Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
1
yang ada menunjukan bahwa mobiliasi yang sangat awal adalah
salah satu faktor kunci dalam perawatan pasien stroke (Gofir,2009).
B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum :
Adapun pembuatan makalah ini bertujuan agar mahasiwa
mampu mengetahui dan memahami konsep dasar dan asuhan
kepepawatan pada stroke dengan gangguan mobilisasi
2. Tujuan Khusus :
1. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami definisi
mobilisasi
2. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami etiologi
3. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami
patofisiologi
4. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami pathway
5. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami
manifestasi klinis
6. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami
penatalaksanaan
7. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami asuhan
keperawatan
2
BAB II
A. DEFINISI
3
stroke adalah gangguan yang mempengaruhi aliran darah ke otak
dan mengakibatkan defisit neurologik. Sedangkan Black and Hawks
(2009), mendefinisikan bahwa stroke adalah suatu kondisi yang
digunakan
untuk menjelaskan perubahan neurologik yang disebabkan oleh
gangguan dalam sirkulasi darah ke bagian otak.
4
Menurut Lemone and Burke (2004) gangguan motorik yang terjadi
pada klien stroke bisa berupa :
a. Hemiparesis, yaitu kelemahan pada satu sisi tubuh baik kanan
atau kiri. tonus otot akan meningkat dari ekstremitas pada sisi
yang terkena (Smeltzer and Bare, 2008).
b. Flaccidity, yaitu hilangnya tonus otot (hypotonia)
c. Spasticity, yaitu meningkatnya tonus otot (hipertonia), biasanya
disertai dengan kelemahan.
B. ETIOLOGI
a. Trombosit ( bekuan darah di dalam pembuluh darah otak dan
leher)
b. Embolisme cerebral (bekuan darah atau material lain yang
dibawah ke otak dari bagian tubuh yang lain)
c. Iskemia (penurunan aliran darah ke otak)
d. Hemoragi cerebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan
perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak)
C. PATOFISIOLOGI
5
sehingga terjadi perusakan membrane sel lalu mengkerut dan tubuh
mengalami defisit neurologis lalu mati (Esther,2010).
Ketidakefektifan perfusi jaringan yang disebabkan oleh thrombus
dan emboli akan menyebabkan iskemia pada jaringan yang tidak
dialiri oleh darah, jika hal ini terjadi terus menerus maka jaringan
tersebut akan mengalami infark. Dan kemudian akan mengganggu
system persarafan yang ada ditubuh seperti: penurunan kontrol
volunteer yang akan menyebabkan hemiplagia atau hemiparase
sehingga tubuh akan mengalami hambatan mobilisasi. Hambatan
mobilisasi ini menyebabakan seseorang mengalami masalah-
masalah keperawatan diantaranya : defisit perawatan diri karena
tidak bisa menggerakan tubuh untuk merawat diri sendiri, gangguan
eleminasi urine karena otot spinkter pada system perkemihan
mengalami atrofi, kerusakan integritas kulit karena tirah baring yang
lama, selain itu karena adanya penurunan control volunter maka
kemampuan batuk juga akan berkurang dan akan mengakibatkan
penumpukan sekret sehingga pasien akan mengalami gangguan
jalan nafas.
PATHWAY
Trombus/embolus pada
arteri carotis Stroke Iskemik
Hemiparase
/hemipelgia
Defisit perawatan diri Resiko kerusakan integritas kulit Otot perkemihan Melemahnya otot
mengalmai atrofi pernapasan
Menurunnya reflek
Gangguan eleminasi urine batuk
7
c. pernafasan seperti atelektasis dan pneumonia hipostatik,
dispnea setelah beraktifitas
d. metabolisme dan nutrisi antara lain laju metabolic;
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein;
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit; ketidakseimbangan
kalsium; dan gangguan pencernaan (seperti konstipasi)
e. eliminasi urin seperti stasis urin meningkatkan risiko infeksi
saluran perkemihan dan batu ginjal
f. integument seperti ulkus dekubitus adalah akibat iskhemia dan
anoksia jaringan
g. neurosensori: sensori deprivation
2. Respon psikososial dari antara lain meningkatkan respon
emosional, intelektual, sensori, dan sosiokultural. Perubahan
emosional yang paling umum adalah depresi, perubahan perilaku,
perubahan dalam siklus tidur-bangun, dan gangguan koping.
