PROFESI KEPENDIDIKAN
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 3:
DOSEN : SYARIFUDIN,S.Pd,M.Pd
KENDARI
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas anugrah-
NYA, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Paradigma Pendidikan dan teknis
pendidikan di Indonesia
Makalah ini kami buat guna memenuhi tugas mata kuliah profesi kependidikan. Juga
dengan selesainya pembuatan makalah ini kami berharap dapat memberikan informasi yang
berguna dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan
kami juga mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun karena kami tahu
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Paradigma merupakan konsepsi, model atau pola pemikiran yang sifatnya
umum dan mendasar. Paradigma bukan teori, tetapi merupakan pemikiran yang
teoritis yang menuju kepada pengembangan teori tentang sesuatu, dan pemikiran
teoritis ini menjadi dasar fundamental bagi paraktek.
Paradigma pendidikan merupakan pemikiran teoritis yang sifatnya mendasar
yang dipakai sebagai latar belakang bagi disusunnya suatu framework untuk
pelaksanaan pendidikan. Biasanya paradigma itu dinyatakan dalam bentuk skema,
yang memperlihatkan hubungan hubungan antara unsur unsur yang terlibat
didalamnya. Paradigma bukanlah sistem, tetapi dalam suatu sistem terdapat sejumlah
paradigma, yang merupakan konsep dasar dalam pelaksanaan sistem itu. Namun
sebuah paradigma dapat berkembang menjadi sebuah sistem.
Sebuah paradigma dapat berubah tergantung sejauhmana kebenaran paradigma
itu masih dapat diterima. Proses pengembangan sains menurut Thomas Kuhn
mengikuti paradigma yang dimulai dengan tahap pra sains, diikuti tahap sains
normal lalu periode sains luar biasa, lalu tahap sains normal kembali dst.
Dimana proses itu merupakan lingkaran kegiatan dan demikian terjadi struktur
revolusi ilmu pengetahuan menurut Kuhn. Karena itu sebuah paradigma dapat
berubah menjadi paradigma baru apabila paradigma lama itu mendapatkan dikritik
terhadap kelemahannya.
Seperti telah dimaklumi bahwa salah satu perubahan penting dalam sistem
pemerintahan di Indonesia di era reformasi adalah perubahan paradigma
pemerintahan dari sentralisasi yang ketat menjadi sentralisasi terbatas yang dikenal
dengan otonomi pemerintah daerah, yang bermakna bahwa pemerintah daerah
memiliki otonomi daerah yang luas untuk membangun daerahnya dalam berbagai
bidang kehidupan, termasuk bidang pendidikan, dimana sistem pendidikan nasional
yang selama ini dilaksanakan secara sentralistis, dengan paradigma pemerintahan
otonomi daerah masing masing.
Dalam konteks kehidupan bangsa dan bernegara, Indonesia hanya memiliki
sistem pendidikan yaitu sistem pendidikan nasional, yang berfungsi untuk
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan bangsa dan mewujudkan tujuan nasional.
Dikarenakan paradigma pendidikan merupakan pemikiran yang mendasar
tentang pendidikan, untuk itu penulis tertarik membahas makalah ini yang berjudul
Paradigma Pendidikan dan teknik pendidikan di Indonesia.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang di atas maka dapat diambil rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Apakah pengertian dari paradigma pendidikan ?
2. Apa sajakah jenis-jenis paradigma menurut para ahli ?
3. Seperti apakah paradigma pendidikan di Indonesia?
4. Bagaimanakah teknis pendidikan di Indonesia ?
C. TUJUAN
Tujuan dari makalah paradigma pendidikan dan teknis pendidikan di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN PARADIGMA PENDIDIKAN
Kata Paradigma dalam bahasa Inggris adalah "paradigm" yang berarti
model.Sedangkan Barker menyatakan bahwa kata "paradigma" berasal dari bahasa
Yunani yaitu "Paradeigma", yang juga berarti model, pola, dan contoh.Menurut
istilah, Adam Smith mendefinisikan paradigma sebagai cara kita memahami
kehidupan, seperti air bagi ikan.
William Harmon menulis bahwa paradigma adalah cara yang mendasar dalam
memahami, berfikir, menilai, dan cara mengerjakan sesuatu yang digabungkan
dengan visi tentang kehidupan tertentu. Sedangkan Barker sendiri mendifinisikan
paradigma sebagai seperangkat peraturan dan ketentuan (tertulis maupun tidak) yang
melakukan dua hal: (1) ia menciptakan atau menentukan batas-batas; dan (2) ia
menjelaskan kepada anda cara untuk berperilaku di dalam batas-batas tersebut agar
menjadi orang yang berhasil.
Dari beberapa definisi yang dikemukakan di atas, tampaklah bahwa paradigma
adalah cara dan pola yang mendasari pemahaman, penilaian, peraturan, dan pedoman
dalam mengerjakan sesuatu. Paradigma ilmu dirumuskan oleh Kuhn sebagai kerangka
teoritis, atau suatu cara memandang dan memahami alam, yang telah digunakan oleh
komunitas ilmuwan sebagai pandangan dunianya. Paradigma ilmu ini berfungsi
sebagai lensa, sehingga melalui lensa ini para ilmuwan dapat mengamati dan
memahami masalah-masalah ilmiah dalam bidang masing-masing dan jawaban-
jawaban ilmiah terhadap masalah-masalah tersebut.
Paradigma diartikan sebagai alam disiplin intelektual, yaitu cara pandang
seseorang terhadap diri dan lingkungannya yang akan memengaruhinya dalam
berpikir (kognitif), bersikap (afektif), dan bertingkah laku (konatif). Paradigma juga
dapat berarti seperangkat asumsi, konsep, nilai, dan praktek yang diterapkan dalam
memandang realitas kepada sebuah komunitas yang sama, khususnya, dalam disiplin
intelektual.
Sehingga paradigma pendidikan adalah suatu cara memandang dan memahami
pendidikan, dan dari sudut pandang ini kita mengamati dan memahami masalah-
masalah pendidikan yang dihadapi dan mencari cara mengatasi permasalahan
tersebut.
B. JENIS-JENIS PARADIGMA MENURUT PARA AHLI
Dalam ilmu sosial, menurut Ritzer ada tiga jenis paradigma.
1. Paradigma Fakta Sosial
Paradigma fakta sosial yang berakar pada pemikiran Emile Durkheim
sehingga juga populer disebut dengan Perspektif Durkheimian. Paradigma ini
mendasarkan pada filsafat positime dari Auguste Comte yang menyatakan
segala sesuatu serba terukur dan berkembang mengikuti hukum sebab akibat.
Kehidupan ini lalu di bangun menggunakan hukum dan logika jika-maka.
Tidak ada gejala yang tidak bisa di jelaskan. Gejala yang tidak bisa di ukur
dan tidak bisa di jelaskan, diartikan sebagai tidak ada.
Dalam paradigma fakta sosial, tindakan seseorang di asumsikan
merupakan fungsi dari sistem atau struktur dalam masyarakat. Mereka lalu
mempertanyakan fungsi elemen-elemen dalam sistem atau struktur tersebut.
Elemen tersebut harus memiliki fungsi dan harus memiliki dan memberi
sumbangan bagi upaya membangun harmoni. Pendidikan sebagai elemen
dalam masayrakat misalnya, harus memiliki sumbangan terhadap pemacahan
masalah yang di hadapi masyarakat, dan membantu menciptakan
keseimbangan.
Mereka yang berfikir sistemik seperti ini disebut Ritzer sebagai
penganut paradigma fakta sosial. Fakta sosial yang di maksud tiada lain adalah
suatu yang bersifat eksternal di luar individu dan bersifat memaksa individu,
untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Tradisi aturan, hukum,
sebagai kesepakatan, struktur sosial, kesemua itu berada di luar dan memaksa
individu untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
2. Paradigma Definisi Sosial
Dalam paradigma yang berakar dari gagsan Max Weber ini berangkat
dari asumsi dasar yang mengatakan bahwa tindakan seseorang bukan karena
faktor dari luar, melainkan datang dari dorongan diri sendiri. Tradisi atau
budaya yang berkembang di lingkungannya bukan sebagai pendorong
seseorang melakukan tindakan. Tindakan seseorang merupakan hasil dari
keinginan, motivasi, harapan,nilai-nilai serta berbagai bentuk penafsiran
manusia sebagai individu terhadap dunia dimana ia hidup.
Pemikiran inilah yang disubut Ritzer sebagai paradigma definisi sosial.
Individu bertindak atas dasar devinisi atau pemaknaan yang diberikan atas
sesuatu. Oleh karena itu tidak seperti penganut paradigma fakta sosial yang
mengatakan individu produk masyarakat, maka dalam paradigama definisi
sosial justru masyarakat dipandan sebagai hasil dari tindakan dan penafsiran
individu atas dunianya. Pertanyaan yang di anjurkan biasanya adalah
bagaimana seseorang menafsirkan dan memahami sebuah fenomena.
3. Paradigma Pertukaran Sosial
Paradigma ini muncul dari gagasan skinner. Dalam hal ini seperti
paradigma fakta sosial, individu bertindak berdasarkan stimulus dari luar.
Namun tidak seperti paradigma fakta sosial yang memendang faktor struktual
atau system yang menjadi acuan tindakan seseorang, maka menurut paradigma
memandang siapa mendapat apa. Mereka berasumsi bahwa stimulus yang
bagus akan menghasilkan respon yang bagus pula. Sebaliknya stimulus yang
buruk kan menghasilkan respon yang buruk pula.
Paradigma sosial yang di gagas Ritzer tersebut juga berkembang dalam
pemikiran tentang pengembangan model pendidikan. Model pengembangan
pendidikan itu termasuk berimplikasi terhadap pola pengembangan
kurukulium dan silabi, kepemimpinan, menejemen sumber daya, pengelolaan
kelas dan tentu juga strategi pembelajaran, disamping cara-cara melakukan
evaluasi pendidikan. Paradigma prilaku sosial mendasarkan pada perspektif
pertukaran dalam pendidikan kemudian melahirkan model behavioristik.
Sementara itu paradigma perilaku sosial melahirkan model konstruktivistik
dalam pendidikan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan dapat diperoleh simpulan bahwa:
Sebuah paradigma pendidikan yang mapan dan berlaku dalam suatu negara
biasanya akan mengalami disorientasi fungsi apabila paradigma tersebut masih
diterapkan pada sistem yang telah mengalami perubahan. Paradigma yang mengalami
pergeseran fungsi tersebut cenderung akan menimbulkan krisis. Namun krisis tersebut
akan menjadi sebuah problem yang harus dicari jalan keluarnya dan menuntut
terjadinya sebuah revolusi ilmiah yang melahirkan paradigma baru dalam rangka
mengatasi krisis yang terjadi. Paradigma pendidikan yang berlaku di Indonesia
hendaknya harus terinspirasi oleh aspek latar belakang historis yang lebih mengarah
pada nilai-nilai tradisi dan budaya adiluhung, namun di sisi lain harus terbuka dengan
pengaruh budaya luar. Sisi positif budaya luar harus diadopsi untuk mengembangkan
konsep pendidikan yang ada di Indonesia.
Konsep pendidikan di Indonesia harus senantiasa bercermin dari filosofi
pendidikan yang di gagas oleh Kihajar Dewantara dengan konsep Tut Wuri
Handayani. Pendidikan bertujuan untuk memanusiakan manusia dalam artian para
pendidik dengan secara sadar harus berupaya agar para peserta didik dapat belajar
mandiri baik melalui dirinya sendiri ataupun melalui lingkungannya. Selain peserta
didik digenjot kecerdasan kognitif, afektif, dan psikomotoriknya juga harus dibekali
dengan nilai-nilai agama dan ahlak mulia. Sehingga peran pendidikan betul-betul
memanusiakan manusia bukan menjadikan manusia yang setengah jadi.
Dalam realitas sesungguhnya pendidikan di Indonesia sebagai media strategis
pengembangan kualitas sumber daya manusia (SDM) belum terlaksana dengan baik.
Persoalan-persoalan seputar aspek kualitas guru dan siswa, relevansi dan pemerataan
kesempatan pendidikan bagi seluruh warga negara Indonesia masih jauh api dari
panggang. Digulirkannya kebijakan pendidikan wajib belajar 9 tahun dan
digelontorkannya dana bos ke sekolahpun, belum dapat mengatasi anak putus sekolah.
Masih banyak sekolah-sekolah yang secara diam-diam melakukan pungutan terhadap
peserta didik, meskipun berdalih otonomi sekolah.
B. SARAN
Setelah membahas makalah ini, semoga kita semua kelak menjadi guru yang
professional dibidangnya, serta mematuhi kode etik yang telah ditetapkan. Karena
keberhasilan seorang tenaga didik dalam melahirkan generasi bangsa tergantung pada
pendidiknya. Jadi, sebaiknya kita beretika baik di depan maupun di belakang siswa,
terutama di depan siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Jalaluddin & Idi Abdullah. 2011. Filsafat Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.
Sanjaya, Wina. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Santyasa, I Wayan. 2003. Problematika Pendidikan Indonesia dan Gagasan menuju
Paradigma Baru. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran Ikip Negeri Singaraja No.3 juli
2003.
Tilaar, H.A.R. 2000. Paradigma baru pendidikan nasional. Jakarta : Rineka Cipta.