Anda di halaman 1dari 6

Pengendalian Persedian Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit

1 Pengendalian Persediaan Perbekalan farmasi di Rumah


Sakit

Pengendalian pada dasarnya adalah membandingkan antara rencana dengan


pelaksanaan sehingga dapat ditentukan penyimpangan yang timbul apakah
sudah menjadi tanda bahaya bagi organisasi dan unit-unitnya. Penyimpangan
yang terjadi digunakan sebagai dasar evaluasi atau penilaian prestasi dan umpan
balik untuk kebaikan di masa yang akan datang (Supriyono, 2009).

Untuk menjamin kelancaran penyelenggaraan pengelolaan perbekalan farmasi


secara berdayaguna dan berhasilguna, maka fungsi pengendalian sangat penting
untuk menjamin terselenggaranya efekfitas dan efisiensi pengelolaan perbekalan
farmasi itu sendiri (Ediasman,2008).Tujuan dari pengendalian persediaan adalah
untuk membuat suatu keputusan persediaan yang dapat meminimalkan total
biaya persediaan. Hal ini tidak boleh disamakan dengan meminimalkan
persediaan (Blackburn, 2010).

Pengendalian perbekalan farmasi termasuk distribusi merupakan tanggung jawab


apoteker di rumah sakit. Oleh karena itu pedoman pengendalian yang memadai
wajib untuk dikembangkan dan diterapkan. (Siregar,2003).

Menurut Subagya (1990), yang dimaksud dengan pengendalian adalah


mengawasi agar pengelolaan barang dapat dilaksanakan secara efisien.
Pengendalian persediaan perbekalan farmasi berperan penting dalam upaya
menyediakan perbekalan farmasi secara tepat waktu, jumlah, jenis dan biaya.
Ristiono (2008) mengartikan bahwa pengelolaan farmasi adalah suatu kegiatan
dalam memperkirakan jumlah persediaan yang tepat, dengan jumlah yang tidak
terlau besar dan terlalu kecil dibandingkan dengan jumlah atau permintaan yang
ada. Namun karena banyaknya jenis barang dengan nilai investasi yang berbeda
maka diperlukan suatu sistem untuk mengendalikanya. Demikian juga dikatakan
oleh Handoko (1995) bahwa pengendalian persediaan merupakan salah satu
manajemen yang penting, karena nilai persediaan barang merupakan nilai yang
sangat besar. Makin besar persediaan yang disimpan maka akan semakin besar
opportunity cost nya dan jika persediaannya kecil, dikhawatirkan sewaktu-waktu
akan terjadi kekosongan perbekalan farmasi.

Jika suatu rumah sakit membeli perbekalan farmasi dalam jumlah banyak, maka
biaya penyimpanan menjadi besar, dilain pihak rumah sakit juga harus pandai
mengatur pengelolaan keuangannya agar kegiatan operasional lainnya dapat
berjalan. Sebaliknya jika rumah sakit tidak mempunyai persediaan perbekalan
farmasi yang cukup akan dapat mengurangi pendapatan dan menurunkan citra
rumah sakit (Blackburn, 2010). Sebagaian besar perusahaan memperkirakan
biaya penyimpanan adalah sebesar 25% sampai dengan 30% dari nilai
persediaan (Quick et al, 1986) sedangkan menurut Handoko,(1992) besarnya
antara 12% sampai dengan 14%.
Pengendalian persediaan perbekalan farmasi di gudang jika tidak dimonitor dapat
mengakibatkan terjadinya stock out, selain itu juga mungkin akan terjadi over
stock sehingga biaya yang akan ditimbulkan akan menjadi semakin besar.

a. Metode Analisis ABC Indeks Kritis

Analisis model ini telah dikembangkan pada rumah sakit Universitas Michigan, di
mana karakteristik persediaan, yang meliputi: jumlah persediaan, sumber daya
keuangan yang digunakan dan kritisnya terhadap pelayanan pasien tercakup
didalalmnya pada suatu nomor indeks.Pada penetapan persediaan dengan
katagori ABC, nomor indeks ini digunakan sehingga pengendalian dan
pengawasan dapat lebih baik (Calhoun, 1985).

Penggunaan analisis model ini dapat dilakukan pada pengadaan dan pengawasan
obat dengan prioritas sesuai hasil analisis ABC Indeks Kritis yang bertujuan untuk
efisiensi dalam penggunaan dana dan efektif terhadap efek terapi obat terhadap
pasien (Suciati et al, 2006)

Menurut Sari (2008), untuk menetapkan indeks ini, user (dokter) dilibatkan
dengan mengisi lembar kuisioner yang berisi daftar persediaan obat. User dapat
menentukan klasifikasi berdasarkan tingkat kritis dalam pelayanan di RS.
Kalsifikasi tingkat kritis menurut Suciati et al (2006) adalah:

i. Kategori V (Vital) atau kelompok X.


Merupakan obat yang harus tersedia, merupakan obat yang life saving atau
sangat krusial dalam pelayanan kesehatan dasar dengan kata lain obat yang
masuk dalam kategori ini harus selalu ada

ii. Kategori E ( Essensial) atau kelompok Y.


Merupakan obat yang telah terbukti efektif dapat menyembuhkan penyakit tetapi
tidak begitu vital dalam pemberiaan pelayan kesehatan dasar. Persediaan obat
dapat diganti walau tidak memuaskan seperti yang asli dan kekosongan obat
masih ditolerir hingga 2 x 24 jam

iii. Kategori N ( Non essensial) atau kelompok


Z. Merupakan obat yang digunakan untuk penyakit yang dapat sembuh sendiri,
obat yang diragukan manfaatnya atau obat mahal tapi tidak mempunyai efek
terapetik dibandingkan dengan obat sejenis. Obat kategori ini kekosongan obat
lebih dari 2x24 masih ditolerir

Menurut Sari (2008), metode Analisi ABC Indeks Kritis ini mempunyai keuntungan
dan kerugian. Keuntungan Analisisi ABC Indeks Kritis:

a. Dapat meningkatkan efisiensi biaya operasional pada rumah sakit dan dapat
mencegah terjadinya kekosongan persediaan perbekalan farmasi dengan
pengendalian persediaan perbekalan farmasi

b. Meningkatkan pelayanan terhadap pasien dengan tetap tersedianya


persediaan perbekalan farmasi dan menjaga kenaikan harga, karena resiko
kehilangan dan kerusakan persediaan dapat diantisipasi sebelumnya
c. Pengendalian persediaan perbekalan farmasi dapat dilaksanakan karena
adanya standar persedian dalam setiap kategori

d. Dengan teknologi komuter saat ini, maka pengelompokan setiap jenis


persediaan perbekalan farmasi dapat dilakukakan dengan cepat dan akurat.

Kerugian Analisis ABC Indeks Kritis

a. Dalam melakukan pengelompokan persediaan dengan metode ini dibutuhkan


data yang akurat, hal ini disebabkan banyaknya jenis persediaan perbekalan
farmasi dan variasi pada setiap pemakai dalam menentukan kebutuhan
persediaan farmasi

b. Pencatatan yang baik dalam setiap pemakaian dan pembalian pada setiap
jenis perbekalan yang dibeli

c. Pada saat penilaian kategori obat, dapat terjadi bias pada saat penilaian nilai
kritis suatu obat. Hal ini diantisipasi dengan user (dokter) yang dimintai
penilainnya adalah dokter yang menangani pasien

b. Safety stock

Safety Stock adalah bagian dari total persediaan yang memberikan perlindungan
terhadap ketidak pastian di dalam permintaan lead time selama beberapa siklus
(Ristono,2009). Safety stock merupakan dilema, dimana dengan adanya stock
out akan berakibat terganggunya proses produksi sedangkan adanya stock yang
berlebih akan meningkatkan biaya persediaan. Dalam penentuan safety stock
harus memperhatikan keduanya ( stock out dan over stock ), dengan kata lain
bahwa dengan safety stock akan megusahakan terjadinya kesimbangan. Menurut
Zulfikarijah (2005) tujuan safety stock adalah untuk meminimalkan terjadinya
stock out dan mengurangi penambahan biaya penyimpanan dan biaya stock out
total, biaya penyimpanan disini akan bertambah seiring dengan adanya
penambahan yang berasal dari reorder poit karena adanya safety stock.
Keuntungan dari safety stock adalah pada saat jumlah permintaan mengalami
lonjakan, maka persediaan pengaman dapat digunakan untk menutup
permintaan tersebut. Untuk menghindari stock out perlu diadakan suatu fungsi
persediaan pengaman, yaitu suatu persediaan tambahan untuk melindungi atau
menjaga kemungkinan terjadinya stock out akibat ketidakpastian dalam
permintaan dan penyediaan (Ristono, 2009). Jumlah Safety stok dipengaruhi
oleh:

a. Permintaan Selama Lead Time.

Merupakan banyaknya persediaan yang dibutuhkan selama lead time agar tidak
terjadi kekosongan persediaan. Permintaan selama lead time dipengaruhi oleh:

i. Lead Time
Led time merupakan waktu yang dibutuhkan mulai saat memesan hingga barang
tersedia di gudang, sehingga lead time berhubungan dengan Reorder Poin (ROP).
Lead time muncul karena setiap pemesanan membutuhkan waktu dan tidak
semua pesanan bisa dipenuhi seketika, sehingga selalu ada jeda waktu yang
terjadi.

ii. Rata-rata pemakaian perhari

Merupakan banyaknya persediaan yang dibutuhkan dalam satu hari pemakaian.

Dengan mengalikan lead time dan rata-rata pemakaia perhari maka diperoleh
nilai nilai persediaan selama lead time.

b. Persediaan Antisipasi

Persediaan antisipasi adalah persediaan yang dilakukan untuk menghadapi


fluktuasi permintaan yang sudah dapat diperkirakan sebelunya. Persediaan
antisipasi ini berkaiatan dengan safety stock yang akan diadakan. Semakin besar
safety stocknya maka akan semakin besar persediaan antisipasinya, akan tetapi
akan memperbesar biaya persediaan dan biaya penyimpanannya.

c. Economic Order Quantity

Economic Order Quantity (EOQ) adalah jumlah kuantitas barang yang


diperoleh dengan biaya yang minimal, atau sering dikatakan sebagai jumlah
pembelian yang optimal / ekonomis ( Riyanto,2001). Syarat persediaan yang
ekonomis adalah terjadinya keseimbangan antara biaya pemesanan dan biaya
penyimpanan. Nilai EOQ dipengaruhi oleh:

Jumlah ( dalam unit) yang dibutuhkan selama satu periode tertentu, misalnya 1
tahun

Biaya Pemesanan setiap kali pesan

Harga satuan
4

Biaya Penyimpanan dan pemeliharaan

Biaya penyimpanan dan pemeliharaan ditentukan dengan mengetahui:

Biaya Penyimpanan

Nilai rata-rata persediaan

Sedangkan nilai rata-rata persediaan dapat diketahui dengan mengetahui:

Nilai persediaan awal periode

Nilai persediaan akhir periode

Tujuan EOQ adalah untuk meminimumkan total biaya persediaan per periode.
Biaya-biaya ini dapat diklasifikasikan menjadi biaya pemesanan ( set up cost /
ordering cost ) dan biaya penyimpanan ( holding cost / carrying cost ).
Sedangkan menurut Ristono (2009), biaya persediaan meliputi: Ongkos
pembelian ( purchase cost ), ongkos pemesanan atau biaya persiapan ( Order
cost/set up cost ), ongkos simpan ( carrying cost / holding cost / storage cost )
dan biaya kekurangan persediaan ( stockout cost )Semua biaya tersebut dalam
persediaan merupakan biaya yang konstan, maka apabila diinginkan
meminimalkan jumlah biaya pemesanan dan penyimpanan juga akan
meminimalkan biaya total.

Apabila terjadi jumlah pemesanan meningkat dengan jumlah setiap kali


pemesanan menurun, maka biaya pemesanan akan menurun yang disebabkan
oleh rendahnya frekuensi pemesanan. Akan tetapi disisi lain dapat
mengakibatkan meningkatnya biaya penyimpanan yang disebabkan oleh
meningkatnya jumlah persediaan yang disimpan. Kesimbangan biaya persediaan
akan terjadi pada saat biaya pemesanan sama dengan biaya penyimpanan atau
disebut dengan Economic Order Quantity dimana jumlah pemesanannya
mencapai puncak optimum (Zulfikarijah, 2005)

2. Efisiensi

Dua konsep utama yang digunakan untuk mengukur prestasi kerja dari suatu
manajemen adalah dengan mengukur efisiensi dan efktifitasnya (Safrina,2001).
Efisiensi adalah suatu keadaan yang ketersedaan obatnya tidak menambah
beban atau dapat menurunkan biaya (Suryawati, 2004).

Efisiensi dari pengadaan ditentukan oleh frekuensi pembelian (Pudjaningsih dan


Santoso, 2006). Untuk menghitung frekuensi pemesanan paling optimal dengan
mengetahui Turn Over Ratio (TOR) nya yang diperoleh dengan membandingkan
harga penjualan dengan nilai persediaan. Nilai TOR ini dipengaruhi oleh: periode
yang digunakan, jumlah pemakaian dan nilai persediaan (Ratnaningrum, 2002).

Turn Over Ratio akan tinggi bila nilai persediaannya kecil. Tetapi nilai persediaan
yang kecil bukan berarti efisien dan efektif. Untuk menentukan persediaan yang
paling optimal ditentukan mulai dari proses perencanaan, proses pengadaan dan
pengendalian persediaan, sehingga tingkat persediaanya tetap terjaga sehingga
biaya produksi dapat ditekan serendah mungkin ( Pudjaningsih, 1996).

Anda mungkin juga menyukai