Anda di halaman 1dari 14

TUGAS KELOMPOK

PROFESI KEPENDIDIKAN

PARADIGMA PENDIDIKAN DAN TEKNIS PENDIDIKAN DI INDONESIA

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 3:

NAMA ANGGOTA : 1. HASRUDIN ( A1K1 15 033 )

2. HERMA DEWI ( A1K1 15 034 )

3. ILHAM JAYA ( A1K1 15 036 )

4. MARINA ( A1K1 15 051 )

5. ADRIAN WARDANA ( A1K1 15 087 )

6. SUSI ASTUTI MADANUA ( A1K1 15 161 )

7. WA ODE SYAYDAH NADIRA OBA (A1K1 15 187 )

DOSEN : SYARIFUDIN,S.Pd,M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA KONSENTRASI TEKNIK ELEKTRO

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas anugrah-

NYA, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Paradigma Pendidikan dan teknis

pendidikan di Indonesia

Makalah ini kami buat guna memenuhi tugas mata kuliah profesi kependidikan. Juga

dengan selesainya pembuatan makalah ini kami berharap dapat memberikan informasi yang

berguna dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan

khususnya dalam kehidupan kita sehari-hari.

kami juga mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun karena kami tahu

bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.

Kendari,20 Desember 2016

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN

BAB II PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PARADIGMA PENDIDIKAN

B. JENIS-JENIS PARADIGMA MENURUT PARA AHLI

C. PARADIGMA PENDIDIKAN DI INDONESIA

D. TEKNIS PENDIDIKAN DI INDONESIA

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN
B. SARAN

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Paradigma merupakan konsepsi, model atau pola pemikiran yang sifatnya
umum dan mendasar. Paradigma bukan teori, tetapi merupakan pemikiran yang
teoritis yang menuju kepada pengembangan teori tentang sesuatu, dan pemikiran
teoritis ini menjadi dasar fundamental bagi paraktek.
Paradigma pendidikan merupakan pemikiran teoritis yang sifatnya mendasar
yang dipakai sebagai latar belakang bagi disusunnya suatu framework untuk
pelaksanaan pendidikan. Biasanya paradigma itu dinyatakan dalam bentuk skema,
yang memperlihatkan hubungan hubungan antara unsur unsur yang terlibat
didalamnya. Paradigma bukanlah sistem, tetapi dalam suatu sistem terdapat sejumlah
paradigma, yang merupakan konsep dasar dalam pelaksanaan sistem itu. Namun
sebuah paradigma dapat berkembang menjadi sebuah sistem.
Sebuah paradigma dapat berubah tergantung sejauhmana kebenaran paradigma
itu masih dapat diterima. Proses pengembangan sains menurut Thomas Kuhn
mengikuti paradigma yang dimulai dengan tahap pra sains, diikuti tahap sains
normal lalu periode sains luar biasa, lalu tahap sains normal kembali dst.
Dimana proses itu merupakan lingkaran kegiatan dan demikian terjadi struktur
revolusi ilmu pengetahuan menurut Kuhn. Karena itu sebuah paradigma dapat
berubah menjadi paradigma baru apabila paradigma lama itu mendapatkan dikritik
terhadap kelemahannya.
Seperti telah dimaklumi bahwa salah satu perubahan penting dalam sistem
pemerintahan di Indonesia di era reformasi adalah perubahan paradigma
pemerintahan dari sentralisasi yang ketat menjadi sentralisasi terbatas yang dikenal
dengan otonomi pemerintah daerah, yang bermakna bahwa pemerintah daerah
memiliki otonomi daerah yang luas untuk membangun daerahnya dalam berbagai
bidang kehidupan, termasuk bidang pendidikan, dimana sistem pendidikan nasional
yang selama ini dilaksanakan secara sentralistis, dengan paradigma pemerintahan
otonomi daerah masing masing.
Dalam konteks kehidupan bangsa dan bernegara, Indonesia hanya memiliki
sistem pendidikan yaitu sistem pendidikan nasional, yang berfungsi untuk
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan bangsa dan mewujudkan tujuan nasional.
Dikarenakan paradigma pendidikan merupakan pemikiran yang mendasar
tentang pendidikan, untuk itu penulis tertarik membahas makalah ini yang berjudul
Paradigma Pendidikan dan teknik pendidikan di Indonesia.

