Anda di halaman 1dari 31

ASUHAN KEPERAWATAN PNEUMONIA DENGAN BERSIHAN

JALAN NAFAS TIDAK EFEKTIF DI RUANG MELATI DI


RUMAH SAKIT HASANAH

DI SUSUN OLEH :

1. SISCA RIA ARISANTI (201404004)


2. M.MIFTACHUS.SIFA (201404125)
3. RIKA PUSPITASARI (201404145)

Kelas : 2C

D3 KEPERAWATAN

AKPER BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO


Jl. Raya Jabon Km.06 Mojoanyar-Mojokerto
2016

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infeksi saluran pernafasan bawah sering terjadi sebagai akibat dari
perluasan infeksi saluran pernafasan atas yang umumnya berkaitan
dengan penyakit pnemonia.
Berdasarkan penelitian dari WHO pada tahun 2010, menyatakan 13
juta orang didunia meninggal karena pneumonia. Pneumonia adalah
salah satu penyebab utamanya dengan membunuh sekitar 3 juta orang
merupakan 30% dari seluruh kematian yang ada ( Tulus, 2008). Di
indonesia pneumonia merupakan kejadian tertinggi dimana angka
kejadian 4 juta kasus pertahun, 600 rb orang dirawat di rumah sakit
karena menderita pneumonia. Diduga bahwa 60% dari kasus
pneumonia akan membutuhkan perawatan di rumah sakit dan diantara
pasien rawat inap 45% nya akan mask pada perawatn intensif ( ICU).
Kematian akan terjadi 49% lainya (Agus dkk,2010)
Menurut Anonim 2007 dalam Tulus Aji 2008 menyebu6kan pada
tahun 2007 di Jawa Timur prevalensi diagnosis pneumonia sebesar
0,72% dan 2,43% didiagnosa gejala pnuemonia. Prevalensi pneuomina
relatif tinggi dijumpai di Kabupaten mojokerto ( Riskesdas, 2007)
Pneuomoni merupakan suatu sindrom atau kelainan yang
disebabkan agen infeksius firus seperti , bakteri, mocoplasma atau
fungi ( Nanda , 2012) karakteristik dari pneuomina yaitu demam ,
anoreksia , muntah , diare , batuk , bunyi paru ronki , di (Nanda, 2012)
Pneumonia dapat terjadi akibat menghirup bibit penyakit di udara,
atau kuman di tenggorokan terisap masuk ke paru-paru. Penyebaran
bisa juga melalui darah dari luka di tempat lain, misalnya di kulit. Jika
melalui saluran napas, agen (bibit penyakit) yang masuk akan dilawan
oleh pelbagai sistem pertahanan tubuh manusia. Misalnya, dengan
batuk-batuk, atau perlawanan oleh sel-sel pada lapisan lendir
tenggorokan, hingga gerakan rambut-rambut halus (silia) untuk
mengeluarkan mukus (lendir) tersebut keluar. Tentu itu semua
tergantung besar kecilnya ukuran sang penyebab tersebut.
Penemonia bacterial menyerang baik ventilasi maupun difusi.
Suatu reaksi inflamasi yang dilakukan oleh pneumokokus terjadi pada
alveoli dan menghasilkan eksudat, yang mengganggu gerakan dan
difusi oksigen serta karbondioksida. Sel-sel darah putih, kebanyakan
neutrofil, juga bermigrasi kadalam alveoli dan memenuhi ruang yang
biasanya mengandung udara. Area paru tidak mendapat ventilasi yang
cukup karena sekresi, edema mukosa, dan bronkospasme,
menyebabkan okulasi parsial bronki atau alveoli dengan
mengakibatkan penurunan tahanan oksigen alveolar.
Darah vena yang memasuki paru-paru lewat melalui area yang
kurang terventilasi dan keluar ke sisi kiri jantung tanpa mengalami
oksigenasi. Pada pokoknya, darah terpirau dari sisi kiri jantung.
Percampuran darah yang teroksigenasi ini akhirnya mengakibatkan
hipoksemia arterial. Dari penjelasan diatas kasus yg muncul, yaitu
bersihan jalan nafas tidak efektif. Bersihan jalan nafas tidak efektif
adalah suatu keadaan ketika individu mengalami suatu ancaman nyata
atau potensial pada status pernafasan karena ketidakmampuannya
untuk batuk secara efektif. ( Anas Tamsuri, 2008 hal. 51)
Dampak bio, psiko, sosial, dan spiritual klien yang menderita
pneumonia akan mempengaruhi respon psikologis yang bervariasi
tergantung dari koping yang dimiliki oleh klien. Umumnya klien
merasa bosan dengan program pengobatan yang lama serta rasa cemas
terhadap penyakitnya hal ini dapat mengakibatkan klien menjadi putus
asa dan tidak semangat hidup. Kelemahan tubuh dalam melakukan
aktivitas dan penampilan keadaan tubuhnya pada klien pneumonia
akan mengakibatkan klien untuk menarik diri dan mengurangi
interaksi sosial. Dampak pada keluarga klien dengan pneumonia
adalah bertambahnya beban dan tugas keluarga untuk merawat klien
dengan pneumonia ketika klien dirawat di rumah maupun di rumah
sakit untuk menjalani pengobatan serta kecemasan keluarga tertular
penyakit dari klien . Sedangkan dampak pada masyarakat, biasanya
cenderung untuk menjauhi orang dengan penyakit pneumonia, karena
merasa takut akan tertular penyakit tersebut.
Menurut Joko 2008 dalam Tulus aji pneumoni merupakan penyakit
gangguan pada sistem respirasi yaitu mengenai jaringan paru sehingga
membutuhkan oksigen. Pemenuhan kebutuhan oksigen adalah bagian
dari kebutuhan fisiologis menurut Hierarki Maslow. Kebutuhan
oksigen diperlukan untuk proses kehiduopan oksigen sangat berperan
dalam proses metabolisme tubuh. Kebutuhan oksigen dalam tubuh
harus terpenuhi karena apabila kebutuhan oksigen dalam tubuh
berkurang maka akan terjadi kerusakan pada otak dan apabila hall
tersebut berlangsung lama akan terjadi kematian (Hidayat,2004)

