Anda di halaman 1dari 76

12

DAMPAK LINGKUNGAN
RENCANA REHABILITASI LAHAN DAN
PEMBANGUNAN CANAL BLOCKING
Environmental Impact of Land
Rehabilitation and Implementing Canal
Blocking

Suhendrayatna
Program Studi Teknik Kimia, Fakultas
Teknik Universitas Syiah Kuala,
Darussalam, Banda Aceh

I. IDENTITAS PEMRAKARSA

A. Identitas Pemrakarsa

P emrakarsa rencana Rehabilitasi Lahan dan Pembangunan


Canal Blocking di Ekosistem Hutan Gambut Rawa Tripa
(TPSF) ini dapat dilakukan oleh Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Pemerintah Aceh sebagai instansi yang
dapat langsung mengendalikan fungsi TPSF seperti yang diharapkan.

B. Identitas Penyusun
Penyusunan dokumen kajian lingkungan yang berupa dokuman Upaya
Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan
(UPL) untuk rencana Rehabilitasi Lahan dan Pembangunan Canal
Blocking di Ekosistem Hutan Gambut Rawa Tripa (TPSF) dilakukan
dengan melibatkanTim SERT yang terdiri dari beberapa tenaga ahli
berasal dari Universitas Syiah Kuala.

II. RENCANA KEGIATAN


A. Nama Rencana Kegiatan
Nama rencana kegiatan ini adalah Rencana Rehabilitasi Lahan dan
Pembangunan Canal Blocking di Ekosistem Hutan Gambut Rawa Tripa
(TPSF). Kegiatan ini bertujuan untuk menjaga kelestarian alam,
pengelolaan, dan reklamasi di ekosistem TPSF. Agar dalam
pengelolaan tersebut tidak menimbulkan dampak kerusakan dan
pencemaran terhadap lingkungan hidup, maka setiap usaha dan atau
kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan
wajib dilakukan telaah/analisis mengenai dampak lingkungan seperti
tertuang dalam perundangan-undangan dan peraturan lingkungan
yang berlaku. Lahan rawa TPSF mempunyai karakter yang unik
dimana sebagian besar lahannya terbentuk dari lahan gambut yang
sensitif terhadap perubahan muka air akibat

449
450 | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION
AND MANAGEMENT OF THE TRIPA PEAT-SWAMP
FOREST

adanya perubahan iklim. Untuk itu, pembinaan daerah rawa adalah


memperbaiki sistem tata air pada ekosistem tersebut, sehingga
maksud pembinaan daerah rawa menjadi lahan perkebunan akan
berhasil dengan baik sesuai maksud dan tujuan pengembangan
daerah rawa serta menjaga kelestarian lingkungan.

Berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun


2012, tentang Ijin Lingkungan, bagi usaha dan atau kegiatan yang
tidak diwajibkan menyusun Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup, wajib melakukan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL)
dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL), atau cukup dengan
membuat Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Dan
Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL).
Sesuai dengan ketentuan yang berlaku yaitu Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha
dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup, rencanan kegiatan ini tidak termasuk
Usaha/Kegiatan yang harus dilengkapi dengan Studi Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL). Kegiatan ini akan
dilakukan di areal Ekosistem Hutan Gambut Rawa Tripa yang terletak
di Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Barat Daya. Lokasinya merupakan
hamparan lahan rawa yang diapit oleh dua buah sungai yang
relatif besar, yaitu Krueng Tripa di bagian Barat dan Krueng Batee
di bagian Timur. Lokasi Rawa Tripa ini dapat dicapai dari Banda Aceh
dengan menggunakan kendaraan roda empat karena terletak dekat
dengan Jalan Raya Banda Aceh Tapaktuan. Penyusunan dokumen
lingkungan (berupa UKL/UPL) adalah untuk mengkaji potensi dampak
(positif atau negatif) yang diprakirakan akan terjadi sehingga dapat
diambil langkah-langkah antisipasi melalui upaya-upaya pencegahan
dampak negatif dan meningkatkan dampak positifnya. Penyusunan
UKL/UPL ini mengacu kepada Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2012 Tentang Pedoman
Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup.

B. Lokasi Rencana Kegiatan


Rencana kegiatan Rencana Rehabilitasi Lahan dan Pembangunan
Canal Blocking di Ekosistem Hutan Gambut Rawa Tripa (TPSF) akan
dibangun areal Ekosistem Hutan Gambut Rawa Tripa yang terletak di
Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Barat Daya. Areal TPSF merupakan
suatu ekosistem ekologi (Ecoregion) dataran rendah berada di wilayah
Pantai Barat Selatan Provinsi Aceh Indonesia. Secara administrasi,
areal TPSF ini merupakan bagian dari Kecamatan Tripa Timur
(Kecamatan Darul Makmur) Kabupaten Nagan Raya dan Kecamatan
Babah Rot Kabupaten Aceh Barat Daya yang luasnya sekitar 60.657,29
0
ha. Secara geografis hutan Rawa Tripa terletak pada posisi 03 -
0 0 0
03 56 Lintang Utara dan 96 - 96 6 Bujur Tiur. Luas ekosistem
yang termasuk dalam Kecamatan Tripa Timur (Darul Makmur) adalah
35.600,20 hektar, sedangkan yang masuk ke dalam Kecamatan
Babah Rot seluas 25.057,09 hektar. Tinggi wilayah permukaan lahan
berada dari 3 hingga 8 meter di atas permukaan laut.
LAPORAN
UTAMA
ANALISIS DAMPAK
LINGKUNGAN| 451
Batas-batas wilayah yang menjadi ekosistem Hutan Gambut Rawa
Tripa ini adalah sebagai berikut :
1. Sebelah Utara berbatas dengan perkampungan penduduk
Kecamatan Tripa Timur (Darul Makmur) Kabupaten Nagan Raya;
2. Sebelah Selatan berbatas dengan Samudera Hindia;
3. Sebelah Timur berbatas dengan wilayah perkampungan
penduduk Kecamatan Babah Rot Kabupaten Aceh Barat Daya, dan
4. Sebelah Barat berbatas dengan Sungai Lammie dan Samudera
Hindia.

Project Implementation Unit -


Studi Ekosistem Rawa Tripa
Universitas Syiah Kuala
Lokasinya merupakan hamparan lahan rawa yang diapit oleh dua
buah sungai yang relatif besar, yaitu Krueng Tripa di bagian Barat dan
Krueng Batee di bagian Timur dan di dalamnya mengalir sungai
Krueng Seumayam yang ketiganya bermuara di Samudera Indonasia.
Rawa Tripa mempunyai batas hidrologis sebagai berikut:
1. Sebelah Utara : Lahan datar perkampungan penduduk;
2. Sebelah Timur : Krueng Batee;
3. Sebelah Selatan : Samudera Indonesia; dan
4. Sebelah Barat : Krueng Tripa.
Hasil dari analisa peta topografi dan tinjauan lapangan yang
dilakukan oleh Tim Kajian Canal Blocking Rawa Tripa Universitas
Syiah Kuala (Kajian 6) terlihat bahwa arah pembuangan drainase
lahan TPSF (outfall) sebagian besar adalah menuju Krueng Tripa,
Krueng Seumayam dan Krueng Batee (body of water). Walaupun TPSF
berbatasan dengan Samudera Indonesia terlihat tidak satu sistem
pembuangan yang menuju ke laut, sehingga tidak terdapat pengaruh
pasang surut pada ekosistem TPSF dan rawa ini dikategorikan sebagai
Rawa Lebak. Adapun lokasi rencana kegiatan lebih jelas dapat
dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Lokasi areal Ekosistem Hutan Gambut


Rawa Tripa (TPSF)

C. Skala/Besaran Rencana Kegiatan


Upaya yang akan dilakukan untuk menjaga kelestarian alam,
pengelolaan, dan reklamasi di ekosistem TPSF dalam rencana
kegiatan ini adalah Rehabilitasi Lahan dan Pembangunan Canal
Blocking.

1. Rehabilitasi Lahan
Berdasarkan hasil analisis data dan pemetaan yang dilakukan oleh Tim
SERT Universitas Syiah Kuala (Kajian 5) maka skenario dan
rencana rehabilitasi lahan di areal Hutan
Gambut Rawa Tripa (TPSF) dibagi atas dua ekosistem utama yaitu : (a)
ekosistem konservasi, dan (b) ekosistem budidaya pertanian.
Peruntukan ekosistem konservasi didasarkan pada ketentuan dan
peraturan yang berlaku tentang Pedoman Pengelolaan Lingkungan
Hidup Undang-Undang No 2 Tahun 1993 sedangkan penetapan
ekosistem budidaya pertanian pada lahan Gambut didasarkan pada
Kepmentan No. Tahun 2010 tentang pemanfaatan lahan gambut untuk
Perkebunan Kelapa Sawit dan ketentuan lainnya. Hasil penilaian
kemampuan dan kesesuaian lahan serta persyaratan penggunaan
lahan, maka luas areal yang dapat diarahkan untuk dijadikan sebagai
ekosistem konservasi adalah 19.248,53 hektar atau 31,75 persen dari
luar areal TPSF, sedangkan ekosistem budidaya pertanian yang
meliputi wilayah pengembangan perkebunan dan pertanian lahan
kering seluas 41.399,76 hektar (68,25 %). Rencana rehabilitasi dan
konservasi lahan di Ekosistem Hutan Gambut Rawa Tripa disajikan
pada Tabel 1.

Tabel 1. Arahan Tata Guna dan Konservasi Lahan di


Areal Ekosistem Hutan Gambut Rawa Tripa
(TPSF)
Luas
No. Arahan Tata Guna Lahan/Konservasi Persen (%)
Areal

(ha)
1 Areal Budidaya Pertanian 41.399,7 68,
2 Areal Konservasi Hutan dan Sempadan 65.630,9 25
9,
3 PantaiKonservasi Sempadan Pantai dan
Areal 0 748,9 30
1,
4 Sungai
Areal Konservasi Sempadan Sungai 6
4.549,7 23
7,
5 Areal Konservasi Hutan Rawa/Flora dan 6
8.318,9 50
13,
Fauna
Jumlah 1
60.657,2 71
100,
9 2013
Sumber : Hasil Kajian 5 Tim SERT Universitas Syiah Kuala, 00
1. Areal Konservasi
Areal yang mempunyai ketebalan gambut sangat dalam ( > 3 meter)
di areal TPSF harus segera ditetapkan dan dikukuhkan sebagai
ekosistem lidug ataupu ekosistem koservasi. Ekosistem lindung
atau ekosistem konservasi pada lahan gambut bertujuan untuk
menjaga tata air dan carbon sink atau carbon stock di areal lahan
gambut tersebut. Pembukaan lahan gambut yang sangat dalam akan
berakibat sangat rentan, karena dimusim kemarau mudah sekali
terbakar dan perlu dijaga untuk menahan laju emisi CO2 sebagai
salah satu faktor penyebab terjadinya pemanasan global dan
perubahan iklim. Selain itu, pembukaan lahan gambut untuk kegiatan
pertanian dapat mengakibatkan kekeringan pada sifat ekosistem
rawa yang dapat menyebabkan degradasi lahan dan berkurangnya
fungsi gambut sebagai penyimpan air. Berdasarkan ciri ekologi dan
keragaman lahan, maka areal yang perlu dikonservasi dibagi atas
beberapa model/pola berikut :
a. Konservasi Hutan Rawa Gambut Alami;
b. Konservasi hutan mangrove;
c. Konservasi Hutan Pesisir Pantai;
d. Konservasi Areal Flora dan Fauna;
e. Reboisasi dan Penghijauan;
f. Pengaturan Tata Air (blocking cannal); dan
g. Areal Sempadan Sungai dan Pantai.
2. Areal Budidaya Pertanian
Pada lahan gambut yang terbuka, akan direhabilitasi dan
produktivitasnya ditingkatkan namun tetap harus mengacu kepada
ketentuan pada Kepres No. 80 Tahun 1999. Lahan gambut dengan
ketebalan < 3 meter dapat di arahkan untuk kegiatan budidaya
secara optimal melalui peningkatan produktifitasnya dengan
menyesuaikan hasil survai sumberdaya lahan Puslitbangtanak,
Departemen Pertanian (1997; 1998). Gambut tipis(50-100 cm) dapat
digunakan untuk tanaman palawija, sayuran dan buah-
buahan,gambut sedang (101 200 cm) untuk tanaman buah-buahan
dan perkebunan. Gambutdalam (201 300 cm) untuk perkebunan dan
kehutanan.Berdasarkan ketentuan di atas dan dari hasil analisis
kesesuaian lahan, maka beberaparencana kegiatan rehabilitasi pada
lahan gambut yang kurang dari 3 meter dan lahanyang bukan gambut,
dapat diarahkan menjadi: (1) lahan pengembangan tanamanpangan
dan hortikultura, (2) lahan perkebunan/kebun campuran, (3) lahan
perikanan,dan (4) areal pengembangan tanaman hutan/agroforestry.
Hasil pengamatan lapangandan pemetaan wilayah, ekosistem Hutan
Gambut Rawa Tripa saat ini (2013) telahdikonversi dari hutan menjadi
areal pertanian/perkebunan mencapai luas 48.500 hektarlebih (> 80
%). Luas areal yang dikonversi menjadi lahan pertanian ini terbagi
kepada 5tipe penggunaan yaitu : kebun campuran seluas 22.410 ha
(36,9 %), kebun sawit(perusahaan perkebunan) seluas 21.515 ha
(35,5 %), kebun tegalan/lahan terbukaseluas 4.100 ha (7,25
%).Sebagian dari lahan pertanian tersebut merupakan lahan gambut
yang mempunyaiketebalan > 3 meter, namun lahan ini telah
terlanjur dibuka dan diusahakan untukpenanaman kelapa sawit.
Lahan yang sudah dikelola ini seharusnya perlu dikembalikanuntuk
dilakukan rehabilitasi/konservasi.
Namun, melihat kondisi lapangan saat ini,upaya pengembalian lahan
yang seharusnya perlu dikonversi akan sulit untukdilaksanakan karena
lahan ini telah menjadi bagian dari lahan usaha yang produktifsetelah
melalui beberapa persiapan lahan. Oleh karena itu, arahan
rehabilitasi danpengelolaan lahan untuk budidaya pertanian yang akan
dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Areal Tanaman Pangan dan Hortikultura,
b. Areal Perkebunan,
c. Pengembangan Perikanan, dan
d. Areal Budidaya Tanaman Hutan/Agroforestri.
Pelaksanaan kegiatan rehabilitasi Hutan Rawa Gambut Tripa akan
dilakukan berbasis masyarakat yang diharapkan akan terjadi
perbaikan kualitas lahan dan vegetasi-vegatasi asli akan muncul
kembali dan akan menjadi areal yang kaya akan keanekaragaman
hayati dengan keikutsertaan masyarakat lokal.Empat prinsip utama
yang diperhatikan pada saat implementasinya adalah:
1. Aspek Tataguna Lahan mencakup antara lain rencana tata guna
lahan baik dari Departemen Kehutanan maupun RTRW,
pencadangan dan peruntukan areal, serta pola dan rencana
penggunaan lahan untuk mata pencaharian masyarakat;
2. Aspek Sosial Ekonomi mencakup bagaimana masyarakat dan
stakeholders dilibatkan dalam kegiatan, serta adanya manfaat
baik langsung maupun tidak langsung bagi masyarakat terutama
dalam aspek sosial dan ekonomi serta peningkatan pendapatan
dan mata pencaharian masyarakat;
3. Aspek Fisik Areal mencakup kondisi biofisik areal baik type tutupan,
penyebab degradasi, klasifikasi dan luasan areal degradasi,
kondisi hidrologi dan genangan, kemampuan regenerasi alam,
karakteristik gambut, dan kesesuaian lahan serta
jenis tanaman yang akan digunakan, termasuk juga faktor
ancaman terhadap kelestarian hutan atau yang dapat
menyebabkan peningkatan kerusakan hutan; dan
4. Aspek Pengelolaan mencakup rencana kelembagaan unit
pengelolaan hutan (KPHP Lalan), rencana pengelolaan hutan
berkelanjutan, zonasi areal, sumberdaya pengelolaan, serta
dampak pengelolaan terhadap kelestarian hutan dan
pembangunan yang berkelanjutan.
Pola kegiatan rehabilitasi Hutan Rawa Gambut Tripa akan
dilakukan adalah sebagai berikut ini.

1. Teknik Agroforestry, Rehabilitasi rawa gambut yang terdegradasi


yang dilakukan melalui teknik Agroforestryyaitu pembangunan
hutan melalui pola campuran tanaman pokok kehutanan
dantanaman semusim yang dilakukan pada lahan rawa gambut
milik masyarakat, ekosistemhutan produksi ataupun hutan
ekosistem lindung yang telah diizinkan. Jenis tanamanpokoknya
dapat dipililih jenis MPTS (Multiple Purpose Tree Species) seperti
Sengon(Paraserianthes falcataria), Jelutung (Dyera lowii), Pulai
(Alstonia pnematophora), Sukun(Artocarpus sp) atau tanaman
kehutanan yang lain, dengan tanaman semusim pertanian yang
cocok untuk lahan gambut atau tanaman obat seperti
Zingiberaceae dan lain-lain yang diterapkan pada pola perhutanan
sosial (hutan kemasyarakatan,hutan rakyat), pada pola
pembangunan hutan tanaman hasil hutan non kayu atau
padapola pembangunan hutan tanaman kayu jenis industri.
2. Pola Perhutanan Sosial, Pola perhutanan sosial yang diterapkan
pada areal hutan rawa gambut yangterdegradasi baik pada hutan
produksi maupun hutan ekosistem lindung yang telahdiizinkan.
Penelitian dilakukan untuk mendapatkan teknologi rehabilitasi.
Melalui ujicoba rehabilitasi dengan menggunakan jenis asli
setempat yang sesuai kondisi ekologis setempat, atau
menggunakan jenis MPTS yang dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat tanpa mengganggu fungsi ekologis. Penanaman jenis
MPTS maupun jenis pohon asli maupun eksotik yang cocok dapat
diterapkan dengan teknik agroforestry.
3. Pola Pembangunan Hutan Tanaman Penghasil HHBK: Pola ini dapat
diterapkan untuk rehabilitasi hutan rawa gambut yang
terdegradasi.Penelitian ini dilakukan dengan Uji coba penanaman
jenis asli pohon dihutan rawa gambut penghasil hutan non kayu
seperti getah (latek) pada jenis jelutung (Dyera lowii), getah
hangkang pada jenis Nyatoh (Palaquium leicocarpum), getah
jernang pada getahpada biji rotan. Selain itu jenis Gemor
(Alseodhapne helophylla) kulit kayunya sebagai bahan insektisida
(obat nyamuk), Tanaman jarak pagar (Jatropha sp) ataupun jenis
nyamplung (Calophyllum innophyllum) diambil bijinya sebagai
bahan minyak diesel, Pinang (Arenga catechu) diambil bijinya
sebagai bahan obat-obatan. Rotan (Calamus spp) dan lain-lain.
Penanaman Rotan dapat dilakukan dengan menggunakan jenis
pohon pemanjat asli setempat seperti gelam (Melaleuca
leucadendron) atau Combretocarpus rotundatus dan lain-lain.
4. Pola Pembangunan Hutan Tanaman Jenis Kayu Industri: Pola ini
diterapkan untuk rehabilitasi pada ekosistem hutan produksi yang
padaperencanaannya bertujuan untuk hutan tanaman penghasil
kayu untuk industri yangdapat dilakukan pada logged over area
maupun hutan rawa gambut yang telah terdegradasi. Penanaman
rehabilitasi dapat dilakukan dengan menggunakan jenis asli
setempat yang mempunyai nilai ekonomi tinggi sesuai sifat
ekologinya, seperti jenis Ramin (Gonystylus bancanus), Meranti
Rawa (shorea testymania, Shorea pauchiflora),
Belangeran (Shorea belangeran), Kapur Naga (Calophyllum
macrosarpum), Nyatoh(Pallaquium spp), Alau (Dacrydium elatum),
Damar (Agathis bornensis), Prupuk (Lopopethalum multinervium),
Punak (Tetramerista glabra) dan lain-lain. Ataupun jenis tumbuh
cepat asli setempat seperti Pulai (Alstonia pnematophora),
Jelutung (Dyera lowii) maupun jenis tanaman luas (eksotik) seperti
Acacia crassicarpa, Eucalyptus spp, Gmelina sp dan lain-lain.
5. Pemilihan Jenis, Pemilihan jenis pohon dan tanaman yang
digunakan dalam uji coba rehabilitasi dan penanaman hutan
tanaman dapat dilakukan dengan menerapkan beberapa
polamisalnya dengan pola MPTS (Multiple Purpose Tree Species),
Jenis Pohon Hasil Hutan Bukan Kayu (HBBK), dan jenis pohon
untuk kayu industri yang disesuaikan dengan habitat dan sifat
ekologi di lokasi setempat yang mempunyai prospek ekonomi baik
untuk pohon sebagai tanaman pokoknya maupun tanaman
pencampur.
6. Pengadaan Bibit, Teknologi pengadaan bibit dari jenis-jenis yang
digunakan dalam pola perhutanan sosial, pola pembangunan hutan
tanaman penghasil HHBK, maupun pada Pola pembangunan hutan
tanaman hasil kayu industri dapat dilakukan baik secara generatif
melalui biji maupun melalui stek baik batang (stem), pucuk (shoot)
maupun akar (root) ataupun melalui kultur jaringan (tissue culture).
Beberapa jenis bibit pohon rawa gambut telah berhasil diperbanyak
melalui propagasi vegetatif seperti meranti batu (Shorea
uliginosa), meranti bunga (S. Teysmanniana), punak (Tetramerista
glabra), ramin (Gonystylus bancanus), para-para (Aglaia
rubiginosa), prupuk (Lophopethalum multinervium), jelutung rawa
(Dyera lowii) dan lain-lain (Agus et. al., 2007).
7. Teknik Penyiapan Lahan dan Penanaman, Teknologi penyiapan
lahan dan penanaman merupakan hal yang sangat penting untuk
keberhasilan kegiatan rehabilitasi di lahan rawa gambut. Teknologi
penyiapan lahan dilakukan dengan pengaturan drainase (water
management) dengan pembuatan parit-parit irigasi untuk menjaga
lokasi tanam tidak tergenang air perlu diperhitungkan dengan
seksama karena sifat subsidensi dan irreversible drying (kering
tidak balik) jika tidak, akan menjadikan lahan gambut tersebut
menjadi kelewat kering, mudah terbakar dan meningkatkan emisi
gas rumah kaca.Teknik lain adalah dengan cara pembuatan
gundukan-gundukan tempat penanaman untuk menghindari
genangan air sehingga bibit atau tanaman muda akan mati.
Untuk memperoleh keberhasilan dalam penanaman di lahan rawa
gambut, kondisi tingkat dekomposisi dari gambut sebagai media
tanam merupakan faktor yang sangat penting karena menentukan
tingkat kesuburan gambut tersebut dan menentukan teknik
penanaman. Oleh karena itu, perlakuan-perlakuan pada gambut
sebagai media tanam perlu dilakukan tergantung pada tingkat
pelapukan (fibrik, humik maupun saprik)gambut tersebut.
8. Pengaturan Drainase/Hidrologi, Pada lahan rawa gambut,
ketergenangan air/letak ketinggian air tanah sangat bervariasi.
Oleh karena itu perlu suatu pengaturan dan pengelolaan tata air
dengan baik, sehingga tanaman dapat berkembang dan tumbuh
dengan baik. Pembuatan parit dilakukan dengan lebar dan
kedalaman yang seimbang, sehingga areal tanam tidak lagi
tergenang atau bahkan kekeringan karena terlalu besarnya parit
dan gambut dijaga dalam keadaan basah atau lembab sehingga
subsidensi dan pengeringan tak balik (irreversible drying) dapat
dihindari. Keseimbangan ini merupakan faktor yang harus
diperhatikan untuk keberhasilan tanaman.
9. Teknik Pemeliharaan, Uji coba perlakuan pemeliharaan dalam
pelaksanaan rehabilitasi melalui revegetasi di hutan rawa gambut
masih perlu penelitian dan diupayakan tumbuh dan berkembang
secara alamiah sesuai dengan habitat asli. Pada tegakan perlu
dilakukan pemangkasan dan penjarangan untuk menjamin
tanaman pokok maupun tanaman pencampur tumbuh dengan baik.
Tumbuhan gulma (weeds) perlu dikendalikan dengan penyiangan
atau dengan pendangiran baik secara jalur maupun piringan untuk
memberikan pertumbuhan yang baik bagi tanaman. Pencegahan
dan pengendalian hama dan penyakit tanaman juga perlu
dilakukan terhadap tanaman jenis pohon di lahan rawa gambut
yang saat ini masih sangat terbatas. Keamanan areal terhadap
bahaya kebakaran merupakan faktor yang sangat penting untuk
selalu diawasi karena lahan gambut sangat mudah terbakar
terutama di musim kemarau yang panjang. Pembuatan sekat bakar
(green belt), maupun parit untuk sekat bakar mungkin dapat
dilakukan untuk mencegah meluasnya kebakaran.
10. Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran Hutan, Teknik
pencegahan dan pengendalian kebakaran di lahan gambut lebih
spesifik dibandingkan di lahan hutan lahan kering, karena
habitatnya berupa gambut yang terdiri dari bahan organik, apabila
dalam keadaan kering mudah sekali terbakar. Oleh karena itu
diperlukan pengetahuan, dan pengalaman teknis yang spesifik
dalam penanganannya. Apabila biomassa tanaman hutan gambut
terbakar, maka tidak hanya biomassa tanaman saja yang akan
terbakar, tetapi juga beberapa centimeter lapisan gambut bagian
atas yang berada dalam keadaan kering. Lapisan gambut ini akan
rentan kebakaran apabila muka air tanah lebih dalam dari 30 cm.
Pada musim kemarau, muka air tanah menjadi lebih dalam karena
penguapan sehingga lapisan atas gambut menjadi sangat kering.
Dalam keadaan demikian kebakaran gambut dapat mencapai
ketebalan50 cm (Page et al., 2002). Dalam keadaan ekstrim ini
bara api pada tanah gambut dapat bertahan berminggu-minggu,
sehingga sukar dikendalikan dan dipadamkan di areal. Pengaruh
kebakaran terhadap kehilangan C ini sangat besar. Hatano (2004)
memperkirakankedalaman gambut yang terbakar sewaktu
pembukaan hutan sedalam 15 cm bias berkisar antara 30 sampai
-3 -1
60 kg m dan akan teremisi sebanyak 75 t C ha atau ekivalen
-1
dengan 275 t CO2 ha . Metode untuk pencegahan dan
pengendalian kebakaran lahan gambut pada dasarnya masih
sangat terbatas sehingga perlu menyempurnakan metode
pengendalian kebakaran, peralatannya, manajemen serta
perencanaan. Cara lain untuk mencegah kebakaran adalah
melakukan pengawasan yang ketat dengan membentuk satgas
pengawasan dan pengendali di lapangan oleh semua elemen yang
terlibat di dalam pengelolaan ekosistem, sehingga jika terjadi
kebakaran maka akan segera dapat diantisipasi. Selain itu, perlu
pula dilakukan sosialisasi kepada masyarakat baik melalui perangkat
desa, kelompok pelaku usaha, maupun dengan meilbatkan para
pihak pemerhati lingkungan, serta membuat poster-poster atau
pamflet tentang bahaya kerusakan dan kebakaran gambut di lokasi
Rawa Tripa (TPSF).
D.Pembangunan Canal Blocking
Langkah pengembangan daerah rawa secara teknis setidaknya melalui
3 (tiga) tahapan, yaitu:
1. Tahap Awal, yaitu dengan jenis pekerjaannya adalah membangun
sistem saluran drainase/pembuang seperti apa yang dijumpai di
lapangan saat ini (2013) karena untuk kegiatan Tahap Awal ini
dapat memerlukan waktu hingga 10 tahun;
2. Tahap Menengah, yaitu sudah mulai memperkenalkan sistem
kelola tata air yang baik khususnya pada lahan gambut tebal
yang berada di sekitar kubah gambut. Jenis kegiatannya adalah
dengan memperkenalkan sistem kanal blocking dan membangun
kolam tampungan sebagai sumber suplai air dimusim kering. Hal
ini dilakukan untuk menghindari over drained pada lahan
perkebunan dengan jalan mempertahankan tinggi drainabilitas
rencana, yaitu 60 cm untuk lahan rawa dengan peruntukan
perkebunan kelapa sawit; dan
3. Tahap Akhir, yaitu tahap penyempurnaan yaitu dengan
mempersiapkan sumber suplai air apabila air di kolam
penampungan mengalami penyusutan. Sumber air yang potensial
adalah dari hulu sungai Krueng Tripa (bagian Barat) dan Krueng
Batee (bagian Timur). Jadi kegiatan pada tahap Akhir adalah
dengan membangun sebuah bendung pada kedua sungai tersebut
dan saluran pembawa hingga ke lokasi kolam penampungan.
Dengan kondisi di lapangan saat ini maka masih terdapat dua
tahapan lagi yang perlu dilalui dalam proses reklamasi lahan Rawa
Tripa, yaitu Tahap Menengah dan tahap Akhir. Pelaksanaan kegiatan
pada setiap tahapan akan berjalan dengan baik dan terarah apabila
tersedia blue prit pengembangan yang dituangkan dalam Masterplan
Pengembangan Rawa Tripa. Masterplan inilah yang akan digunakan
oleh semua pihak, baik masyarakat ataupun korporasi yang
bermaksud ingin mengeksploitasi Rawa Tripa sebagai pedoman dan
acuan yang perlu dipatuhi dan dilaksanakan.
Secara umum pengembangan Rawa Tripa dibangun dengan sistem
blok lahan dengan ukuran 300 m x 1000 m atau untuk luasan 30 Ha
setiap blok lahan. Untuk setiap blok lahan ini dikelilingi oleh saluran
pembuang, yaitu saluran kolektor di sepanjang sisi 1000 m dan
saluran transport disisi 300 m. Jadi sistem pengeringan terjadi pada
keempat arah tersebut, yaitu dua arah ke saluran kolektor dan dua
arah lainnya ke saluran transport. Ditinjau dari lebar lahan yang
dikeringkan terlihat lebih pendek masih jauh di bawah batas
aksiu, yaitu 600 (180 m). Layout sistem saluran yang dibuat di
lapangan adalah sistem blok yang sebaiknya dipilih sistem sisir
dengan hierarki saluran mulai dari saluran tersier yang berfungsi
untuk pengeringan, saluran sekunder yang berfungsi sebagai saluran
kolektor dan saluran primer sebagai saluran pembuang utama yang
melayani satu sistem saluran secara keseluruhan.
Penempatan saluran akan dirancang sentris dimana saluran sekunder
ditempatkan ditengah-tengah beberapa saluran tersier dan hanya
terdapat satu saluran primer yang ditempatkan ditengah diantara
saluran sekunder. Saluran primer ini membuang total volume
buangan air ke sungai terdekat (body of water). Karena saluran primer
ini tidak menerima air buangan langsung dari saluran tersier, maka
lahan disamping saluran primer ini selebar 100 m tidak
diperuntukkan untuk lahan perkebunan dan hanya diperuntukkan
sebagai lajur hijau (green belt). Penanganan serupa juga dilakukan
pada lahan di kiri dan kanan di sepanjang sungai yang perlu
dipertahankan sebagai green belt dengan lebar 200 m. Apa yang
dijumpai di lapangan adalah perkebunan kelapa sawit dibuka hingga
sepanjang kiri dan kanan saluran pembuang utama dan sepanjang
sungai. Hal ini memerlukan perhatian khusus karena merupakan
perkebunan masyarakat dan sebagiannya lagi diusahakan oleh
korporasi.
Di lapangan juga dijumpai saluran pembuang utama (saluran
transport) yang dibangun memisahkan lahan perkebunan dan hutan
konservasi atau dibangun tidak sentris karena dibangun di pinggir
lahan perkebunan. Dengan kondisi demikian, maka lahan hutan
konservasi juga mengalami penurunan muka air tanah karena adanya
saluran pembuang
utama tersebut dan selanjutnya hutan konservasi mengalami
kerusakan akibat menurunnya elevasi muka air tanah di lahan hutan
lindung tersebut. Dengan kondisi demikian maka sebelum
melangkah pada Tahap Menengah pengelolaan lahan Rawa Tripa
yaitu penerapan sistem tata air dengan mengenalkan canal blocking,
semua layout sistem saluran yang ada akan dilakukan evaluasi dan
direview ulang untuk melihat kelebihan dan kekurangannya demi
penyempurnaan.
Sebagian besar saluran yang sudah dibuat merupakan saluran tanah
dengan kemiringan talud 1H:5V yang terlihat terlalu terjal sehingga
banyak dijumpai kelongsoran tebing yang menyebabkan sedimentasi
di saluran. Dimensi saluran yang dibuat juga terlihat over capacity
karena dari hasil perhitungan modulus pembuang menujukkan
bahwa debit saluran kolektor hanya sebesar 0,217 m3/det. Dengan
tidak dijumpainya bangunan pengatur debit maka pada saat debit
buangan yang besar menyebabkan kecepatan di saluran juga menjadi
besar dan melebihi batas kecepatan aliran yang diizinkan untuk
saluran tanah, yaitu kecepatan maksimum 0,5 m/det. Sebagian pias
saluran terlihat kurang terawat dengan banyaknya tumbuhan air yang
dapat mengurangi kapasitas aliran sehingga dapat mengganggu
proses pengeringan lahan. Disamping layout sistem saluran yang perlu
ditinjau ulang, dimensi saluran juga perlu ditinjau kembali dengan
menerapkan kaidah-kaidah hidrolika terapan.
Kemungkinan pengelolaan sistem saluran tidak sentris, blok lahan
dikelilingi saluran, dimensi saluran yang terlalu besar yang dilakukan
oleh korporasi adalah menyangkut pertimbangan produksi kelapa
sawit dari gangguan binatang liar atau pencurian oleh pihak yang
tidak bertanggung-jawab. Kalau hal demikian memang perlu dipertim-
bangkan dan sistem saluran sudah dibangun, maka perlu adanya
perbaikan dan penyesuaian jenis konstruksi hidrolis pada konstruksi
yang sudah dibangun, misalnya dengan melakukan penyempitan
saluran pada bagian tetentu tanpa merubah konstruksi saluran secara
keseluruhan.
Rawa Tripa merupakan rawa lebak yaitu rawa yang tidak dipengaruhi
oleh aliran akibat pasang surut air laut yang berarti aliran air hanya
bergerak ke satu arah dari hulu ke hilir. Untuk kondisi yang demikian
maka konstruksi bangunan air yang akan dibangun adalah bangunan
pelimpah baik pelimpah ambang tipis maupun pelimpah ambang lebar.
Pintu apung otomatis dapat juga dibangun pada kondisi ini apabila
memang layak ditinjau dari ketersediaan dana pembangunannya.
Material yang baik digunakan untuk konstruksi adalah yang terbuat
dari fiber resin dimana materialnya ringan dan tahan korosi.
Konstruksi pelimpah ambang tipis, pelimpah ambang lebar dan
bangunan pintu apung otomatis dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Skema Bangunan Pelimpah dan Pintu
Apung Otomatis
(Sumber : Hasil Kajian 6 Tim SERT Universitas Syiah Kuala,
2013)

Sebagai dasar pertimbangan untuk membangun konstruksi canal


blocking adalah diperlukan material ringan dan tahan korosi karena
konstruksi diletakkan pada tanah dengan daya dukung rendah dan
air berkadar besi yang relatif tinggi. Konstruksi canal blocking akan
dibuat tipe pelimpah ambang tipis dengan menggunakan material
dari sheetpile yang terbuat dari plastik. Karakteristik sheetpile plastik
adalah sebagai berikut:
1. Kuat dan tahan terhadap perubahan cuaca;
2. Ringan dan mudah pengerjaannya; dan
3. Mudah atau tanpa perawatan yang berarti.
Dalam pemancangan sheetpile perlu diingat bahwa lebar sheetpile
perlu ditambahkan masing-masing 1.0 m di kiri dan kanan tebing
saluran dan dipancang hingga masuk ke dalam tanah 2.0 m dan 1.0
m nampak di atas tanah, sehingga panjang individual sheetpile adalah
3.0 m. Untuk jelasnya mengenai konstruksi kanal blocking
menggunakan sheetpile plastik dapat dilihat pada Gambar 3.

E. Garis Besar Komponen Rencana Kegiatan


1. Kesesuaian Lokasi Rencana Kegiatan dengan Tata Ruang
Secara yuridis formal, TPSF belum ditetapkan sebagai ekosistem
lindung, walaupun dari aspek geofisik telah memenuhi kriteria yang
ditentukan dalam ketentuan perundang- undangan untuk ditetapkan
sebagai ekosistem lindung. Dalam areal rencana ekosistem TPSF
terdapat penguasaan tanah dengan status HGU oleh perusahaan
perkebunan. Secara yuridis formal, semua HGU yang berada dalam
TPSF telah mendaftarkan HGU pada Kantor Pertanahan setempat,
tetapi atas areal HGU masih terdapat sengketa- sengketa dengan
warga masyarakat karena dalam areal HGU terindikasi adanya lahan-
lahan warga dan belum mendapat penyelesaian.
460 | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION
AND MANAGEMENT OF THE TRIPA PEAT-SWAMP
FOREST

Gambar 3. Konstruksi Canal Blocking Sheetpile


Plastik
(Sumber : Hasil Kajian 6 Tim SERT Universitas
Syiah Kuala, 2013)

Berdasarkan hasil kajian Tim SERT Universitas Syiah Kuala (Kajian 3)


dijelaskan bahwa pada areal rencana kegiatan terdapat tanah Hak
Guna Usaha yang dipunyai oleh paling tidak 5 (lima) perusahaan
perkebunan, yaitu;

1. PT. Kalista Alam yang mempunyai tiga bidang HGU; yang terdiri atas;
a. HGU dengan luas areal 301.41 Ha, berada di Desa Pulo Ie
Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya, sertifikat
Nomor 00012 tanggal 9 September 1996, yang berlaku sampai
dengan 31 Desember 2015.
b. HGU dengan luas 818,00 Ha berada di Desa Pulo Ie Kecamatan
Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya, sertifikat Nomor 00026
tanggal 23 Januari 1998, yang berlaku sampai dengan 31
Desember 2032.
c. HGU dengan luas 5.769,00 Ha berada di Desa Pulo Kruet dan
Desa Alue Bateung Brok Kecamatan Darul Makmur Kabupaten
Nagan Raya, sertifikat Nomor 00027 tanggal 23 Januari 1998,
yang berlaku sampai dengan 31 Desember 2032.
2. PT. Gelora Sawita Makmur yang mempunyai HGU atas tanah
seluas 8.604,80 Ha berada di Desa Pulo Kruet Kecamatan Darul
ANALISIS DAMPAK
LINGKUNGAN| 461
Makmur Kabupaten Nagan Raya, sertifikat nomor 00005 tanggal 2
September 1994, berlaku sampai dengan 31 Desember 2028
3. PT. Agra Para Citra (PT. Astra Agro Lestari /PT. Surya Panen
Subur), yang mempunyai 2 (dua) bidang HGU, yaitu:
a. HGU atas tanah seluas 7.877,00 Ha berada di Desa Pulo Kruet
Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya, sertifikat
nomor 00025 tanggal 6 Desember 1997, berlaku sampai
dengan 21 Juli 2032.
b. HGU atas tanah seluas 5.080,00 Ha berada di Desa Pulo Kruet
Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya, sertifikat
nomor 00034 tanggal 19 April 1999, berlaku sampai dengan 10
Desember 2033.
4. PT. Cemerlang Abadi yang mempunyai HGU atas tanah seluas 7.516
Ha, berada di Desa Babah Rot Kecamatan Babah Rot Kabupaten
Aceh Barat Daya, SK Nomor 45/HGU/DA/87 tanggal 7 November
1987, berlaku sampai dengan 31 Desember 2017.
5. PT. Dua Perkasa Lestari yang mempunyai HGU atas tanah seluas
2.599 Ha berada di Desa Ie Mirah Kecamatan Babah Rot
Kabupaten Aceh Barat Daya, sertifikat nomor 0002 tanggal 29 Juni
2009, berlaku sampai dengan 7 Mei 2044.

2. Uraian Mengenai Komponen Rencana Kegiatan yang dapat


Menimbulkan Dampak Lingkungan
Kegiatan yang akan dilaksanan pada Rencana Rehabilitasi Lahan dan
Pembangunan Canal Blocking di Ekosistem Hutan Gambut Rawa
Tripa (TPSF) ini dikelompokkan ke dalam 3 tahap yaitu tahap pra
konstruksi, tahap konstruksi, dan tahap operasi.
a. Tahap prakonstruksi terdiri atas (1) Perencanaan dan Survei
penentuan lokasi, (2) Perizinan, (3) Penetapan dan Pembebasan
lahan.
b. Tahap konstruksi meliputi: (1) Penerimaan tenaga kerja
konstruksi, (2) Mobilisasi peralatan & material, (3) Pekerjaan
Konstruksi meliputi: penataan lahan berupa pekerjaan galian dan
timbunan (Cut and Fill), Pembangunan bangunan Utama,
Pembangunan bangunan pendukung/pelengkap, Finishing,
Pelepasan tenaga kerja konstruksi, dan Demobilisasi peralatan.
c. Kegiatan pada Tahap operasi meliputi (1) Pengoperasian dan (2)
Pemeliharaan.

3. Tahap Prakonstruksi
a. Perencanaan dan Survai, kegiatan ini meliputi pengukuran rona
lingkungan awal terhadap komponen lingkungan di sekitar
lokasi kegiatan dan penentuan batas, serta menelusuri data
topografi lahan yang akan digunakan untuk keperluan
perencanaan.
b. Perizinan, kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah
pengurusan perizinan dan koordinasi dengan instansi
pemerintahan yang terkait sebelum dilakukannya rencana
kegiatan ini.
c. Penetapan dan Pembebasan lahan, lokasi rencana kegiatan
terdapat penguasaan tanah dengan status HGU oleh 5 (lima)
perusahaan perkebunan. Secara yuridis formal, semua HGU
yang berada dalam TPSF telah mendaftarkan HGU pada Kantor
Pertanahan setempat, tetapi atas areal HGU masih terdapat
sengketa-sengketa dengan warga masyarakat karena dalam
areal HGU terindikasi adanya lahan-lahan warga dan belum
mendapat penyelesaian sehingga diperlukan penetapan dan
pembebasan lahan untuk kegiatan ini.

4. Tahap konstruksi
a. Penerimaan Tenaga Kerja Konstruksi, kegiatan konstruksi akan
membutuhkan 53 orang tenaga kerja yang terdiri dari 24
orang tenaga ahli berpengalaman (skilled) dan 29 orang
tenaga kerja tanpa keahlian (un-skilled). Untuk kebutuhan
tenaga kerja konstruksi ini, akan menggunakan penduduk lokal
yang sesuai dengan persyaratan. Uraian kebutuhan tenaga kerja
konstruksi ini ditabulasikan
pada Tabel 2. Kegiatan ini diperkirakan akan menimbulkan
dampak terhadap persepsi masyarakat.

Tabel 2. Kebutuhan Tenaga Kerja Konstruksi

N Spesialisa Jumlah Asal


o.
1 Tenaga ahli si (orang) Pekerja
a. berpengalaman
Operator peralatan 3 Kontrakto
b. berat
Engineer 5 r
Kontrakto
c. Surveyor (juru 4 r
Kontrakto
d. ukur) kenderaan
Sopir 5 r
Kontrakto
e. berat
Drainage cheker 3 rKontrakto
f. Tenaga Medis 2 r
Kontrakto
g. Safety 2 r
Kontrakto
Sub- 24 r
2 Tenaga ahli tanpa keahlian
a Tukang 10 Lokal
.b Helper 10 Lokal
. Sopir kenderaan
c 2 Lokal
. Office Boy
d 2 Lokal
.e (Pesuruh)
Security 4 Lokal
. Sub- 29
total
Tot 53
al
Sumber : Perkiraan Tim Penyusun, 2013

b. Mobilisasi peralatan & material, selama dilakukan pekerjaan


konstruksi, akan ada kegiatan mobilisasi tenaga kerja dan
peralatan utama, serta peralatan pendukung konstruksi
lainnya. Peralatan konstruksi yang akan digunakan dan
komponennya akan didatangkan melalui pelabuhan laut Aceh
Barat yang berada
+ 50 km dari lokasi kegiatan dan akan didatangkan melalui
jalan Negara Meulaboh Tapaktuan menggunakan trailer/truck.
Jalan Negara Meulaboh Tapaktuan umumnya termasuk jalan
kelas II dengan muatan sumbu terberat (MST) 8 ton, sehingga
jika digunakan trailer bersumbu 6 maka total beban yang
disyaratkan agar tidak merusak ruas jalan adalah < 48 ton.
Pengangkutan bahan- bahan pendukung lainnya ke lokasi
menggunakan jalan kabupaten yang ada di sekitar lokasi.
Peralatan pendukung untuk kegiatan konstruksi ditabulasikan
pada Tabel 3.

Table 3. Peralatan Pendukung untuk Kegiatan Konstruksi

No. Nama Peralatan Jumlah


1 Backhoe (unit)2
2 Bulldozer 3
3 Dump Truck 2
4 Light Truck 5
5 Motor Grader 2
6 Trailer 1
Sumber : Perkiraan Tim Penyusun, 2013
c. Pembangunan dan operasional Basecamp, basecamp
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan administrasi dan
akomodasi pekerja di lapangan. Basecamp akan dibangun di
sekitar lokasi kegiatan. Kegiatan operasional ini diperkirakan
akan menimbulkan dampak penurunan kualitas air dan
gangguan terhadap biota perairan.
d. Pekerjaan Konstruksi meliputi penataan lahan berupa pekerjaan
penggalian pondasi dan timbunan (Cut and Fill), saluran,
pembangunan bangunan Utama, Pembangunan bangunan
pendukung/pelengkap, dan Finishing.
1) Penggalian pondasi dan timbunan (Cut and Fill), kegiatan ini
dilakukan untuk mempersiapkan pembangunan pondasi,
saluran canal blocking, penataan lahan pembibitan, dan
diikuti dengan penimbunan.
2) Pembangunan bangunan Utama, kegiatan ini merupakan
pekerjaan perakitan dan pemasangan canal blocking yang
terbuat dari plastic dan telah dibuat secara ex-situ.
Konstruksi canal blocking adalah diperlukan material ringan
dan tahan korosi karena konstruksi diletakkan pada tanah
dengan daya dukung rendah dan air berkadar besi yang
relatif tinggi. Proses ini dilakukan secara otomatis dengan
menggunakan dengan menggunakan manual tangan yang
menggabungkan antara canal dan pintunya dengan
peralatan pendukungnya.
3) Pembangunan bangunan pendukung/pelengkap, kegiatan ini
merupakan pekerjaan pemabangunan bangunan pelengkap
seperti Bangunan Pelimpahdan Pintu Apung Otomatis, area
pembibitan, dan lainnya. Pekerjaan ini melibatkan pekerjaan
sipil. Kegiatan sipil ini diperkirakan akan menimbulkan
dampak penurunan kualitas air dan gangguan terhadap flora
dan fauna. Selanjutnya dampak tersebut diperkirakan akan
menimbulkan dampak turunan berupa gangguan biota
perairan.
4) Finishing, Tahap ini merupakan tahap akhir dari pekerjaan
pembangunan dimana pekerjaannya difokuskan kepada
kegiatan untuk melengkapi kegiatan-kegiatan yang telah
dilakukan termasuk penghalusan pekerjaan bangunan,
penataan area pembibitan , dan merapikan halaman/area
kegiatan.
e. Pelepasan tenaga kerja konstruksi, setelah masa konstruksi
selesai, pekerja akan berhenti sesuai dengan kontrak kerjanya.
f. Demobilisasi peralatan, setelah masa konstruksi selesai,
peralatan konstruksi yang digunakan dikeluarkan dari areal
kegiatan. Sebahagian peralatan berat lainnya seperti bulldozer
dan backhoe diangkut melalui jalan Negara Meulaboh
Tapaktuan menggunakan trailer/truck.

5. Tahap Operasi
a. Penerimaan tenaga kerja operasional, Berdasarkan kondisi, maka
kebutuhan tenaga kerja dapat sebanyak 27 orang dengan
rincian seperti ditabulasikan pada Tabel 4. Kebutuhan tenaga
kerja akan disuplai dari masyarakat lokal sebagai bagian dari
program rehabilitasi TPSF yang berbasis mayarakat.
Tabel 4. Kebutuhan Tenaga Kerja Tahap Operasi

N Posisi Jumlah
o.
1 Koordinator Pelaksana 1
2 Petugas Pembibitan 10
3 Petugas Pemeliharaan Tanaman 10
4 Operator Canal Blocking 3
5 Security 3
Total 27
Sumber : Perkiraan Tim Penyusun (2013)

b. Pengoperasian kegiatan Rehabilitasi Lahan dan Canal Blocking


dilakukan dengan proses sebagai berikut:
a. Canal Blocking, Pengoperasian meliputi kegiatan pengechekan
aliran saluaran dan buka tutup pintu canal sesuai SOP yang
disusun.
b. Rehabilitasi Lahan, dilakukan dengan metode (a) teknik
Agroforestry, (b) Pola Perhutanan Sosial, (c) Pola
Pembangunan Hutan Tanaman Penghasil HHBK dan/atau (d)
Pola Pembangunan Hutan Tanaman Jenis Kayu Industri

6. Keterkaitan Kegiatan dengan Kegiatan Lain di Sekitarnya


Kegiatan rehabilitasi dan pembangunan canal blocking di daerah TPSF
dapat dilakukan bersama antara pemerintah, pihak perusahan HGU
yang ada dalam lokasi, dan masyarakat setempat serta bisa
melibatkan lembaga swadaya masyarakat/NGO. Hal ini sangat penting
karena di lokasi TPSF dan lokasi di sekitar rencana kegiatan
terdapat perumahan masyarakat dan kegiatan industry perkebunan
yang dilakukan oleh paling tidak 5 (lima) perusahaan perkebunan,
yaitu: PT. Kalista Alam; PT. Gelora Sawita Makmur; PT. Agra Para Citra
(PT. Astra Agro Lestari /PT. Surya Panen Subur), PT. Cemerlang Abadi;
dan PT. Dua Perkasa Lestari.

III. DAMPAK LINGKUNGAN YANG DITIMBULKAN DAN


UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP SERTA
UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP

Rencana Rehabilitasi Lahan dan Pembangunan Canal Blocking di


Ekosistem Hutan Gambut Rawa Tripa (TPSF) akan menimbulkan
berbagai dampak, baik positif maupun negatif terhadap komponen
lingkungan. Kegiatan yang menjadi sumber dampak dari rencana
kegiatan tersebut diidentifikasikan menggunakan bagan alir vertikal.
Bagan alir tersebut menunjukkan terjadinya dampak yang diakibatkan
oleh komponen-komponen rencana kegiatan, baik pada tahap pra-
konstruksi, konstruksi, dan operasi. Berikut ini diuraikan beberapa
dampak yang akan timbul pada berbagai tahapan kegiatan agar
dapat diupayakan program pengelolaan dan pemantauannya sehingga
kegiatan ini akan member manfaat yang lebih besar dan
meminimalisasikan dampak negatif terutama bagi masyarakat di
sekitar kegiatan.

A. Dampak Lingkungan yang Ditimbulkan Rencana Usaha


dan/atau Kegiatan

Tahap Prakonstruksi
1. Dampak Sikap dan Persepsi Masyarakat terhadap Kegiatan
Perencanaan dan Survai Pendahuluan
a. Sumber Dampak, kegiatan perencanaan dan survai.
b. Jenis Dampak, Dampak yang timbul berupa timbulnya
keresahan terhadap kemungkinan penggunaan lahan sehingga
akan berdampak terhadap kehidupan mereka. Dampak lainnya
adalah harapan mendapatkan pekerjaan dan adanya sikap dan
persepsi masyarakat baik positif maupun negatif. Persepsi
negatif akan timbul apabila masyarakat setempat tidak
dilibatkan dalam survey, sementara persepsi positif akan
timbul apabila banyak masyarakat dilibatkan dalam survey
sebagai pekerja pembantu survey.
c. Besaran Dampak, Persepsi masyarakat tersebut dialami selama
6 bulan selama survey berlangsung di lokasi rencana kegiatan.
2. Dampak Sikap dan Persepsi Masyarakat terhadap Penerbitan
Perizinan
a. Sumber Dampak, kegiatan pengusulan dan penerbitan perizinan.
b. Jenis Dampak, Dampak yang timbul berupa timbulnya
keresahan terhadap penerbitan perizinan penggunaan lahan
sebagai areal TPSF baik positif maupun negatif. Persepsi
negatif akan timbul apabila masyarakat setempat tidak
menguntungkan, sementara persepsi positif akan timbul
apabila kegiatan tersebut banyak bermanfaat bagi kehidupan
masyarakat.
c. Besaran Dampak, Persepsi masyarakat tersebut dialami selama
6 bulan selama proses pengusulan dan penerbitan izin
berlangsung.
3. Dampak Sikap dan Persepsi Masyarakat terhadap Rencana
Pemanfaatan Lahan
a. Sumber Dampak, persiapan lahan untuk kegiatan rehabilitasi dan
pembangunan
Canal Blocking.
b. Jenis Dampak, adanya sikap dan persepsi masyarakat baik
positif maupun negatif dalam menduga nilai ganti rugi yang
bakal diterima.
c. Besaran Dampak, ada beberapa kelompok masyarakat yang
memiliki lahan yang terkena lokasi kegiatan.
d. Keterangan, Hasil Studi Tim SERT Universitas Syiah Kuala
menunjukkan bahwa disamping lahan dikuasai oleh masyarakat
juga terdapat 5 perusahaan perkebunan pemegang HGU yang
berada dalam ekosistem tersebut, yaitu: (1) PT. Kalista Alam,
(2) PT. Gelora Sawita Makmur, (3) PT. Cemerlang Abadi, (4) PT.
Agra Para Citra (PT. Astra Agro Lestari/PT. Surya Panen Subur-2)
dan (5) PT. Dua Perkasa Lestari, dengan total luas arealnya
sekitar 38.565 ha.

Tahap Konstruksi
1. Dampak Persepsi Negatif/Positif pada Kesempatan Kerja
a. Sumber Dampak, penerimaan tenaga kerja konstruksi unskilled
dan skilled untuk rencana kegiatan.
b. Jenis Dampak, adanya sikap dan persepsi masyarakat baik
positif maupun negatif. Persepsi negatif akan timbul apabila
masyarakat setempat tidak diterima bekerja, sementara
persepsi positif akan timbul apabila banyak masyarakat
diterima sebagai pekerja.
c. Besaran Dampak, kegiatan konstruksi akan membutuhkan 53
orang tenaga kerja yang terdiri dari 24 orang tenaga ahli
berpengalaman (skilled) dan 29 orang tenaga kerja tanpa
keahlian (un-skilled). Untuk kebutuhan tenaga kerja konstruksi
ini, akan menggunakan penduduk lokal yang sesuai dengan
persyaratan.
d. Keterangan, tenaga kerja akan direkrut oleh kontraktor
pelaksana rencana kegiatan ini.
2. Dampak Penurunan Kualitas Udara dan Kebisingan akibat
Operasi Alat Berat Konstruksi
a. Sumber Dampak, kegiatan rehabilitasi lahan dan konstruksi
bangunan Canal Blocking yang meliputi penataan lahan
pembibitan dan aliran canal berupa pekerjaan galian dan
timbunan (Cut and Fill), pembangunan bangunan Utama,
pembangunan bangunan pendukung/pelengkap, dan mobilisasi
truck pengangkut tanah galian.
b. Jenis Dampak, Penurunan kualitas udara berupa debu dan gas
emisi (CO, SO2, dan NOx), serta kebisingan dari alat berat yang
digunakan.
c. Besaran Dampak, pengoperasian alat berat pada jam kerja (8
jam per hari) secara kontinyu.
d. Keterangan, Rona awal kualitas udara di sekitar lokasi
menunjukkan bahwa semua parameter uji masih berada di
bawah baku mutu lingkungan.
3. Dampak Penurunan Kualitas Air
a. Sumber Dampak, kegiatan penataan lahan berupa pekerjaan
galian dan timbunan (Cut and Fill) yang akan menghasilkan air
berlumpur, terutama pada saat musim hujan akan mengalir
melalui drainase dan operasional basecamp.
b. Jenis Dampak, Penurunan kualitas air pada badan air di lokasi
pembangunan terutama pada saat musim hujan.
c. Besaran Dampak, dampak ini terjadi pada lokasi pembangunan
tepat pada lokasi penggalian.
d. Keterangan, Rona awal kualitas air di sekitar lokasi
menunjukkan bahwa semua parameter uji masih berada di
bawah baku mutu lingkungan.
4. Dampak Gangguan Lalu Lintas terhadap Mobilisasi Alat Berat
pengangkut Bahan Material Konstruksi
a. Sumber Dampak, pengangkutan bahan material konstruksi dan
peralatan berat seperti bulldozer dan backhoe, yang
menggunakan jalan Negara Meulaboh Tapaktuan
menggunakan trailer/truck.
b. Jenis Dampak, gangguan lalu lintas pada saat mobilisasi
demobilisasi alat berat dan material konstruksi, serta
gangguan lalu lintas yang dapat menyebabkan lambannya lalu
lintas karena trailer bergerak dengan kecepatan maksimum 30
km/jam.
c. Besaran Dampak, dampak ini terjadi pada lokasi jalan yang
dilalui kenderaan merupakan jalan yang padat/ramai yaitu
jalan Raya Negara Meulaboh Tapaktuan.
d. Keterangan, Rona awal kondisi jumlah kenderaan di sekitar
lokasi menunjukkan bahwa kenderaan bermotor yang paling
besar adalah sepeda motor (202 314 unit), mobil (23 41
unit), bus/truck (11 47 unit).
Tahap Operasi

1. Persepsi Masyarakat terhadap Tenaga Kerja Operasional


a. Sumber Dampak, penerimaan tenaga kerja operasional untuk
menjalankan kegiatan operasional lahan pembibitan dan
pemeliharaan Canal Blocking.
b. Jenis Dampak, adanya sikap dan persepsi masyarakat baik
positif maupun negatif. Persepsi negatif akan timbul apabila
dalam menjalankan kegiatan tidak merekrut masyarakat
setempat sebagai tenaga kerja.
c. Besaran Dampak, kegiatan operasional akan membutuhkan 27
orang tenaga kerja. Untuk kebutuhan tenaga kerja operasi ini,
akan direkrut tenaga kerja dari masyarakat lokal sesuai dengan
kemampuan yang dibutuhkan.
d. Keterangan, 80% tenaga kerja yang direkrut berasal dari tenaga kerja
lokal.
2. Dampak Pengoperasian Rehabilitasi Lahan dan Canal Blocking:
a. Sumber Dampak, operasional Rehabilitasi Lahan dan Canal
Blocking.
b. Jenis Dampak, kematian tanaman, kasus kebakaran hutan yang
terjadi, dan kekeringan di sekitar lokasi kegiatan.
c. Besaran Dampak, rehabilitasi lahan dan Canal Blocking yang
dibangun akan dapat mengatur sistem sirkulasi dan
penggunaan air di area sekitar TPSF sehingga dapat
mengurangi kematian tanaman, berkurangnya kasus kebakaran
hutan yang terjadi, dan dapat mencegah terjadinya kekeringan
di sekitar lokasi kegiatan.
d. Keterangan, Rona awal kualitas air di sekitar lokasi menunjukkan
bahwa saat ini kematian tanaman meningkat, sering terjadinya
kasus kebakaran hutan, dan sering terjadinya kekeringan di
sekitar lokasi kegiatan.
Dampak lingkungan yang ditimbulkan rencana usaha dan/atau
kegiatan secara rinci dirangkumkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Matriks dampak lingkungan yang akan terjadi pada


rencana kegiatan Rehabilitasi Lahan dan Pembangunan
Canal Blocking di Ekosistem TPSF

N Sumber Jenis Besaran Keteran


o Dampak Dampak Dampak gan
1 Tahap Pra-
a. kegiatan Dampak Persepsi
Sikap dan masyaraka
perencanaan dan Persepsi t tersebut
survey Masyarakat dialami
Dampak selama 6
yang timbul bulan
berupa selama
timbulnya survey
keresahan berlangsun
terhadap g di lokasi
kemungkinan rencana
penggunaan kegiatan
lahan yang
akan
berdampak
terhadap
kehidupan
mereka.
Dampak
lainnya
adalah
harapan
mendapatka
n pekerjaan
dan adanya
sikap dan
persepsi
masyarakat
baik positif
N Sumber Jenis Besaran Keteran
o Dampak Dampak Dampak gan
survey,
sementara
persepsi
positif akan
timbul
apabila
banyak
masyarakat
b Pengusulan dilibatkan
Dampak Persepsi
. dan Sikap dan masyaraka
penerbitan Persepsi t tersebut
perizinan Masyarakat. dialami
Dampak selama 6
dapat bulan
bersifat selama
positif proses
maupun pengusula
negatif. n dan
Persepsi penerbitan
negatif akan izin
timbul berlangsun
apabila g.
masyarakat
setempat
tidak
menguntungk
an,
c. Persiapan lahan Dampak Ada Disampin
untuk kegiatan Sikap dan beberapa g lahan
rehabilitasi dan Persepsi kelompok dikuasai
pembangunan Masyarakat masyaraka oleh
Canal Blocking Adanya sikap t yang masyarak
dan persepsi memiliki at juga
masyarakat lahan yang terdapat
baik positif terkena 5
maupun lokasi perusaha
negatif dalam kegiatan. an
menduga perkebun
nilai ganti an
rugi yang pemegan
bakal g HGU
diterima. yang
berada
dalam
ekosistem
tersebut,
yaitu:
(1) PT.
Kalista
Alam, (2)
PT. Gelora
Sawita
Makmur,
(3) PT.
Cemerlan
g Abadi,
N Sumber Jenis Besaran Keteran
o Dampak Dampak Dampak gan
arealnya
sekitar
38.565
2 Tahap Konstruksi ha.
a Penerimaan Dampak Kegiatan Tenaga
. tenaga kerja Persepsi konstruksi kerja
konstruksi Negatif/Positif akan akan
unskilled dan pada membutuhk direkrut
skilled untuk Kesempatan an 53 orang oleh
rencana kegiatan. Kerja adanya tenaga kerja kontrakt
sikap dan yang terdiri or
persepsi dari 24 pelaksa
masyarakat orang na
baik positif tenaga ahli rencana
maupun berpengala kegiatan
negatif. man ini.
Persepsi (skilled) dan
negatif akan 29 orang
timbul tenaga kerja
apabila tanpa
masyarakat keahlian
setempat (un- skilled).
tidak diterima Untuk
bekerja, kebutuhan
sementara tenaga kerja
persepsi konstruksi
b Kegiatan Dampak Pengopera Rona awal
. rehabilitasi lahan Penurunan sian alat kualitas
dan konstruksi Kualitas berat pada udara di
bangunan Canal Udara dan jam kerja sekitar
Blocking yang Kebisingan (8 jam per lokasi
meliputi penataan akibat hari) menunjuk
lahan pembibitan Operasi Alat secara kan
dan aliran canal Berat kontinyu. bahwa
berupa pekerjaan Konstruksi semua
galian dan parameter
timbunan (Cut Penurunan uji masih
and Fill), kualitas berada di
pembangunan udara berupa bawah
bangunan Utama, debu dan gas baku
pembangunan emisi (CO, mutu
c Kegiatan Dampak Dampak ini Rona
. penataan lahan Penurunan terjadi pada awal
berupa pekerjaan Kualitas Air. lokasi kualitas
galian dan Penurunan pembangun air di
timbunan (Cut kualitas air an tepat sekitar
and Fill) yang pada badan pada lokasi lokasi
akan air di lokasi penggalian. menunju
menghasilkan air pembanguna kkan
berlumpur, n terutama bahwa
terutama pada pada saat semua
saat musim hujan musim hujan. paramete
akan mengalir r uji
d Pengangkutan Dampak dampak ini Rona
. bahan material Gangguan terjadi pada awal
konstruksi dan Lalu Lintas lokasi jalan kondisi
peralatan berat terhadap yang jumlah
470 | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION
AND MANAGEMENT OF THE TRIPA PEAT-SWAMP
FOREST

N Sumber Jenis Besaran Keteran


o Dampak Dampak Dampak gan
bulldozer dan Alat Berat kenderaan sekitar
backhoe, yang pengangkut merupakan lokasi
menggunakan Bahan jalan yang menunjuk
jalan Negara Material padat/ramai kan
Meulaboh Konstruksi yaitu jalan bahwa
Tapaktuan Raya Negara kenderaa
menggunakan Jenis Meulaboh n
trailer/truck. Dampak, Tapaktuan bermotor
gangguan yang
lalu lintas paling
pada saat besar
mobilisasi adalah
demobilisasi sepeda
alat berat motor
dan material (202
konstruksi, 314 unit),
serta mobil (23
gangguan 41 unit),
lalu lintas bus/truck
yang dapat (11 47
menyebabka unit).
3 Tahap Operasi
a Penerimaan Persepsi kegiatan 80%
. tenaga kerja Masyarakat operasional tenaga
operasional untuk terhadap akan kerja
menjalankan Tenaga Kerja membutuhk yang
kegiatan Operasional an 27 orang direkrut
operasional lahan Jenis berasal
pembibitan dan Dampak, tenaga dari
pemeliharaan adanya sikap kerja. tenaga
Canal Blocking. dan persepsi kerja
masyarakat Untuk local.
baik positif kebutuhan
maupun tenaga kerja
negatif. operasi ini,
Persepsi akan
negatif akan direkrut
timbul tenaga kerja
apabila dari
dalam masyarakat
menjalankan local sesuai
b Kegiatan Dampak Rehabilitasi Rona
. operasional terhadap lahan dan awal
Rehabilitasi Lahan tanaman, Canal kualitas
dan Canal kasus Blocking air di
Blocking kebakaran yang sekitar
hutan, dan dibangun lokasi
kekeringan akan dapat menunju
di sekitar mengatur kkan
lokasi sistem bahwa
kegiatan sirkulasi dan saat ini
Jenis penggunaan kematian
Dampak, air di area tanaman
menurunnya sekitar TPSF meningk
kematian sehingga at, sering
tanaman, dapat terjadiny
N Sumber Jenis Besaran Keteran
o Dampak Dampak Dampak gan
sekitar hutan yang Terjadiny
lokasi terjadi, dan a
kegiata dapat kekering
n. mencegah an di
terjadinya sekitar
kekeringan lokasi
di sekitar kegiatan
lokasi

B. Bentuk Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup


Rencana pengelolaan lingkungan hidup dimaksudkan untuk
meminimalkan dapak negatif yang terjadi, dan memaksimalkan
dampak positif. Pendekatan yang dilakukan dapat berupa
pendekatan teknologi, sosial-ekonomi-budaya dan institusi, antara
lain melalui pendekatan teknologi, pendekatan sosial-ekonomi-
budaya, dan pendekatan institusi.

1. Pendekatan Teknologi
Pengelolaan dampak lingkungan dengan pendekatan teknologi
dimaksudkan adalah mencari alternatif teknologi yang tepat yang
dapat diaplikasikan dalam meminimalkan dampak negatif terhadap
lingkungan. Pendekatan ini juga dapat dijabarkan dengan melakukan
penjaringan (screening), pemilihan kontraktor yang memiliki izin
usaha, pemilihan pengusaha galian C yang memilik izin usaha dan
dilengkapi oleh dokumen lingkungan.

2. Pendekatan Sosial Ekonomi dan Budaya


Pengelolaan dampak lingkungan dengan pendekatan sosial ekonomi
dan budaya yang ditempuh antara lain:

a. Melaksanakan program berbasis masyarakat dengan


memprioritaskan tenaga kerja lokal (setempat) sesuai
kemampuannya untuk dilibatkan dalam pekerjaan konstruksi;
b. Menjalin interaksi sosial yang harmonis dengan masyarakat
sekitar guna mencegah timbulnya konflik sosial; dan
c. Menghormati adat-istiadat setempat yang berlaku di dalam
lingkungan masyarakat sekitar kegiatan.

3. Pendekatan Institusi

Pendekatan institusi merupakan mekanisme kelembagaan yang akan


ditempuh pelaksana kegiatan dalam menanggulangi dampak penting
seperti berikut ini.
a. Kerjasama dengan instansi yang berkepentingan dan berkaitan
dengan pengelolaan lingkungan hidup.
b. Pengawasan terhadap hasil kerja untuk pengelolaan lingkungan
hidup oleh instansi yang berwenang.
c. Pelaporan hasil pengelolaan lingkungan hidup secara berkala
kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
C. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pengelolaan pada Tahap Prakonstruksi
1. Jenis Dampak : Sikap dan Persepsi Negatif/Positif terhadap
Kegiatan Perencanaan dan Survey Pendahuluan
a. Sumber Dampak : kegiatan perencanaan dan survey.
b.Tolok Ukur Dampak : Jumlah masyarakat yang resah terhadap
rencana kegiatan dan pandangan masyarakat baik positif
maupun negatif terhadap rencana kegiatan.
c. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup : Upaya yang dapat
dilakukan antara lain:
(1) Sosialisasi kepada masyarakat tentang tujuan dan manfaat
rencana kegiatan terhadap upaya rehabilitasi lahan
gambut dan manfaat positif dari rencana kegiatan.
(2) Meminta kepada tokoh masyarakat/tuha pheut gampong
secara persuasif agar ikut serta berpartisipasi memahami
program tersebut.
d.Lokasi Pengelolaan Lingkungan, Ekosistem TPSF
e.Instansi Pelaksana, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Pemerintah
Aceh
f. Pengawas, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Nagan
Raya, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Aceh
Barat Daya, Kantor Lingkungan Hidup dan Kebersihan (KLHK)
Kabupaten Nagan Raya, dan Kantor Lingkungan Hidup,
Kebersihan, dan Pertamanan (KLHKP) Kabupaten Aceh Barat
Daya.
g.Penerima Laporan, KLHK Kabupaten Nagan Raya, KLHKP
Kabupaten Aceh Barat Daya, dan Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan (Bapedal) Aceh.
2. Jenis Dampak : Sikap dan Persepsi Negatif/Positif terhadap
Kegiatan pengusulan dan penerbitan perizinan
a. Sumber Dampak : kegiatan pengusulan dan penerbitan perizinan.
b.Tolok Ukur Dampak : Jumlah masyarakat yang resah terhadap
terbitnya izin dan peraturan yang berkenaan dengan rencana
kegiatan dan pandangan masyarakat baik positif maupun
negatif terhadap rencana kegiatan.
c. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup : Upaya yang dapat
dilakukan antara lain:
(1) Sosialisasi kepada masyarakat tentang tujuan dan manfaat
rencana kegiatan terhadap upaya rehabilitasi lahan
gambut dan manfaat positif dari rencana kegiatan.
(2) Meminta kepada tokoh masyarakat/tuha pheut gampong
secara persuasif agar ikut serta berpartisipasi memahami
program tersebut.
d.Lokasi Pengelolaan Lingkungan, Ekosistem TPSF
e.Instansi Pelaksana, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Pemerintah
Aceh
f. Pengawas, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten
Nagan Raya, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten
Aceh Barat Daya, Kantor Lingkungan Hidup dan Kebersihan
(KLHK) Kabupaten Nagan Raya, dan Kantor Lingkungan Hidup,
Kebersihan, dan Pertamanan (KLHKP) Kabupaten Aceh Barat
Daya.
g.Penerima Laporan, KLHK Kabupaten Nagan Raya, KLHKP
Kabupaten Aceh Barat Daya, dan Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan (Bapedal) Aceh
3. Jenis Dampak : Sikap dan Persepsi Negatif/Positif terhadap
Kegiatan Rencana Pemanfaatan Lahan
a.Sumber Dampak : persiapan lahan untuk kegiatan rehabilitasi
dan pembangunan
Canal Blocking.
b.Tolok Ukur Dampak : Jumlah masyarakat yang resah terhadap
persiapan lahan untuk kegiatan rehabilitasi dan pembangunan
Canal Blocking dan pandangan masyarakat baik positif
maupun negatif terhadap ada tidakya ganti rugi yang bakal
diterima.
c. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup : Upaya yang dapat
dilakukan antara lain:
(1) Sosialisasi kepada masyarakat tentang tujuan dan manfaat
rencana kegiatan terhadap upaya rehabilitasi lahan
gambut dan manfaat positif dari rencana kegiatan.
(2) Melakukan ganti rugi lahan sesuai aturan yang berlaku dan
atas dasar kesepakatan bersama dengan masyarakat yang
lahannya terkena.
(3) Meminta kepada tokoh masyarakat/tuha pheut gampong
secara persuasif agar ikut serta berpartisipasi memahami
program tersebut.
d.Lokasi Pengelolaan Lingkungan, Ekosistem TPSF
e.Instansi Pelaksana, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Pemerintah
Aceh
f. Pengawas, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Nagan
Raya, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Aceh
Barat Daya, Kantor Lingkungan Hidup dan Kebersihan (KLHK)
Kabupaten Nagan Raya, dan Kantor Lingkungan Hidup,
Kebersihan, dan Pertamanan (KLHKP) Kabupaten Aceh Barat
Daya. Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Nagan
Raya, dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Aceh
Barat Daya
g.Penerima Laporan, BPN Aceh, KLHK Kabupaten Nagan Raya,
KLHKP Kabupaten Aceh Barat Daya, dan Badan Pengendalian
Dampak Lingkungan (Bapedal) Aceh
Pengelolaan pada Tahap Konstruksi
1. Jenis Dampak : Sikap dan Persepsi Negatif/Positif pada Kesempatan Kerja
a. Sumber Dampak : Penerimaan tenaga kerja konstruksi unskilled dan
skilled
untuk rencana kegiatan.
b.Tolok Ukur Dampak : Jumlah tenaga kerja lokal yang diterima
dan ada/tidak adanya konflik yang terjadi dengan penerimaan
tenaga kerja.
c. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup : Upaya yang dapat
dilakukan antara lain:
2. Sosialisasi kepada masyarakat tentang program rekruitmen
tenaga kerja sesuai dengan pengalaman bekerja (skilled) pada
rencana rehabilitasi lahan dan pembangunan Canal Blocking
(engineering). Tenaga unskilled diperlukan untuk pengalaman
bekerja dalam menjalankan pekerjaan kerumahtanggaan
kontraktor, seperti tukang masak, office boy, supir, keamanan,
dan lainnya.
3. Meminta kepada tokoh masyarakat/tuha pheut gampong agar ikut
serta berpartisipasi memahami program tersebut.
a.Lokasi Pengelolaan Lingkungan, Areal Ekosistem TPSF
b.Instansi Pelaksana, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Pemerintah
Aceh
c. Pengawas, Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Aceh
Barat Daya, Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Kabupaten Nagan Raya, KLHK Kabupaten Nagan Raya, dan
KLHKP Kabupaten Aceh Barat Daya.
d.Penerima Laporan KLHK Kabupaten Nagan Raya, KLHKP
Kabupaten Aceh Barat Daya, dan Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan (Bapedal) Aceh
4. Jenis Dampak : Penurunan Kualitas Udara dan Kebisingan akibat
Operasi Alat Berat Konstruksi
a.Sumber Dampak : kegiatan rehabilitasi lahan dan konstruksi
bangunan Canal Blocking yang meliputi penataan lahan
pembibitan dan aliran canal berupa pekerjaan galian dan
timbunan (Cut and Fill), pembangunan bangunan Utama,
pembangunan bangunan
pendukung/pelengkap, dan mobilisasi
truck pengangkut tanah galian.
b.Tolok Ukur Dampak : Baku Mutu udara ambient mengacu kepada :
(1) PP No. 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran
Udara,
(2) Permen LH No. 05 tahun 2006 tentang ambang
batas emisi gas buang kendaraan bermotor lama, dan
(3) Kepmen LH No. 48 tahun 1996 tentang baku mutu
kebisingan di lingkungan.
c. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup : Upaya yang dapat
dilakukan antara lain:
(1) Melakukan penyiraman jalan yang berdebu yang
dilewati oleh kenderaan proyek pengangkut material.
(2) Menggunakan peralatan berat yang
masih standart dan tidak
menggunakan peralatan berat yang telah berusia tua.
(3) Menutup bak mobil pengangkut tanah timbun
dengan menggunakan terpal.
d.Lokasi Pengelolaan Lingkungan, di sekitar areal (tapak) lokasi
pembangunan dan lintasan pengambilan bahan konstruksi dan
lokasi penimbunan sementara tanah timbun.
e. Instansi Pelaksana, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Pemerintah Aceh
f. Pengawas, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Nagan
Raya, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Aceh Barat
Daya, KLHK Kabupaten Nagan Raya, dan KLHKP Kabupaten
Aceh Barat Daya
g.Penerima Laporan, KLHK Kabupaten Nagan Raya, KLHKP
Kabupaten Aceh Barat Daya, dan Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan (Bapedal) Aceh

5. Jenis Dampak : Penurunan Kualitas Air


a.Sumber Dampak: Kegiatan penataan lahan berupa pekerjaan
galian dan timbunan (Cut and Fill) yang akan menghasilkan air
berlumpur, terutama pada saat musim hujan akan mengalir
melalui drainase dan operasional basecamp.
b.Tolok Ukur Dampak : Peningkatan kekeruhan dan kandungan
minyak lemak pada air saluran di lokasi dan laut.
c. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup : Upaya yang dapat
dilakukan antara lain:
(1) Membuat sediment trap dan oil trap pada selokan
di sekitar areal pembangunan dan penumpukan
sementara tanah timbun.
(2) Mengangkat timbunan tanah ke tempat yang
rendah yang jauh dari sumber air.
(3) Melengkapi WC septic tank in-situ yang diletakkan di
basecamp
d.Lokasi Pengelolaan Lingkungan, di sekitar areal (tapak) lokasi
pembangunan dan aliran drainase menuju ke laut di sekitar
ekosistem TPSP.
e.Instansi Pelaksana, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Pemerintah
Aceh
f. Pengawas, KLHK Kabupaten Nagan Raya, dan KLHKP Kabupaten
Aceh Barat Daya
g.Penerima Laporan, KLHK Kabupaten Nagan Raya, KLHKP
Kabupaten Aceh Barat Daya, dan Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan (Bapedal) Aceh.
6. Jenis Dampak : Gangguan Lalu Lintas terhadap Mobilisasi Alat
Berat pengangkut Bahan Material Konstruksi
a.Sumber Dampak : pengangkutan bahan material konstruksi
dan peralatan berat seperti bulldozer dan backhoe, yang
menggunakan jalan Negara Meulaboh Tapaktuan
menggunakan trailer/truck.
b.Tolok Ukur Dampak : Tidak terjadinya gangguan pada lalu
lintas karena mobilisasi alat berat pengangkut Bahan Material
Konstruksi.
c. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup : Upaya yang dapat
dilakukan antara lain:
(1) Menempatkan petugas pengatur lalulintas ketika
kenderaan pengangkut Bahan material konstruksi melintasi
di daerah yang rawan gangguan lalu lintas seperti di
persimpangan.
(2) Menempatkan rambu lalulintas di tempat yang rawan
gangguan lalu lintas seperti di persimpangan.
(3) Membawa Bahan Material Konstruksi dengan ikatan kuat
pada trailer dengan dipandu oleh Polisi Jalan Raya (PJR)
Polres Nagan Raya atau Dinas Perhubungan, Komunikasi,
dan Informasi Kabupaten Nagan Raya.
(4) Kecepatan kenderaan pengangkut bahan material
konstruksi sekitar 30 km/jam.
(5) Memberi teguran keras kepada pekerja yang lalai.
(6) Membatasi muatan pengangkutan bahan/material agar
tidak melebihi kapasitas muatan yang diperbolehkan.
d.Lokasi Pengelolaan Lingkungan, di persimpangan masuk
ekosistem TPSF.
e.Instansi Pelaksana, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Pemerintah
Aceh
f. Pengawas, Dinas Bina Marga Kabupaten Nagan Raya, Dinas
Perhubungan, Komunikasi, dan Informasi Kabupaten Nagan
Raya, KLHK Kabupaten Nagan Raya, dan KLHKP Kabupaten
Aceh Barat Daya
g.Penerima Laporan, KLHK Kabupaten Nagan Raya, KLHKP
Kabupaten Aceh Barat Daya, dan Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan (Bapedal) Aceh

Pengelolaan pada Tahap Operasi

1. Jenis Dampak : Persepsi masyarakat terhadap rekruitmen tenaga kerja


operasional
a.Sumber Dampak : penerimaan tenaga kerja operasional untuk
menjalankan kegiatan operasional lahan pembibitan dan
pemeliharaan Canal Blocking.
b.Tolok Ukur Dampak : Jumlah tenaga kerja lokal yang diterima
sebagai operator dan tenaga operasional kegiatan rehabilitasi
lahan dan pemeliharaan Canal Blocking dan ada/tidak adanya
konflik yang terjadi dengan penerimaan tenaga kerja.
c. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup : Upaya yang dapat
dilakukan antara lain:
(1) Sosialisasi kepada masyarakat tentang program
rekruitmen tenaga kerja untuk operator dibutuhkan
pengalaman bekerja (skilled) sementara sebagian lagi
merupakan tenaga yang tidak membutuhkan pengalaman
(unskilled) yang akan direkrut dari masyarakat setempat.
(2) Meminta kepada tokoh masyarakat/tuha pheut gampong
agar ikut serta berpartisipasi memahami program
tersebut.
d.Lokasi Pengelolaan Lingkungan, areal ekosistem TPSF.
e.Instansi Pelaksana, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Pemerintah
Aceh
f. Pengawas, Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Aceh
Barat Daya, Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Kabupaten Nagan Raya, KLHK Kabupaten Nagan Raya, dan
KLHKP Kabupaten Aceh Barat Daya
g.Penerima Laporan, KLHK Kabupaten Nagan Raya, KLHKP
Kabupaten Aceh Barat Daya, dan Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan (Bapedal) Aceh
2. Jenis Dampak : Dampak Pengoperasian Rehabilitasi Lahan dan
Canal Blocking
a. Sumber Dampak : Kegiatan operasional Rehabilitasi Lahan dan Canal
Blocking.
b.Tolok Ukur Dampak : penurunan kematian tanaman, penurunan
kasus kebakaran hutan yang terjadi, dan persentase
kekeringan lahan di sekitar lokasi kegiatan
c. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup : Upaya yang dapat
dilakukan antara lain:
(1) Penggunaan dan perawatan lahan hasil rehabilitasi;
(2) Melakukan perawatan dan perbaikan terjadwal bagi saluran
air, pintu air, dan canal blocking,
(3) Melakukan monitoring terjadwal terhadap pelaksanaan
operasional kegiatan,
(4) Sosialisasi dampak positif keberadaan canal blocking
dan pelaksanaan rehabilitasi lahan kepada masyarakat,
(5) Melakukan perawatan dan penanaman perpohonan sebagai
buffer kualitas lingkungan.
d.Lokasi Pengelolaan Lingkungan, di sekitar areal (tapak) Ekosistem
TPSF.
e.Instansi Pelaksana, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Pemerintah
Aceh
f. Pengawas, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Nagan
Raya, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Aceh Barat
Daya, KLHK Kabupaten Nagan Raya, dan KLHKP Kabupaten
Aceh Barat Daya
g.Penerima Laporan, KLHK Kabupaten Nagan Raya, KLHKP
Kabupaten Aceh Barat Daya, dan Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan (Bapedal) Aceh.

Bentuk Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup


Program pemantauan lingkungan hidup ditujukan untuk mencari
bahan evaluasi pengelolaan yang telah dilakukan, sehingga
pengelolaan yang dilakukan maksimal. Pendekatan ini juga dapat
dijabarkan dengan melakukan pemantauan yang didasarkan pada
dokumen lingkungan yang telah ada. Lebih lanjut, pendekatan upaya
pemantauan lingkungan yang dilakukan meliputi pendekatan ruang,
dimensi waktu, azas keterpaduan, dan jenis dampak.

Pendekatan Dimensi Ruang

Untuk mendapatkan hasil pemantauan yang sesuai dengan yang


diharapkan, maka ditetapkan lokasi pemantauannya dan melakukan
pendekatan berikut ini.
(1) Pendekatan Dimensi Waktu, dalam melaksanakan pemantauan
lingkungan yang bersifat dinamis, maka diperlukan pertimbangan
waktu, mengingat kondisi lingkungan dapat berubah setiap waktu;
(2) Pendekatan Azas Keterpaduan, dilakukan untuk mendapatkan
keterpaduan dalam perencanaan, evaluasi dan monitoring; dan
(3) Pendekatan Jenis Dampak, pemilihan jenis dampak yang dipantau
berdasarkan hasil prediksi dampak lingkungan yang akan timbul
akibat suatu aktifitas dan diadakan pengelolaan lingkungan yang
telah disusun terlebih dahulu. Pemantauan lingkungan yang
dilakukan mencakup dua kategori yaitu dampak negatif dan dampak
positif.

D. Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup


Pemantauan pada Tahap Prakonstruksi
1. Jenis Dampak : Sikap dan Persepsi Negatif/Positif terhadap
Kegiatan Perencanaan dan Survey Pendahuluan
a.Sumber Dampak : kegiatan perencanaan dan survey.
b.Tolok Ukur Dampak : Jumlah masyarakat yang resah terhadap
rencana kegiatan dan pandangan masyarakat baik positif
maupun negatif terhadap rencana kegiatan.
c. Metode Pemantauan Lingkungan Hidup :
(1) Wawancara, penyebaran kuestioner, dan
observasi data dari ketenagakerjaan;
(2) Hasilnya selanjutnya dievaluasi dan dibahas sehingga
mendapatkan kesimpulan.
d.Lokasi Pemantauan Lingkungan, pemukiman masyarakat di
sekitar Ekosistem TPSF
e.Periode Pemantauan Lingkungan, sekali setiap desa dan
kecamatan sebelum masa konstruksi dilakukan
f. Instansi Pelaksana, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Pemerintah
Aceh
g.Pengawas, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Nagan
Raya, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Aceh Barat
Daya, KLHK Kabupaten Nagan Raya, dan KLHKP Kabupaten Aceh
Barat Daya
h.Penerima Laporan, KLHK Kabupaten Nagan Raya, KLHKP
Kabupaten Aceh Barat Daya, dan Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan (Bapedal) Aceh
2. Jenis Dampak : Sikap dan Persepsi Negatif/Positif terhadap
Kegiatan pengusulan dan penerbitan perizinan
a. Sumber Dampak : kegiatan pengusulan dan penerbitan perizinan.
b.Tolok Ukur Dampak : Jumlah masyarakat yang resah terhadap
terbitnya izin dan peraturan yang berkenaan dengan rencana
kegiatan dan pandangan masyarakat baik positif maupun
negatif terhadap rencana kegiatan.
c. Metode Pemantauan Lingkungan Hidup :
(1) Wawancara, penyebaran kuestioner, dan observasi data
dari ketenagakerjaan;
(2) Hasilnya selanjutnya dievaluasi dan dibahas sehingga
mendapatkan kesimpulan.
d.Lokasi Pemantauan Lingkungan, pemukiman masyarakat di
sekitar Ekosistem TPSF.
e.Periode Pemantauan Lingkungan, sekali setiap desa dan
kecamatan sebelum masa konstruksi dilakukan
f. Instansi Pelaksana, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Pemerintah
Aceh
g.Pengawas, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Nagan
Raya, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Aceh Barat
Daya, KLHK Kabupaten Nagan Raya, dan KLHKP Kabupaten
Aceh Barat Daya
h.Penerima Laporan, KLHK Kabupaten Nagan Raya, KLHKP
Kabupaten Aceh Barat Daya, dan Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan (Bapedal) Aceh
3. Jenis Dampak : Sikap dan Persepsi Negatif/Positif terhadap
Kegiatan Rencana Pemanfaatan Lahan
a. Sumber Dampak : persiapan lahan untuk kegiatan rehabilitasi dan
pembangunan
Canal Blocking.
b.Tolok Ukur Dampak : Jumlah masyarakat yang resah terhadap
persiapan lahan untuk kegiatan rehabilitasi dan pembangunan
Canal Blocking dan pandangan masyarakat baik positif
maupun negatif terhadap ada tidakya ganti rugi yang bakal
diterima.
c. Metode Pemantauan Lingkungan Hidup :
(1) Wawancara, penyebaran kuestioner, dan observasi data
dari ketenagakerjaan;
(2) Hasilnya selanjutnya dievaluasi dan dibahas sehingga
mendapatkan kesimpulan.
d.Lokasi Pemantauan Lingkungan, pemukiman masyarakat di
sekitar Ekosistem TPSF.
e.Periode Pemantauan Lingkungan, sekali setiap desa dan
kecamatan sebelum masa konstruksi dilakukan
f. Instansi Pelaksana, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Pemerintah
Aceh
g.Pengawas, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Nagan
Raya, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Aceh Barat
Daya, KLHK Kabupaten Nagan Raya, dan KLHKP Kabupaten
Aceh Barat Daya
h.Penerima Laporan, KLHK Kabupaten Nagan Raya, KLHKP
Kabupaten Aceh Barat Daya, dan Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan (Bapedal) Aceh

Pemantauan pada Tahap Konstruksi


1. Jenis Dampak : Sikap dan Persepsi Negatif/Positif pada Kesempatan Kerja
a. Sumber Dampak : Penerimaan tenaga kerja konstruksi unskilled dan
skilled
untuk rencana kegiatan.
b.Tolok Ukur Dampak : Jumlah tenaga kerja lokal yang diterima
dan ada/tidak adanya konflik yang terjadi dengan penerimaan
tenaga kerja.
c. Metode Pemantauan Lingkungan Hidup :
(1) Wawancara, penyebaran kuestioner, dan observasi data
dari ketenagakerjaan;
(2) Hasilnya selanjutnya dievaluasi dan dibahas sehingga
mendapatkan kesimpulan.
d.Lokasi Pemantauan Lingkungan, pemukiman masyarakat di
sekitar Ekosistem TPSF.
e.Periode Pemantauan Lingkungan, sekali setiap desa dan
kecamatan sebelum masa konstruksi dilakukan
f. Instansi Pelaksana, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Pemerintah
Aceh
g.Pengawas, Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Aceh
Barat Daya, Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Kabupaten Nagan Raya, KLHK Kabupaten Nagan Raya, dan
KLHKP Kabupaten Aceh Barat Daya
h.Penerima Laporan, KLHK Kabupaten Nagan Raya, KLHKP
Kabupaten Aceh Barat Daya, dan Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan (Bapedal) Aceh.
2. Jenis Dampak : Penurunan Kualitas Udara Ambient dan Kebisingan
akibat Operasi Alat Berat Konstruksi
a.Sumber Dampak : kegiatan rehabilitasi lahan dan konstruksi
bangunan Canal Blocking yang meliputi penataan lahan
pembibitan dan aliran canal berupa pekerjaan galian dan
timbunan (Cut and Fill), pembangunan bangunan Utama,
pembangunan bangunan pendukung/pelengkap, dan mobilisasi
truck pengangkut tanah galian.
b.Tolok Ukur Dampak : Baku Mutu udara ambient mengacu kepada :
(1) PP No. 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran
Udara,
(2) Permen LH No. 05 tahun 2006 tentang ambang batas
emisi gas buang kendaraan bermotor lama, dan
(3) Kepmen LH No. 48 tahun 1996 tentang baku mutu kebisingan
di lingkungan.
c. Metode Pemantauan Lingkungan Hidup: Metode yang dapat
dilakukan dengan :
(1) Melakukan pengujian kualitas udara ambient dan kebisingan
secara in-situ
dan ex-situ (Laboratorium) dengan menggunakan peralatan
standar.
(2) Hasilnya selanjutnya dievaluasi dan dibahas sehingga
mendapatkan kesimpulan.
d.Lokasi Pemantauan Lingkungan, di sekitar areal (tapak) lokasi
pembangunan dan lintasan pengambilan bahan konstruksi dan
lokasi penimbunan sementara tanah timbun yang letaknya
dekat dengan pemukiman masyarakat.
e.Periode Pemantauan Lingkungan, selama 6 (enam) bulan
sekali selama masa konstruksi.
f. Instansi Pelaksana, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Pemerintah
Aceh
g.Pengawas, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Nagan
Raya, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Aceh Barat
Daya, KLHK Kabupaten Nagan Raya, dan KLHKP Kabupaten
Aceh Barat Daya
h.Penerima Laporan, KLHK Kabupaten Nagan Raya, KLHKP
Kabupaten Aceh Barat Daya, dan Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan (Bapedal) Aceh
3. Jenis Dampak : Penurunan Kualitas Air
a.Sumber Dampak : Kegiatan penataan lahan berupa pekerjaan
galian dan timbunan (Cut and Fill) yang akan menghasilkan air
berlumpur, terutama pada saat musim hujan akan mengalir
melalui drainase dan operasional basecamp.
b.Tolok Ukur Dampak : Peningkatan kekeruhan dan kandungan
minyak lemak pada air saluran, sungai, dan laut.
c. Metode Pemantauan Lingkungan Hidup : Metode yang dapat
dilakukan antara lain:
(1) Melakukan pengujian kekeruhan dan kandungan minyak
lemak pada air saluran, sungai, dan laut secara in-situ dan
ex-situ (Laboratorium) dengan menggunakan peralatan
standar.
(2) Hasilnya selanjutnya dievaluasi dan dibahas sehingga
mendapatkan kesimpulan.
d.Lokasi Pemantauan Lingkungan, di sekitar areal (tapak) lokasi
pembangunan dan aliran drainase menuju Sungai Krueng Tripa.
e.Periode Pemantauan Lingkungan, 6 (enam) bulan sekaliselama
konstruksi di sekitar areal (tapak) lokasi pembangunan di
sekitar air saluran menuju sungai dan laut di sekitar Ekosistem
TPSF.
f. Instansi Pelaksana, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Pemerintah
Aceh
g.Pengawas, KLHK Kabupaten Nagan Raya, dan KLHKP Kabupaten
Aceh Barat Daya
h.Penerima Laporan, KLHK Kabupaten Nagan Raya, KLHKP
Kabupaten Aceh Barat Daya, dan Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan (Bapedal) Aceh
4. Jenis Dampak : Gangguan Lalu Lintas terhadap Mobilisasi Alat
Berat pengangkut Bahan Material Konstruksi.
a.Sumber Dampak : pengangkutan bahan material konstruksi dan
peralatan berat seperti bulldozer dan backhoe, yang
menggunakan jalan Negara Meulaboh Tapaktuan
menggunakan trailer/truck.
b.Tolok Ukur Dampak : Tidak terjadinya gangguan pada lalu
lintas karena mobilisasi alat berat pengangkut Bahan Material
Konstruksi.
c. Metode Pemantauan Lingkungan Hidup : Metode yang dapat
dilakukan dengan :
(1) Wawancara, penyebaran kuestioner, dan observasi data
dengan masyarakat;
(2) Hasilnya selanjutnya dievaluasi dan dibahas sehingga
mendapatkan kesimpulan.
480 | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION
AND MANAGEMENT OF THE TRIPA PEAT-SWAMP
FOREST

d.Lokasi Pemantauan Lingkungan, di persimpangan masuk


Ekosistem TPSF yang berdekatan dengan pemukiman
masyarakat terdekat.
e.Periode Pemantauan Lingkungan, sekali di persimpangan masuk
Ekosistem TPSF.
f. Instansi Pelaksana, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Pemerintah
Aceh
g.Pengawas, Dinas Bina Marga Kabupaten Nagan Raya, Dinas
Perhubungan, Komunikasi, dan Informasi Kabupaten Nagan
Raya, KLHK Kabupaten Nagan Raya, dan KLHKP Kabupaten
Aceh Barat Daya
h.Penerima Laporan, KLHK Kabupaten Nagan Raya, KLHKP
Kabupaten Aceh Barat Daya, dan Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan (Bapedal) Aceh.
Pengelolaan pada Tahap Operasi
1. Jenis Dampak : Jenis Dampak : Persepsi masyarakat terhadap
rekruitmen tenaga kerja operasional
a.Sumber Dampak : penerimaan tenaga kerja operasional untuk
menjalankan kegiatan operasional lahan pembibitan dan
pemeliharaan Canal Blocking.
b. Tolok Ukur Dampak : Jumlah tenaga kerja lokal yang diterima
sebagai operator dan tenaga operasional kegiatan rehabilitasi
lahan dan pemeliharaan Canal Blocking dan ada/tidak adanya
konflik yang terjadi dengan penerimaan tenaga kerja.
c. Metode Pemantauan Lingkungan Hidup : Metode yang dapat
dilakukan antara lain:
(1) Wawancara, penyebaran kuestioner, dan observasi data
dari bidang ketenagakerjaan dan masyarakat;
(2) Hasilnya selanjutnya dievaluasi dan dibahas sehingga
mendapatkan kesimpulan.
d.Lokasi Pemantauan Lingkungan, areal ekosistem TPSF
e.Periode Pemantauan Lingkungan, sekali setahun selama masa
operasi.
f. Instansi Pelaksana, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Pemerintah
Aceh
g.Pengawas, Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Aceh
Barat Daya, Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Kabupaten Nagan Raya, KLHK Kabupaten Nagan Raya, dan
KLHKP Kabupaten Aceh Barat Daya
h.Penerima Laporan, KLHK Kabupaten Nagan Raya, KLHKP
Kabupaten Aceh Barat Daya, dan Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan (Bapedal) Aceh
2. Jenis Dampak : Dampak Pengoperasian Rehabilitasi Lahan dan
Canal Blocking
a. Sumber Dampak : Kegiatan operasional Rehabilitasi Lahan dan Canal
Blocking.
b.Tolok Ukur Dampak : penurunan kematian tanaman, penurunan
kasus kebakaran hutan yang terjadi, dan persentase
kekeringan lahan di sekitar lokasi kegiatan
ANALISIS DAMPAK
LINGKUNGAN| 481
c. Metode Pemantauan Lingkungan Hidup : Metode yang dapat
dilakukan antara lain:
(1) Wawancara, penyebaran kuestioner, dan
observasi data dengan masyarakat;
(2) Hasilnya selanjutnya dievaluasi dan dibahas sehingga
mendapatkan kesimpulan.
d.Lokasi Pemantauan Lingkungan, di sekitar areal (tapak)
Ekosistem TPSF.
e.Periode Pemantauan Lingkungan, setiap 1 (satu) tahun sekali
selama masa operasi.
f. Instansi Pelaksana, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Pemerintah
Aceh
g.Pengawas, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Nagan
Raya, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Aceh Barat
Daya, KLHK Kabupaten Nagan Raya, dan KLHKP Kabupaten
Aceh Barat Daya
h.Penerima Laporan, KLHK Kabupaten Nagan Raya, KLHKP
Kabupaten Aceh Barat Daya, dan Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan (Bapedal) Aceh

E. Institusi Pengelola dan Pemantauan Lingkungan Hidup


Institusi pengelola dan pemantauan lingkungan hidup yang terkait
dengan kegiatan Rehabilitasi Lahan dan Canal Blocking pada
ekosistem TPSF adalah sebagai berikut:
(1) Dinas Kehutanan dan Perkebunan Pemerintah Aceh;
(2) Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Aceh Barat Daya;
(3) Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Nagan Raya;
(4) Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Nagan Raya;
(5) Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Aceh Barat Daya;
(6) Kantor Lingkungan Hidup dan Kebersihan (KLHK) Kabupaten Nagan Raya;
(7) Kantor Lingkungan Hidup, Kebersihan, dan Pertamanan (KLHKP)
Kabupaten Aceh Barat Daya;
(8) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Nagan Raya;
(9) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Aceh Barat Daya
(10) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Aceh;
(11) Dinas Bina Marga Kabupaten Nagan Raya;
(12) Polisi Jalan Raya (PJR) Polres Nagan Raya;
(13) Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informasi Kabupaten Nagan Raya dan
(14) Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) Aceh.
Ringkasan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup tersebut
di atas masing- masing disajikan pada Tabel 4 dan Tabel 5.

Tabel 4. Ringkasan Pengelolaan Lingkungan Hidup Rencana Rehabilitasi Lahan


dan
Canal Blocking pada Ekosistem TPSF
Bentuk Lokasi Periode
Su Jen Bes upaya Pengel Pengel Instit
mbe is ara Pengelol olaan olaan usi
r Da n aan Lingku Lingku Peng
Da mpa Da Lingkun ngan ngan elola
Tahap
Pra
Konst
Sikap dan Persepsi Negatif/Positif terhadap Kegiatan Perencanaan dan Survey Pendahuluan
Kegiatan Adanya Persepsi Sosialisasi Pemukim Selama Pelaksa
perencanaa sikap masyarak kepada an masa na :
n dan dan at masyarakat masyarak pra Dinas
survey Persepsi tersebut tentang at di konstru Kehuta
Negatif/P dialami tujuan dan sekitar ksi nan
ositif selama 6 manfaat Ekosistem dan
terhadap bulan rencana TPSF Perkeb
Kegiatan selama kegiatan unan
Bentuk Lokasi Periode
Su Jen Bes upaya Pengel Pengel Instit
mbe is ara Pengelol olaan olaan usi
r Da n aan Lingku Lingku Peng
Da mpa Da Lingkun ngan ngan elola
Pendahulu lokasi gambut
an rencana dan Pengaw
kegiatan manfaat as :
positif Dinas
dari Kehutan
rencana an dan
kegiatan. Perkebu
Meminta nan
kepada Kabupat
tokoh en
masyaraka Nagan
t/tuha Raya,
pheut Dinas
gampong Kehutan
secara an dan
persuasif Perkebu
agar ikut nan
serta Kabupat
berpartisip en Aceh
asi Barat
memahami Daya,,
program KLHK
tersebut. Kabupat
en
Nagan
Raya,,
KLHKP
Kabup
aten
Aceh
Barat
Daya.

Pene
Sikap dan Persepsi Negatif/Positif terhadap Kegiatan pengusulan dan penerbitan perizinan
kegiatan Adanya Persepsi Sosialisasi Pemukim Selama Pelaksa
pengusula sikap dan masyarak kepada an masa na :
n dan Persepsi at masyarakat masyarak pra Dinas
penerbita Negatif/Po tersebut tentang at di konstru Kehuta
n sitif dialami tujuan dan sekitar ksi nan
perizinan terhadap selama 6 manfaat Ekosistem dan
Kegiatan bulan rencana TPSF Perkeb
pengusula selama kegiatan unan
n dan proses terhadap Pemeri
penerbita pengusula upaya ntah
n n dan rehabilitasi Aceh
perizinan penerbita lahan
n izin gambut dan Pengaw
berlangsu manfaat as :
ng positif dari Dinas
rencana Kehuta
kegiatan. nan
Meminta dan
kepada Perkeb
tokoh unan
masyaraka Kabupa
t/tuha ten
pheut Nagan
gampong Raya,
secara Dinas
Bentuk Lokasi Periode
Su Jen Bes upaya Pengel Pengel Instit
mbe is ara Pengelol olaan olaan usi
r Da n aan Lingku Lingku Peng
Da mpa Da Lingkun ngan ngan elola
Nagan
Raya,
KLHKP
Kabup
aten
Aceh
Barat
Daya.

Pene
rima
Lapo
ran
KLHK
Kabupa
ten
Nagan
Sikap dan Persepsi Negatif/Positif terhadap Kegiatan Rencana Pemanfaatan Lahan

Persiapan Adanya ada Sosialisasi Pemukim Selama Pelaksa


lahan Sikap beberap kepada an masa na :
untuk dan a masyarakat masyarak pra Dinas
kegiatan Persepsi kelompo tentang at di konstru Kehuta
rehabilitas Negatif/P k tujuan dan sekitar ksi nan
i dan ositif masyara manfaat Ekosistem dan
pembang terhadap kat yang rencana TPSF Perkeb
unan Kegiatan memiliki kegiatan unan
Canal Rencana lahan terhadap Pemeri
Blocking Pemanfa yang upaya ntah
atan terkena rehabilitasi Aceh
Lahan lokasi lahan
kegiatan gambut dan Pengaw
manfaat as :
positif dari Dinas
rencana Kehuta
kegiatan. nan
Meminta dan
kepada Perkeb
tokoh unan
masyaraka Kabupa
t/tuha ten
pheut Nagan
gampong Raya,
secara Dinas
persuasif Kehuta
agar ikut nan
serta dan
berpartisip Perkeb
asi unan
memahami Kabupa
program ten
tersebut. Aceh
Barat
Daya,,
KLHK
Kabupa
ten
Nagan
Raya,
Bentuk Lokasi Periode
Su Jen Bes upaya Pengel Pengel Instit
mbe is ara Pengelol olaan olaan usi
r Da n aan Lingku Lingku Peng
Da mpa Da Lingkun ngan ngan elola
Bapedal
Aceh
Tahap Konstruksi
Sikap dan Persepsi Negatif/Positif pada Kesempatan Kerja
Penerimaan Adanya kegiatan Sosialisasi Pemukim Sebel Pelaksa
tenaga kerja sikap dan konstruksi kepada an um na :
konstruksi persepsi akan masyarakat masyarak konst Dinas
unskilled dan masyarak membutu tentang at di ruksi Kehuta
skilled untuk at baik hkan program sekitar dilaku nan
rencana positif 53 rekruitmen Ekosistem kan dan
kegiatan. maupun tenaga TPSF Perkeb
negatif orang unan
dalam tenaga kerja Pemeri
menduga sesuai ntah
nilai ganti Aceh
kerja yang
rugi yang dengan
terdiri dari
bakal pengalama Pengawa
24
diterima n bekerja s : Dinas
Sosial
orang dan
tenaga (skilled) Tenaga
ahli pada Kerja
berpengal Kabupat
aman rencana en Aceh
(skilled) rehabilitasi Barat
dan 29 lahan dan Daya,
orang pembangun Dinas
tenaga an Canal Sosial,
kerja Tenaga
Blocking Kerja
tanpa (engineerin dan
keahlian g). Transmig
Tenaga rasi
(un- unskilled Kabupat
skilled). diperlukan en
Untuk untuk Nagan
kebutuhan pengalama Raya,
tenaga n bekerja KLHK
dalam Kabupa
menjalanka ten
kerja
n pekerjaan Nagan
konstruksi
kerumahtan Raya,
ini, akan
ggaa n dan
mengguna
KLHKP
kan
Penurunan Kualitas Udara dan Kebisingan akibat Operasi Alat Berat Konstruksi
kegiatan Penurun Pengopera Melakukan Sekitar 6 Pelaksa
rehabilitasi an sian alat penyirama areal (enam) na :
lahan dan kualitas berat n jalan (tapak) bulan Dinas
konstruksi udara pada jam yang lokasi sekali Kehuta
bangunan berupa kerja (8 berdebu pembang Selama nan
Canal debu jam per yang unan dan masa dan
Blocking dan gas hari) dilewati lintasan konstru Perkeb
yang emisi secara oleh pengambil ksi unan
meliputi (CO, kontinyu. kenderaan an pasir, berlang Pemeri
penataan SO2, dan proyek kerikil, sung ntah
lahan NOx), pengangku batu, dan Aceh
pembibitan serta t material. tanah
Bentuk Lokasi Periode
Su Jen Bes upaya Pengel Pengel Instit
mbe is ara Pengelol olaan olaan usi
r Da n aan Lingku Lingku Peng
Da mpa Da Lingkun ngan ngan elola
Fill), standart dan
pembanguna dan tidak Perkeb
n bangunan menggun unan
Utama, akan Kabupa
pembanguna peralatan ten
n bangunan berat Nagan
pendukung/p yang Raya,
eleng kap, telah Dinas
dan berusia Kehuta
mobilisasi tua. nan
truck Menutup dan
pengangkut bak Perkeb
tanah galian mobil unan
pengang Kabupa
kut ten
tanah Aceh
timbun Barat
dengan Daya,
menggu KLHK
nakan Kabupa
terpal. ten
Nagan
Raya,
dan
KLHKP
Kabupa
ten
Aceh
Barat
Daya
Penurunan Kualitas Air
Kegiatan Penuruna dampak Membuat di sekitar 6 Pelaksa
penataan n kualitas sediment areal (enam) na :
lahan berupa air pada ini (tapak) bulan Dinas
pekerjaan badan air terjadi trap dan oil lokasi sekali Kehuta
galian dan di lokasi trap pada pembang Selama nan
timbunan pembang selokan di unan dan masa dan
pada
(Cut and Fill) unan sekitar aliran konstru Perkeb
lokasi
yang akan terutama areal drainase ksi unan
pembangu
menghasilka pada pembangun menuju berlang Pemeri
nan tepat
n air saat an dan ke laut di sung ntah
berlumpur, musim penumpuka sekitar Aceh
terutama hujan. pada ekosistem
n
pada saat lokasi TPSP Penga
sementara
musim hujan penggalia was :
tanah
akan n KLHK
timbun.
mengalir Mengangkat Kabupa
melalui timbunan ten
drainase dan tanah ke Nagan
operasional tempat Raya,
basecamp yang dan
rendah KLHKP
yang jauh Kabupa
dari sumber ten
air. Aceh
Melengkapi Barat
WC Daya
septictank
Pene
Bentuk Lokasi Periode
Su Jen Bes upaya Pengel Pengel Instit
mbe is ara Pengelol olaan olaan usi
r Da n aan Lingku Lingku Peng
Da mpa Da Lingkun ngan ngan elola
Bapedal
Aceh
Gangguan Lalu Lintas terhadap Mobilisasi Alat Berat pengangkut Bahan Material Konstruksi
pengangkuta gangguan Besara Menempatk di 6 Pelaksa
n bahan lalu lintas n an petugas persimpa (enam) na :
material pada saat Dampa pengatur ngan bulan Dinas
konstruksi mobilisasi k, lalulintas masuk sekali Kehuta
dan demobilis dampa ketika ekosistem Selama nan
peralatan asi alat k ini kenderaan TPSF masa dan
berat seperti berat dan terjadi pengangkut konstru Perkeb
bulldozer dan material pada material ksi unan
backhoe, konstruksi lokasi konstruksi berlang Pemeri
yang , serta jalan melintasi di sung ntah
menggunaka gangguan yang daerah Aceh
n jalan lalu lintas dilalui yang rawan
Negara yang kender gangguan Pengawa
Meulaboh dapat aan lalu lintas s : Dinas
Tapaktuan menyeba merupa seperti di Bina
menggunaka bkan kan persimpang Marga
n lambanny jalan an. Kabupat
trailer/truck. a lalu yang Menempatk en
lintas padat/r an rambu Nagan
karena amai lalulintas di Raya,
trailer yaitu tempat Dinas
bergerak jalan yang rawan Perhubu
dengan Meulab gangguan ngan,
kecepatan oh lalu lintas Komunik
maksimu Tapaktu seperti di asi, dan
m 30 an. persimpang Informas
km/jam. an. i
Membawa Kabupat
Bahan en
Material Nagan
Konstruksi Raya,
dengan KLHK
ikatan kuat Kabupa
pada trailer ten
dengan Nagan
dipandu Raya,
oleh Polisi dan
Jalan Raya KLHKP
(PJR) Polres Kabupa
Nagan Raya ten
atau Dinas Aceh
Perhubunga Barat
n, Daya
Komunikasi,
Tahap Operasi
Persepsi masyarakat terhadap rekruitmen tenaga kerja operasional

Tabel 5. Ringkasan Pemantauan Lingkungan Hidup Rencana Rehabilitasi Lahan


dan
Canal Blocking pada Ekosistem TPSF
Bentuk Lokasi Periode
Su Jen Bes upaya Pemant Pemant Instit
mbe is ara Pemanta auan auan usi
r Da n uan Lingkun Lingkun Pema
Da mpa Da Lingkun gan gan ntau
Tahap Pra Konstruksi
1. Sikap dan Persepsi Negatif/Positif terhadap Kegiatan Perencanaan dan Survey
Kegiatan Adanya Persep (1) Wawanc pemuki Selama Pelaks
perencanaa sikap si ara, man masa ana :
n dan dan masyar penyeb masyara pra Dinas
survey Persepsi akat aran kat di konstruk Kehuta
Negatif/P tersebu kuestio sekitar si nan
ositif t ner, Ekosiste dan
terhadap dialami dan m TPSF Perkeb
Kegiatan selama observa unan
Perencan 6 bulan si data Pemeri
aan dan selama dari ntah
Survey survey ketenag Aceh
Pendahul berlang akerj
uan sung di aan; Penga
lokasi (2) Hasilnya was :
rencan selanjut Dinas
a nya Kehuta
kegiata dievalua nan
n si dan dan
dibahas Perkeb
sehingg unan
a Kabupa
mendap ten
atka n Nagan
kesimpu Raya,
lan Dinas
Kehuta
nan
dan
Perkeb
unan
Kabupa
ten
Aceh
Barat
Daya,,
KLHK
Kabupa
ten
Nagan
Raya,
KLHKP
Kabup
2. Sikap dan Persepsi Negatif/Positif terhadap Kegiatan pengusulan dan penerbitan perizinan
kegiatan Adanya Persep (1) Wawan pemuki Selama Pelaks
pengusula sikap si car, man masa ana :
n dan dan masya penye masyara pra Dinas
penerbita Persepsi rakat bara n kat di konstruk Kehuta
n Negatif/P terseb kuestio sekitar si nan
perizinan ositif ut ner, Ekosiste dan
terhadap dialam dan m TPSF Perkeb
Kegiatan i observ unan
pengusul selam asi Pemeri
an dan a6 data ntah
penerbit bulan Aceh
an selam dari
perizinan a ketena Penga
Bentuk Lokasi Periode
Su Jen Bes upaya Pemant Pemant Instit
mbe is ara Pemanta auan auan usi
r Da n uan Lingkun Lingkun Pema
Da mpa Da
berlangs Lingkun
dieval gan gan ntau
Perkeb
ung uasi unan
dan Kabupa
dibaha ten
s Nagan
sehing Raya,
ga Dinas
menda Kehuta
pat nan
kan dan
kesim Perkeb
pulan unan
Kabupa
ten
Aceh
Barat
Daya,,
KLHK
Kabupa
ten
Nagan
Raya,
KLHKP
Kabup
aten
Aceh
Barat
Daya.

Pene
3. Sikap dan Persepsi Negatif/Positif terhadap Kegiatan Rencana Pemanfaatan Lahan
ada (1) Wawan pemuki Selama Pelaks
bebera car man masa ana :
pa a, masyara pra Dinas
kelom penye kat di konstruk Kehuta
pok bara n sekitar si nan
masya kuesti Ekosiste dan
rakat oner, m TPSF Perkeb
yang dan unan
memili observ Pemeri
ki asi ntah
Adanya
lahan data Aceh
Sikap
yang dari
Persiapan dan
terken ketena Penga
lahan Persepsi
a gak was :
untuk Negatif/P
lokasi erjaan Dinas
kegiatan ositif
kegiat ; Kehuta
rehabilitas terhadap
an (2) Hasilny nan
i dan Kegiatan
Rencana a dan
pembang
Pemanfa selanj Perkeb
unan
atan ut nya unan
Canal
Lahan dieval Kabupa
Blocking
uasi ten
dan Nagan
dibaha Raya,
s Dinas
sehing Kehuta
ga nan
menda dan
pat Perkeb
Bentuk Lokasi Periode
Su Jen Bes upaya Pemant Pemant Instit
mbe is ara Pemanta auan auan usi
r Da n uan Lingkun Lingkun Pema
Da mpa Da Lingkun gan gan ntau
Daya.

Pene
rima
Lapo
ran
KLHK
Kabupa
ten
Nagan
Raya,
KLHKP
Kabup
aten
Tahap Konstruksi
1. Sikap dan Persepsi Negatif/Positif pada Kesempatan Kerja
Penerimaan Adanya kegiata (1) Wawan pemuki Sekali Pelaks
tenaga sikap n car, man setiap ana :
kerja dan konstru penyeb masyara desa dan Dinas
konstruksi persepsi ksi aran kat di kecamat Kehuta
unskilled masyara akan kuestio sekitar an nan
dan skilled kat baik membu ner, Ekosiste sebelum dan
untuk positif tuhk an dan m TPSF masa Perkeb
rencana maupun 53 observ konstruk unan
kegiatan. negatif orang asi si Pemeri
dalam tenaga data dilakuka ntah
mendug kerja dari n Aceh
a nilai yang ketena
ganti terdiri ga- Penga
rugi dari 24 kerjaan was :
yang orang ; Dinas
bakal tenaga (2) Hasilnya Kehuta
diterima ahli selanju nan
berpen tnya dan
gala dievalu Perkeb
man asi dan unan
(skilled dibaha Kabupa
) dan s ten
29 sehing Nagan
orang ga Raya,
tenaga menda Dinas
kerja pat Kehuta
tanpa kan nan
keahlia kesimp dan
n ulan Perkeb
(un- unan
skilled). Kabupa
Untuk ten
kebutu Aceh
han Barat
tenaga Daya,
kerja KLHK
konstru Kabupa
ksi ini, ten
akan Nagan
mengg Raya,
una- KLHKP
kan Kabup
2. Penurunan Kualitas Udara dan Kebisingan akibat Operasi Alat Berat Konstruksi aten
490 | SCIENTIFIC STUDIES FOR THE REHABILITATION
AND MANAGEMENT OF THE TRIPA PEAT-SWAMP
FOREST

Bentuk Lokasi Periode


Su Jen Bes upaya Pemant Pemant Instit
mbe is ara Pemanta auan auan usi
r Da n uan Lingkun Lingkun Pema
Da
kegiatan mpa
Penurun Da
Pengop Lingkun
(1) Mela gan
Sekitar gandi
Sekali ntau
Pelaks
rehabilitasi an erasi kukan areal sekitar ana :
lahan dan kualitas an alat pengujia (tapak) areal Dinas
konstruksi udara berat n lokasi (tapak) Kehuta
bangunan berupa pada kualitas pembang lokasi nan
Canal debu jam udara unan pembang dan
Blocking dan gas kerja (8 ambient dan unan Perkeb
yang emisi jam per dan lintasan dan unan
meliputi (CO, hari) kebising pengamb lintasan Pemeri
penataan SO2, dan secara an ilan pengang ntah
lahan NOx), kontiny secara material kutan Aceh
pembibitan serta u. in-situ dan bahan
dan aliran kebising dan ex- penempa konstruk Penga
canal an dari situ tan si was :
berupa alat (Laborat tanah Dinas
pekerjaan berat o- rium) timbun Kehuta
galian dan yang dengan sementar nan
timbunan digunaka menggu a dan
(Cut and n. na- kan Perkeb
Fill), peralata unan
pembangun n Kabupa
an standar. ten
bangunan (2) Hasi Nagan
Utama, lnya Raya,
pembangun selanjut Dinas
an nya Kehuta
bangunan dievalua nan
pendukung/ si dan dan
pe- dibahas Perkeb
lengkap, sehingg unan
dan a Kabupa
mobilisasi mendap ten
truck atkan Aceh
pengangkut kesimpul Barat
tanah an. Daya,,
galian KLHK
Kabupa
ten
Nagan
Raya,
KLHKP
Kabup
3. Penurunan Kualitas Air
Kegiatan Penuruna dampa (1) Sekitar Sekali di Pelaks
penataan n k ini Melaku areal sekitar ana :
lahan kualitas terjadi kan (tapak) areal Dinas
berupa air pada pada penguj lokasi (tapak) Kehuta
pekerjaan badan lokasi ian pembang lokasi nan
galian dan air di pemba kekeru unan pembang dan
timbunan lokasi ngun han dan unan di Perkeb
(Cut and pembang an dan aliran air sekitar unan
Fill) yang unan tepat kandu menuju air Pemeri
akan terutama pada ngan Sungai saluran, ntah
menghasilk pada lokasi minya Krueng sungai, Aceh
an air saat pengga k Tripa dan dan laut
berlumpur, musim lian lemak ke arah Penga
terutama hujan. pada laut was :
pada saat air Dinas
musim salura Kehuta
Bentuk Lokasi Periode
Su Jen Bes upaya Pemant Pemant Instit
mbe is ara Pemanta auan auan usi
r Da n uan Lingkun Lingkun Pema
Da mpa Da Lingkun
meng gan gan ntau
Dinas
guna- Kehuta
kan nan
perala dan
tan Perkeb
standa unan
r. Kabupa
(2) ten
Hasilnya Aceh
selanju Barat
tnya Daya,
dievalu KLHK
asi dan Kabupa
dibaha ten
s Nagan
sehing Raya,
ga KLHKP
menda Kabup
pat- aten
kan Aceh
kesimp Barat
ulan Daya.

Pene
rima
Lapo
ran
4. Gangguan Lalu Lintas terhadap Mobilisasi Alat Berat pengangkut Bahan Material Konstruksi
pengangku ganggua Besara (1) Wawan Persimpa Sekali di Pelaks
tan bahan n lalu n cara, ngan persimpa ana :
material lintas Dampa penyeb masuk ngan Dinas
konstruksi pada k, aran Ekosiste masuk Kehuta
dan saat dampa kuestio m TPSF Ekosiste nan
peralatan mobilisa k ini ner, m TPSF dan
berat si terjadi dan Perkeb
seperti demobili pada observ unan
bulldozer sasi alat lokasi asi Pemeri
dan berat jalan data ntah
backhoe, dan yang dengan Aceh
yang material dilalui masyar
mengguna konstruk kender akat; Penga
kan jalan si, serta aan (2) Hasilnya was :
Negara ganggua merupa selanju Dinas
Meulaboh n lalu kan tnya Kehuta
lintas jalan dievalu nan
Tapaktuan yang yang asi dan dan
mengguna dapat padat/r dibaha Perkeb
kan menyeb amai s unan
trailer/truc abkan yaitu sehing Kabupa
k. lambann jalan ga ten
ya lalu Meulab menda Nagan
lintas oh patk Raya,
karena Tapaktu an Dinas
trailerber an. kesimp Kehuta
gera k ulan nan
dengan dan
kecepata Perkeb
n unan
maksimu Kabupa
m 30 ten
Bentuk Lokasi Periode
Su Jen Bes upaya Pemant Pemant Instit
mbe is ara Pemanta auan auan usi
r Da n uan Lingkun Lingkun Pema
Da mpa Da Lingkun gan gan ntau
Lap
ora
n
KLH
K
Kabupa
ten
Nagan
Raya,
KLHKP
Kabup
Tahap Operasi
1. Persepsi masyarakat terhadap rekruitmen tenaga kerja operasional
penerimaan adanya Jumlah ( Wawan pemukima Sekali Pelaksan
tenaga kerja sikap
dan tenaga 1 ca-
ra, n
masyarak setahun
selama a:
Dinas
operasional persepsi
masyarak kerja
lokal penyeb at di
sekitar masa
operasi Kehutan
untuk at
baik yang
diterima a-
ran Ekosistem an
dan
menjalankan positif
maupun sebagai kuestio TPSF Perkebu
kegiatan negatif. operator ner,
dan nan
Pemerint
operasional Persepsi dan observa ah
Aceh
lahan
pembibitan negatif tenaga
operasio si
data
dan
pemeliharaa akan
timbul nal
kegiatan dari
bidang Pengawa
n
Canal apabila
dalam rehabilit ketenag s:
Dinas
Blocking menjalank asi
lahan ak
erjaan Kehutan
an
kegiatan dan
pemelih dan
masyar an
dan
tidak
merekrut araa
n Canal a-
kat; Perkebu
masyarak Blocking ( Hasilny nan
Kabupat
at
setempat dan 2 a
selanjut en
Nagan
sebagai ada/tida ) -
nya Raya,
Dinas
tenaga k
adanya dievalu Kehutan
kerja. konflik asi
dan an
dan
yang
terjadi dibahas Perkebu
dengan sehingg nan
Kabupat
penerim a
mendap en
Aceh
aan
tenaga atk
an Barat
Daya,,
kerja kesimp KLHK
Kabupat
.ulan en
Nagan
Raya,
KLHKP
Kabupat
en
Aceh
Barat
Daya.

Penerim
a
Laporan
KLHK
Kabupat
en
Nagan
Raya,
KLHKP
Kabupat
en
Aceh
Barat
Daya,
dan
Bapedal
Aceh
2. Pengoperasian Rehabilitasi Lahan dan Canal Blocking
Kegiat menuru rehabi ( Wawa Tapak Setiap 3 Pelaks
an nnya litasi 1 nca- lokasi (tiga) ana :
operas kematia lahan ) ra, di bulan Dinas
ional n dan penye Ekosist sekali Kehut
Bentuk Lokasi Periode
Su Jen Bes upaya Pemant Pemant Instit
mb is ara Pemanta auan auan usi
er Da n uan Lingkun Lingkun Pema
Da dan
Lahan mpa
berkuran Da
Blockin Lingkun
kuesti gan gan
operasi ntau
dan
Canal gnya g yang oner, Perkeb
Blocking kasus dibang dan unan
kebakar un observ Pemeri
an akan asi ntah
hutan dapat data Aceh
yang mengat dari
terjadi, ur bidang Pengaw
dan sistem ketena as :
tercegah sirkulas gak Dinas
nya i dan erjaan Kehuta
kekering penggu dan nan
an di naan masya dan
sekitar air di ra- Perkeb
lokasi area kat; unan
kegiatan sekitar (2) Kabupa
. TPSF Hasilnya ten
sehing selanj Nagan
ga ut- Raya,
dapat nya Dinas
mengur dieval Kehuta
angi uasi nan
kemati dan dan
an dibaha Perkeb
tanama s unan
n, sehing Kabupa
berkura ga ten
ngn ya menda Aceh
kasus pat Barat
kebaka kan Daya,,
ran kesim KLHK
hutan pulan Kabupa
yang . ten
terjadi, Nagan
dan Raya,
dapat KLHKP
mence Kabup
gah aten
terjadin Aceh

IV. KESIMPULAN

Dampak lingkungan terhadap masyarakat di sekitar Desa Kecamatan


Babah Rot dan Tripa Makmur akibat konversi Hutan Rawa Tripa
dilihat berdasarkan kriteria 7 (tujuh) kriteria yaitu (1) kualitas dan
kuantitas air, (2) kualitas udara, (3) suhu udara, (4) tingkat kebisingan,
(5) kualitas tanah, (6) ancaman banjir dan erosi, dan (7) ketersediaan
sumberdaya hutan.
Hasil wawancara terhadap masyarakat diperoleh bahwa ketersediaan
sumberdaya hutan, kualitas dan kuantitas tanah, suhu udara,
ancaman banjir dan erosi adalah dampak lingkungan yang paling
dirasakan oleh masyarakat pada desa-desa di Kecamatan Babah Rot
dan Tripa Makmur.
Desa yang paling merasakan dampak lingkungan tersebut akibat
konversi hutan Rawa Tripa adalah Desa Babah Lueng, Cot
Simantok dan Kuala Tripa. Sementara dampak
terhadap kualitas tanah dan tingkat kebisingan sebagian besar
masyarakat di empat lokasi desa menganggap sampai saat ini tidak
ada masalah.

DAFTAR PUSTAKA

Balai Besar Penelitian Sumberdaya Lahan. 1998. Pedoman Teknis


Evaluasi Lahan.
Puslitbangtanak, Departemen Pertanian.
Basri, H., dan A.R. Kasuri. 2013. Rencana Restorasi Lahan Rawa. Pp.
321-390. In. Scientific studies for The Rehabilitation and The
Management of The Tripa Peat- Swamp Forest. Project
Implomentation Unit. Studi Ekosistem Rawa Tripa. Universitas
Syiah Kuala, Banda Aceh.
Kepres No. 80 Tahun 1999. Tentang Lingkungan Hidup.
Masimin. 2013. Implementasi Kanal Blocking. Pp. 299-320. In.
Scientific studies for The Rehabilitation and The Management of
The Tripa Peat-Swamp Forest. Project Implomentation Unit. Studi
Ekosistem Rawa Tripa. Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2012
tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan.
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012, tentang Ijin Lingkungan.
Sufardi, S.A. Ali, dan Khairullah. 2013. Disain Teknis Rehabilitasi Lahan.
Pp. 241-298. In. Scientific studies for The Rehabilitation and The
Management of The Tripa Peat- Swamp Forest. Project
Implomentation Unit. Studi Ekosistem Rawa Tripa. Universitas
Syiah Kuala, Banda Aceh.

Anda mungkin juga menyukai