B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang di atas maka dapat diambil rumusan masalah sebagai

berikut :
1. Apakah pengertian dari paradigma pendidikan ?
2. Apa sajakah jenis-jenis paradigma menurut para ahli ?
3. Seperti apakah paradigma pendidikan di Indonesia?
4. Bagaimanakah teknis pendidikan di Indonesia ?
C. TUJUAN
Tujuan dari makalah paradigma pendidikan dan teknis pendidikan di Indonesia

yaitu sebagai berikut:


1. Mengetahui pengertian paradigma pendidikan.
2. Mengetahui jenis-jenis paradigma menurut para ahli.
3. Mengetahui seperti apa itu paradigma pendidikan di Indonesia.
4. Mengetahui bagaimana teknis pendidikan di Indonesia.

BAB II

PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN PARADIGMA PENDIDIKAN
Kata Paradigma dalam bahasa Inggris adalah "paradigm" yang berarti
model.Sedangkan Barker menyatakan bahwa kata "paradigma" berasal dari bahasa
Yunani yaitu "Paradeigma", yang juga berarti model, pola, dan contoh.Menurut
istilah, Adam Smith mendefinisikan paradigma sebagai cara kita memahami
kehidupan, seperti air bagi ikan.
William Harmon menulis bahwa paradigma adalah cara yang mendasar dalam
memahami, berfikir, menilai, dan cara mengerjakan sesuatu yang digabungkan
dengan visi tentang kehidupan tertentu. Sedangkan Barker sendiri mendifinisikan
paradigma sebagai seperangkat peraturan dan ketentuan (tertulis maupun tidak) yang
melakukan dua hal: (1) ia menciptakan atau menentukan batas-batas; dan (2) ia
menjelaskan kepada anda cara untuk berperilaku di dalam batas-batas tersebut agar
menjadi orang yang berhasil.
Dari beberapa definisi yang dikemukakan di atas, tampaklah bahwa paradigma
adalah cara dan pola yang mendasari pemahaman, penilaian, peraturan, dan pedoman
dalam mengerjakan sesuatu. Paradigma ilmu dirumuskan oleh Kuhn sebagai kerangka
teoritis, atau suatu cara memandang dan memahami alam, yang telah digunakan oleh
komunitas ilmuwan sebagai pandangan dunianya. Paradigma ilmu ini berfungsi
sebagai lensa, sehingga melalui lensa ini para ilmuwan dapat mengamati dan
memahami masalah-masalah ilmiah dalam bidang masing-masing dan jawaban-
jawaban ilmiah terhadap masalah-masalah tersebut.
Paradigma diartikan sebagai alam disiplin intelektual, yaitu cara pandang
seseorang terhadap diri dan lingkungannya yang akan memengaruhinya dalam
berpikir (kognitif), bersikap (afektif), dan bertingkah laku (konatif). Paradigma juga
dapat berarti seperangkat asumsi, konsep, nilai, dan praktek yang diterapkan dalam
memandang realitas kepada sebuah komunitas yang sama, khususnya, dalam disiplin
intelektual.
Sehingga paradigma pendidikan adalah suatu cara memandang dan memahami
pendidikan, dan dari sudut pandang ini kita mengamati dan memahami masalah-
masalah pendidikan yang dihadapi dan mencari cara mengatasi permasalahan
tersebut.
B. JENIS-JENIS PARADIGMA MENURUT PARA AHLI
Dalam ilmu sosial, menurut Ritzer ada tiga jenis paradigma.
1. Paradigma Fakta Sosial
Paradigma fakta sosial yang berakar pada pemikiran Emile Durkheim
sehingga juga populer disebut dengan Perspektif Durkheimian. Paradigma ini
mendasarkan pada filsafat positime dari Auguste Comte yang menyatakan
segala sesuatu serba terukur dan berkembang mengikuti hukum sebab akibat.
Kehidupan ini lalu di bangun menggunakan hukum dan logika jika-maka.
Tidak ada gejala yang tidak bisa di jelaskan. Gejala yang tidak bisa di ukur
dan tidak bisa di jelaskan, diartikan sebagai tidak ada.
Dalam paradigma fakta sosial, tindakan seseorang di asumsikan
merupakan fungsi dari sistem atau struktur dalam masyarakat. Mereka lalu
mempertanyakan fungsi elemen-elemen dalam sistem atau struktur tersebut.
Elemen tersebut harus memiliki fungsi dan harus memiliki dan memberi
sumbangan bagi upaya membangun harmoni. Pendidikan sebagai elemen
dalam masayrakat misalnya, harus memiliki sumbangan terhadap pemacahan
masalah yang di hadapi masyarakat, dan membantu menciptakan
keseimbangan.
Mereka yang berfikir sistemik seperti ini disebut Ritzer sebagai
penganut paradigma fakta sosial. Fakta sosial yang di maksud tiada lain adalah
suatu yang bersifat eksternal di luar individu dan bersifat memaksa individu,
untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Tradisi aturan, hukum,
sebagai kesepakatan, struktur sosial, kesemua itu berada di luar dan memaksa
individu untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
2. Paradigma Definisi Sosial
Dalam paradigma yang berakar dari gagsan Max Weber ini berangkat
dari asumsi dasar yang mengatakan bahwa tindakan seseorang bukan karena
faktor dari luar, melainkan datang dari dorongan diri sendiri. Tradisi atau
budaya yang berkembang di lingkungannya bukan sebagai pendorong
seseorang melakukan tindakan. Tindakan seseorang merupakan hasil dari
keinginan, motivasi, harapan,nilai-nilai serta berbagai bentuk penafsiran
manusia sebagai individu terhadap dunia dimana ia hidup.
Pemikiran inilah yang disubut Ritzer sebagai paradigma definisi sosial.
Individu bertindak atas dasar devinisi atau pemaknaan yang diberikan atas
sesuatu. Oleh karena itu tidak seperti penganut paradigma fakta sosial yang
mengatakan individu produk masyarakat, maka dalam paradigama definisi
sosial justru masyarakat dipandan sebagai hasil dari tindakan dan penafsiran
individu atas dunianya. Pertanyaan yang di anjurkan biasanya adalah
bagaimana seseorang menafsirkan dan memahami sebuah fenomena.
3. Paradigma Pertukaran Sosial
Paradigma ini muncul dari gagasan skinner. Dalam hal ini seperti
paradigma fakta sosial, individu bertindak berdasarkan stimulus dari luar.
Namun tidak seperti paradigma fakta sosial yang memendang faktor struktual
atau system yang menjadi acuan tindakan seseorang, maka menurut paradigma
memandang siapa mendapat apa. Mereka berasumsi bahwa stimulus yang
bagus akan menghasilkan respon yang bagus pula. Sebaliknya stimulus yang
buruk kan menghasilkan respon yang buruk pula.
Paradigma sosial yang di gagas Ritzer tersebut juga berkembang dalam
pemikiran tentang pengembangan model pendidikan. Model pengembangan
pendidikan itu termasuk berimplikasi terhadap pola pengembangan
kurukulium dan silabi, kepemimpinan, menejemen sumber daya, pengelolaan
kelas dan tentu juga strategi pembelajaran, disamping cara-cara melakukan
evaluasi pendidikan. Paradigma prilaku sosial mendasarkan pada perspektif
pertukaran dalam pendidikan kemudian melahirkan model behavioristik.
Sementara itu paradigma perilaku sosial melahirkan model konstruktivistik
dalam pendidikan.