3. Keterbatasan rentan pergerakan sendi
4. Pergerakan tidak terkoordinasi
5. Penurunan waktu reaksi ( lambat )
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Ronsen : Menentukan lokasi / luasnya fraktur /
trauma.
2. Scan tulang, tomogram, scan CT / MRI : Memperlihatkan
fraktur juga dapatdigunakan untuk -mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak.
3. Arteriogram : Dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
4. Hitung jumlah, komposisi dan volume darah : Ht mungkin
meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun(perdarahan
bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma
multipel).Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal
setelah trauma.
5. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk
klirens ginjal.
6. Profil koagulasi : Perubahan dapat terjadi pada kehilangan
darah, trafusi mutipes,atau
7. cedera hati.
F. PENATALAKSANAAN
8
1. Penatalaksana Umum
a. Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi pasien,
keluarga, dan pramuwerdha.
b. Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah
baring lama, pentingnya latihan bertahap dan ambulasi dini,
serta mencegah ketergantungan pasien dengan melakukan
aktivitas kehidupan sehari-hari sendiri, semampu pasien.
c. Dilakukan pengkajian geriatri paripurna, perumusan target
fungsional, dan pembuatan rencana terapi yang mencakup
pula perkiraan waktu yang diperlukan untuk mencapai
target terapi.
d. Temu dan kenali tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia,
gangguan cairan dan elektrolit yang mungkin terjadi pada
kasus imobilisasi, serta penyakit/ kondisi penyetara lainnya.
e. Evaluasi seluruh obat-obatan yang dikonsumsi; obat-obatan
yang dapat menyebabkan kelemahan atau kelelahan harus
diturunkan dosisnya atau dihentkan bila memungkinkan.
f. Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan
yang mengandung serat, serta suplementasi vitamin dan
mineral.
g. Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika kestabilan
kondisi medis terjadi meliputi latihan mobilitas di tempat
tidur, latihan gerak sendi (pasif, aktif, dan aktif dengan
bantuan), latihan penguat otot-otot (isotonik, isometrik,
isokinetik), latihan koordinasi/ keseimbangan, dan ambulasi
terbatas.
h. Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan alat-
alat bantu berdiri dan ambulasi.
i. Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan
komod atau toilet.
2. Penatalaksanaan Khusus
a. Tatalaksana faktor risiko imobilisasi
b. Tatalaksana komplikasi akibat imobilisasi.
c. Pada keadaan-keadaan khusus, konsultasikan kondisi medik
kepada dokter spesialis yang kompeten.
9
d. Lakukan remobilisasi segera dan bertahap pada pasien
pasien yang mengalami sakit atau dirawat di rumah sakit
dan panti werdha untuk mobilitas yang adekuat bagi usia
lanjut yang mengalami disabilitas permanen.
10
Postural drainase merupakan cara klasik untuk mengeluarkan
sekret dari paru dengan menggunakan gaya berat (gravitasi)
dari sekret itu sendiri. Postural drainase dilakukan untuk
mencegah terkumpulnya sekret dalam saluran napas tetapi
juga mempercepat pengeluaran sekret sehingga tidak terjadi
atelektasis, sehingga dapat meningkatkan fungsi respirasi. Pada
penderita dengan produksi sputum yang banyak, postural
drainase lebih efektif bila diikuti dengan perkusi dan vibrasi
dada.
11
tetapi tidak menambah ukuran otot. Tidak terjadi pergerakan
otot dan sendi Perbandingan latihan selama latihan
dilakukan. Latihan isometrik sedikit meningkatkan denyut
jantung dan cardiac output, tetapi tidak meningkatkan secara
khusus aliran darah ke bagian tubuh tertentu.
3) Latihan Isokinetik Latihan yang menghasilkan kontraksi otot
atau tekanan melawan tahanan, dengan demikian latihan
isokinetik bisa berupa isotonik maupun isometrik. Selama
latihan isokinetik orang bergerak atau melawan tahanan.
4) Latihan Aerobik Merupakan latihan dimana sejumlah oksigen
yang diambil dari dalam tubuh lebih banyak dibandingkan
dengan oksigen yang digunakan untuk latihan. Latihan
aerobik menggunakan kelompok otot besar yang digerakkan
berulang-ulang.
