Anda di halaman 1dari 9

GAGASAN UNTUK YOGYAKARTA YANG

ISTIMEWA, NYAMAN DAN BERBUDAYA

Disusun Oleh:

Pandu Setiabudi 14/369704/TK/42659

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


DEPATEMEN TEKNIK ARSITEKTUR DAN PERENCANAAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
PENDAHULUAN

Apa yang teringat oleh banyak orang, ketika seseorang menyebutkan Kota
Yogyakarta? Ya, kebanyakan dari mereka mengenal Kota Yogyakarta dengan beberapa
hal yang unik dari kota ini, hal itu menjadikan Kota Yogyakarta memiliki banyak sebutan
seperti Kota Gudeg, Kota Budaya, Kota Istimewa, Kota yang Nyaman, Kota Pelajar dan
sebagainya.

Kota yang menjadi Ibu Kota dari Provinsi


Daerah Istimewa Yogyakarta ini, tidaklah luas.
Kota yang berada di pusat Provinsi DIY hanya
memiliki luas 32,5 km 2 dengan kawasan yang
berbatasan langsung dengan Kabupaten
Sleman, di bagian utara. Kabupaten Bantul dan
Sleman di bagian timur dan barat, serta
Tugu Jogja
berbatasan dengan Kabupaten Bantul di bagian
sumber: dokumentasi rfarrizal
selatan. Ibu Kota dari Provinsi DIY ini memiliki
14 Kecamatan, 45 Kelurahan, 617 RW, dan 2531 RT. Kota Yogya sendiri memiliki jumlah
penduduk sebanyak 428.282 jiwa (28 Februari 2013), hal ini berarti Kota Yogya memliki
kepadatan rata-rata 13.177 jiwa/Km.

Kota Yogya dilalui oleh 3 sungai besar yang membelah Kota Yogya menjadi tiga
bagian besar, sungai-sungai tersebut berhulu di kaki Gunung Merapi yang Letaknya berada
di Utara Kota Yogyakarta dan berhilir di Pantai Selatan, ya ng berada di Selatan Kota
Yogya. Sungai tersebut ialah Sungai Code, di bagian tengah, Sungai Gajahwong yang
berada di bagian timur dan Sungai Winongo di bagian barat.

Selayaknya salah satu julukannya,


sebagai kota yang nyaman. Yogya memang
seolah-olah membuat orang yang pernah
tinggal di dalamnya ingin tetap tinggal di
sana ataupun membuat seseorang yang
pernah berkunjung ke Yogya, ingin cepat
berkunjung kembali. Sudut kota yang

Kirab Budaya
menyimpan begitu banyak cerita untuk
sumber: http://jogjapedia.net/acara-budaya/kirab- setiap orang pernah tinggal di dalamnya,
budaya-peringatan-hut-kota-yogyakarta-ke-257/
warga masyarakatnya yang ramah, biaya
hidup yang relatif murah, kualitas lingkungan yang relatif masih terjaga dan begitu
mudahnya mencari tempat-tempat unik untuk
berekreasi bersama keluarga dan sanak
sodara, ataupun hanya tempat nongkrong
bersama teman kerja ataupun kolega sembari
menikmati secangkir kopi di salah satu sudut
kota, maka tak heran jika Yogya menjadi
primadona bagi para pelancong.
Angkringan Jogja
Di lain sisi, di kawasan hinterland Kota sumber:
https://farm6.staticflickr.com/5153/5817202207_066
Yogyakarta juga terdapat beberapa perguruan 9b10801_o_d.jpg
tinggi yang ternama, hal ini menjadikan Kota Yogya seolah-olah sudah bisa menjadi suatu
simpul kehidupan yang otonom bagi umat manusia, dimana orang bisa bekerja, berdagang,
belajar dan berekreasi di suatu kota, tanpa perlu pergi terlalu jauh untuk mendapatkan
semua itu. Namun, dibalik semua cerita kenyaman Jogja, dibalik semua keistimewaan
Jogja, selayaknya sebuah kota, Jogja tetap punya permasalahan.
PEMBAHASAN

Yogya, sebagai kota yang sebenarnya memiliki luas tidak begitu luas dan dihuni oleh
400 ribu warganya pastilah memiliki permasalahan yang tidak sedikit pula. Mulai dari
kemacetan yang mulai berkembang saat jam-jam berangkat dan pulang kerja, demografi
penduduk yang tinggi, sampah yang kian bertambah jumlahnya, warga masyarakat yang
tidak memiliki cukup ruang terbuka hijau publik, warga yang mulai berebut air dengan
mereka para pelaku usaha hotel, dan diperparah lagi oleh dominansi warga masyarakat
yang beraktivitas di Yogya tak hanya mereka yang berasal dari Yogya, tapi juga mereka
penglaju dari Sleman dan Bantul yang memenuhi Kota Jogja di pagi hari hingga sore hari.

Penulis, sebagai seorang pendatang di Jogja memang belum merasakann adanya


ruang terbuka hijau publik yang cukup, hal ini sungguhlah amat disayangkan, karena selain
ruang terbuka hijau publik sudah diatur dalam undang-undang yang mana disebutkan
bahwasannya setidaknya suatu kota memiliki ruang terbuka hijau sebesar 30% dari luas
kawasan kota tersebut, sebenarnya tidah hanya
persoalan untuk memenuhi atau mematuhi
undang-undang yang ada. Namun, keberadaan
ruang terbuka hijau suatu merupakan kebutuhan
untuk setiap kota, sebagai sarana berinteraksi
dengan warga yang lain, sebagai kawasan
resapan air yang mana dengan adanya kawasan
resapan air, ketersediaan air akan lebih bisa Pembangunan di Kota Yogyakarta
sumber:
terjaga ketersediannya. Dan yang pasti dengan http://www.kompasiana.com/wardhanahendra/10
6-hotel-dan-moratorium-hotel-yogyakarta-yang-
adanya ruang terbuka hijau maka polusi yang
terancam-gagal_552b7cf86ea8346c688b45ab
dihasilkan dari gas buang kendaraan atau mesin-
mesin pabrik dapat segera dinetralisir, dengan terjaganya kualitas udara suatu kota
tentunya akan berimimplikasi pada tingkat kesehatan warganya, sehingga warga kota pun
memiliki angka harapan hidup yang makin tinggi.

Masalah lain yang dihadapi Kota Yogya adalah permasalahan limbah, baik itu limbah
padat maupun limbah cair. Kota Yogya yang sudah kian meng-kota semakin kehilangan
tanahnya makin banyak lahan yang tutupan lahannya menjadi aspal ataupun beton. Miris
ketika melihat anak-anak di Yogya sudah tidak bisa bermain tanah lagi, layaknya penulis
dimasa kecil. Hijaunya pohon yang sudah sulit ditemukan karna tak ada ruang lagi untuk
tumbuhnya tanaman. Hawa panas pun menyelimuti Kota Yogya di siang dan malam hari,
memicu mereka orang yang punya untuk membeli pendingin ruangan demi kenyamanan
yang sesungguhnya sudah ia hilangkan sendiri. Namun tidak dengan mereka yang tidak
punya mereka harus merasakan akibat yang disebabkan oleh perbuatan orang orang yang
punya. Dimusim hujanpun penderitaan
yang dirasakan tidaklah berkurang, hawa
panas yang mereka rasakan saat musim
panas, berubah menjadi derasnya air
yang menerjang permukiman-
permukiman yang tidaklah permukiman
elit, di bantaran sungai. Melainkan
permukiman mereka-meraka yang kalah Permukiman di bantaran Sungai Code
sumber: http://kameradroid.com/photo/757
bersaing dan harus rela tinggal di
bantaran sungai .

Selain itu, ketika hujan deras mengguyur Kota Yogyakarta, menemukan luapan air dari
saluran drainase yang tak cukup menampung air hujan bukanlah hal yang susah. Hal ini
juga merupakan efek domino dari kurangnya ruang terbuka hijau. Karena air yang jatuh
diatas permukaan tanah semakin sedikit yang dapat terserap, air tersebut mengalir diatas
permukaan tanah mencari saluran-salurannya, dan ketika saluran irigasi tersebut sudah tak
bisa menampung maka akan meluber. Hal ini tentunya bisa diminimalisasi jika saja ruang
teruka hijau yang ada masih mencukupi. Karena air yang jatuh dipermukaan tanah tidak
langsung dialirkan semua menuju sungai atau saluran-saluran irigasi, melainkan juga
diserap oleh vegetasi-vegetasi yang ada.

Tak berhenti sampai disitu permasalah yang timbul karna kurangnya lahan terbuka
hijau. Sampai saat ini masih banyak warga setempat yang menggunakan septic tank
sebagai tempat untuk pembuangan sementara limbah cair yang dihasilkan rumah tangga.
Namun seringkali septic tank yang ada bukanlah septic tank yang semestinya. Banyak
septic tank yang bocor, sehingga mencemari tanah, hal tersebut diperparah dengan masih
banyaknya warga masyarakat yang menggunakan air tanah sebagai sumber air bersihnya.

Kaitannya dengan ruang terbuka hijau, limbah cair dan polusi udara. Penulis memiliki
gagasan berupa kebijakan pemerintah untuk mengalokasikan dana, yang mana dana
tersebut nantinya digunakan untuk membeli beberapa kapling tanah milik pribadi yang
mana lokasinya dinilai bisa menjadi ruang terbuka hijau publik. Lalu di atas tanah tersebut
dibangun taman atau sejenisnya yang memiliki fungsi sebagai ruang terbuka hijau publik
yang bisa dimanfaatkan banyak orang. Sedangkan untuk limbah cair sendiri, penulis
berpikir sudah saatnya Kota Yogya menggunakan dan mengembankan sistem pengolahan
limbah menggunakan sistem pengolahan limbah secara komunal, di tiap RW. Karena
dampaknya yang cukup signifikan terhadap lingkungan dan lahan yang diperlukan relatif
lebih kecil. Selanjutnya untuk penanganan polusi udara yang kian meningkat, bukanlah
suatu hal yang mudah. Penulis tidak bisa semata-mata mengusulkan gagasan untuk
mengubah fungsi dari bangunan-bangunan yang sudah dibangun, menjadi runag terbuka
hijau. Namun, penulis lebih cenderung memberi masukan kepada Pemkot Jogja, untuk bisa
menggalakkan gerakan gemar menanan, untuk warga masyarakat Yogya.

Hal tersebut bertujuan, jika orang sudah gemar menanam, maka secara tidak langsung
ia akan mencarikan lahan untuk ditanami, atau paling tidak jika memang warga masyarakat
sudah tidak memiliki lahan untuk dtanami, mereka akan mencarikan media-media lain
sebagai tempat menanam. Seperti menanam dengan sistem vertical garden, menanam
tanaman rambat dipergola, atau bisa saja dengan sistem roof garden.

Berpindah ke lain permasalahan, Kota Yogyakarta yakni tingginya mobilisasi di Kota


Yogyakarta, mengapa penulis mengatakan tingginya mobilisasi di Kota Yogyakarta, bukan
tingginya mobilisasi warga masyarakat Kota Yogyakarta. Ya, seperti yang sudah penulis
utarakan di depan, meraka yang ber-mobile tidak hanya warga Kota Yogyakarta, melainkan
juga warga Sleman dan Bantul, serta pelancong tentunya. Kenapa nggak suruh mereka
naik transport umum aja sih?, ucapan seperti itu seringkali terbesit di hati ataupun terucap
dari kebanyakan orang. Tapi ketahuilah, mendorong orang untuk menggunakan moda
transportasi umum bukanlah hal yang mudah, kita mesti membenahi sistem transportasi
yang ada terlebih dahulu.

Setiap orang pastilah menginginkan


sebuah perjalanan yang nyaman, aman,
dan juga tidak memakan waktu yang lama.
Namun, hal itupun masih penulis jarang
temukan ketika penulis menggunakan
transportasi umum, bus trans jogja
tepatnya. Yang bisa kita katakan sebagai Bus Trans Jogja yang sudah b erasap teb al
sumb er:
sarana transportasi terbaik yang ada di http://www.radarjogja.co.id/b log/2015/12/15/transjogja-
tetap-pakai-armada-lama/
Kota Yogya saat ini. Karena kekurang
nyamanan itulah penulis berpikir sulit untuk mendorong warga menggunakan sarana
transportasi yang satu itu, karena memang menggunakan kendaraan pribadi lebih nyaman
dan relatif lebih cepat tentunya.

Namun bukan berarti kita menyerah begitu saja. Ada beberapa hal yang bisa kita
upayakan jika kita memang masih berpikir belum ada moda transpotasi lain yang bisa
menggantikan BRT tersebut. Hal yang bisa kita upayakan antara lain dengan meremajakan
armada yang ada, dan menambah sejumalah fasilitas yang ada di halte / shelter, sehingga
kenyamanan penumpang dan calon penumpang bisa terpenuhi. Selain itu penambahan
armada juga perlu dilakukan, hal ini untuk menghindari keterlambatan bus yang datang,
karena seringkali calon penumpang harus menunggu lama bus yang akan ditumpangi,
karena jumlah armada yang tersedia terbatas. Lalu kaitannya dengan mobilisasi warga
Bantul dan Sleman ke Yogya, maka perlu adanya ekspansi dan penambahan dari koridor-
koridor bus. Sehingga jangkauan dari BRT tersebut lebih luas dan dapat mendorong
masyarakat untuk beralih menggunakan transport umum tersebut. Lalu yang terakhir,
tentunya perbaikan sistem dari pengelola BRT juga perlu ditingkatkan. Demi menjaganya
jadwal rutin perbaikan atau perawatan dari sarana maupun prasarana penunjang BRT.
PENUTUP

Pelaksanaan memang tak semudah apa yang direncanakan, pelaksanaan memang


tak sebaik apa yang diharapkan. Namun, berusaha untuk menjadi lebih baik lagi itu suatu
kewajiban. Sudah seyogyanya kita berusaha untuk saling membantu, saling mengingatkan
dengan sesama mejadikan Kota Yogyakarta sebagai Kota yang tetap nyaman untuk dihuni,
Kota Yogyakrta yang tetap Istimewa tananan kotanya, Kota Yogyakarta yang terpelajar
dan berbudaya masyarakatnya.

Gagasan yang penulis berikan hanyalah segelintir masukan untuk Yogyakarta, dari
seseorang yang menumpang hidup sebentar di Yogyakarta. Masih banyak masukan-
masukan lain yang tentunya lebih baik dari rekan-rekan seperjuangan penulis. Ataupun dari
masyarakat Yogyakarta sendiri yang pastinya sudah mengenal Kota Yogyakarta, lebih dari
penulis.
Daftar Pustaka:

http://www.jogjakota.go.id/about/kondisi-geografis-kota-yogyakarta

http://jogjakota.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/2

http://pariwisata.jogjakota.go.id/index/extra.detail/1816

http://www.radarjogja.co.id/blog/2015/12/15/transjogja-tetap-pakai-armada-lama/

http://www.satuharapan.com/read-detail/read/pembangunan-hotel-dan-mall-di-
yogyakarta-rugikan-lingkungan

http://www.kompasiana.com/wardhanahendra/106-hotel-dan-moratorium-hotel-
yogyakarta-yang-terancam-gagal_552b7cf86ea8346c688b45ab

Anda mungkin juga menyukai