Anda di halaman 1dari 27

Karet (Alam)

Karet, dikenal karena kualitas elastisnya, adalah sebuah komoditi yang digunakan di banyak
produk dan peralatan di seluruh dunia (mulai dari produk-produk industri sampai rumah
tangga). Ada dua tipe karet yang dikenal luas, karet alam dan karet sintetis. Karet alam dibuat
dari getah (lateks) dari pohon karet, sementara tipe sintetis dibuat dari minyak mentah. Kedua
tipe ini dapat saling menggantikan dan karenanya mempengaruhi permintaan masing-masing
komoditi; ketika harga minyak mentah naik, permintaan untuk karet alam akan meningkat.
Namun ketika gangguan suplai karet alam membuat harganya naik, maka pasar cenderung
beralih ke karet sintetis. Bagian ini mendiskusikan sektor karet alam Indonesia. Indonesia
adalah salah satu produsen dan eksportir karet alam terbesar.

Pohon karet memerlukan suhu tinggi yang konstan (26-32 derajat Celsius) dan lingkungan
yang lembab supaya dapat berproduksi maksimal. Kondisi-kondisi ini ada di Asia Tenggara
tempat sebagian besar karet dunia diproduksi. Sekitar 70% dari produksi karet global berasal
dari Thailand, Indonesia dan Malaysia.

Memerlukan waktu tujuh tahun untuk sebatang pohon karet mencapai usia produksinya.
Setelah itu, pohon karet tersebut dapat berproduksi sampai berumur 25 tahun. Karena siklus
yang panjang dari pohon ini, penyesuaian suplai jangka pendek tidak bisa dilakukan.

Negara Produsen Karet Alam Terbesar pada Tahun 2014:

1. Thailand 4,070,000
2. Indonesia 3,200,000
3. Malaysia 1,043,000
4. Vietnam 1,043,000
5. India 849,000
dalam ton
Sumber: ANRPC

Karet Alam di Indonesia

Produksi dan Ekspor Karet Indonesia

Sebagai produsen karet terbesar kedua di dunia, jumlah suplai karet Indonesia penting untuk
pasar global. Sejak tahun 1980an, industri karet Indonesia telah mengalami pertumbuhan
produksi yang stabil. Kebanyakan hasil produksi karet negara ini - kira-kira 80% - diproduksi
oleh para petani kecil. Oleh karena itu, perkebunan Pemerintah dan swasta memiliki peran
yang kecil dalam industri karet domestik.

Kebanyakan produksi karet Indonesia berasal dari provinsi-provinsi berikut:

1. Sumatra Selatan
2. Sumatra Utara
3. Riau
4. Jambi
5. Kalimantan Barat

Total luas perkebunan karet Indonesia telah meningkat secara stabil selama satu dekade
terakhir. Di tahun 2015, perkebunan karet di negara ini mencapai luas total 3,65 juta hektar.
Karena prospek industri karet positif, telah ada peralihan dari perkebunan-perkebunan
komoditi seperti kakao, kopi dan teh, menjadi perkebunan-perkebunan kelapa sawit dan
karet. Jumlah perkebunan karet milik petani kecil telah meningkat, sementara perkebunan
Pemerintah dan swasta telah agak berkurang, kemungkinan karena perpindahan fokus ke
kelapa sawit.

Sekitar 85% dari produksi karet Indonesia diekspor. Hampir setengah dari karet yang
diekspor ini dikirimkan ke negara-negara Asia lain, diikuti oleh negara-negara di Amerika
Utara dan Eropa. Lima negara yang paling banyak mengimpor karet dari Indonesia adalah
Amerika Serikat (AS), Republik Rakyat Tiongkok (RRT), Jepang, Singapura, dan Brazil.
Konsumsi karet domestik kebanyakan diserap oleh industri-industri manufaktur Indonesia
(terutama sektor otomotif).

Produksi & Ekspor Karet Alam Indonesia:

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016


Produksi
2.75 2.44 2.73 3.09 3.04 3.20 3.18 3.11 3.16
(juta ton)
Ekspor
2.30 1.99 2.20 2.55 2.80 2.70 2.60 2.30
(juta ton)

menunjukkan prognosis
Sumber: Association of Natural Rubber Producing Countries, Indonesian Rubber Association (Gapkindo), and Food and Agriculture Organization of
the United Nations

Dibandingkan dengan negara-negara kompetitor penghasil karet yang lain, Indonesia


memiliki level produktivitas per hektar yang rendah. Hal ini ikut disebabkan oleh fakta
bahwa usia pohon-pohon karet di Indonesia umumnya sudah tua dikombinasikan dengan
kemampian investasi yang rendah dari para petani kecil, sehingga mengurangi hasil panen.
Sementara Thailand memproduksi 1.800 kilogram (kg) karet per hektar per tahun, Indonesia
hanya berhasil memproduksi 1.080 kg/ha. Baik Vietnam (1.720 kg/ha) maupun Malaysia
(1.510 kg/ha) memiliki produktivitas karet yang lebih tinggi.

Industri hilir karet Indonesia masih belum banyak dikembangkan. Saat ini, negara ini
tergantung pada impor produk-produk karet olahan karena kurangnya fasilitas pengolahan-
pengolahan domestik dan kurangnya industri manufaktur yang berkembang baik. Rendahnya
konsumsi karet domestik menjadi penyebab mengapa Indonesia mengekspor sekitar 85% dari
hasil produksi karetnya. Kendati begitu, di beberapa tahun terakhir tampak ada perubahan
(walaupun lambat) karena jumlah ekspor sedikit menurun akibat meningkatnya konsumsi
domestik. Sekitar setengah dari karet alam yang diserap secara domestik digunakan oleh
industri manufaktur ban, diikuti oleh sarung tangan karet, benang karet, alas kaki, ban
vulkanisir, sarung tangan medis dan alat-alat lain.

Sebagai importir karet terbesar di dunia, kebijakan-kebijakan RRT bisa memiliki dampak
sangat luas bagi industri karet dunia. Di akhir tahun 2014, Pemerintah RRT memutuskan
untuk menyetujui standar baru untuk impor senyawa karet. Kandungan karet mentah yang
diizinkan dalam senyawa karet yang diimpor dikurangi dari 95-99,5% menjadi 88%,
mengimplikasikan bahwa impor senyawa karet ke RRT dikenai beacukai impor 20% (tarif
yang sama dengan beacukai impor karet alam). Kebijakan RRT yang baru ini adalah pukulan
bagi para suplier karet dari Indonesia karena menyebabkan penurunan penggunaan senyawa
karet di negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia.

Masalah lain adalah AS memindahkan ban buatan Indonesia dari sistem preferensi umumnya
(generalized system of preference). Program AS ini didesain untuk mendukung negara-negara
berkembang dengan memotong beacukai impor dan pajak untuk kira-kira 5.000 produk dari
123 negara. Ban buatan Indonesia dipindahkan dari daftar sistem ini karena AS meyakini
bahwa industri ban Indonesia sudah cukup kompetitif. Ini berarti ekspor ban ke AS kini
dikenai pajak impor 5%.

Seperti kebanyakan komoditi lain, harga karet internasional telah melemah sejak awal 2011
karena rendahnya permintaan global. Harga karet diprediksi akan tetap rendah di masa
mendatang yang dekat karena laju pertumbuhan RRT diprediksi akan semakin menurun di
tahun-tahun mendatang.
Harga Karet (data Bloomberg):

https://www.indonesia-investments.com/id/bisnis/komoditas/karet/item185?

Indonesia Pangkas Ekspor Karet 238.736 Ton

Sumber : Media Indonesia

Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) akan mengurangi ekspor karet sesuai
dengan skema alokasi ekspor (agreed export tonnage scheme/AETS) mulai periode Maret
hingga Agustus 2016.

Skema AETS itu sudah disepakati pemerintah Indonesia, Thailand, dan Malaysia yang
tergabung dalam International Tripartite Rubber Council (ITRC). Dengan menekan ekspor,
diharapkan harga karet dunia terkerek naik.

Kementerian Perdagangan dan Gapkindo sepakat akan mengurangi ekspor 238.736 ton.
Pemerintah meminta pelaku usaha berkomitmen menjalani kesepakatan itu, ungkap Plt
Dirjen Perdagangan Luar Negeri Karyanto dalam keterangannya, kemarin.

Di Kantor Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera), Menteri


Pertanian Amran Sulaiman mengatakan, pihaknya masih akan mendiskusikan pengurangan
ekspor karet tersebuti. Tahun lalu, kita produksi sekitar 3 juta ton dan 2,6 juta ton diekspor.
Moga-moga serapan (dalam negeri) naik, tapi berapanya nantinya kita tunggu kesimpulan,
katanya seusai rapat koordinasi tentang penyerapan karet dalam negeri.