5) Latihan Anaerobik Merupakan latihan dimana aktivitas otot
tidak dapat menarik sejumlah oksigen dari pembuluh darah,
sehingga menggunakan mekanisme anaeorbik untuk
mendapatkan energi dalam jangka waktu yang pendek. Ketika
pasien mengalami keterbatasan dalam mobilisasi seperti
hemiparese yang dialami klien stroke, maka perawat perlu
menyusun intervensi keperawatan yang dapat
mempertahankan fungsi rentang gerak maksimum klien
dengan memberikan latihan yang rutin. Latihan yang dilakukan
berupa latihan Rentang Gerak atau Range of Motion (ROM).
12
tulang akan saling bergesekan. Kartilago banyak mengandung
proteoglikans yang menempel pada asam hialuronat yang
bersifat hidrophilik. Adanya penekanan pada kartilago akan
mendesak air keluar dari matrik kartilago ke cairan sinovial. Bila
tekanan berhenti maka air yang Perbandingan latihan keluar ke
cairan sinovial akan ditarik kembali dengan membawa nutrisi
dari cairan (Ulliya, et al., 2007). Tujuan latihan ROM menurut
Tseng, et al. (2007), Rhoad & Meeker (2009), Smith, N. (2009)
dan Smeltzer & Bare (2008), adalah sebagai berikut : 1)
Mempertahankan fleksibilitas dan mobilitas sendi,
2)Mengembalikan kontrol motoric, 3)
Meningkatkan/mempertahankan integritas ROM sendi dan
jaringan lunak, 4) Membantu sirkulasi dan nutrisi synovial,
5)Menurunkan pembentukan kontraktur terutama pada
ekstremitas yang mengalami paralisis, 6) Memaksimalkan
fungsi ADL 7) Mengurangi atau menghambat nyeri 8)
Mengurangi gejala depresi dan kecemasan 9) Mencegah
bertambah buruknya system neuromuscular 9) Meningkatkan
harga diri 10) Meningkatkan citra tubuh dan memberikan
kesenangan.
13
c. Latihan pasif Pada pasien yang sedang melakukan bedrest
atau mengalami keterbatasan dalam pergerakan latihan
ROM pasif sangat tepat dilakukan dan akan mendapatkan
manfaat seperti terhindarnya dari kemungkinan kontraktur
pada sendi. Setiap gerakan yang dilakukan dengan range
yang penuh, maka akan meningkatkan kemampuan
bergerak dan dapat mencegah keterbatasan dalam
beraktivitas. Ketika pasien tidak dapat melakukan latihan
ROM secara aktif maka perawat bisa membantunya untuk
melakukan latihan (Rhoad & Meeker, 2008).
14
waktu 10 menit untuk setiap latihan, sedangkan Perry & Poter
(2006) menganjurkan untuk melakukan latihan ROM minimal 2
kali/hari. Tseng, et al. (2007) dalam penelitiannya menyebutkan
bahwa dosis latihan yang dipergunakan yaitu 2 kali sehari, 6
hari dalam seminggu selama 4 minggu dengan intensitas
masing-masing 5 gerakan untuk tiap sendi. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa responden penelitian yang
melakukan latihan tersebut mengalami perbaikan pada fungsi
aktivitas, persepsi nyeri, rentang gerakan sendi dan gejala
depresi. Pada penelitian yang dilakukan Bandy, Irion and
Bringgler (1999)
G. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Aspek biologis
1) Usia : Faktor usia berpengaruh terhadap kemampuan
melakukan aktifitas, terkait dengan kekuatan muskuloskeletal.
Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah postur tubuh yang
sesuai dengan tahap pekembangan individu.
2) Riwayat keperawatan : Hal yang perlu dikaji diantaranya
adalah riwayat adanya gangguan pada sistem
muskuloskeletal, ketergantungan terhadap orang lain dalam
melakukan aktivitas, jenis latihan atau olahraga yang sering
dilakukan klien dan lain-lain.
3) Pemeriksaan fisik, meliputi rentang gerak, kekuatan otot, sikap
tubuh, dan dampak imobilisasi terhadap sistem tubuh.
b. Aspek psikologis
Aspek psikologis yang perlu dikaji di antaranya adalah bagaimana
respons psikologis klien terhadap masalah gangguan aktivitas
yang dialaminya, mekanisme koping yang digunakan klien dalam
menghadapi gangguan aktivitas dan lain-lain.
c. Aspek sosial kultural
Pengkajian pada aspek sosial kultural ini dilakukan untuk
mengidentifikasi dampak yang terjadi akibat gangguan aktifitas
15
yang dialami klien terhadap kehidupan sosialnya, misalnya
bagaimana pengaruhnya terhadap pekerjaan, peran diri baik
dirumah, kantor maupun sosial dan lain-lain
d. Aspek spiritual
Hal yang perlu dikaji pada aspek ini adalah bagaimana keyakinan
dan nilai yang dianut klien dengan kondisi kesehatan yang
dialaminya sekarang, seperti apakah klien menunjukan
keputusasaannya? Bagaimana pelaksanaan ibadah klien dengan
keterbatasan kemampuan fisiknya? Dan lain-lain (Asmadi, 2008).
e. Kemunduran musculoskeletal
Indikator primer dari keparahan imobilitas pada system
musculoskeletal adalah penurunan tonus, kekuatan, ukuran, dan
ketahanan otot; rentang gerak sendi; dan kekuatan skeletal.
Pengkajian fungsi secara periodik dapat digunakan untuk
memantau perubahan dan keefektifan intervensi.
f. Kemunduran kardiovaskuler
Tanda dan gejala kardivaskuler tidak memberikan bukti langsung
atau meyaknkan tentang perkembangan komplikasi imobilitas.
Hanya sedikit petunjuk diagnostic yang dapat diandalkan pada
pembentukan trombosis. Tanda-tanda tromboflebitis meliputi
eritema, edema, nyeri tekan dan tanda homans positif. Intoleransi
ortostatik dapat menunjukkan suatu gerakan untuk berdiri tegak
seperti gejala peningkatan denyut jantung, penurunan tekanan
darah, pucat, tremor tangan, berkeringat, kesulitandalam
mengikuti perintah dan sinkop
g. Kemunduran Respirasi
Indikasi kemunduran respirasi dibuktikan dari tanda dan gejala
atelektasis dan pneumonia. Tanda-tanda awal meliputi
peningkatan temperature dan denyut jantung. Perubahan-
perubahan dalam pergerakan dada, perkusi, bunyi napas, dan gas
arteri mengindikasikan adanaya perluasan dan beratnya kondisi
yang terjadi.
h. Perubahan-perubahan integument
16
Indikator cedera iskemia terhadap jaringan yang pertama adalah
reaksi inflamasi. Perubahan awal terlihat pada permukaan kulit
sebagai daerah eritema yang tidak teratur dan didefinisikan
sangat buruk di atas tonjolan tulang yang tidak hilang dalam
waktu 3 menit setelah tekanan dihilangkan
i. Perubahan-perubahan fungsi urinaria
Bukti dari perubahan-perubahan fungsi urinaria termasuk tanda-
tanda fisik berupa berkemih sedikit dan sering, distensi abdomen
bagian bawah, dan batas kandung kemih yang dapat diraba.
Gejala-gejala kesulitan miksi termasuk pernyataan
ketidakmampuan untuk berkemih dan tekanan atau nyeri pada
abdomen bagian bawah
j. Perubahan-perubahan Gastrointestinal
Sensasi subjektif dari konstipasi termasuk rasa tidak nyaman
pada abdomen bagian bawah, rasa penuh, tekanan.
Pengosonganh rectum yang tidak sempurna, anoreksia, mual
gelisah, depresi mental, iritabilitas, kelemahan, dan sakit kepala.
k. Faktor-faktor lingkungan
Lingkungan tempat tinggal klien memberikan bukti untuk
intervensi. Di dalam rumah, kamar mandi tanpa pegangan, karpet
yang lepas, penerangan yang tidak adekuat, tangga yang tinggi,
lantai licin, dan tempat duduk toilet yang rendah dapat
menurunkan mobilitas klien. Hambatan-hambatan institusional
terhadap mobilitas termasuk jalan koridor yang terhalang, tempat
tidudan posisi yang tinggi, dan cairan pada lantai. Identifikasi dan
penghilangan hambatan-hambatan yang potensial dapat
meningkatakan mobilitas
a. Rentang Gerak
17
Rentang gerak merupakan jumlah maksimum gerakan yang
mungkin dilakukan sendi pada salah satu dari tiga potongan
tubuh: sagital, frontal, dan transversal. Potongan sagital adalah
garis yang melewati tubuh dari depan ke belakang, membagi
tubuh menjadi bagian kiri dan kanan. Potongan frontal melewati
tubuh dari sisi ke sisi dan membagi tubuh menjadi bagian depan
dan belakang. Potongan transversal adalah garis horizontal yang
membagi tubuh bagian atas dan bawah.
b. Gaya Berjalan
18
100% siklus gaya berjalan dan berlangsung 1 detik untuk
kenyamanan berjalan.
2. DIAGNOSA
a. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemipearese
atau hemiplagia, kelemahan neuromoskuler pada ekstremitas
b. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubungan dengan
imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat
c. Kurangnya pemenuhan perawatan diri berhubungan diri
hemiparese/hemiplegi
19
d. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah
baring lama
e. Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan
dengan penurunan refleks batuk dan menelan
f. Gangguan eliminasi urin (inkontinensia urin) berhubungan
dengan lesi pada upper motor neuron
g. ganngguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik,
psikososial, perseptual kognitif
h. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
yang diterima pasien tentang penyakit yang dialami oleh
pasien
3. INTERVENSI
a. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemipearese
atau hemiplagia, kelemahan neuromoskuler pada ekstremitas
Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama ..x
24 jam mobilitas fisik teratasi, dengan kriteria hasil : klien
dapat mempertahan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi
bagian tubuh yang terkena atau kompensasi.
Intervensi :
1) Kaji kemampuan secar fungsional dengan cara yang
teratur klasifikasikan melalui skala 0-4. Rasional : untuk
mengidentifikasikan kelemahan dan dapat memberikan
informasi mengenai pemulihan.
2) Ubah posisi setiap 2 jam dan sebagainya jika
memungkinkan bisa lebih sering.
Rasional : menurunkan terjadinya terauma atau iskemia
jaringan.
3) Lakukan gerakan ROM aktif dan pasif pada semua
ekstremitas. Rasional : meminimalkan atropi otot,
meningkatkan sirkulasi dan mencegah terjadinya
kontraktur.
4) Bantu mengembangkan keseimbangan duduk seoerti
meninggikan bagian kepala tempat tidur, bantu untuk
20
duduk di sisi tempat tidur. Rasional : membantu melatih
kembali jaras saraf,meningkatkan respon proprioseptik dan
motorik.
5) Konsultasi dengan ahli fisiotrapi. Rasional : program yang
khusus dapat di kembangkan untuk menemukan
kebutuhan klien.
Rencana tindakan :
21
Rasional : lunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan air
susu,yangmelunakan feses dan membantu eleminasi
Pasien
Rencana tindakan :
22
Rasional : memberikan bantuan yang mantap untuk
mengembangkan rencana terapi dan mengidentifikasi
kebutuhan penyokong khusus
Rencana tindakan
23
- Tidak terdapat ronchi, weezing, atau pun suara nafas
tambahan
- Tidak retraksi otot bantu nafas
- Pernafasan teratur, RR 16-20x/menit
Rencana tindakan
Rencan tindakan :
24
3) Ajarkan teknik untuk mencetuskan refleks berkemih
( ransangan kutaneus dengan penepukan suprapubik,
manuver regangan anal)
Rasional : melatih dan membantu pengosongan kandung
kemih
4) Bila masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu antara
berkemih pada jadwal yang telah direncanakan
Resional : kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup
untuk menampung volume urine sehingga memerlukan untuk
lebih sering berkemih
5) Berikan penjelasan tentang pentingnya hidrasi optimal
(sedikitnya 2000 cc/hari bila tidak ada kontraindikasi)
Rasional : hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah infeksi
saluran perkemihan dan batu ginjal.
Intervensi :
25
Rasional : membangun kembali rasa kemandirian dan
menerima kebanggaan diri dan meningkatkan proses
rehabilitasi
5) Rujuk pada evaluasi neuropsikologis dan/atau konseling sesuai
kebutuhan
Rasional : dapat memudahkan adaptasi terhadap perubahan
peran yang perlu untuk perasaan/merasa menjadi orang yang
produktif
Intervensi
4. IMPLEMENTASI
26
a. Tepat waktu.
b. Pelaksaan tindakan keperawatan sesuai dengan program terapi.
c. Dalam pelaksanaan tindakan privasi pasien harus dijaga.
5. EVALUASI
Evaluasi atau penilaian dapat dibagi menjaji dua yaitu evaluasi formatif dan
evaluasi sumatif. Evaluasi formatif adalah yang dilakukan setiap kali melakukan
tindakan keperawatan sedangkan Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan
setelah semua tindakan yang dilakukan dengan membandingkan kreteria hasil yang
telah ditetapkan dengan respon atau tanda dan gejala yang ditunjukkan pasien.
a. Tujuan tercapai seluruhnya, yaitu jika pasien menunjukkan tanda atau gejala
sesuai dengan kreteria hasil yang di tetapkan.
b. Tujuan sebagian yaitu jika pasien menunjukan tanda dan gejala sebagian dari
kreteria hasil yang sudah ditetapkan.
c. Tujuan tidak tercapai, jika pasien tadak menunjukan tanda dan gejala sesuai
dengan kreteria hasil yang sudah ditetapkan.
