Anda di halaman 1dari 6

II.

1 Proses Delignifikasi Asam dan Basa


Delignifikasi merupakan proses pelarutan lignin dalam proses
pulping.Gullichsen (2000) mengatakan bahwa prinsip proses delignifikasi
terkait eratdengan struktur kayu, metode pulping yang digunakan serta
komponen bahankimia. Dalam proses pulping alkali, terdapat tiga tahap proses
delignifikasi, yaitudelignifikasi awal (initial delignification), delignifikasi curah
(bulkdelignification) dan delignifikasi sisa (residual delignification). Lignin
yangterlarut atau terdegradasi pada tahap awal delignifikasi sangat
sedikitdibandingkan pada tahap delignifikasi curah. Lignin yang terlarut pada
tahap awaldelignifikasi berkisar 15%-25% dari total kandungan lignin
sedangkan pada tahapdelignifikasi curah, lignin yang terlarut bisa mencapai
hingga 90% (Gullichsendan Paulapuro 2000).
Suhu, tekanan dan konsentrasi larutan pemasak selama proses pulping
merupakan faktor-faktor yang akan mempengaruhi kecepatan reaksi
pelarutanlignin, selulosa dan hemiselulosa. Selulosa tidak akan rusak saat
proses pelarutanlignin jika konsentrasi larutan pemasak yang digunakan rendah
dan suhu yangyang digunakan sesuai. Pemakaian suhu di atas 180 oC
menyebabkan degradasiselulosa lebih tinggi, dimana pada suhu ini lignin telah
habis terlarut dan sisa bahan pemasak akan mendegradasi selulosa (Casey
1980).

Sebelum melakukan proses delignifikasi, bahan dasar dikeringkan


menggunakan sinar matahari. Pengeringan ini dilakukan agar bahan dasar lebih
tahan lama dan tidak cepat rusak akibat reaksi-reaksi kimia dan aktivitas
mikroba. Setelah kering terlebih dahulu dilakukan tahapan pengecilan ukuran
dengan cara diblender. Setelah proses delignifikasi dilakukan dapat dilihat
adanya perbedaan berat sampel sebelum dan setelah delignifikasi. Sebelum
didelignifikasi berat sabut kelapa 200 gram dan setelah dikeringkan diperoleh
berat sampe1 30,3756,18. Selain itu hasil pengamatan secara visual pada
prosesdeligniffikasi sampel terjadi perubahan warna dan struktur lebih lunak.
Dalam penelitian ini delignifikasi dilakukan dengan menggunakan larutan
NaOH karena larutan ini dapat merusak struktur lignin pada bagian kristalin
dan amorf serta memisahkan sebagian hemiselulosa. Julfana Rika (2012)
mengatakan bahwa Ekstraksi hemiselulosa dapat menggunakan pelarut seperti
NaOH, NH4OH dan KOH. Di antara ketiga pelarut tersebut yang paling baik
digunakan adalah NaOH. Hemiselulosa memiliki struktur amorf sehingga
penggunaan NaOH dapat menghilangkan lignin sekaligus mengekstraksi
hemiselulosa. Dalam penelitian Safaria (2013) larutan NaOH dapat menyerang
dan merusak struktur lignin pada bagian kristalin dan amorf serta memisahkan
sebagian hemiselulosa .Gambar 3. Mekanisme pemutusan ikatan antara lignin
dan selulosa mengunakan NaOH Ion OH dari NaOH akan memutuskan ikatan-
ikatan dari struktur dasar lignin sedangkan ion Na+ akan berikatan dengan
lignin membentuk natrium fenolat. Garam fenolat ini bersifat mudah larut.
Lignin yang terlarut ditandai dengan warna hitam pada larutan yang disebut
lindi hitam (blackliquor). Setelah proses perendaman, sampel disaring untuk
membuang lignin yang terlarut dalam larutan tersebut kemudian sampel ini
dicuci menggunakan air untuk membersihkan larutan yang masih menempel
pada sampel. Sampel yang sudah dicuci ini dikeringkan untuk mengurangi
kadar air yang terdapat dalam sampel. Hasil yang diperoleh yaitu
berkuranganya berat sampel danterjadinya perubahan fisik serta berubahnya
warna serabut kelapa. Hal inidapat diduga bahwa kandungan lignin yang
terdapat pada serabut kelapa telah hilang dan lepas sehingga didapatkan sampel
selulosa yang akan digunakan untuk proses sakarifikasi dan fermentasi.

II.2 Fermentasi sub-merged dan fermentasi selulase menjadi glukosa oleh


aspergillus niger
Biomassa selulosa merupakan molekul organik yang paling melimpah di
bumi dan terus diisi ulang oleh fiksasi karbon dioksida melalui fotosintesis .
Semua bahan selulosa, termasuk limbah agro-industri dapat dikonversi menjadi
produk komersial penting seperti etanol, metana, sirup glukosa dan protein sel
tunggal Pengembangan proses industri untuk biokonversi selulosa akan
membantu meringankan kekurangan dalam pakan hewan dan mengurangi
masalah pembuangan limbah perkotaan dan ketergantungan pada bahan bakar
fosil Sukses pemanfaatan sumber daya terbarukan tergantung pada
pengembangan proses ekonomis yang mencakup produksi enzim selulase yang
diperlukan untuk hidrolisis enzimatik bahan selulosa Selulase merupakan enzim
penting dalam industri yang digunakan pada pengolahan pati, produksi pakan
ternak, bahan bakar, bahan kimia, pulp, kertas, tekstil, industri farmasi,
sakarifikasi limbah organik pertanian dan pengembangan teknologi bioetanol.
Enzim selulase diperoleh melalui fermentasi bahan organik dengan spesies
fungi seperti Trichoderma, Penicillium dan Aspergillus spp. Produksi enzim
selulase juga sering menggunakan spesies bakteri seperti Pseudomonas,
Cellulomonas, Bacillus, Micrococcus, Cellovibrio dan Sporosphytophaga spp.
Namun, fungi berfilamen lebih disukai untuk produksi enzim secara komersial
karena memiliki kemampuan yang lebih tinggi dibandingkan ragi dan bakteri.
Penggunaan fungi juga dipandang lebih menguntungkan karena sebagian besar
enzim yang dihasilkan bersifat ekstraselular sehingga lebih mudah dalam
ditangani dalam proses hilir produksi enzim ini. Penggunaan fungi Aspergillus
niger pada produksi enzim selulase telah digunakan di seluruh dunia. Fungi
Aspergillus niger memanfaatkan selulosa dan menghasilkan enzim selulase
bebas sel yang mampu menghidrolisis selulosa menjadi gula mudah larut
seperti glukosa yang merupakan bahan baku penting dalam industri kimia.
Fungi Aspergillus niger dapat digunakan untuk produksi enzim selulase melalui
fermentasi terendam (submerged) dan padat (solid-state). Aktivitas enzim
selulase fungi Aspergillus niger dalam medium fermentasi terendam sekitar
3,29 U/ml dan dalam medium fermentasi padat sekitar 8,89 U/g. Produktivitas
selulase ekstraselular fungi Aspergillus niger pada fermentasi padat sekitar
14,60 kali lipat lebih tinggi dibanding fermentasi terendam. Selain
meningkatkan hasil, fermentasi padat dapat menurunkan biaya produksi enzim.
Produksi enzim selulase melalui fermentasi padat substrat limbah pertanian
telah banyak dilakukan untuk menurunkan biaya produksi dan memperoleh
enzim yang ekonomis . Pemanfaaatan substrat murah dan peningkatan
produktivitas enzim tetap merupakan obyek penting dalam penelitian.
Pengembangan kuantitas dan kualitas produk enzim selulase diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan enzim selulase di berbagai bidang yang terus meningkat
secara eksponensial. Upaya meningkatkan produksi enzim melalui seleksi dan
optimasi media dengan strain fungi tipe liar (wild types) masih belum optimal].
Contoh sukses yang spektakular adalah perbaikan 15 ISSN 1907-0322
Peningkatan Aktivitas Enzim Selulase dan Produksi Glukosa Melalui
Fermentasi Substrat Jerami Padi Dengan Fungi Aspergillus niger yang Dipapari
Sinar Gamma (Nana Mulyana, dkk.) strain dalam industri yang sebagian besar
terkait dengan aplikasi mutasi dan seleksi. Perbaikan strain fungi tersebut dapat
menurunkan biaya produksi, meningkatkan produktivitas dan karakteristik
produk yang sesuai dengan harapan. Pada penelitian terdahulu telah dilakukan
upaya peningkatan produksi enzim selulase dari fungi Chaetomium
cellulyticum melalui mutasi dan optimasi fermentasi padat substrat bagas tebu.
Fungi Chaetomium cellulyticum yang dipapari sinar gamma 500 Gray
menunjukkan produksi enzim selulase yang lebih tinggi sekitar 1,45 kali lipat
dibandingkan tipe liarnya (wild types) yaitu fungi yang tidak dipapari sinar
gamma. Aktivitas enzim selulase fungi Chaetomium cellulyticum yang dipapari
sinar gamma 500 Gray dan tipe liarnya (wild types) yiatu 29,20 U/g untuk fungi
yang dipapari sinar gamma dan 20,10 U/g untuk tipe liarnya. Di sisi lain, fungi
Chaetomium cellulyticum belum dikenal luas sedangan fungi Aspergillus niger
merupakan fungi selulolitik yang terkenal dan bayak digunakan sebagai
produsen enzim selulase. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas
selulase dan produksi glukosa dalam substrat jerami padi dengan fungi
Aspergillus niger yang dipapar sinar gamma.

II.3 Fungsi Reagen yang Digunakan


NaOH
Delignfikasi dilakukan dengan larutan NaOH, karena larutan ini dapat
menyerang dan merusak struktur lignin, bagian kristalin dan amorf,
memisahkan sebagian lignin dan hemiselulosa serta menyebabkan
penggembungan struktur selulosa (Enari, 1983; Marsden dan Grey, 1986;
Gunam dan Antara 1999).
Glukosa
Selualse adalah enzim kompleks yang mengandung endo P Glukosa (CX),
ekso-3 Glukosa (C1) dan Selobiase. Enzim CX adalah enzim yang mempunyai
kemampuan untuk menghidrolisis senyawa selulosa yang larut (telah diolah
secara kimia), sedangkan enzim C1 adalah enzim yang dapat menghidrolisis
senyawa selulosa yang tidak larut.
Kemampuan selulosa untuk menghidrolisis senyawa selulosa tergantung
pada substrat yang digunakan. Senyawa selulosa yang larut mudah dihidrolisis,
tetapi senyawa selulosa yang tidak larut mempunyai struktur kristal yang
teratur, sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk dihidrolisis.
Selulosa merupakan polimer alam yang terdiri dari molekul-molekul
glukosa. Masa relatifnya sangat tinggi karena tersusun dari 2000-3000 unit
glukosa. Struktur molekul glukosa terdiri dari molekul-molekul - D- Glukosa
yang sangat sukar dihidrolisis dalam proses metabolik di dalam tubuh manusia
dan hewan. Jenis enzim yang digunakan untuk menghidrolisa selulosa adalah
enzim yang memiliki ikatan - Glikosida.
NaCl
Penambahan NaCl berperan dalam mengaktifkan atau sebagai aktivator
dari enzim amilase salivarius. Selain itu, larutan ini juga berfungsi sebagai
larutan isotonis yang dapat menciptakan kondisi fisiologis yang sesuai dengan
kondisi mulut sehingga enzim a-amilase saliva dapat bekerja optimal.
KH2PO4 : sebagai tambahan nutrisi dalam produksi enzim
CaCl2 : Logam CaCl2 berfungsi sebagai nutrisi untuk pertumbahan bakteri
MgSO4 : nutrisi untuk pertumbahan bakteri
II.4 Ringkasan jurnal isolasi enzim selulase dari bahan baku dedak padi
Aspergillus niger adalah jamur dapat menghasilkan enzim selulase
dengan limbah pertanian sebagai zat alami. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk membandingkan pemicu alami potensial antara sekam padi dan ampas
tebu untuk menghasilkan enzim selulase dari Aspergillus niger. Produksi enzim
selulase adalah dilakukan dengan berbagai inducer seperti CMC, sekam padi,
dan ampas tebu. Optimasi enzim produksi meliputi waktu optimum produksi,
jenis inducer, dan konsentrasi optimum inducer. Selanjutnya, enzim ini juga
ditandai di pH dan suhu. aktivitas enzim menguji menggunakan metode DNS
dengan CMC sebagai substrat. Menurut tes ini menunjukkan hasil yang
tertinggi aktivitas enzim selulase memiliki waktu produksi selama 108 jam
dengan sekam padi sebagai inducer. Itu konsentrasi sekam padi yang optimal
diperlukan dari 2,5%. Enzim selulase diinduksi dengan beras sekam memiliki
aktivitas optimum pada pH 4 dan 50 C dari 0,709 IU / mL.
II.5 Definisi CMC, kandungan CMC, kegunaan CMC
CMC adalah ester polimer selulosa yang larut dalam air dibuat dengan
mereaksikan Natrium Monoklorasetat dengan selulosa basa (Fardiaz, 1987).
Menurut Winarno (1991), Natrium karboxymethyl selulosa merupakan turunan
selulosa yang digunakan secara luas oleh industri makanan adalah garam Na
karboxyl methyl selulosa murni kemudian ditambahkan Na kloroasetat untuk
mendapatkan tekstur yang baik. Selain itu juga digunakan untuk mencegah
terjadinya retrogradasi dan sineresis pada bahan makanan. Adapun reaksi
pembuatan CMC adalah sebagai berikut:
ROH + NaOH R-Ona + HOH
R-ONa + Cl CH2COONa RCH2COONa + NaCl
Carboxy Methyl Cellulose (CMC) adalah turunan dari selulosa dan ini
sering dipakai dalam industri makanan untuk mendapatkan tekstur yang baik.
Fungsi CMC ada beberapa terpenting, yaitu sebagai pengental, stabilisator,
pembentuk gel,sebagai pengemulsi, dan dalam beberapa hal dapat merekatkan
penyebaran antibiotik (Winarno, 1985).
Penggunaan CMC di Indonesia sebagai bahan penstabil, pengental,
pengembang, pengemulsi dan pembentuk gel dalam produk pangan khususnya
sejenis sirup yang diijinkan oleh Menteri Kesehatan RI, diatur menurut PP. No.
235/ MENKES/ PER/ VI/ 1979 adalah 1-2%.
Sebagai pengemulsi, CMC sangat baik digunakan untuk memperbaiki
kenampakan tekstur dari produk berkadar gula tinggi. Sebagai pengental, CMC
mampu mengikat air sehingga molekul-molekul air terperangkap dalam struktur
gel yang dibentuk oleh CMC (Manifie, 1989).
Untuk industri-industri makanan biasanya digunakan sukrosa dalam
bentuk kristal halus atau kasar dan dalam jumlah yang banyak dipergunakan
dalam bentuk cairan sukrosa (sirup). Pada pembuatan sirup gula pasir (sukrosa)
dilarutkan dalam air dan dipanaskan, sebagian sukrosa akan terurai menjadi
glukosa dan sukrosa yang disebut gula invert (Winarno, 1995).

Anda mungkin juga menyukai