1.2 Batasan Masalah


Pada kasus ini asuhan keperawatan pada pasien Pneumonia dengan
bersihan jalan nafas tidak efektif.
1.3 Rumusan Masalah
Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien Pneumonia dengan
bersihan jalan nafas tidak efektif?
1.4 Tujuan
1.4.1 Tujuan Umum.
Mendapatkan pengalaman yang nyata dalam
memberikan asuhan keperawatan dengan Pneumonia pada
klien dan keluarga dengan pendekatan proses keperawatan
yang komprehensif meliputi aspek biologis, psikologis, sosial
dan spiritual yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan.
1.4.2 Tujuan Khusus.
1.4.2.1 Melakukan pengkajian pada pasien Pneumonia.
1.4.2.2 Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien
Pneumonia.
1.4.2.3 Menuliskan rencana asuhan keperawatan pada pasien
Pneumonia.
1.4.2.4 Melakukan implementasi pada pasien Pneumonia.
1.4.2.5 Melakukan evaluasi pada pasien Pneumonia.
1.4.2.6 Menganalisis kondisi pada pasien Pneumonia.
1.4.2.7 Mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara
teori dan kasus pada klien dengan Pneumonia.
1.4.2.8 Mengidentifikasi factor faktor pendukung,
penghambat, serta mencari solusi/ alternative
pemecahan masalah yang terjadi pada klien dengan
Pneumonia.
1.4.2.9 Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien
dengan Pneumonia.
1.5 Manfaat
1.5.2 Manfaat bagi Penulis
Sebagai tambahan sumber informasi dalam
memperoleh pengetahuan dalam bidang praktik
keperawatan khususnya bidang kebutuhan dasar manusia
serta dapat melakukan asuhan keperawatan pada pasien
dengan bersihan jalan nafas tidak efektif.
1.5.3 Manfaat bagi Institusi
Dapat digunakan sebagai informasi bagi Institusi
pendidikan dalam pengembangan dan peningkatan mutu
pendidikan di masa yang akan datang.
1.5.4 Manfaat bagi Rumah sakit
Sebagai bahan masukan dan evaluasi yang
diperlukan dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan
khususnya pada pasien dengan bersihan jalan nafas tidak
efektif.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi.
Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapat
konsolidasi yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat.
Pertukaran gas tidak dapat berlangsung pada daerah yang
mengalami konsolidasi dan darah dialirkan disekitar alveoli yang
tidak berfungsi. Hipoksemia dapat terjadi tergantung banyaknya
jaringan paru-paru yang sakit (Irman Seumantri, 2008, hal. 67)
Definisi pneumonia atau pneumonitis adalah proses peradangan
pada parenkim paru-paru, yang biasanya dihubungkan dengan
meningkatnya cairan pada alveoli. Istilah pneumonia lebih baik
digunakan daripada pneumonitis karena istila pneumonitis sering
digunakan untuk menyatakan peradangan pada paru-paru non
spesifik yang etiologinya tidak diketahui. Penyakit ini merupakan
salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan yang banyak
didapatkan dan sering merupakan penyebab kematian haqmpir
diseluruh dunia. Bayi dan anak kecil lebih rentan terhadap penyakit
ini karena respon imunitas mereka masih belum berkembang
dengan baik. Pneumonia sering kali pada orang tua dan orang yang
lemah akibat penyakit kronik tertentu. Klien bedah, peminum
alkohol dan penderita penyakit pernafasan kronik atau infeksi virus
sangat mudah terserang penyakit ini (Santa, Suratun, Paula, Ni
Luh, 2009, hal. 93-94).
Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru yang
umumnya disebabkan oleh agens infeksius. Pneumonia adalah
penyakit infeksius yang sering menyebabkan kematin di Amerika
Serikat. Pneumonia dikelompokkan berdasarkan agen penyebabnya
dan kategorikan pneumonia bakterilaris dan pneumonia atipikal.
(Smeltzer, Suzanne, 2002, hal. 571).
Pneumonia adalah salah satu penyakit infeksi saluran
pernafasan bawah akut (ISNBA) dengan gejala batuk dan disertai
dengan sesak nafas yang disebabkan agen infeksius seperti virus,
bakteri, mycoplasma (fungi), dan aspirasi substansi asing, berupa
radang paru-paru yang disertai dengan eksudasi dan konsolodasi.
(Nanda, 2013, hal. 482)