C. PARADIGMA PENDIDIKAN DI INDONESIA


Dalam penyelenggaraannya, sejatinya pendidikan harus berdasarkan substansi
pendidikan yang sesungguhnya tanpa mereduksi makna pendidikan tersebut. Pendidik
harus memiliki komitmen dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebagai pendidik
dengan senantiasa menyadari dan mengembangkan dirinya sebagai seorang yang
mengemban jabatan profesi, seseorang yang memiliki jabatan profesi tentu harus
memiliki keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau
norma tertentu serta memerlukan pendidikan tertentu. Hal tersebut dijelaskan dalam
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2006 tentang Guru dan Dosen Pasal 10 bahwa
kompetensi guru itu mencakup kompetensi pedagogis, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
1. Kompetensi Pedagogis
Kompetensi pedagogis merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan
pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi:
Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan.
Pemahaman terhadap peserta didik.
Pengembangan kurikulum/silabus.
Perancangan pembelajaran.
Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis.
Pemanfaatan teknologi pembelajaran.
Evaluasi hasil belajar.
Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi
yang dimilikinya.
2. Kompetensi kepribadian
Kompetensi kepribadian sekurang-kurangnya mencakup kepribadian yang
mantap,stabil,dewasa,arif dan bijaksana,berwibawa,berakhlak mulai,menjadi
teladan bagi peserta didik,secara objektif mengevaluasi kinerja sendiri,dan
mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.
3. Kompetensi sosial
Merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat yang
sekurang-kurangnya meliputi kompetensi untuk :
Berkomunikasi lisan, tulisan, dan/isyarat
Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional
Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan
Bergaul santun dengan masyarakat sekitar
4. Kompetensi profesional
Merupakan kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan
mendalam .

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2006 tentang guru dan dosen


tersebut, maka sudah menjadi konsekuensi bagi para pendidik untuk memiliki empat
kompetensi yang harus dimiliki oleh pendidik/guru tersebut. Sehingga menjadi guru
bukanlah hanya pelabelan guru pada dirinya, mengajar hanya untuk menggugurkan
kewajibannya, dan menikmati tunjangan provesi yang cukup besar dari pemerintah.
Kebijakan pemberian sertifikasi guru dalam jabatan sejauh ini belum menjadi
problem solving atau pemecahan masalah dalam menjembatani keterpurukan
pendidikan Indonesia dalam kancah negara-negara lain. Guru-guru yang telah
disertifikasi harus dimonitoring lebih intens dan dievaluasi, karena pada realitas yang
sesungguhnya masih banyak guru-guru sertifikasi belum menunjukan kinerjanya yang
baik sebagai pendidik. Apabila terbukti guru yang bersangkutan melanggar dan tidak
melaksanakan tugasnya dengan baik maka pemerintah harus memberikan sangsi,
sehingga memiliki efek jera bagi yang bersangkutan dan pelajaran bagi guru-guru
yang lainnya.

Paradigma Pendidikan di Indonesia


Sebuah paradigma yang mapan dan berlaku dalam sebuah sistem boleh jadi
mengalami malfungsi apabila partadigma tersebut masih diterapkan pada sistem yang
telah mengalami perubahan. Paradigma yang mengalami anomali tersebut cenderung
menimbulkan krisis. Krisis tersebut akan menuntut terjadinya revolusi ilmiah yang
melahirkan paradigma baru dalam rangka mengatasi krisis yang terjadi (Kuhn, 2002).
Paradigma suatu negara mengenai pendidikan tentu akan mengalami perubahan
seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi. Paradigma pendidikan
yang dibangun di Indonesia harus mengacu pada azas-azas fundamental yang telah
dimiliki oleh bangsa dalam hal ini yang berasal dari nilai luhur budaya adiluhung
bangsa. Azas pendidikan akan menjadi suatu kebenaran yang diyakini dan dapat
menjadi dasar atau tumpuan berfikir, baik pada tahap perencanaan maupun
pelaksanaan pendidikan.
Tidak bisa dipungkiri paradigma pendidikan di Indonesia juga dipengaruhi
oleh konsep-konsep paradigma masa penjajahan Belanda dan Jepang yang tentunya
membawa dampak positif dan negatif dalam perekembangan penyelenggaraannya.
Dampak negatif akibat penjajahan Belanda yang bercokol di negara ini kurang lebih
350 tahun atau 3,5 abad ini diantaranya adalah, asas sekuler-materialistik yang lebih
dominan, asas sekuler yang dimaksud adalah adanya jurang yang memisahkan antara
pendidikan dengan nilai-nilai agama. Pendidikan hanya untuk mengetahui ilmu dunia
secara kognitif tapi tidak menyentuh nilai-nilai spiritual, sedangkan materialistik lebih
diartikan pada tujuan kehidupan yang hanya berorientasi materi dan keduniaan.
Konsep materialistik inilah yang melahirkan tatanan perekonomian yang kapitalistik,
kehidupan sosial yang egoistik dan individualistik. Dari sistem pendidikan seperti ini
maka melahirkan generasi bangsa yang cerdas dari segi kognitifnya tapi sangat kerdil
ahlaknya, tak pelak cermin sesungguhnya kita lihat dalam perkembangan realitas hari
ini, baik di mendia elektronik maupun media massa sangatlah banyak kasus-kasus
pidana yang justru dilakukan oleh orang-orang yang notabenenya adalah orang-orang
yang memiliki pendidikan tinggi.
Dari kondisi pendidikan Indonesia sebagaimana penjelasan sebelumnya maka
kita harus kembali pada substansi pendidikan yang sesungguhnya. Salah satu dasar
utama pendidikan adalah bahwa manusia itu dapat dididik dan dapat pula mendidik
dirinya sendiri. Manusia dilahirkan tentunya tanpa daya dan tergantung pada orang
lain kecuali faktor gen yang telah diwarisi oleh orang tuanya. Tapi di sisi lain manusia
juga memiliki potensi hampir tanpa batas yang dapat dikembangkan melalui dunia
pendidikan. Asas-asas pendidikan di Indonesia harus bersumber dari kecenderungan
umum pendidikan di dunia serta bersumber pada perjalanan sejarah dan nilai-nilai
budaya adiluhung bangsa. Tiga asas pendidikan di Indonesia yang sangat relevan
dengan upaya pendidikan, baik masa lampau, kini, dan akan datang adalah
sebagaimana yang telah digagas oleh tokoh pendidikan kita yakni Ki Hajar Dewantara
yang meliputi: asas Tut Wury Handayani, asas belajar sepanjang hayat (live long
education), dan asas kemandirian dalam belajar.

D. TEKNIS PENDIDIKAN DI INDONESIA


Teknis pendidikan di Indonesia dikembalikan kepada upaya-upaya praktis
dalam meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru dan
rendahnya prestasi siswa dalam system pendidikan di Indonesia menyebabkan timbul
banyaknya permasalahan-permasalahan teknis pendidikan. Teknik-teknik yang dapat
dilakukan dalam sistem pendidikan di Indonesia guna meningkatkan mutu pendidikan
yaitu:
1. Meningkatkan Anggran Pendidikan
Pemerintah bertanggung jawab untuk menanggung biaya bagi
warganya baik untuk sekolah negeri maupun swasta.
2. Manajemen Pengelolaan Pendidikan
Memperhatikan profesionalisme dan kreatifitas lembaga
penyelenggara pendidikan.

3. Bebaskan Sekolah dari Suasana Bisnis


Sekolah bukan merupakan lading bisnis bagi pejabat dinas
pendidikan,kepala sekolah,guru, maupun perusahaan swasta. Tetapi sekolah
merupakan tempat untuk mencerdaskan anak bangsa.
4. Perbaikan Kurikulum
Penyusunan kurikulum hendaknya mempertimbangkan segala potensi
alam,sumber daya manusia maupun sarana dan prasarana yang ada.
5. Pendidikan Agama
Pendidikan agama di sekolah bukan sebagai penyampaian dogma atau
pengetahuan salah satu agama tertentu pada siswa tetapi sebagai
penginternasionalisasian nilai-nilai kebaikan,kerendahan hati,cinta kasih dan
sebagainya.
6. Pendidikan yang melatih Kesadaran Kritis
Sikap yang kritis dan toleran, akan merangsang tumbuhnya kepekaaan
social dan rasa keadilan. Oleh karena itu diharapkan bias mengatasi masalah
social,budaya,politik,dan ekonomi bangsa ini.
7. Pemberdayaan Guru
Guru hendaknya lebih kreatif,inovatif,terampil,dan berani berinisiatif
dala mengembangkan model-model pengajaran secara variatif.
8. Memperbaiki Kesejahteraan Guru
Upaya perbaikan kesejahteraan guru perlu ditingkatkan. Sehingga guru
tidak hanya dituntut untuk meningkatkan wawasan maupun mutu mengajarnya
serta menghasikan output yang baik.
9. Perluasan dan Pemerataan Kesempatan Untuk Memperoleh Pendidikan
Adapun teknik yang dapat dilakukan yaitu teknik teknik pemantapan
prioritas pendidikan dasar 9 tahun,pemberian beasiswa dengan sasaran yang
strategis,pemberian intensif kepada guru yang bertugas diwilayah terpencil,dan
teknik pemantapan system pendidikan terpadu untuk anak yang memiliki
kelainan,serta teknik peningkatan keterlibatan masyarakat dalam menunjang
pendidikan yang berkualitas.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari pembahasan dapat diperoleh simpulan bahwa:
Sebuah paradigma pendidikan yang mapan dan berlaku dalam suatu negara
biasanya akan mengalami disorientasi fungsi apabila paradigma tersebut masih
diterapkan pada sistem yang telah mengalami perubahan. Paradigma yang mengalami
pergeseran fungsi tersebut cenderung akan menimbulkan krisis. Namun krisis tersebut
akan menjadi sebuah problem yang harus dicari jalan keluarnya dan menuntut
terjadinya sebuah revolusi ilmiah yang melahirkan paradigma baru dalam rangka
mengatasi krisis yang terjadi. Paradigma pendidikan yang berlaku di Indonesia
hendaknya harus terinspirasi oleh aspek latar belakang historis yang lebih mengarah
pada nilai-nilai tradisi dan budaya adiluhung, namun di sisi lain harus terbuka dengan
pengaruh budaya luar. Sisi positif budaya luar harus diadopsi untuk mengembangkan
konsep pendidikan yang ada di Indonesia.
Konsep pendidikan di Indonesia harus senantiasa bercermin dari filosofi
pendidikan yang di gagas oleh Kihajar Dewantara dengan konsep Tut Wuri
Handayani. Pendidikan bertujuan untuk memanusiakan manusia dalam artian para
pendidik dengan secara sadar harus berupaya agar para peserta didik dapat belajar
mandiri baik melalui dirinya sendiri ataupun melalui lingkungannya. Selain peserta
didik digenjot kecerdasan kognitif, afektif, dan psikomotoriknya juga harus dibekali
dengan nilai-nilai agama dan ahlak mulia. Sehingga peran pendidikan betul-betul
memanusiakan manusia bukan menjadikan manusia yang setengah jadi.
Dalam realitas sesungguhnya pendidikan di Indonesia sebagai media strategis
pengembangan kualitas sumber daya manusia (SDM) belum terlaksana dengan baik.
Persoalan-persoalan seputar aspek kualitas guru dan siswa, relevansi dan pemerataan
kesempatan pendidikan bagi seluruh warga negara Indonesia masih jauh api dari
panggang. Digulirkannya kebijakan pendidikan wajib belajar 9 tahun dan
digelontorkannya dana bos ke sekolahpun, belum dapat mengatasi anak putus sekolah.
Masih banyak sekolah-sekolah yang secara diam-diam melakukan pungutan terhadap
peserta didik, meskipun berdalih otonomi sekolah.

B. SARAN
Setelah membahas makalah ini, semoga kita semua kelak menjadi guru yang
professional dibidangnya, serta mematuhi kode etik yang telah ditetapkan. Karena
keberhasilan seorang tenaga didik dalam melahirkan generasi bangsa tergantung pada
pendidiknya. Jadi, sebaiknya kita beretika baik di depan maupun di belakang siswa,
terutama di depan siswa.
DAFTAR PUSTAKA

Jalaluddin & Idi Abdullah. 2011. Filsafat Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.
Sanjaya, Wina. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Santyasa, I Wayan. 2003. Problematika Pendidikan Indonesia dan Gagasan menuju
Paradigma Baru. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran Ikip Negeri Singaraja No.3 juli
2003.
Tilaar, H.A.R. 2000. Paradigma baru pendidikan nasional. Jakarta : Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai