik itu pada asasnya bertumpu dua macam hak asasi manusia, yaitu (1)
Hak untuk menentukan nasib sendiri dan (2) Hak atas informasi. 63 Hak untuk
menentukan nasib sendiri merupakan hak manusia yang telah ditentukan oleh Tuhan
Yang Maha Esa atas diri seseorang. Hak atas dasar informasi merupakan hak untuk
memperoleh keteranganketerangan yang berhubungan dengan kesehatan. Para pihak yang
terlibat dalam kontrak teurapeutik atau perjanjian medis ini adalah dokter dan pasien.
Hubungan hukum dalam kontrak terapeutik oleh undang-undang kita diintepretasikan
berbeda, walaupun secara prinsip hubungan hukum perjanjian terapeutik adalah sama
yaitu hubungan antara pasien dengan petugas tenaga medis. Undang-undang Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa para pihak dalam kontrak terapeutik
adalah pasien dengan tenaga kesehatan, sedangkan dalam Undang-undang nomor 29
tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menyebutkan bahwa para pihak dalam kontrak
teurapeutik adalah pasien dan dokter/dokter gigi. Pengertian perjanjian terapeutik di atas
oleh undang-undang dimaknai berbeda, karenanya Salim HS, menyempurnakan
pengertian Perjanjian Terapeutik, yaitu sebagai: Kontrak yang dibuat antara pasien
dengan tenaga kesehatan dan/atau dokter atau dokter gigi, di mana tenaga kesehatan
dan/atau dokter atau dokter gigi berusaha melakukan upaya maksimal untuk melakukan
penyembuhan terhadap pasien sesuai dengan kesepakatan yang dibuat antara keduanya
dan pasien berkewajiban membayar biaya penyembuhannya. Dalam pengertiannya
tersebut perjanjian terapeutik dapat ditarik beberapa unsur, yaitu: (1) Adanya subjek
perjanjian, meliputi pasien dengan tenaga kesehatan/ dokter/dokter gigi (2) Adanya objek
perjanjian, yaitu upaya maksimal untuk melakukan penyembuhan terhadap pasien (3)
Kewajiban pasien, membayar biaya penyembuhan. 65 Dalam pelaksanaanya perjanjian
teurapeutik ini harus didahului oleh adanya persetujuan tindakan tenaga
kesehatan/dokter/dokter gigi terhadap pasien yang lazim disebut Informed consent. Istilah
transaksi atau perjanjian Terapeutik memang tidak dikenal dalam KUH Perdata, akan
tetapi dalam unsur yang terkandung dalam perjanjian teurapeutik juga dapat
dikategorikan sebagai suatu perjanjian sebagaimana diterangkan dalam Pasal 1319 KUH
Perdata, bahwa untuk semua perjanjian baik yang mempunyai suatu nama khusus,
maupun yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum
mengenai perikatan pada umumnya (Bab 1 buku III KUH Perdata). Selain itu juga dalam
ketentuan umum mengenai perikatan yang bersumber pada perjanjian (Bab II Buku III
KUH Perdata) khususnya asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam Pasal 1338 jo.
Pasal 1320 KUH Perdata, dengan demikian untuk sahnya transaksi atau perjanjian
terapeutik harus pula dipenuhi syarat-syarat yang termuat dalam pasal 1320 KUH Perdata
dan akibat yang ditimbulkannya yang diatur dalam pasal 1338 KUH Perdata, yang
mengandung azas pokok perjanjian.
E. Inform Consent