Dirjen Basis Industri Manufaktur Ke menterian Perindustrian Panggah Susanto menyebutkan


tahun ini pihaknya dan Kementerian PU-Pera berencana menyerap menaikkan serapan
produksi karet untuk kebutuhan dalam negeri. Tahun lalu, hanya 15% yang diserap kebutuhan
domestik. Itu pun hanya industri ban.
Menurut Panggah, ada dua cara untuk menyerap lebih banyak karet dalam negeri. Pertama,
menciptakan pasar di luar industri ban, yakni dicampur untuk membuat aspal dan semen.
Kedua, seperti yang dilakukan pemerintah Malaysia dan Thailand, yakni membeli langsung
karet petani. Dari dua cara itu, dia menargetkan penyerapan karet untuk kebutuhan dalam
negeri bisa meningkat hingga 40%.

Menteri PU-Pera Basuki Hadimuljono menjelaskan, untuk aspal jalan, penyerapan karet
sebagai campurannya sudah sekitar 10%. Akan kita tingkatkan campurannya menjadi 15%,
kata dia.

http://www.kemenperin.go.id/artikel/14670/Indonesia-Pangkas-Ekspor-Karet-
238.736-Ton

Bisnis.com, MEDANGabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumatra Utara


optimistis kinerja ekspor sepanjang tahun ini lebih baik dibandingkan dengan tahun
sebelumnya pada kisaran 3%-5%.

MEskipun demikian, optimisme ini disertai dengan catatan bahwa ketiga negara produsen
tidak kembali memberlakukan skema pembatasan ekspor.

Sekretaris Gapkindo Sumut Edy Irwansyah menuturkan optimisme tersebut muncul karena
beberapa negara utama tujuan ekspor karet provinsi ini mengindikasikan pemulihan ekonomi.
Dia merinci, seperti China.

China industri otomotifnya kelihatan mulai naik lagi. Kami melihatnya dari penaikan
permintaan mulai November dan Desember 2016. Selain China, kami juga masih menunggu
pemulihan Amerika Serikat, Jepang dan India. Ini pasar utama ekspor Sumut, papar Edy,
saat dihubungi Bisnis, Senin (16/1/2017).

Lebih lanjut, dia mengatakan, pada awal tahun ini belum ada tanda-tanda dari ketiga negara
yakni Indonesia, Malaysia, dan Thailand akan memberlakukan Agreed Export Tonnage
Scheme (AETS). Berdasarkan informasi yang Edy terima, pertemuan tingkan menteri
(ministrial meeting) ketiga negara tersebut baru akan dilakukan pada bulan depan.

Tapi kalau kami melihat kondisi saat ini, harga sudah cukup baik. Sudah cukup
menggairahkan bagi petani. Jadi ya belum perlu. Apa lagi yang mau ditekan? Tapi kalau
AETS diberlakukan kembali, ya volume ekspor akan menurun, tambah Edy.

Berdasarkan data Gapkindo Sumut, volume ekspor karet sepanjang 2016 menurun 3,33%
atau 421.670 ton dari 2015 436.198 ton. Edy menjelaskan, selain akibat skema pembatasan
ekspor yang berlaku hingga 31 Desember 2016, penurunan tersebut juga akibat produksi
yang merosot. Produksi karet pada 2016 tercatat 441.220 ton dari 2015 450.801 ton.

Adapun, pasca AETS, rerata harga karet mulai merangkak naik pada tahun lalu menjadi
137,76 sen Amerika Serikat per kg dari 136,93 sen per kg. Sementara itu, penyerapan karet
lokal meningkat 33,87% yakni 19.550 ton dari 14.603 ton

Selain karena AETS, akhir tahun lalu juga cuacanya kurang bagus, jadi produksi menurun.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut, pada periode Januari-November 2016,
nilai ekspor karet mencapai US$909,66 juta atau turun 14,31% dari periode yang sama 2015
US$1,06 miliar.

Kepala Bidang Statistik Distribusi BPS Sumut Bismark Pardamean merinci, negara tujuan
utama ekspor karet Sumut yakni Amerika Serikat dengan nilai US$196,84 juta pada Januari-
November 2016, diikuti Jepang US$152,25 juta dan China US$84,7 juta serta India
US$57,75 juta.

Dari keempat negara tujuan utama tersebut, ekspor ke Amerika Serikat dan Jepang masih
menurun masing-masing 8,69% dan 13,36% year on year. India juga merosot 8,71%. Hanya
China yang masih meningkat yakni 2,46%, pungkasnya.

Tag : karet, ekspor karet


http://industri.bisnis.com/read/20170116/99/619886/ekspor-karet-pengusaha-di-
sumut-optimistis-kinerja-2017-membaik-
Sektor perkebunan adalah salah satu penyumbang devisa yang besar bagi
Indonesia. Hal ini wajar apabila dilihat dari keunggulan perekonomian Indonesia
yang lebih banyak terdapat pada kegiatan produksi yang berbasis sumber daya
alam dibandingkan dengan kegiatan produksi yang berbasis teknologi maupun
modal (Dumairy, 1996). Komoditi karet alam adalah salah satu komoditi
unggulan yang menjadi primadona ekspor Indonesia. Tanaman karet dapat
berproduksi sepanjang tahun di Indonesia dan hampir semua daerah di Indonesia
cocok untuk ditanami karet. Hal tersebut yang menjadikan Indonesia sebagai
salah satu negara produsen karet di dunia. Indonesia merupakan negara
penghasil utama karet alam dunia bersama dengan Thailand dan Malaysia.
Indonesia menghasilkan 2,55 juta ton karet alam pada tahun 2007 setelah
Thailand dengan produksi karet alam sebesar 2,97 juta ton. Hal ini membuat
Indonesia menjadi negara pengeskpor kedua karet alam terbesar di dunia, tapi
kondisi ini tidak membuat ekspor karet alam Indonesia bebas dari masalah.
Ekspor karet alam Indonesia masih mengalami beberapa kendala seperti harga
karet alam yang fluktuatif, produktifitas yang rendah, faktor minyak mentah
dunia, ketidakstabilan nilai tukar serta kondisi perekonomian dunia
mempengaruhi volume ekspor karet alam Indonesia. Ekspor karet alam
Indonesia juga rentan terhadap guncangan dalam perekonomian. Penelitian ini
menggunakan analisis Vector Auto Regression (VAR) dan Vector Error Correction
Model (VECM) untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor
karet alam Indonesia. Melalui pendekatan Impulse Respon Function (IRF) dapat
dilihat respon dari variabel dependen selama beberapa periode kedepan jika
mendapat guncangan dari variabel independen lainnya sebesar satu standar
deviasi. Sedangkan melalui pendekatan Forecast Error Variance Decomposition
(FEVD) digunakan untuk melihat seberapa besar kontribusi variabel independen
terhadap variabel dependen selama periode tertentu. Variabel independen yang
akan digunakan adalah produksi karet alam Indonesia, harga minyak mentah
dunia, harga ekspor karet alam Indonesia, dan nilai tukar rupiah terhadap dollar.
Sedangkan variabel dependennya adalah volume ekpor karet alam Indonesia.
Berdasarkan hasil dari IRF, dapat diketahui variabel yang paling berpengaruh
terhadap volume ekspor pada saat terjadi goncangan adalah produksi karet alam
Indonesia. Apabila terjadi guncangan sebesar satu deviasi maka akan langsung
direspon negatif oleh volume ekspor dengan penurunan sebesar 1 persen pada
periode ketiga. Namun setelah itu akan direspon positif dengan kenaikan sebesar
1,6 persen sebelum akhirnya mulai stabil pada periode ke-9. Sedangkan variabel
lainnya pada saat terjadi goncangan tidak terlalu mempengaruhi volume ekspor
karet alam Indonesia. Berdasarkan hasil dari FEVD, dapat diketahui volume
ekspor pada jangka panjang lebih banyak dipengaruhi oleh produksi karet alam
yaitu sebesar 50 persen dan nilai tukar sebesar 29 persen. Peran nilai tukar
terhadap volume ekspor dalam jangka panjang dapat dijelaskan sebagai berikut.
Pada jangka panjang kestabilan nilai tukar akan meningkatkan volume ekspor.
Hal ini disebabkan karena dengan menurunnya faktor ketidakpastian maka resiko
yang ditanggung oleh para importir menurun juga sehingga para importir karet
alam tidak akan ragu-ragu dalam meningkatkan impor karet alam dari Indonesia.
Pada jangka panjang, ekspor karet alam Indonesia juga sangat dipengaruhi oleh
produksi karet alamnya. Hal ini disebabkan karena volume ekspor tergantung
pada produksi karet alam Indonesia. Tanaman karet adalah tanaman tahunan
yang memerlukan waktu untuk dapat berproduksi. Kenaikan permintaan karet
alam tidak dapat direspon secara cepat oleh produksi karet alam tersebut. Pada
jangka panjang apabila produksi karet alam meningkat, maka volume ekspor
akan meningkat. Dari hasil IRF dan FEVD maka dapat disimpulkan bahwa
variabel yang paling berpengaruh terhadap volume ekspor pada saat terjadi
guncangan adalah variabel produksi karet alam. Namun pada kenyataannya
variabel ini jarang terjadi guncangan yang berarti. Hal ini disebabkan karena
tanaman karet merupakan tanaman tahunan sehingga tingkat produksi karet
dapat diantisipasi dan dapat diperkirakan produksi setiap tahunnya. Sedangkan
variabel lain yang sering mengalami guncangan seperti harga minyak mentah
dunia dan harga ekspor karet alam Indonesia, tidak memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap volume ekspor karet alam Indonesia. Pada jangka pendek
dan jangka panjang, kontribusi terhadap pembentukan volume ekspor karet alam
lebih banyak didominasi oleh produksi karet alam itu sendiri. Berdasarkan
kesimpulan diatas maka dapat diketahui bahwa dinamika ekspor karet alam
Indonesia tidak terlalu besar pengaruhnya terhadap perubahan volume ekspor
karet alam Indonesia serta perlu adanya usaha pemerintah untuk dapat
meningkatkan produksi karet alam dalam rangka meningkatkan volume ekspor
karet alam Indonesia.
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/15460