BAB III
KASUS PEMICU
Nama : Ny. A
Umur: 57 tahun
27
Riwayat sebelumnya : klien menderita DM sejak 7 tahun yang lalu dan
hipertensi 2 tahun terakhir.
Data fokus
ANALISA DATA
28
terasa berat
Do :
- tangan dan kaki
tidak bisa
digerakkan
- GCS : E4 Vdisartria M6
- Kekuatan otot
1111 5555
1111 5555
- Mulut mencong
kekanan
- ST SCAN
didapatkan
iskemik area
frontal dan
parietal hemisfer
kiri
- Foto thorax :
hipertropi
ventrikel
- CTR : 60%
- GDS : 378 mg/dl
- Trigliserida : 305
mg/dl
Ds : pasien
mengatakan sering
mengompol dan tidak
terasa jika ia BAK.
Ketidaktahuan Ansietas
Do : -
informasi tentang
penyakit
Ds : pasien
mengatakan kenapa
saya begini, kapan bisa
sembuhnya..duh gusti
29
dosa apa saya ini..
Salah apa saya ini. Kok
saya jadi begini?
Do : pasien terlihat
menangis
DIAGNOSA 1
Ds : pasien mengatakan
Do :
DIAGNOSA 2
30
d Menghindari minum
e Spasme bladder
f Setiap berkemih kurang gizi dari 100ml atau lebih dari 550.
Diagnosa 3
PERENCANAAN:
Kriteria Hasil :
Intervensi :
31
Rasional : untuk mengetahui tingkat kemampuan otot pasien
2 Kaji GCS pasien
Rasional : untuk mengetahui kesadaran, verbal, dan motorik pasien
3 Ajarkan latihan ROM
Rasional : untuk meminimalkan atropi otot, meningkatkan sirkulasi
dan mencegah terjadinya kontraktur
4 Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat trental 250 mg:
2xsehari (06.00-18.00), captopril 25 mg: 2x1 tab, insulin 3x10 ui
Kriteria Hasil :
Intervensi :
32
Intervensi :
33
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
a. Kehilangan Fungsi Motorik Pergerakan tubuh dihasilkan melalui
kerjasama yang komplek antara otak, tulang belakang dan syaraf
perifer. Motor area pada kortek serebri, basal ganglia dan serebelum
mengawali setiap gerakan volunter dengan mengirimkan pesan ke
kortek spinal. Kondisi stroke menghambat komponen system syaraf
pusat dalam mekanisme penghantaran impuls sehingga
menghasilkan efek kelemahan ringan sampai berat pada sisi
kontralateral yang menyebabkan keterbatasan dalam pergerakan.
Stroke yang memicu gangguan mobilisasi di karena adanya
Trombosit ( bekuan darah di dalam pembuluh darah otak dan leher),
Embolisme cerebral (bekuan darah atau material lain yang dibawah
ke otak dari bagian tubuh yang lain), Iskemia (penurunan aliran
darah ke otak), Hemoragi cerebral (pecahnya pembuluh darah
serebral dengan perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang
sekitar otak). Hambatan mobilisasi menyebabkan seseorang
mengalami deficit perewatan diri, kerusan resiko integritas kulit,
gangguan eleminasi karena tirah baring menyebabkan atrofi pada
otot-otot perkemihan. Oleh karena itulah dibutuhkan peran perawat
34
agar tidak terjadi komplikasi pada system lainnya, terutama dalam
hal ini ada melatih mobilisasi pasien, seperti latihan ROM.
DAFTAR PUSTAKA
Bagg, S., Pombo, A.P. & Hopman, W. (2002). Effect of age functional
outcomeafter stroke rehabilitation. American Stroke Association, 33 ;
179-185
35
Kozier, B., et al. (2008). Kozier and Erbs Fundamentals of nursing,
concept,process and practic, eighth edtion. New Jersey : Pearson
Education.
Tseng, C.-N., Chen, C. C.-H., Wu, S.-C., & Lin, L.-C. (2007). Effects of a
rangeof-
motion exercise programme. Journal of Advanced Nursing, 57(2),
181-191.
36