id/2010/11/pengawasan-dan-pengujian-
peraturan.html
Kesimpulan
Terdapat dua sistem pengawasan yang lazim dilakukan, yaitu
pengawasan secara yudisial (judicial review) maupun pengawasan secara
politik (political review). Pengawasan secara yudisial artinya pengawasan
yang dilakukan oleh badan atau badan-badan yudisial. Sedangkan
pengawasan secara politik artinya pengawasan yang dilakukan oleh
badan-badan non yudisial (lazimnya adalah badan politik). Baik
pengawasan (secara) politik atau pun pengawasan (secara) yudisial
dilakukan dengan cara menilai atau menguji (review), apakah suatu
undang-undang atau peraturan perundang-undangan lainnya atau
tindakan-tindakan pemerintah yang ada atau akan diundangkan (akan
dilaksanakan) bertentangan atau tidak dengan ketentuan-ketentuan
Undang-Undang Dasar atau ketentuan-ketentuan lain yang lebih tinggi
daripada peraturan perundang-undangan atau tindakan pemerintah yang
sedang dinilai. Wewenang menilai tersebut dalam kepustakaan disebut
sebagai hak menguji.
Di negara yang menganut sistem civil law kewenangan judicial
review terhadap Undang-Undang hanya diberikan kepada satu lembaga
tertinggi saja yang dikenal dengan constitutional court atau Mahkamah
Konstitusi. Oleh karena tata cara pengujian dilakukan hanya oleh satu
Mahkamah saja, maka sistem tersebut dikenal dengan nama sistem
sentralisasi, sedangkan metode pengujiannya disebut principaliter. Di
negara yang menganut sistem common law,judicial review diberikan
kepada para hakim yang bertugas untuk menguji apakah peraturan yang
dipermasalahkan dalam kasus yang sedang diperiksa bertentangan
dengan konstitusi. Oleh karena prosedur pengujian tersebut dapat
dilakukan oleh para hakim dalam pemeriksaan perkara secara konkrit,
maka sistem ini disebut sistem desentralisasi dan metode pengujiannya
disebutincidenter.
Dengan demikian, hakim harus memiliki integritas dengan
pemahaman ilmu hukum secara komprehensif, sebab ditangan hakim ini,
sebuah undang-undang di uji konstitusionalitasnya dengan ukuran
konstitusi. Undang-undang akan menjadi lebih responsif, progresif jika
secara prosedurasinya, maupun secara substansinya tidak
menciderai nurani keadilan masyarakat. Bilama suatu ketika terdapat
Undang-Undang yang demikian, maka hakim konstitusi dengan hak dan
kewenangan yang dimandatkan oleh konstitusi berhak mengujinya.
Referensi
Huda, Nimatul, 2005. Negara Hukum, Demokrasi dan Judicial
Review, Yogyakarta: UII Press.
H.Moh. Yuhdi, S.H., M.H, Peran Fungsi Pengawasan Dalam Proses
Pembuatan Hukum Yang
Berkeadilan. http://fh.wisnuwardhana.ac.id.diakses tanggal 26 Juni 2010
Pukul 20.00 WIB.
Produk Hukum
1. UUD Negara Republik Indonesia 1945
2. UU No.10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan
3. UU No. 5 Tahun 2004 Tentang Mahkamah Agung.
4. PERMA No. 1 Tahun 1999 Tentang Hak Uji Materiil
5. PERMA No. 1 Tahun 2004 Tentang Hak Uji Materiil