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai ekspor Indonesia sepanjang Januari 2017
mencapai 13,38 dolar Amerika Serikat atau menurun 3,21 persen dibandingkan Desember
2016. Sementara dibanding Januari 2016 meningkat 27,71 persen.
Penurunan terbesar ekspor terjadi pada sektor non migas terutama bijih, kerak, dan abu
logam. Namun, di tengah penurunan ekspor non migas, ekspor karet mengalami pertumbuhan
hingga 10,55 persen.
Sepanjang bulan lalu, ekspor karet dan barang dari karet tercatat mencapai 628,6 juta dolar
AS dari Desember tahun lalu yang hanya mencapai 568,6 juta dolar AS.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan peningkatan ekspor karet menandakan tren positif
terhadap kinerja ekspor komoditas. "Ekspor karet ini meningkat signifikan terutama ke Cina,
kata Suhariyanto saat menyampaikan kinerja ekspor-impor Indonesia di Kantor BPS, Jakarta
Pusat, Kamis (16/2).
Industri karet sebelumnya memang mengalami penurunan. Sepanjang tahun lalu, BPS
mencatat ekspor karet dan barang dari karet sebesar 5,6 miliar dolar AS. Sementara sepanjang
2015, ekspor karet Indonesia masih bisa mencapai 5,9 miliar dolar AS.
Sementara dari sisi impor, BPS mencatat nilai impor Indonesia Januari 2017 mencapai 11,99
miliar dolar AS atau turun 6,21 persen dibanding Desember 2016. Namun jika dibandingkan
Januari 2016 impor meningkat 14,54 persen.

https://kumparan.com/angga-sukmawijaya/ekspor-karet-kembali-menggeliat

Ini 10 Negara Tujuan Ekspor Karet


Terbesar Indonesia Sepanjang
2015
Pada 2014 total ekspor karet alam Indonesia mencapai 2,6 juta ton,
namun pada 2015 turun menjadi 2,4 juta ton.
5 Februari 2016 09:59 WIB

Ilustrasi petani karet.(dok.bpost)


JAKARTA, JITUNEWS.COM - Ketua Umum Gabungan Pengusaha Karet Indonesia
(Gapkindo) Moenardji Soedargo mengatakan, dalam data yang disampaikannya, terdapat 10
negara tujuan ekspor terbesar Indonesia sepanjang 2009-2014 dan estimasi di 2015.

"Ke-10 negara tersebut yaitu Amerika Serikat (AS), Tiongkok, Jepang, Singapura, Brasil,
India, Korea, Kanada, Jerman dan Turki," ujar Moenardji, di Jakarta, Kamis (4/2).

Pada 2014, Moenardji melanjutkan, total ekspor karet alam Indonesia ke berbagai negara
mencapai 2,6 juta ton. Sementara pada 2015 diperkirakan turun menjadi 2,4 juta ton.

"Di sisi lain, pemerintah berupaya untuk memperbesar serapan karet alam untuk aneka
proyek pemerintah," ucapnya.

Dia menjelaskan, berdasarkan data yang dimilikinya, AS merupakan negara tujuan ekspor
terbesar untuk karet alam Indonesia sejak 2010. Pada 2010, total ekspor karet alam Indonesia
ke AS mencapai 546.500 ton.

"Di 2014 sebesar 597.800 ton. Sedangkan pada 2015 diestimasi total ekspor karet alam
Indonesia ke AS diperkirakan mencapai 569.300 ton," ungkapnya.

Sementara Tiongkok, menjadi negara tujuan ekspor terbesar kedua sejak 2010-2013.
Sedangkan pada 2014 posisinya tergeser oleh Jepang.

"Pada 2010, total ekspor karet alam Indonesia ke Tiongkok mencapai 418.100 ton. Di 2013
sebesar 511.700 ton. Pada 2014 sebesar 367 ribu ton dan pada 2015 diestimasi sebesar
268.800 ton," tuturnya.

Dia menambahkan, pertumbuhan pasar ekspor karet Indonesia terjadi di India, Brazil dan
Jepang.

"Ekspor ke India tumbuh. Di 2014 sebesar 195.800 ton dibanding 2013 sebesar 144.500 ton.
Sementara di 2015 angkanya sedang dihitung," pungkasnya.

@jitunews http://jitunews.com/read/30334/ini-10-negara-tujuan-ekspor-karet-
terbesar-indonesia-sepanjang-2015#ixzz4gbaYSkYp
http://www.jitunews.com/read/30334/ini-10-negara-tujuan-ekspor-karet-terbesar-
indonesia-sepanjang-2015

BERITA KARET SEPTEMBER 2016


BERITA KARET SEPTEMBER 2016

1. Produksi Karet Alam Diprediksi Menurun

2. Pembatasan Ekspor Karet Diperpanjang


3. RI Paling Untung Jika Negara Produsen Utama Karet Lakukan
Replanting

4. 4. Pemerintah Cari Terobosan Baru Dongkrak Harga Karet

5. Peta Jalan Peremajaan Karet Belum Rampung

6. Naikkan Harga Karet, Pemerintah Lobi Tiga Negara Ini

7. Kawasan Sepakati Standar Baru Karet

8. ANRPC : Harga Karet Tertahan di Level Rendah

9. Harga Karet Naik Dipicu Pelemahan Yen

10. Bappebti Akan Evaluasi

11. Pemangkasan Ekspor Berlanjut, Karet Ditutup Menguat 0,76%

12. Musim Hujan Kendurkan Harga Karet

----------------------------------

Produksi Karet Alam Diprediksi Menurun

Produksi karet alam Indonesia pada 2016 diperkirakan hanya sebanyak 2,95 juta
metrik ton. Jumlah ini lebih rendah dari perkiraan target produksi yang ditetapkan
sebelumnya sebesar 3,1 juta metrik ton.

Melesetnya produksi karet alam dari target itu antara lain disebabkan pengaruh La Nina dan
pergeseran musim gugur daun di belahan selatan Indonesia menyebabkan produksi karet alam
menurun.

Hal ini disampaikan Ketua Umum Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (GAPKINDO)
Moenardji Soedargo, di sela-sela Rakernas GAPKINDO di Jakarta, Kamis (25/8). "Jadi
perkiraan saya produksi kita sendiri akan berpotensi mengalami penurunan 100 ribu hingga
150 ribu metrik ton menjadi 2,95 juta metrik ton tahun ini," katanya.

Kondisi tersebut, ungkapnya, membuat ekspor Indonesia terhadap karet alam mengalami
penurunan. Apalagi ditambah adanya pembatasan volume ekspor karet alam sesuai
kesepakatan International Tripartite Rubber Council (ITRC) melalui skema Agreed Export
Tonnage Scheme (AETS).

Ekspor karet alam Indonesia pada 2016 ini diprediksi hanya 2,4 juta ton hingga 2,5 juta ton.
Jumlah tersebut mengalami penurunan jika dibandingkan dengan capaian realisasi ekspor
karet alam Indonesia pada tahun lalu sebesar 2,6 juta metrik ton.
Menurut Moenardji, bukan hanya Indonesia yang mengalami penurunan produksi dan ekspor
karet alam. Beberapa negara produsen karet alam terbesar dunia seperti Thailand, Malaysia,
Vietnam, dan India juga mengalami penurunan.

"Di negara lain juga diperkirakan mengalami penurunan. Kalau mereka, lebih disebabkan
karena El Nino atau musim kering di bagian bumi sebelah utara," paparnya.

Hingga 2014, produsen terbesar karet alam dunia masih diduduki Thailand sebesar 3,98 juta
metrik ton. Indonesia di posisi kedua dengan produksi sebanyak 3,2 juta metrik ton.
Sementara tempat ketiga diisi oleh Vietnam dengan jumlah produksi sebesar 1,04 juta metrik
ton.

Dalam sambutannya di pembukaan Rakernas GAPKINDO, Menko Perekonomian Darmin


Nasution menjelaskan kalau karet mempunyai sejarah panjang di Indonesia maupun di Asia
Tenggara. Komoditas ini muncul sebagai hasil bumi yang berperan signifikan dan menjadi
sumber pendapatan rakyat.

Merujuk pada hal tersebut, pemerintah dan GAPKINDO perlu bersama-sama meningkatkan
produktivitas petani karet maupun kualitas dari bahan baku karet. Darmin juga berharap
anggota GAPKINDO bisa melihat problem karet secara komprehensif dan diselesaikan
secara bersama. Anggota GAPKINDO tidak dapat hanya berfokus pada berbisnis di hilir
tanpa bersama-sama menyelesaikan pokok permasalahan di sektor hulu, kata Darmin.

Menko Perekonomian menyatakan harapan agar GAPKINDO dapat mendorong para anggotanya untuk mengadop sifat karet yang lentur,
tahan banting, dan selalu bounce-back menghadapi tekanan. Selain itu, ia juga berharap industri ini akan kembali menjalankan peran
signifikannya.

Kita harus bersama-sama menata industri karet dari hulu sampai hilir, meningkatkan kualitas, produktivitas dan nilai tambah dari industri
karet. Dengan demikian, industri ini akan kembali menjadi salah satu pilar penting pengentasan kemiskinan di Indonesia, pungkas Darmin.

Tim Buletin

-----------------------------------------

Pembatasan Ekspor Karet Diperpanjang


Pengurangan alokasi ekspor karet alam oleh tiga negara produsen yang tergabung dalam International Tripartite Rubber Council (ITRC)
diperpanjang hingga Desember 2016, dengan harapan harga di pasar tetap berada di level tinggi.

Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Dody Edward mengatakan


negara-negara ITRC telah bertemu pada 11 Agustus dan menyepakati perpanjangan
pembatasan volume ekspor karet (Agreed Export Tonnage Scheme /AETS) tersebut.

AETS telah berjalan sejak Maret 2016 dan akan berakhir pada 31 Agustus 2016. Ini untuk
menjaga sentimen positif pasar terhadap karet alam. Selain itu, menghindari
ketidakseimbangan supply dan demand, ungkapnya kepada Bisnis, Selasa (23/8).

Kemendag menyatakan tidak tertutup kemungkinan skema pengurangan ekspor tersebut


bakal diperpanjang lagi setelah Desember 2016 jika memang dirasa perlu, terutama
dipandang dari sisi harga. Sejauh ini, implementasi skema tersebut dinilai berhasil
mendongkrak harga karet alam di pasar internasional.

Data Bloomberg menunjukkan harga karet global selama setahun terakhir bergerak cukup
fluktuatif dengan rata-rata 150,3 yen160,2 yen per kg.

Sepanjang tahun ini, harga karet alam sempat menyentuh harga terendah, yakni 146,9 yen per
kg pada 12 Januari. Sementara itu, harga komoditas tersebut sempat menyentuh harga
tertinggi pada 21 April, yakni di 202,2 yen per kg. Pada Selasa (23/8), harga karet alam
tercatat menyentuh 151,4 yen per kg atau turun dari posisi sehari sebelumnya yang masih
sebesar 155,1 yen per kg.

Jatah Vietnam

Dihubungi terpisah, Ketua Umum Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (GAPKINDO) Moenardji Soedargo mengungkapkan tidak ada
pemangkasan tambahan dalam perpanjangan waktu pembatasan ekspor ini, tetapi hanya menjalankan alokasi ekspor yang awalnya diberikan
kepada Vietnam. Total pengurangan ekspor adalah 700.000 metrik ton yang dibagi kepada negara-negara ITRC dan Vietnam. Nah, Vietnam
punya alokasi 85.000 metrik ton, tapi ternyata belum dilaksanakan oleh mereka dan inilah yang akan dilanjutkan Indonesia, Thailand, dan
Malaysia, jelasnya.

Dengan demikian, alokasi pengurangan ekspor karet secara keseluruhan hingga Desember 2016 tetap sebanyak 700.000 metrik ton. Namun,
tidak disebutkan berapa porsi masing-masing negara ITRC dari sisa 85.000 metrik ton itu. Adapun, alokasi ekspor Indonesia sebelumnya
adalah sebesar 238.736 metrik ton, Malaysia sebanyak 52.259 metrik ton, dan Thailand mencapai 324.005 metrik ton. Vietnam memang
belum menjadi anggota ITRC dan sekarang ini berstatus sebagai strategic partner.

Seperti diketahui, keempat negara tersebut merupakan eksportir karet terbesar dunia. Moenardji mengaku tidak mengetahui alasan pasti di
balik keengganan Vietnam mengurangi ekspornya. Tidak tertutup kemungkinan ini karena negara itu belum terikat dengan ITRC. Dia
melanjutkan dengan masih berlakunya pembatasan ini, kegiatan ekspor karet masih berada dalam pantauan dan pengawasan Kementerian
Perdagangan.

Di sisi harga, GAPKINDO memandang pascapenerapan skema AETS, pergerakan harga karet alam cukup positif. Ketika diumumkan pada
Februari 2016, harga masih US$1.000 per ton, dan sempat naik ke US$1.500 per ton. Meski pernah ada koreksi, tetapi sekarang rata-rata ada
di level US$1.300 per ton. Jadi, ada perbaikan harga, terang Moenardji. Kendati demikian, GAPKINDO menilai harga masih belum
berada di level ideal, dan berpotensi bisa kembali meningkat. Bila sudah ada keseimbangan yang ideal, diharapkan harga karet internasional
dapat naik hingga US$1,5US$2 per kg.

Ketua Umum Dewan Karet Indonesia (Dekarindo) Azis Pane juga mengakui ada efek positif terhadap harga dari pengurangan ekspor yang
dilakukan ITRC. Dekarindo, menurut Azis, sebenarnya berharap skema itu bisa berlanjut hingga tahun depan, dengan alokasi sama dengan
yang ditetapkan pada periode Maret-Agustus 2016. Harga sudah agak lumayan, kami harapkan tidak jatuh lagi. Kami juga menyadari stok
dunia, seperti di AS dan Jepang sudah mulai menipis. Kalau kami sesuaikan lagi, mudah-mudahan terus membaik, paparnya

Bisnis Indonesia, 24/08/2016

---------------------------------------------------------------

RI Paling Untung Jika Negara Produsen Utama Karet Lakukan Replanting

Pemerintah Indonesia terus berupaya mengajak negara-negara penghasil karet


terbesar dunia untuk mengendalikan produksi. Sebab jika tidak dikendalikan, maka
harga komoditas karet global akan terkoreksi cukup dalam.

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengaku bahwa Indonesia


menjadi negara yang paling diuntungkan jika tiga negara penghasil utama karet dunia lainnya
yakni Malaysia, Thailand, dan Vietnam melakukan pengendalian produksi dengan
merevitalisasi perkebunan karet melalui penanaman kembali (replanting).
"Sebetulnya kalau ini terjadi dan kita punya ruang yang lebih lebar untuk melakukan
replanting, maka Indonesia akan memetik keuntungan paling besar dalam jangka menengah
panjang," ujar Darmin, di Hotel Fairmont, Jalan Asia Afrika, Jakarta Pusat, Kamis
(25/8/2016).

Dia melanjutkan, hal ini karena usia tanaman perkebunan karet Indonesia merupakan yang
paling tua dibanding tiga negara produsen lainnya. Karena paling tua dan direplantasi, maka
varietasnya akan menjadi lebih baik.

"Kita merupakan produsen karet terbesar sekarang ini, tapi usia tanamnya yang paling tua. Karena paling tua sehingga paling untung
dilakukan replanting. Jika begitu, maka varietasnya lebih baik dan mempengaruhi jumlah produksi yang juga semakin baik," yakinnya.

Namun demikian, tiga negara lainnya dinilai kurang semangat mengikuti langkah Indonesia
melakukan replanting. Persaingan bisnis untuk merebut penerimaan yang paling banyak jadi
alasannya.

"Ini dia tantangannya. Oleh sebab itu saya mengundang GAPKINDO (Gabungan Perusahaan
Karet Indonesia) untuk bersama-sama pemerintah melakukan lobi ke mereka. Ini harus
dilakukan segera, sebab jika ditunda maka akan menimbulkan dampak negatif kepada para
petani karet kita," pungkas Darmin.

Seperti diketahui, harga karet global pada Juni 2016 mencapai US$1,3/kg atau mengalami penurunan dibanding bulan sebelumnya sebesar
US$1,5/kg. Padahal harga karet global sempat menyentuh harga tertinggi perdagangan pada 2011 sebesar US$5,5/kg.

Metrotvnews.com, 25/08/2016

---------------------------------------------------------

Pemerintah Cari Terobosan Baru Dongkrak Harga Karet

Pemerintah diminta mencari terobosan baru untuk mendongkrak harga karet, sehingga bisa membantu perekonomian para petani
di Sumatera Selatan.

Wakil Ketua Komisi II DPRD Sumatera Selatan Budiarto Marsul di Palembang, Kamis
menyampaikan hal itu saat ditanya mengenai harga karet yang terus mengalami penurunan.

Menurut dia, sekarang ini Thailand dan Vietnam, mereka memproduksi karet lebih tinggi
jumlahnya dan kualitasnya juga baik.

Ia menyatakan, mereka itu tidak mau mencampur karetnya dengan serbuk dan lainnya
sehingga kualitasnya lebih tinggi, kemudian biaya tenaga kerja juga rendah sehingga biaya
produksinya rendah dan harganya rendah pula.

"Persaingan ini yang sulit untuk melawannya, karena itu pemerintah agar mencari terobosan
baru untuk mendongkrak harga karet dengan industri hilirisasi yang berkali-kali sudah
didengungkan," katanya.

Ia mengatakan, misalnya dengan membuat pabrik ban, sarung tangan yang sifatnya produk
turunan karet, jadi dibuat pabrik-pabrik, tanpa itu susah untuk meningkatkan harga karet.
Sekarang ini, lanjutnya, persoalannya kenapa orang tidak mau masuk untuk membuat pabrik
itu, dan ini harus dikaji oleh pemerintah, karena pemerintah mempunyai lembaga penelitian,
mungkin ada hambatan-hambatannya.

Ia menilai, mungkin agak panjang harga karet yang kurang menarik ini, karena di negara lain
harganya lebih murah.

Celakanya di Sumatera Selatan ini salah satu provinsi terbesar di dunia penghasil karet,
sehingga dampaknya pada masyarakat paling banyak.

Daerah penghasil karet di Sumsel itu di Kabupaten Musirawas, Lahat, Banyuasin dan
Muaraenim luar biasa, sehingga ketika harga komoditas tersebut jatuh, sulit perekonomian
masyarakat, katanya.

Antaranews.com, 11/08/2016

----------------------------------------------------------

Peta Jalan Peremajaan Karet Belum Rampung

Pemerintah akan melakukan peremajaan tanaman (replanting) penghasil komoditas


perkebunan strategis, yakni karet, kakao, teh, kopi, dan pala, di sejumlah wilayah di
Indonesia. Program ini akan menggunakan anggaran dari perbankan melalui kredit
usaha rakyat (KUR). Salah satu komoditas yang menjadi prioritas utama program
tersebut adalah karet.

Namun sejak kebijakan itu diambil, pemerintah ternyata masih belum menyalurkan dana
untuk replanting tersebut. Pemerintah masih membuat peta jalan (roadmap) untuk program
itu melalui dana KUR. "Kita masih harus konsolidasi kembali sebab banyak menteri-menteri
yang baru untuk membahas roadmap dulu," kata Menko Perekonomian Darmin Nasution di
Jakarta.

Darmin menjelaskan, KUR untuk replanting karet memang membutuhkan dana besar, sekitar
Rp 30 triliun dengan jangka waktu tujuh tahun. Karena pembiayaan yang besar dan waktu
yang diperlukan cukup panjang, maka pemerintah masih memerlukan waktu untuk
membahas roadmap tersebut.

Dalam pembahasan roadmap tersebut, pemerintah masih harus melakukan negosiasi dengan
sejumlah negara tetangga, seperti Thailand, Malaysia, dan Vietnam yang memiliki komoditas
serupa untuk bersama-sama mendorong harga karet lebih tinggi lagi. Sebab, pada saat
replanting akan ada produksi karet dalam negeri yang berkurang yang bisa mengubah harga
di pasaran.

Untuk itu, pemerintah mendorong agar periode kenaikan harga karet ini bisa dilakukan
bersama, karena jangan sampai ketika harga karet dari Indonesia naik karena keterbatasan
produksi, tapi harga karet di negara lain masih sama. Ditakutkan nantinya harga karet dari
Indonesia justru kalah bersaing ketika tidak ada konsolidasi antarnegara penghasil karet.
"Kalau tidak ada kesepakatan nanti mereka untung duluan, tanpa menunggu nanti mereka
bisa langsung isi produksi," jelas dia.

Sementara untuk penggantian anggaran kepada petani karet ketika replanting, pemerintah
kemungkinan melakukan replanting masing-masing 50% untuk setiap perkebunan milik
petani. Artinya, separuh lahan karet akan diremajakan dan separuh lagi untuk menanam yang
lain, sehingga petani juga masih bisa menghasilkan ketika lahan karet mereka diremajakan.

Investor daily, 29/08/2016


---------------------------------------------------------------

Naikkan Harga Karet, Pemerintah Lobi Tiga


Negara Ini
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan harga jual karet di
Indonesia saat ini sangat rendah. Merosotnya harga jual karet Indonesia disebabkan
tanaman karet Indonesia tergolong tua dan memerlukan replantasi untuk bisa
berproduksi dengan kualitas yang kembali baik.

Untuk itu, menurut Darmin, pemerintah melobi negara-negara produsen utama karet di Asia
Tenggara untuk mengurangi produksi karetnya. Kuncinya adalah bagaimana bicara dengan
Vietnam, Thailand, dan Malaysia agar bersama-sama mengurangi produksi, ucapnya saat
ditemui dalam Rapat Kerja Nasional Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (GAPKINDO) di
Hotel Fairmont Senayan, Jakarta, pada Kamis, 25 Agustus 2016.

Lobi ini dilakukan agar negara-negara produsen utama karet menekan jumlah produksinya
untuk meningkatkan harga. Bila peremajaan dilakukan, harga Indonesia bisa kembali bangkit.
Namun tampaknya langkah ini tak mudah.

Tantangannya adalah bagaimana meyakinkan negara tetangga untuk mengurangi produksi


agar bisa replantasi bersama, ujar Darmin seraya menambahkan, negara-negara tetangga
sulit untuk setuju. Pasalnya, tanaman karet di sana tak setua Indonesia sehingga mereka
menganggap peremajaan belum perlu dilakukan.

Namun, bila mereka setuju, Indonesia akan menjadi yang paling diuntungkan. Sebab,
Indonesia merupakan negara penghasil karet terbesar di Asia Tenggara. Sebagai negara
dengan tanaman karet tertua, replantasi sangatlah bagus, apalagi tanaman tertua memiliki
varietas unggul.

Pemerintah, Darmin melanjutkan, sudah pasti memiliki andil dalam hal diskusi terkait dengan
penahanan produksi karet. Meski begitu, bukan berarti tanggung jawab hanya dibebankan
kepada pemerintah, tapi juga pengusaha.

Ketua Umum GAPKINDO Moenardji Soedargo menyatakan mendukung rencana


pengurangan produksi. GAPKINDO sudah mengurangi ekspor karet sampai akhir tahun ini.
Moenardji menjelaskan, pengurangan ekspor berpengaruh terhadap peningkatan harga
walaupun tak signifikan. GAPKINDO mengimbau pemerintah untuk memperluas kerja
sama perihal pengurangan produksi ini ke negara ASEAN lain, bukan hanya tiga negara.

Tempo. Co.id, Kamis, 25/08/2016

---------------------------------------------------

Kawasan Sepakati Standar Baru Karet


Para pakar dan pejabat pemerintah dari negara-negara anggota ASEAN berkumpul di
Siem Reap kemarin untuk menyepakati harmonisasi standar untuk produk karet yang
akan menfasilitasi perdagangan lintas batas.

Kelompok kerja produk berbasis karet atau Rubber Based Product Working Group (RBPWG)
yang berada di bawah the ASEAN Consultative Committee for Standards and
Quality (ACCSQ) menyepakati 61 harmonisasi standard selama pertemuan, demikian
disampaikan Chan Borin, Direktur Umum The Institute of Standards.

Chan mengatakan sepertiga dari standar baru tersebut diaplikasikan terhadap produk karet,
sedangkan sisanya diterapkan pada metodologi pengujian. Komite dan kelompok kerja juga
memformulasikan petunjuk untuk laboratorium dan lembaga penilai yang akan menerbitkan
sertifikat kesusaian terhadap standard dimaksud.

Jika kita menginginkan terjadinya pergerakan barang secara bebas kita harus menggunakan
standard yang sama yang diterima oleh semua negara ASEAN, kata dia.

Chan mengatakan dengan mengadopsi standard industri yang sama dengan negara anggota
ASEAN lainnya, akan mendorong para investor untuk membangun pabrik karet di Kamboja.

Dengan demikian karet alam kita akan memiliki pasarnya sendiri dan kita akan dapat
mengekspor produk akhir ke pasar ASEAN dan pasar internasional sehingga harga karet tidak
akan tergantung pada pasar lainnya, kata dia.

Men Sopheak, Direktur Sopheak Nika Investment Group yang mengoperasikan perkebunan
karet besar di propinsi Kampong cham, mengatakan harmonisasi standard memainkan
peranan penting dalam mempromosikan produk karet di pasar domestik, tetapi itu hanya
salah satu dari faktor yang dapat menarik investasi di sektor yang sedang tumbuh tersebut.

Tidak hanya standard yang dapat menarik investor untuk berinvestasi disini, masih ada
faktor lainnya seperti peluang pasar dan undang-undang investasi, serta bagaimana daya
saing kita dibandingkan dengan negara tetangga kita, katanya.

Sopheak mengatakan pabrik karet milik perusahaannya hanya memproduksi produk karet
setengah jadi, dan dia lebih menginginkan untuk memproduksi produk akhir.
Saya berusaha mencari investor untuk membangun pabrik disini, tapi belum berhasil, kata
dia.

Harga karet dunia telah merosot tajam dalam beberapa tahun terakhir sebagai akibat dari
melimpahnya pasokan global. Ekspor karet alam Kamboja mencapai angka tertinggi pada
tahun 2015, naik 24% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Tapi nilai ekspornya justru
turun 2,5% menjadi US$150 juta, menurut data Kementerian Pertanian Kamboja. ***

Globalrubbermarkets.com, 26/08/2016

-------------------------------------

ANRPC : Harga Karet Tertahan di Level Rendah


Asosiasi negara-negara penghasil karet alam atau ANRPC menyantakan harga karet
tidak mengalami pertumbuhan signifikan walau tidak ada peningkatan pasokan karet
alam dalam beberapa waktu terakhir ini.

Dalam laporan bulanannya untuk bulan Juli yang berjudul Natural Rubber Trends and
Statistics, ANRPC menyatakan bahwa pasokan karet alam global tumbuh hanya 0,2%
selama tujuh bulan pertama tahun 2016 jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun
lalu.

Namun setiap kenaikan harga telah ditekan oleh perkiraan lemahnya permintaan, rendahnya
harga minyak bumi dan lemahnya mata uang negara-negara pengekspor karet alam yang
menjadi kombinasi penekanan harga, tutur ANRPC dalam laporan tersebut.

Asosiasi negara-negara produsen karet dunia itu juga mengingatkan bahwa akibat
kecenderungan menggeliatnya ekonomi global, kemungkinan permintaan karet alam dunia
akan menguat pada tahun 2016 dan 2017 menjadi suram dan kemungkinan akan menahan
translasi dan antisipasi lambatnya pertumbuhan pasokan kesituasi bulish di pasar.

Faktor lain yang juga kurang membantu adalah perkiraan situasi pasar energi jangka pendek
yang mana menurut ANRPC pasar karet alam akan kembali kurang mendapatkan dukungan
dari situasi yang terjadi di pasar minyak bumi. ***

www.rubbernews.com, 30/08/2016

---------------------------------------------------

Harga Karet Naik Dipicu Pelemahan Yen


Rencana The Fed menaikkan suku bunga acuan telah menekan nilai tukar yen
terhadap mata uang dolar AS dan mengerek harga karet ke level tertinggi pada
kontrak terbaru.
Pada perdagangan penutupan perdagangan Senin (29/8), harga karet kontrak terbaru, Februari
2017, di Tokyo Commodity Exchange ditutup menguat 2,59% atau 3,90 poin ke 154,50 yen
perkilogram. Padahal sebelumnya, harga karet dibuka melemah 0.07 poin atau 0,10 poin ke
150,50 yen perkilogram.

Gu Jiong, analis dari Yutaka Shojii, mengungkapkan melemahnya yen telah mengerek naik
harga karet. Dia mengungkapkan rencana produsen untuk memperpanjang pengetatan
ekspor juga memberikan sentimen positif.

Sementara itu, nilai tukar yen kemarin terpantau melemah 0.53% atau 0,54 poin ke 102,37
per dolar AS pada pukul 14.03 WIB setelah dibuka di posisi 102,07 yen per dolar.

Saat Gubernur Federal Reserve Jannet Yellen berpidato di Jackson Hole, pelaku pasar
menangkap sinyal bahwa The Fed segera melakukan penaikan suku bunga acuan.

Investor di pasar pun menangkap sinyal rencana penaikan tersebut akan dilakukan lebih cepat
dari prediksi pasar, yakni September.

Setelah Yellen berpidato, saham Asia di luar Jepang mulai jatuh. Adapun saham Tokyo
terlihat menguat sebab yen melemah. Gubernur Bank of JapanHaruhiko Kurda berjanji akan
memberikan stimulus jika diperlukan.

Suluh Wicaksono, Analis PT Cerdas Indonesia Berjangka, mengungkapkan mata uang yang
paling diuntungkan atas rencana Yellen untuk menaikkan Fed Fund Rate (FFR) adalah yen.

Atas rencana The Fed itu Gubernur BoJ Haruhiko tidak perlu mengeluarkan amunisi
kebijakan untuk melemahkan yen, namun demikian, yen sebagai aset safe haven masih
terbilang kuat sebab masih berada di level 102 yen per dolar.

Faktor Yen

Pada perdagangan Senin (29/08) nilai tukar yen terpantau melemah 0.44% atau 0,45 poin
menjadi 102,27 yen per dolar dari posisi 101,82 yen per dolar.

Pelemahan yen sangat diinginkan Jepang. Sebab, jika mata uang jepang melemah maka
ekspor akan positif, ungkapnya saat dihubungi Bisnis.

Selama ini, nilai yen tetap stabil pada level 100 yen per dolar . Namun, tidak menutup
kemungkinan perlemahan yen akan mencapai 104 yen per dolar pada saat The Fed
menaikkan FFR.

Nilai tukar yen memperpanjang pelemahannya menyusul pernyataan Gubernur Bank of Japan
Haruhiko Komda yang terus menunjukkan kesiapannya untuk melonggarkan kebijakan lebih
lanjut.

Seperti dilansir Bloomber, saham produsen alat listrik dan mesin mobil menguat pasca
pelemahan yen terhadap dolar AS sebesar 1,3% pada Jumat lalu akibat pernyataan Yellen
tentang kemungkinan kuat kenaikan suku bunga AS.
Di sisi lain, Gubernur BoJ menyatakan akan ada ruang yang cukup bagi kebijakan moneter
lebih lanjut melalui pelonggaran kuantitatif dan kualitatif maupun pemangkasan suku bunga
negatif yang lebih dalam.

Suluh menjelasan, komoditas yang langsung berpengaruh pada rencana The Fed untuk
menaikkan suku bunga adalah emas, perak, tembaga dan komoditas logam lainnya.

Adapun harga komoditas karet dan crude oil tidak berpengaruh langsung terhadap rencana
itu.

Bisnis Indonesia, 30/08/2016

------------------------------------------------------------------

Bursa Karet Regional

Bappebti Akan Evaluasi


Kemenetrian Perdagangan akan mengevaluasi bursa karet regional yang melibatkan
tiga negara (Indonesia, Malaysia dan Thailand) setelah beroperasi pada akhir Agustus
2016, untuk memastikan target sasaran pembentukan sarana perdagangan ini tercapai.

Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka (Bappebti) Kementerian Perdagangan,


Bachrul Choiri, mengatakan bursa karet regional yang akan menjadi tandingan bursa
komoditas karet Jepang itu telah mulai berjalan.

Nanti akan kami evaluasi per 3 bulan. Sekarang kami minta selama 3 bulan dievaluasi
mengenai sasarannya, jelas Bachrul di Jakarta, Jumat (2/9)/.

Pembentukan bursa regional ini, tutur Bachrul, dilakukan agar tercipta referensi harga untuk
kawasan Asia. Bursa karet regional ini bersifat sukarela atau voluntary. Skemanya, sistem
dari tiap negara akan didaftarkan dalam bursa ini. nantinya keluar referensi harga untuk
lingkup Asia.

Bappebti masih menggodok skema harga referensi yang akan dikeluarkan. Pasalnya, tiap
negara anggota di bursa ini memiliki standar karet yang berbeda. Indonesia dan Malaysia
menggunakan standar SIR 20, adapun Thailand menggunakan standar harga karet RSS3.

Nah ini akan diolah, apakah akan keluar satu-satu atau secara rata-rata. Ini yang masih kami
akan bahas. Tapi sistemnya, kuantitas delivery nya dan quatotation sudah disepakati. Ini
sudah formally run, ujar Bachrul.

Seperti diketahui, bursa karet regional ini juga dibentuk untuk menyelematkan harga karet
mentah agar lebih stabil.

Serapan Karet
Untuk menekan jatuhnya harga karet, pemerintah bersama pelaku usaha di sektor karet pun
tengah menggodok kembali rencana penerbitan Intruksi Presiden (Inpres) soal penyerapan
karet.

Ketua Umum Dewan Karet Indonesia, Azis Pane, mengatakan pihaknya telah menggelar
diskusi dengan Kementerian Kordinasi Bidang Perekonomian (Kemenko Bidang
Perekonomian) terkait tertundanya penerbitan Inpres penyerapan karet dalam negeri tersebut.

Dari diskusi dengan Kemenko Perekonomian, Azis menyebutkan institusi itu meminta
penjelasan industri mana yang akan difokuskan dalam Inpres penyerapan karet. Tak adanya
fokus, diklaim menjadi penyebab Inpres itu tidak kunjung diterbitkan.

Dalam kajian Dewan Karet, industri yang akan diajukan untuk menyerap karet utama adalah
industri ban. Sebab, industri ini menyerap 82% produksi karet nasional. Sementara itu,
sebanyak 60% hasil produksinya diekspor ke negara lain.

Dalam Inpres itu, beberapa poin yang akan diusung yakni untuk meningkatkan industri ban.
Selain itu, Inpres tersebut juga mengandung beberapa hal terkait upaya untuk mendukung
peningkatan penggunaan karet dalam proyek infrastuktur nasional. Tujuan akhirnya, Inpres
tersebut diharapkan dapat menerek naik permintaan dan harga karet nasional.

Bisnis Indonesia, 05/09/2016

----------------------------------

Pemangkasan Ekspor Berlanjut, Karet Ditutup Menguat


0,76%
Harga karet ditutup menguat pada perdagangan hari ini, Senin (5/9/2016) menyusul
kesepakatan pembatasan ekspor.

Harga karet untuk pengiriman Februari 2017, kontrak teraktif di Tokyo Commodity
Exchange, menguat menguat 0,76% atau 1,20 poin ke 158,30 yen per kilogram (kg).

Sebelumnya, pergerakan harga karet dibuka naik 0,19% atau 0,30 poin di posisi 157,40.

Di sisi lain, nilai tukar yen hari ini dibuka melemah 0,13% atau 0,14 poin ke 104,08 per dolar
AS meski kemudian berbalik menguat tipis 0,02% atau 0,02 poin ke posisi 103,92.

Seperti dilansir Bloomberg hari ini, International Rubber Consortium sepakat untuk
melanjutkan pemangkasan ekspor sebanyak 85.000 ton tahun ini.

Kelanjutan pembatasan ekspor memberikan sentimen positif pada harga karet, ujar Masayo
Kondo dari trader komoditas Commodity Intelligence, seperti dikutip Bloomberg, Senin
(5/9/2016).
Sementara itu, nilai tukar yen terpantau menguat 0,45 poin atau 0,43% ke posisi 103,47 yen
per dolar AS pada pukul 13.58 WIB.

Bisnis.com, 05/08/2016

-------------------------

Musim Hujan Kendurkan Harga Karet


Setelah berhasil menguat pada empat hari terakhir, kini harga karet berjangka
menembus harga terendah dalam tiga minggu terakhir karena musim hujan yang
menurunkan kualitas karet.

Pergerakan harga karet berjangka untuk pengiriman Februari 2017, pada kontrak teraktif di
Tokyo Commodity Exchange, terpantau melemah hingga 2,3 poin atau 1,45% pada
perdagangan Selasa (6/9) menjadi 156,1 yen (US$1,51) per kilogram. Adapun pergerakan
harga karet sempat dibuka pada posisi 158,50 yen per kg.

Direktur Utama PT Garuda Berjangka, Ibrahim menuturkan negara penghasil karet seperti
Indonesia, Thailand dan Vietnam saat ini sedang masuk musim pancaroba dan penghujan.
Musim penghujan membuat hasil panen karet tidak sebagus biasanya.

Alasannya, air hujan menurunkan kualitas karet saat menderes (menyadap) dilakukan. Ketika
musim hujan datang, katanya, komoditas karet, kakao dan gandum pun akan mengalami
penurunan harga.

Selain musim, sentimen lain yang berpengaruh pada harga karet yakni indeks dolar yang
sempat menguat, karena rencana the Fed untuk menaikkan suku bunga acuan. Namun,
rencana penaikan Fed Fund Rate (FFR) terhadap karena data AS yang kurang baik dari target
yang ditetapkan.

Pengetatan harga karet belakangan ini juga disebabkan oleh rencana bank sentral Jepang atau
Bank of Japan (BoJ) yang berencana menggelontorkan stimulus untuk melemahkan nilai
tukar yen terhadap dolar. Bila yen mengalami pelemahan, katanya, komoditas yang berada di
bursa Jepang akan mengalami peningkatan.

Nilai tukar yen memperpanjang pelemahannya menyusul pernyataan Gubernur Bank of Japan
Haruhiko Kuroda yang terus menunjukkan kesiapannya untuk mengeluarkan kebijakan
moneter lebih lanjut.

Investor menahan posisi mereka setelah penguatan beberapa hari terakhir, ujar Korakod
Kittipol, marketing manager Thai Hua Rubber, seperti dilansir Bloomberg.

Dia melanjutkan, pelemahan harga karet tertahan menyusul hujan yang terus berlanjut di
Thailand sehingga mengurangi aktivitas penyadapan. Seperti dilansir Bloomberg, Otoritas
Karet Thailand menyatakan pada senin bahwa hujan yang tersebar di Thailand mencapai 40%
di kawasan selatan dan mengganggu menyadap karet.
Saat ini, harga karet bursa berjangka masih ditentukan Tokyo. Tiga negara penghasil karet,
yakni Indonesia, Thailand dan Vietnam pun ingin jadi penentu harga karet di
bursa.berjangka. Ibrahim menurutkan untuk menjadi penentu harga diperlukan kesiapan pasar
fisik, tranasksi multilateral dan bilateral atau sistem perdagangan alternatif (SPA).

Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditas (Bappebti), Bachrul Choiri


sebelumnya mengungkapkan harga jaret sempat dibawah US$ 1, akan tetapi setelah
pengaturan dilakukan, maka harga bisa mencapai US$ 1,5 per kg. Saat ini Bappebti tengah
mencoba membuat pasar regional karet.

Saat ini, tiga negara penghasil karet di Asia menguasai 80% produksi karet di dunia.

Bisnis Indonesia 07/09/2016

https://www.gapkindo.org/berita-karet-september-2016.html

Minyak Kelapa Sawit


Minyak sawit adalah salah satu minyak yang paling banyak dikonsumsi dan diproduksi di
dunia. Minyak yang murah, mudah diproduksi dan sangat stabil ini digunakan untuk berbagai
variasi makanan, kosmetik, produk kebersihan, dan juga bisa digunakan sebagai sumber
biofuel atau biodiesel. Kebanyakan minyak sawit diproduksi di Asia, Afrika dan Amerika
Selatan karena pohon kelapa sawit membutuhkan suhu hangat, sinar matahari, dan curah
hujan tinggi untuk memaksimalkan produksinya. Efek samping yang negatif dari produksi
minyak sawit - selain dampaknya kepada kesehatan manusia karena mengandung kadar
lemak yang tinggi - adalah fakta bahwa bisnis minyak sawit menjadi sebab kunci dari
penggundulan hutan di negara-negara seperti Indonesia dan Malaysia. Indonesia adalah
penghasil gas emisi rumah kaca terbesar setelah Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan
Amerika Serikat (AS).

Produksi minyak sawit dunia didominasi oleh Indonesia dan Malaysia. Kedua negara ini
secara total menghasilkan sekitar 85-90% dari total produksi minyak sawit dunia. Pada saat
ini, Indonesia adalah produsen dan eksportir minyak sawit yang terbesar di seluruh dunia.

Dalam jangka panjang, permintaan dunia akan minyak sawit menunjukkan kecenderungan
meningkat sejalan dengan jumlah populasi dunia yang bertumbuh dan karenanya
meningkatkan konsumsi produk-produk dengan bahan baku minyak sawit.

Ekspektasi Produksi Minyak Kelapa Sawit 2014:

1. Indonesia 33,000,000
2. Malaysia 19,800,000
3. Thailand 2,000,000
4. Kolombia 1,108,000
5. Nigeria 930,000
dalam ton metrik
Sumber: Index Mundi

Minyak Kelapa Sawit di Indonesia

Produksi dan Ekspor Minyak Kelapa Sawit di Indonesia

Hanya beberapa industri di Indonesia yang menunjukkan perkembangan secepat industri


minyak kelapa sawit dalam 15 tahun terakhir. Pertumbuhan ini tampak dalam jumlah
produksi dan ekspor dari Indonesia dan juga pertumbuhan luas area perkebunan sawit.
Didorong oleh permintaan global yang terus meningkat dan keuntungan yang juga naik,
budidaya kelapa sawit telah ditingkatkan secara signifikan baik oleh petani kecil maupun para
pengusaha besar di Indonesia (dengan imbas negatif pada lingkungan hidup dan penurunan
jumlah produksi hasil-hasil pertanian lain karena banyak petani beralih ke budidaya kelapa
sawit).

Mayoritas hasil produksi minyak kelapa sawit Indonesia diekspor (lihat di tabel di bawah).
Negara-negara tujuan ekspor yang paling penting adalah RRT, India, Malaysia, Singapura,
dan Belanda.

Produksi dan Ekspor Minyak Kelapa Sawit Indonesia:

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016


Produksi
19.2 19.4 21.8 23.5 26.5 30.0 31.5 32.5 32.0
(juta ton)
Export
15.1 17.1 17.1 17.6 18.2 22.4 21.7 26.4 27.0
(juta ton)
Export
15.6 10.0 16.4 20.2 21.6 20.6 21.1 18.6 18.6
(dollar AS)
menunjukkan prognosis
Sumber: Indonesian Palm Oil Producers Association (Gapki) & Indonesian Ministry of Agriculture

Industri perkebunan dan pengolahan sawit adalah industri kunci bagi perekonomian
Indonesia: ekspor minyak kelapa sawit adalah penghasil devisa yang penting dan industri ini
memberikan kesempatan kerja bagi jutaan orang Indonesia. Hampir 70% perkebunan kelapa
sawit terletak di Sumatra, tempat industri ini dimulai sejak masa kolonial Belanda. Sebagian
besar dari sisanya - sekitar 30% - berada di pulau Kalimantan.

1. Sumatra
2. Kalimantan
Menurut data dari Kementerian Pertanian Indonesia, jumlah total luas area perkebunan sawit
di Indonesia pada saat ini mencapai sekitar 8 juta hektar; dua kali lipat dari luas area di tahun
2000 ketika sekitar 4 juta hektar lahan di Indonesia dipergunakan untuk perkebunan kelapa
sawit. Jumlah ini diduga akan bertambah menjadi 13 juta hektar pada tahun 2020.

Perkebunan milik pemerintah memiliki peran yang menengah dalam industri minyak sawit
sementara perusahaan-perusahaan besar (seperti Wilmar Group dan Sinar Mas) memproduksi
sekitar setengah dari total produksi minyak kelapa sawit Indonesia. Para petani skala kecil
memproduksi sekitar 35% dan kebanyakan petani kecil ini sangat rentan keadaannya apabila
terjadi penurunan harga minyak kelapa sawit dunia.

Perusahaan-perusahaan sawit di Indonesia berencana untuk melakukan investasi-investasi


besar untuk meningkatkan kapasitas penyulingan minyak sawit. Hal ini sesuai dengan ambisi
Pemerintah untuk mendapatkan lebih banyak penghasilan dari sumber daya dalam negeri.
Indonesia selama ini berfokus pada ekspor minyak sawit mentah (dan bahan baku mentah
lainnya) namun telah mengubah prioritasnya untuk mengolah produk-produknya supaya
memiliki harga jual yang lebih tinggi. Untuk meningkatkan perkembangan di industri hilir,
pajak ekspor untuk produk minyak sawit yang telah disuling telah dipotong dalam beberapa
tahun belakangan ini. Sementara itu, pajak ekspor minyak sawit mentah (CPO) berada di
antara 0%-22,5% tergantung pada harga minyak sawit internasional. Indonesia memiliki
'mekanisme otomatis' sehingga ketika harga CPO acuan Pemerintah (berdasarkan harga CPO
lokal dan internasional) jatuh di bawah 750 dollar Amerika Serikat (AS) per metrik ton, pajak
ekspor dipotong menjadi 0%. Karena harga acuan ini jatuh di bawah 750 dollar AS per metrik
ton di September 2013, Indonesia telah menetapkan pajak ekspor CPO 0% sejak Oktober
2014.

Karena hal ini berarti Pemerintah kehilangan pendapatan pajak ekspor yang sangat
dibutuhkan dari industri minyak sawit, Pemerintah memutuskan untuk memperkenalkan
pungutan ekspor minyak sawit di pertengahan 2015. Pungutan sebesar 50 dollar Amerika
Serikat (AS) per metrik ton diterapkan untuk ekspor minyak sawit mentah dan pungutan
senilai 30 dollar AS per metrik ton ditetapkan untuk ekspor produk-produk minyak sawit
olahan. Pungutan-pungutan ekspor minyak sawit ini hanya perlu dibayar oleh para eksportir
ketika harga CPO acuan Pemerintah jatuh di bawah batasan 750 dollar AS per metrik ton
(secara efektif memotong pajak ekspor minyak sawit menjadi 0%). Pendapatan dari pungutan
baru ini akan digunakan untuk mendanai program subsidi biodiesel Pemerintah yang
ambisius (di tahun 2014, Pemerintah meningkatkan persyaratan kandungan campuran minyak
sawit di dalam diesel dari 7,5% menjadi 10%, dan memerintahkan pembangkit-pembangkit
listrik untuk menggunakan campuran 20%).

Pada Februari 2015, Pemerintah mengumumkan kenaikan subsidi biofuel dari Rp 1.500 per
liter menjadi Rp 4.000 per liter dalam usaha melindungi para produsen biofuel domestik.
Melalui program biodiesel ini, Pemerintah ini mengkompensasi para produsen karena
perbedaan harga antara diesel biasa dan biodiesel yang terjadi akibat rendahnya harga minyak
mentah dunia (sejak pertengahan 2014). Selain untuk mendanai subsidi-subsidi ini, hasil dari
pungutan ekspor ini akan disalurkan untuk penanaman kembali, penelitian, dan
pengembangan sumberdaya manusia dalam industri minyak sawit Indonesia. Saat harga
minyak sawit acuan Pemerintah melebihi batasan 750 dollar AS per metrik ton maka pajak
ekspor kembali, kemudian Pemerintah akan menggunakan sebagian dari pajak ekspor minyak
sawit untuk membiayai program biodiesel ini.

Kapasitas penyulingan di Indonesia diketahui telah melompat menjadi 45 juta ton per tahun
pada akhir 2014, naik dari 30,7 juta ton pada 2013, dan lebih dari dua kali lipat kapasitas di
tahun 2012 yaitu 21,3 juta ton.

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyatakan bahwa Indonesia


memiliki target jangka panjang untuk memproduksi 40 juta ton CPO per tahun mulai dari
tahun 2020.

Isu-Isu Lingkungan Hidup Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia

Pemerintah Indonesia telah sering dikritik kelompok-kelompok pencinta lingkungan hidup


karena terlalu banyak memberikan ruang untuk perkebunan kelapa sawit (berdampak pada
penggundulan hutan dan penghancuran lahan bakau). Maka, sejalan dengan semakin
banyaknya perusahaan internasional yang mencari minyak sawit ramah lingkungan sesuai
dengan kriteria Roundtable on Sustainable Palm Oil (di Malaysia), perkebunan-perkebunan
di Indonesia dan Pemerintah perlu mengembangkan kebijakan-kebijakan ramah lingkungan.
Para pemerintah negara-negara Barat telah membuat aturan-aturan hukum yang lebih ketat
mengenai produk-produk impor yang mengandung minyak sawit, dan karena itu mendorong
produksi minyak sawit yang ramah lingkungan.

Pada tahun 2011, Indonesia medirikan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) yang
bertujuan untuk meningkatkan daya saing global dari minyak sawit Indonesia dan
mengaturnya dalam aturan-aturan ramah lingkungan yang lebih ketat. Semua produsen
minyak sawit di Indonesia didorong untuk mendapatkan sertifikasi ISPO.

Moratorium Mengenai Konsesi Baru Hutan Perawan

Pemerintah Indonesia menandatangani moratorium berjangka waktu dua tahun mengenai


hutan primer yang mulai berlaku 20 Mei 2011 dan selesai masa berlakunya pada Mei 2013.
Setelah habis masa berlakunya, Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono
memperpanjang moratorium ke dua tahun selanjutnya. Moratorium ini mengimplikasikan
pemberhentian sementara dari pemberian izin-izin baru untuk menggunakan area hutan hujan
tropis dan lahan bakau di Indonesia. Sebagai gantinya Indonesia menerima paket 1 milyar
dollar AS dari Norwegia. Pada beberapa kesempatan, media internasional melaporkan bahwa
moratorium ini telah dilanggar oleh perusahaan-perusahaan Indonesia. Kendati begitu,
moratorium ini berhasil membatasi - untuk sementara - ekspansi perkebunan-perkebunan
sawit. Pihak-pihak yang skeptis terhadap moratorium tersebut menunjukkan bahwa sebelum
penerapannya Pemerintah Indonesia telah memberikan konsesi tanah seluas 9 juta hektar
untuk lahan baru. Selain itu, perusahaan-perusahaan besar minyak sawit masih memiliki
lahan luas yang baru setengahnya ditanami, berarti masih banyak ruang untuk ekspansi. Pada
Mei 2015, Presiden Joko Widodo kembali memperpanjang moratorium ini untuk periode 2
tahun.

Prospek Masa Depan Industri Minyak Sawit di Indonesia

Era Boom Komoditi 2000-an membawa berkat bagi Indonesia karena berlimpahnya
sumberdaya alam negara ini. Harga minyak sawit naik tajam setelah tahun 2005 namun krisis
global menyebabkan penurunan tajam harga CPO di tahun 2008. Terjadi rebound yang kuat
namun setelah tahun 2011 harga CPO telah melemah, terutama karena permintaan dari RRT
telah menurun, sementara rendahnya harga minyak mentah (sejak pertengahan 2014)
mengurangi permintaan biofuel berbahan baku minyak sawit. Karena itu, prospek industri
minyak sawit suram dalam jangka waktu pendek, terutama karena Indonesia masih terlalu
bergantung pada CPO dibandingkan produk-produk minyak sawit olahan.

Pada saat permintaan global kuat, bisnis minyak sawit di Indonesia menguntungkan karena
alasan-alasan berikut:

Margin laba yang besar, sementara komoditi ini mudah diproduksi


Permintaan internasional yang besar dan terus berkembang seiring kenaikan jumlah
penduduk global
Biaya produksi minyak sawit mentah (CPO) di Indonesia adalah yang paling murah di
dunia
Tingkat produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan produk minyak nabati
Penggunaan biofuel diduga akan meningkat secara signifikan, sementara penggunaan besin
diperkirakan akan berkurang
Masalah-masalah apa yang menghalangi perkembangan industri minyak sawit dunia?

Kesadaran bahwa penting untuk membuat lebih banyak kebijakan ramah lingkungan
Konflik masalah tanah dengan penduduk lokal karena ketidakjelasan kepemilikan tanah
Ketidakjelasan hukum dan perundang-undangan
Biaya logistik yang tinggi karena kurangnya kualitas dan kuantitas infrastruktur

Apa Lima Faktor yang Mempengaruhi Harga Minyak Kelapa Sawit?


(1) supply & demand
(2) prices of competing vegetable oils
(3) cuaca
(4) kebijakan impor negara2 yang mengimpor minyak kelapa sawit
(5) perubahan dalam kebijakan pajak dan pungutan ekspor/impor

Updated pada 2 Februari 2016

https://www.indonesia-investments.com/id/bisnis/komoditas/minyak-
sawit/item166?

Anda mungkin juga menyukai