2.2 Epidemiologi
Pneumonia bisa terjadi pada aneka usia, walaupun lebih banyak
terjadi pada usia yg lebih muda. Masing-masing kelompok umur
bisa terinfeksi oleh pathogen yg berbeda, yg mempengaruhi dlm
penetapan diagnosa & terapi.
Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum
berhubungan dgn infeksi saluran nafas yg terjadi dimasyarakat
(pneumonia komunitas / PK) / didalam rumah sakit ( pneumonia
nosokomial/ PN). Pneumonia yg merupakan bentuk infeksi saluran
nafas bawah akut di parenkim paru yg serius dijumpai sekitar 15-
20 %. Pneumonia nosokomial di ICU lebih sering daripada PN
diruangan umum yaitu 42%: 13% & sebagian besar yaitu sejumlah
47% terjadi pada pasien yg memanfaatkan alat bantu mekanik.
Kelompok pasien ini merupakan bagian terbesar dari pasien yg
meninggal di ICU akibat PN.
2.3 Etiologi
Sebagian besar disebabkan oleh infeksi, akan tetapi dapat juga
disebakan oleh bahan-bahan lain, sehingga dikenal (Hood Alsagaff,
hal. 122-123):

2.3.1 Pneumonia lipid: Oleh karena aspirasi minyak mineral

2.3.2 Pnuemonia kimia (Chemichal pneumonitis): Inhalasi bahan


bahan organik dan anorganik atau uap kimia seperti
berillium.

2.3.3 Extrinsic allergic alveolitis: Inhalasi bahan debu yang


mengandung alergin , seperti spora aktinomicetes termofilik
yang terdapat pada ampas tebu di pabrik gula

2.3.4 Pneumonia karena obat: Nitrifurantoin , busulfan ,


netotreksat.

2.3.5 Pneumonia karena radiasi

2.2.6 Pneumonia dengan penyebab tak jelas: Desquamative


intestitial pneumonia, eosinofilik pneumonia.

Pneumonia yang disebabkan oleh infeksi dapat dilihat pada tabel


berikut ini:

Kelompok mikroorganisme penyebab pneumonia

Group Penyebab Tipe pneumonia


Bakteri - Streptokokus Pneumonia bakterial
pneumonia
- Streptokokus piogenes
- Stafilokokus aureus
- Klebsiela pneumonia
- Eserikia koli
- Yersinia pestis
- Legionnaires bacillus
- A. Israeli

- Nokardia Astoirides
Legionnaires disease
- Kokidioides imitis

- Histoplasma
kapsulatum
Aktinomisetes Aktinomikosis pulmonal
- Blastomises
dermatitidis Nokardiosis pulmonal

- Aspergilus
Fungi Kokidioidomikosis
- Fikomisetes

Koksiela Burnetti Histoplasmosis

- Klamidia psittaci

Blastomikosis

Mikoplasma pneumonia

Aspergilosis
- Influenza virus
- Respiratory syncytial
Adenovirus mukormikosis

Riketsia Q Fever
Pneumosistis karinii

Klamidia - Psitakosis
- Ornitosis

Mikoplasma Pneumonia mikoplasma

Virus Pneumonia viral


Protozoa Pneumonia pneumosist
( Pneumonia plasma sel )

2.4 Manifestasi Klinis.

2.4.1 Demam, sering tampak sebagai tanda infeksi yang pertama.paling


sering terjadi pada usia 6bulan-3tahun dengan suhu mencapai 39,5-
40,5 bahkan dengan imfeksi ringan. Mungkin malas dan peka
rangsang atau terkadang euforia dan lebih aktif dari normal,beberapa
anak bicara dengan kecepatan yang tidak biasa.

2.4.2 Meningismus, yaitu tanda-tanda meningeal tanpa infeksi


meninges. Terjadi dengan awitan demam dengan tiba-tiba dengan
disertai sakit kepala, nyeri dan kekakuan pada punggung dan leher,
adanya tanda kernig dan brudzinski,dan akan berkurang pada saat
suhu turun.

2.4.3 Anoreksia, merupakan hal yang umum yang disertai dengan


penyakit masa kanak-kanak. Seringkali merupakan bukti awal dari
penyakit. Menetap sampai derajat yang lebih besar atau lebih
sedikit melalui tahap demam dari penyakit, seringkali memanjang
sampai ke tahap pemulihan.

2.4.4 Muntah, anak kecil mudah muntah bersamaan dengan penyakit


yang merupakan petunjuk untuk awitan infeksi. Biasanya
berlangsung singkat, tetapi dapat menetap selama sakit.

2.4.5 Diare, biasanya ringan, diare sementara tetapi dapat menjadi berat.
Sering menyertai infeksi pernafasan. Khususnya karena virus.

2.4.6 Nyeri abdomen, merupakan keluhan umum. Kadang tidak bisa


dibedakan dari nyeri apendiksitis.
2.4.7 Sumbatan nasal, pasase nasal kecil dari bayi mudah tersumbat
oleh pembengkakan mukosa dan eksudasi, dapat mempengaruhi
pernafasan dan menyusu pada bayi.

2.4.8 Keluaran nasal,sering menyertai infeksi pernafasan. Mungkin


encer dan sedikit (rinorea)atau kental dan purulen, bergantung pada
tipe dan atau tahap infeksi.

2.4.9 Batuk, merupakan gambaran umum dari penyakit pernafasan


dapat menjadi bukti hanya selama fase akut.

2.4.10 Bunyi pernafasan, sperti batuk, mengi, mengorok. Auskultasi


terdengar mengi, krekels.

2.4.12 Sakit tenggorokan, merupakan keluhan yang sering terjadi pada


anak yang lebih besar. Ditandai dengan anak akan menolak untuk
minum dan makan per oral.

2.4.13 Disamping batuk atau kesulitan bernafas, hanya terdapat naps


cepat saja.
2.4.13.1Pada umur 2 bulan.
2.4.13.211 bulan: kurang lebih 50 kali per menit.
2.4.13.3Pada anak umur 1tahun-5tahun: kurang lebih 40 kali
permenit.

2.5 Patofisiologi
Adanya etiologi seperti jamur & inhalasi mikroba ke dlm tubuh
manusia lewat udara, aspirasi organisme, hematogen bisa
menyebabkan reaksi inflamasi hebat sehingga membran paru-paru
meradang & berlobang. Dari reaksi inflamasi mau timbul panas,
anoreksia, mual, muntah serta nyeri pleuritis. Selanjutnya RBC, WBC
& cairan keluar masuk alveoli sehingga terjadi sekresi, edema &
bronkospasme yg menimbulkan manifestasi klinis dyspnoe, sianosis &
batuk, selain 1tu jg menyebabkan adanya partial oklusi yg mau
membuat daerah paru menjadi padat (konsolidasi). Konsolidasi paru
menyebabkan meluasnya permukaan membran respirasi & penurunan
rasio ventilasi perfusi, kedua hal ini bisa menyebabkan kapasitas difusi
menurun & selanjutnya terjadi hipoksemia.
Dari penjelasan diatas kasus yg muncul, yaitu : Risiko kekurangan
volume cairan, Nyeri (akut), Hipertermi, Perubahan nutrisi minus dari
kebutuhan tubuh, Bersihan jalan nafas tak efektif, Gangguan pola
tidur, Pola nafas tak efekif & intoleransi aktivitas.

2.6 Pathway
Normal (sistem pertahanan)
terganggu

Organisme

Sal nafas bagian bawah


Virus Stapilokukos
pneumokokus

Kuman patogen mencapai Trombus


Eksudat masuk
bronkioli terminalis merusak ke alveoli
sel epitel bersilia, sel goblet
Toksin, coagulase
Alveoli
Cairan edema +
leukosit ke alveoli Permukaan lapisan pleura
Sel darah merah, leukosit, tertutup tebal eksudat
pneumokokus mengisi alveoli trombus vena pulmonalis
Konsolidasi paru

Leukosit + fibrin Nekrosis


Kapasitas vital, complience mengalami konsolidasi
menurun, hemoragik

Leukositosis

Bersihan jalan napas


tidak efektif

Ketidakefektifan pola napas

2.7 Penatalaksanaan.
2.7.1 Klien diposisikan dalam keadaan fowler dengan sudut 45. Kematian
sering kali berhubungan dengan hipotensi, hipoksia, aritmia kordis,
dan penekanan susunan saraf pusat, maka penting untuk dilakukan
pengaturan keseimbangan cairan elektrolit dan asam-basa dengan
baik, pemberian O2 yang adekuat untuk menurunkan perbedaan O2 di
alveoli-arteri, dan mencegah hipoksia seluler. Pemberian O2
sebaiknya dalam konsentrasi yang tidak beracun (PO 240) untuk
mempertahankan PO2 ateri sekitar 60-70 mmHg dan juga penting
mengawasi pemeriksaan analisa gas darah.

2.7.2 Pemberian cairan intravena untuk IV line dan pemenuhan dehidrasi


tubuh mencegah penurunan volume cairan tubuh secara umum.
Bronkodilator seperti aminofilin dapat diberikan untuk memperbaiki
drainase sekret dan distribusi ventilasi. Kadang-kadang mungkin
timbul dilatasi lambung mendadak, terutama jika pneumonia
mengenai lobus bawah yang dapat menyebabkan hipotensi. Jika
hipotensi terjadi, segera atasi hipoksemia arteri dengan cara
memperbaiki volume intravaskuler dan melkaukan dekompresi
lambung. Kalau hipotensi tidak dapat diatasi, dapat dipasang kateter
Swan-Ganz dan infus Dopamin (25 ug/kg/menit). Bila perlu dapat
diberikan analgesik untuk mengatasi nyeri pleura.

2.7.3 Pemberian antibiotik terpilih seperti penisilin diberikan secara


intramuskular 2 x 600.000 unit sehari. Penisilin diberikan selama
sekurang-kurangnya seminggu sampai klien tidak mengalami sesak
napas lago selama tiga hari dan tidak ada komplikasi lain. Klien
dengan abses paru dan empiema memerlukan antibiotik lebih lama.
Untuk klien yang alergi dengan penisilimn dapat diberikan
Eritromisin. Tetrasiklin jarang digunakan untuk pneumonia karena
banyak ang retensi.
2.7.4 Pemberian Sefalosporin harus hati-hati untuk klien yang alergi
terhadap penisilin karena dapat menyebabkan reaksi hipersensitif
silang terutama dari tipe anafilaksis. Dalam 12-36 jam, setelah
pemberian penisilin, suhu, denyut nadi, frekuensi pernapasan
menurun serta nyeri pleura menghilang. Pada +_ 20% klien, demam
berlanjut sampai lebih dari 48 jam setelah obat dikonsumsi.
2.8 Konsep Asuhan Keperawatan
2.8.1 Pengkajian
Fokus pengkajian pada klien dengan pneumonia adalah:
2.8.1.1 Data Subyektif: Klien mengatakan lelah, lemah, insomnia,
sakit kepala, nyeri dada (terutama saat batuk), sesak nafas,
nafsu makan berkurang, mual, muntah, mempunyai riwayat
ISK/PPOM dan merokok serta terdapat riwayat gangguan
sistem imun.
2.8.1.2 Data Obyektif: Klien terlihat pucat, demam, berkeringat,
menggigil, tampak menahan nyeri, sputum: merah muda,
berkarat atau purulen, takikardia, adanya distensi abdomen,
bising usus hiperaktif, kulit kering, turgor kulit buruk.
2.8.2 Anamnesis
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien dengan
pneumonia untuk meminta pertolongan kesehatan adalah sesak
napas, batuk, dan peningkatan suhu tubuh/demam.
2.8.2.2 Riwayat penyakit saat ini
Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama.
Lakukan pertanyaan yang ringan sehingga jawaban yang
diberikan klien hanya kata Ya atau Tidak , atau hanya
dengan anggukan dan gelengan kepala. Apabila keluhan utama
adalah batuk, maka perawat harus menyakan sudah berapa
lama keluhan batuk muncul (onset). Pada klien dengan
pneumonia, keluhan batuk biasanya timbul mendadak dan tidak
berkurang setelah meminum obat batuk yang biasa ada di
pasaran.
Pada awalnya keluhan batuk tidak produktif, tapi
selanjutnya akan berkembang menjadi batuk produktif dengan
mukus purulen kekuning-kuningan, kehijau-hijauan,
kecokelatan atau kemerahan, dan sering kali berbau busuk.
Klien biasanya mengeluh mengalami demam tinggi dan
mengigil (onset mungkin tiba-tiba dan berbahaya). Adanya
keluhan nyeri dada pleuritis, sesak nafas, peningkatan frekuensi
pernapasan, lemas, dan nyeri kepala.
2.8.2.3 Riwayat penyakit dahulu.
Pengkajian diarahkan pada waktu sebelumnya, apakah
klien pernah mengalami infeksi saluran pernapasan atas (ISPA)
dengan gejala seperti luka tenggorok, kongesti nasal, bersin,
dan demam ringan.

2.8.3 Pengkajian psiko-sosio-spiritual.


Pengkajian psikologi klien meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Perawat
mengumpulkan data hasil pemeriksaan awal klien tentang
kapasitas fisik dan itelektual saat ini. Data ini penting untuk
menentukan tigkat perlunya pengkajian psiko-sosio-spiritual yang
saksama. Pada kondisi klinis, klien dengan pneumonia sering
mengalami kecemasan bertingkat sesuai dnegan keluhan yang
dialaminya. Hal lain yang perlu ditanyakan adalah kondisi
pemukiman di mana klien bertempat tinggal, klien dengan
pneumonia sering dijumpai bila bertempat tinggal di lingkungan
dengan sanitasi buruk.

2.8.4 Pemeriksaan fisik.


Pemeriksaan fisik pada Pasien Pneumonia. (Arif Muttaqin, 2008,
hal. 102-104).
2.8.4.2 Keadaan umum.
Keadaan umum pada klien dnegan pneumonia dapat dilakukan
secara selintas pandang dengan menilai keadaan fisik tiap
bagian tubuh. Selain itu, perlu dinilai secara umum tentang
kesadaran klien terdiri atas compod mentis, apatis, somnolen,
sopor, soporokoma, atau koma. Sorang perawat perlu
mempunyai pengalaman dan pengetahuan tentang konsep
anatomi fisiologi umumsehingga dengan cepat dapat menilai
keadaan umum, kesadaran, dan pengukuran GCS bila
kesadaran klien menurun yang memerlukan kecepatan an
ketepatan penilaian.
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan
pneumonia biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih
dari 40C, frekuensi napas meningkat dari frekuensi normal,
denyut nadi biasanya meningkat seirama dengan peningkatan
suhu tubuh dan frekuensi pernapasan, dan apabila tidak
melibatkan infeksi sistemik yang berpengaruh pada
hemodinamika kardiovaskuler tekanan darah biasanya tidak
ada masalh.
2.8.4.3 B1 (Breathing)
Pemeriksaan fisik pada klien dengan pneumonia merupakan
pemeriksaan fokus, berurutan pemeriksaan ini terdiri atas
inspeksii, palpasi, perkusi dan auskultasi.
a Inspeksi
Bentuk dada dan gerakan pernapasan. Gerakan pernapasan
simetris. Pada klien dnegan pneumonia sering ditemukan
peningkatan frekuensi napas cepat dan dangkal, serta
adanya retraksi sternum dan intercostal space (ICS). Napas
cuping hidung pada sesak berat dialami terutama oleh anak-
anak. Batuk dan sputum. Saat dilakukan pengkajian batuk
pada klien dengan pneumonia, biasanya didapatkan batuk
produktif disertai dengan adanya peningkatan produksi
sekret dan sekresi sputum yang purulen.
b Palpasi
Gerkan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernapasan. Pada
palpasi klien dnegan pneumonia, gerakan dada saat
bernapas biasanya normal dan seimbang antara bagian
kanan dan kiri. Getaran suara (fermitus vocal). Taktil
fremitus pada klien dengan pneumonia biasanya normal.
c Perkusi.
Klien dengan pneumonia tanpa disetai komplikasi, biasanya
didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang
paru. Bunyi redup perkusi pada klien dengan pneumonia
didapatkan apabila bronkhopneumonia menjadi suatu
sarang (kunfluensa).
d Auskultasi
Pada klien dengan pneumonia, didapatkan bunyi napas
melemah dan bunyi napas tambahan ronkhi basah pada sisi
yang sakit. Penting bagi perawatn pemeriksaan untuk
mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah mana
didapatkan adanya ronkhi.
2.8.4.4 B2 (Blood).
Pada klien dnegan pneumonia pengkajian yang didapat
meliputi:
a Inspeksi : Didapatkan adanya kelemahan fisik secara
umum
b Palpasi : Denyut nadi perifer melemah.
c Perkusi : Batas jantung tidak mengalami pergeseran.
d Auskultasi : Tekanan darah biasanya normal. Bunyi
jantung tambahan biasanya tidak didapatkan.
2.8.4.5 B3 (Brain).
Klien dnegan pneumonia yang berat sering terjadi penurunan
kesadarn, didapatkan sianosis perifer apabila gangguan perfusi
jaringan berat. Pada pengkajian objektif, wajah klien tampak
meringis, menangis, merintih, meregan, dan menggeliat.

2.8.4.6 B4 (Bladder).
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake
cariran. Oleh karena itu, perawat perlu memonitoir adanya
oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok.
2.8.4.7 B5 (Bowel).
Klien biasanya menagalami mual, muntah, penurunan nafsu
makan, dan penurunan berat badan.
2.8.4.8 B6 (Bone).
Kelemahan dan kelelahan fisik secara umum sering
menyebabkan ketergantungan klien terhadap bantuan orang
lain dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
2.9.4 Pemeriksaan diagnostik.
Untuk menegakkan diagnosa penyakit pneumonia, maka disamping
hasil anamnesa dari klien pemeriksaan diagnostik yang sering
dilakukan adalah:
2.9.4.1 Pemeriksaan rontgen: dapat terlihat infliltrat pada parenkim paru.
2.9.4.2 Laboratorium:
a AGD: dapat terjadi asidosis metabolik dengan atau tanpa
retensi CO2.
b DPL: biasanya terdapat leukosit. Laju endap darah (LED)
meningkat.
c Elektrolit: natrium dan klorida dapat menurun.
d Bilirubin: dapat meningkat.
e Kultur sputum: terdapat mikroorganisme.
f Kultur darah: bakteremia sementara.
2.9.4.3 Fungsi paru: volume dapat menurun.

2.9.5 Diagnosa keperawatan.


2.9.5.1 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengsn inflamasi
trakeobronkial, pembentukan udema, dan peningkatan produksi
sputum.
2.9.6 Analisa Data.

Symtom Etiologi Problem


(Data subjektif/ Data objektif)
DS: Klien mengatakan lelah, Normal (sistem Bersihan jalan nafas
pertahanan) terganggu
lemah, insomnia, sakit kepala, tidak efektif.
nyeri dada (terutama saat batuk),
sesak nafas, nafsu makan Organisme

berkurang, mual, muntah,


mempunyai riwayat ISK/PPOM Sel nafas bagian bawah
dan merokok serta terdapat riwayat pneumokokus

gangguan sistem imun.


DO: Data Obyektif: Klien terlihat Eksudat masuk ke
alveoli
pucat, demam, berkeringat,
menggigil, tampak menahan nyeri,
Alveoli
sputum: merah muda, berkarat atau
purulen, takikardia, adanya distensi
Sel darah merah,
abdomen, bising usus hiperaktif,
leokosit, pneumokokus
kulit kering, turgor kulit buruk. mengisi alveoli

Leukosit + fibrin
mengalami konsolidasi

Bersihan jalan nafas


tidak efektif

2.9.7 Intervensi
Rencana Asuhan Keperawatan pada Paien Pneumonia (Somantri,
Irman, 2008, hal.71)
NO. Diagnosis Perencanaan
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional

1. Bersihan jalanJalan napasMandiri


nafas tidak efektifbersih dan
a. Kaji jumlah/a. Evaluasi awal
yang efektif
kedalaman untuk melihat
berhubungan setelah ......
pernapasan dankemajuan dari hasil
dengan : hari
pergerakan dada. intervensi yang telah
perawatan,
a. inflamasi dilakukan.
dengan kriteria
trakeobronkial,
: b. Penurunan aliran
pembentukan b. Auskultasi daerah
udara timbul pada
udema, dana. secaraparu, catat area yang
area yang
peningkatan verbal tidakmenurun/ tidak
berkonsolidasi dengan
produksi sputum. ada keluhanadanya aliran udara,
cairan. Suara napas
b. pleuritic pain sesak dan adanya suarabronkial ( normal
napas tambahandiatas bronkus ) dapat
Ditandai dengan : b. suara napas
seperti crackles,juga crackles,
normal
a. perubahan wheezes. rhonchi, dan wheezes
( vesikuler)
jumlah kedalaman terdengar pada saat
nafas c. sianosis (-) inspirasi dan atau
ekspirasi sebagai
b. suara napasd. batuk (-)
respons dari
abnormal,
e. jumlah akumulasi cairan,
penggunaan otot
pernapasan sekresi kental, dan
napas tambahan
dalam batas spasme/ obstruksi
c. dispnea,normal sesuai saluran napas.
sianosis usia.
c. diafragma yang
batuk dengan atau c. Elevasi kepala,lebih rendah akan
tanpa produksi sering ubah posisi. membantu dalam
sputum. meningkatkan
ekspansi dada,
pengisian udara,
mobilisasi,
ekspektorasi dari
sekresi.

d. napas dalam akan


memfasilitasi
d. Bantu klien dalam
ekspansi maksimum
melakukan latihan
paru- paru/ saluran
napas dalam.
udara kecil. Batuk
Demonstrasikan/
merupakan
bantu klien belajar
mekanisme
untuk batuk, misal
pembersihan diri
menahan dada dan
normal, dibantu silia
batuk efektif pada
saat posisi tegakuntuk memelihara
lurus. kepatenan saluran
udara. Menahan dada
akan membantu untuk
mengurangi
ketidaknyamanan,
dan posisi tegak lurus
akan memberikan
tekanan lebih untuk
batuk.

e. stimulasi batuk atau


pembersihan saluran
napas secara mekanis
e. Lakukan suction
pada klien yang tidak
atas indikasi.
dapat melakukannya
dikarenakan ketidak
efektifan batuk atau
penurunan kesadaran.

f. cairan (terutama
cairan hangat) akan
membantu
memobilisasi dan
f. Berikan cairanmengekspektorasi
kurang lebih 2.500sekret.
ml/ hari ( jika tidak
ada kontraindikasi)
kolaborasi g. Memfasilitasi
percairandan
pengeluaran sekret.
Postural drainase
g. kaji efek darimungkin tidak efektif
pemberian nebulizerpada pneumonia
dan fisioterapiinterstisial atau yang
pernafasan lainnya,disebabkan eksudat/
misalnya Incentivedestruksi dari
Spirometer, IPPB,alveolar. Koordinasi
perkusi, posturalpenatalaksanaan/
drainase. Lakukanjadwal dan oral intake
tindakan selang diakan mengurangi
antara makan dankemungkinan muntah
batasi cairan jikadengan batuk,
cairan sudahekspektorasi.
mencukupi.
h. Membantu
mengurangi
bronkospasme dengan
mobilisasi dari sekret.
Analgesik diberikan
untuk mengurangi
h. Berikan
rasa tidak nyam,an
pengobatan atas
ketika klien
indikasi, misalnya
melakukan usaha
mukolitik,
batuk, tetapi harus
ekspektoran,
digunakan sesuai
bronkodilator, dan
penyebabnya.
analgetik.
i. Cairan diberikan
untuk mengganti
kehilangan ( termasuk
insesible/ IWL ) dan
membantu mobilisasi
i. Berikan cairansekret.
suplemen misal IV,
j. Untuk mengetahui
humidifikasi oksigen
kemajuan dan efek
dan room
dari proses penyakit
humidification.
serta memfasilitasi
kebutuhan untuk
perubahan terapi.

k. kadang- kadang
j. Monitor serial X-
diperlukan untuk
Ray dada,ABGs,
mengeluarkan
Pulse Oximetry.
sumbatan mukus,
sekret yang purulen,
dan atau mencegah
atelektasis.

k. Bantu dengan
bronkoskopi/
torasentesis, jika
diindikasikan.

2.9.8 Implementasi
Implementasi adalah langkah keempat dalam tahapan proses
keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi
keperawatan/tindakan keperawatan yang telah direncanakan
( A.Aziz Alimul Hidayat, 2004 ).
Tahap pelaksanaan Uraian persiapan meliputi :
2.9.8.1 Review tindakan keperawatan yang diidentifikasi pada tahap
perencanaan.
Dalam melaksanakan tindakan keperawatan, kriteria yang harus
dipenuhi yaitu sesuai dengan rencana tindakan, berdasarkan prinsip
ilmiah, ditujukan pada individu sesuai dengan kondisi klien,
digunakan untuk menciptakan lingkungan yang teraupetik dan
aman, penggunaan sarana dan prasaran yang memadai.
2.9.8.2 Menganalisa pengetahuan atau keterampilan yang diperlukan.
Perawat harus mengidentifikasi tingkat pengetahuan dan tipe yang
diperlukan untuk tindakan keperawatan. Hal ini akan menentukan
siapa orang yang terdekat untuk melakukan tindakan.
2.9.8.3 Mengetahui komplikasi atau akibat dari tindakan keperawatan
yang dilakukan.
Prosedur tindakan keperawatan mungkin berakibat terjadinya
resiko tinggi kepada klien. Perawat harus menyadari kemungkinan
timbulnya komplikasi sehubungan dengan tindakan keperawatan
yang akan dilaksanakan. Keadaan yang demikian ini
memungkinkan perawat untuk melakukan pencegahan dan
mengurangi resiko yang timbul.
2.9.8.4 Menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan dalam
implementasi.
Dalam mempersiapkan tindakan keperawatan, hal-hal yang
berhubungan dengan tujuan harus dipertimbangkan yaitu waktu,
tenaga dan alat.

2.9.8.5 Mempersiapkan lingkungan yang kondusif sesuai dengan tindakan


yang dilakukan.
Keberhasilan suatu tindakan keperawatan sangan ditentukan oleh
perasaan klien yang aman dan nyaman. Lingkungan yang nyaman
mencakup componen fisik dan psikologis.
2.9.8.5.1 Tindakan keperawatan dibedakan atas :
2.9.8.5.1.1 Independen atau mandiri
Yaitu statu kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa
petunjuk dan perintah dari dokter atau tenaga kesehatan
lainnya.
2.9.8.5.1.2 Interdependen atau kolaborasi
Yaitu statu kegiatan yang memerlukan statu kerjasama
dengan tenaga kesehatan lainnya, misalnya ahli Gizo,
fisioterapi, dokter dan sebagainya.
2.9.8.5.2 Pendokumentasian
Pada tahap pendokumentasian hal yang harus dicatat adalah
tindakan yang telah dilakukan, waktu, tanggal, jam dan paraf
perawat yang melakukan.

2.9.9 Evaluasi.
Tahap evaluasi adalah perbandingan hasil-hasil yang diamati
dengan criteria hasil/ tujuan yang di buat pada tahap perencanaan.
Klien keluar dari siklus proses keperawatan apabila criteria hasil/
tujuan telah tercapai. Klien akan masuk kembali kedalam siklus
apabila kriteria hasil belum tercapai.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian Deksriptif. Metode


penelitian Deksriptif adalah sebuah metode yang digunakan
mendiskripsikan, menginterpretasikan sesuatu fenomena, misalnya kondisi
atau hubungan yang ada, pendapat yang berkembang dengan
menggunakan prosedur ilmiah untuk menjawab masalah secara aktual.
Penelitian studi kasus ini adalah studi untuk meneksplorasi
masalah asuhan keperawatan dengan diagnosis PNEUMONI + Bersihan
jalan tidak efektif. Pasien diobservasi selama 3x24 jam.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


3.2.1 Lokasi : Tempat penelitian yaitu di Rumah Sakit HASANAH.
3.2.2 Waktu : Pada studi kasus di RS HASANAH lama waktu sejak
pasien pertama kali MRS sampai pulang dan atau pasien yang
dirawat minimal 3 hari. Jika sebelum 3 hari pasien sudah pulang,
maka perlu penggantian pasien lainnya yang sejenis.

3.3 Subyek Penelitian


Subyek penilitian yang digunakan adalah 2 pasien (2 kasus) dengan
masalah keperawatan yang sama. Pasien Pneumonia dengan Bersihan jalan
nafas tidak efektif.

3.4 Pengumpulan Data


3.4.1 Wawancara (hasil anamnesis berisi ttg identitas pasien, keluhan
utama, riwayat penyakit sekarang dahulu keluarga dll).
Sumber data dari pasien, keluarga, perawat lainnya)
3.4.2 Observasi dan Pemeriksaan fisik (dengan pendekatan IPPA:
inspeksi, palpasi, perkusi, Asukultasi) pada sistem tubuh pasien
3.4.3 Studi dokumentasi dan angket (hasil dari pemeriksaan
diagnostik dan data lain yg relevan).

3.5 Uji Keabsahan Data


Uji keabsahan data dilakukan dengan:
3.5.1 Memperpanjang waktu pengamatan / tindakan.
3.5.2 Sumber informasi tambahan menggunakan triangulasi dari tiga
sumber data utama yaitu pasien, perawat dan keluarga klien yang
berkaitan dengan masalah yang diteliti.

3.6 Analisa Data


3.6.1 Pengumpulan data.
Data dikumpulkan dari hasil WOD (wawancara, observasi,
dokumen). Hasil ditulis dalam bentuk catatan lapangan,
kemudian disalin dalam bentuk transkrip.
3.6.2 Mereduksi data dengan membuat koding dan kategori.
Data hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan
lapangan dijadikan satu dalam bentuk transkrip. Data yang
terkumpul kemudian dibuat koding yang dibuat oleh peneliti
dan mempunyai arti tertentu sesuai dengan topik penelitian
yang diterapkan. Data obyektif dianalisis berdasarkan hasil
pemeriksaan daiagnostik kemudian dibandingkan nilai normal
3.6.3 Penyajian data.
Penyajian data dapat dilakukan dengan tabel, gambar, bagan
maupun teks naratif. Kerahasiaan dari responden dijamin
dengan jalan mengaburkan identitas dari responden.
3.6.4 Kesimpulan.
Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan
dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian terdahulu dan secara
teoritis dengan perilaku kesehatan. Penarikan kesimpulan
dilakukan dengan metode induksi.

Data yang dikumpulkan terkait dgn data pengkajian, diagnosis,


prencanaan, tindakan, dan evaluasi

3.7 Etik Penelitian


Dicantumkan etika yang mendasari suatu penelitian, terdiri dari :
3.7.1 Informed Consent (persetujuan menjadi responden)
3.7.2 Anonimity (tanpa nama)
3.7.3 Confidentiality (kerahasiaan)
Lampiran

Instrumen :

Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah


kuesioner yang dibuat oleh peneliti berdasarkan tinjauan kepustakaan dan
observasi serta lembar observasi untuk data yang diamati langsung oleh peneliti.

Alat-alat :

- Ventilator
- Bronkoskopi
- Stetoskop
- Nebulizer
- Foto thorax
- Alat-alat ABGs
DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, Hood dan mukty. 1995. Dasar-dasar ilmu penyakit paru. Surabaya :
Airlangga university
Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan medical-bedah : buku saku untuk
Brunner dan suddart .Jakarta: EGC
Engram, Barbara. 1998. Rencana asuhan keperawatan medical-bedah vol.1.
Jakarta: EGC
Manurung, Santa, Suratun, Paula Krisanti. 2009. Asuhan keperawatan Gangguan
System Pernafasan Akibat infeksi. Jakarta : CV.Trans Info Media
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
System Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal bedah
Brunner & Suddarth Edisi 8 vol.1. Jakarta:EGC
Somantri, Irwan. 2008. Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan pada
pasien dengan gangguan sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika
Wilkinson, Judith M, Nancy R. Ahern. 2012. Diagnosa Keperawatan Nanda NIC
NOC. Jakarta. EGC
Asih, Niluh Gede Yasmin. 2004. Keperawatan Medical Bedah : Klien dengan
Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai