Anda di halaman 1dari 10

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Beberapa waktu terakhir di Ukraina telah terjadi konflik internal yang diawali

dengan tindakan Presiden Ukraina Viktor Yanukovych membatalkan kontrak

perjanjian kerjasama antara Republik Ukraina dengan Uni Eropa (Uni Eropa

Association Agreement) dan memilih menjalin hubungan kerjasama lebih erat

dengan Rusia. Hal tersebut menimbulkan aksi protes masyarakat Ukraina

pendukung Uni Eropa yang mendesak agar presiden Yanukovych mundur dari

pemerintahan.1

Konflik di Ukraina semakin memanas dan berada diambang perang saudara.

Sebagai upaya mengatasi hal tersebut, Presiden Ukraina, Viktor Yanukovych

mengajukan permintaan tertulis kepada Rusia agar dapat membantu mengatasi

konflik internal Ukraina khususnya di wilayah Crimea, sehingga pemerintah

Rusia mengirimkan pasukan ke wilayah Crimea dan Ukraina Timur. 2

1
BBC News - Why is Ukraine in turmoil?. Dalam http://www.bbc.co.uk/news/world-
europe-25182823, diakses pada 28 Juni 2014, 12.45 WIB.
2
Rusia: Yanukovych meminta bantuan Militer Rusia. Dalam
http://internasional.kompas.com/read/2014/03/04/1814350/Rusia.Yanukovych.Meminta.Bantuan.
Militer.Rusia, diakses pada 21 Agustus 2014, 21.18 WIB.
2

Dilain pihak, keberadaan angkatan bersenjata Rusia tenyata tidak sepenuhnya

mampu meredakan konflik, tetapi justru memperburuk keadaan. Karena situasi

dalam peristiwa ini semakin memanas dan telah menimbulkan banyak korban

jiwa, maka parlemen Ukraina akhirnya memutuskan untuk mengadakan sidang

dengan presiden Ukraina. Dalam sidang ini dihasilkasn sebuah keputusan yang

menetapkan pengunduran diri Presiden Viktor Yanukovych yang dianggap gagal

menjalankan pemerintahan.3

Pasca pengunduran diri Presiden Yanukovych, terjadi kekosongan pemerintahan

di Ukraina. Kekosongan pemerintahan ini lalu diisi oleh pihak parlemen Ukraina

dengan membentuk pemerintahan sementara. Berbeda dengan orientasi politik

pada masa pemerintahan presiden Yanukovych, pemerintahan sementara lebih

cenderung berpihak pada pengaruh Uni Eropa.4 Orientasi politik pemerintahan

sementara kepada Uni Eropa kembali memicu sejumlah demonstrasi di Ukraina,

terutama di wilayah Crimea yang mayoritas penduduknya merupakan etnis

Rusia.5 Warga mayoritas etnis Rusia di Semenanjung Crimea menggelar aksi

demonstrasi dengan alasan menolak keputusan pengunduran diri presiden

Yanukovych dan menuntut kemerdekaan dari Ukraina. Aksi demonstrasi

mendapat perlawanan tidak hanya dari aparat keamanan dan polisi Ukraina, tetapi

juga masyarakat pendukung Uni Eropa.6

3
Presiden Dilengserkan, Ukraina Bentuk Pemerintahan Sementara. Dalam
http://koran.tempo.co/konten/2014/02/24/335645/Presiden-Dilengserkan-Ukraina-Bentuk-
Pemerintahan-Sementara , diakses pada 15 Agustus 2014. 22.34 WIB.
4
BBC News - Why is Ukraine in turmoil?. Op.Cit.
5
Mau pisah dari Ukraina dan gabung ke Rusia, Crimea dikecam AS. Dalam
http://news.liputan6.com/read/2019418/mau-pisah-dari-ukraina-dan-gabung-ke-rusia-crimea-
dikecam-as , diakses pada 28 April 2014, 20.20 WIB
6
Komposisi Populasi Ukraina, Dalam
http://2001.ukrcensus.gov.ua/eng/results/general/nationality/, diakses pada 27 Juli 2014, Pukul
16.28 WIB.
3

Pengunduran diri Presiden Ukraina Viktor Yanukovych yang merupakan sekutu

Rusia, dibalas oleh Rusia dengan mendukung gerakan pemisahan diri Crimea dari

Ukraina.7 Pada saat inilah mulai terbentuk gerakan separatis pro-Rusia dan

mereka menamai dirinya gerakan anti maidan.8 Selain itu, terdapat pula dukungan

militer dan persenjataan dari Rusia yang memperkuat gerakan separatis Ukraina

untuk menentang pemerintah.9

Konflik internal Ukraina pasca runtuhnya rezim pemerintahan Presiden Victor

Yanukovych menyebabkan wilayah Crimea disebut sebagai penyebab

memanasnya hubungan antara Ukraina dan Rusia. Hal ini disebabkan oleh

keinginan sebagian besar etnis Rusia di Crimea untuk berintegrasi dengan Rusia10

serta latar belakang Crimea yang pernah menjadi bagian dari Uni Soviet. Selain

itu, keberadaan pangkalan militer Rusia di Crimea juga menjadi salah satu alasan

Rusia untuk tetap mempertahankan pengaruhnya di Crimea.

Semenanjung Crimea awalnya merupakan bagian dari Uni Soviet hingga pada

tahun 1954, wilayah Crimea secara sepihak diberikan kepada Ukraina oleh

presiden Uni Soviet, Nikita Khruchev sebagai dasar simbol persahabatan.

Kemudian pada tahun 1997 di bawah Trakat Persahabatan, Kerja Sama dan

Kemitraan Moskow-Kiev, Rusia mengakui status kepemilikan Sevastopol dan

7
Adirini Pujayanti, Posisi Rusia dan Perkembangan Krisis Ukraina, InfoSingkat, Vol. VI,
No. 13/I/P3DI/Juli/2014, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretaris
Jendelar DPR RI (www.dpr.go.id), 2014 hlm. 5.
8
November 2013
9
Media Jerman: Rusia Pasok Senjata ke Separatis. Dalam
http://international.sindonews.com/read/988223/41/media-jerman-rusia-pasok-senjata-ke-
separatis-ukraina-1428803767 , diakses pada 15 April 2015, Pukul 08.56 WIB.
10
Para pemimpin dunia kecam pencaplokan Crimea oleh Rusia. Dalam
http://news.detik.com/read/2014/03/19/153329/2530554/1148/para-pemimpin-dunia-kecam-
pencaplokan-crimea-oleh-rusia, diakses pada 30 April 2014, 15.44 WIB.
4

kedaulatan Ukraina, sebagai balasannya Ukraina memberikan Rusia hak untuk

tetap menggunakan pangkalan laut Sevastopol dan mempertahankan Armada Laut

Hitam Rusia di Crimea hingga tahun 2017. Pada tahun 2010, perjanjian kedua

ditandatangani di Kharkiv dan memperpanjang waktu penggunaan pelabuhan


11
Sevastopol untuk armada laut Rusia hingga tahun 2042. Dengan adanya

perjanjian ini dan masih berdirinya pangkalan Angkatan Laut Rusia di Sevastopol

menyebabkan wilayah tersebut masih berada dalam kekuasan Rusia.

Kondisi demografi Crimea yang didominasi keturunan Rusia dan tuntutan

keamanan di dalam wilayahnya, menjadi alasan Rusia untuk melakukan aksi

pendudukan ke wilayah Crimea.12 Rusia mengirimkan pasukan militernya ke

wilayah Crimea yang berpusat di Sevastopol (ibukota provinsi Crimea), kemudian

menyebar ke seluruh wilayah Crimea dan menduduki wilayah tersebut.13

Tindakan intervensi Rusia ini melahirkan berbagai reaksi keras dari beberapa

negara di dunia, di antaranya Amerika Serikat dan sekutunya Uni Eropa.14 Hingga

saat ini konflik masih terus berlangsung dan telah berkembang menjadi gencatan

senjata antara militer Ukraina dan kelompok separatis.15

11
Sejarah Sevastopol di Crimea (wilayah Ukraina berbau Rusia). Dalam
http://dunia.news.viva.co.id/news/read/485860-ini-sejarah-sevastopol-di-crimea--wilayah-ukraina-
berbau-rusia, diakses pada 28 Juli 2014, 16.34 WIB.
12
KrisisSemenanjungCrimea,Dalam:http://nasional.sindonews.com/read/2014/03/05/18/841
394/krisis-semenanjung-crimea, diakses pada 13 Mei 2014, 13.34 WIB.
13
Pasukan Rusia Mengalir Masuk ke Crimea. Dalam
http://www.tempo.co/read/news/2014/03/03/117559100/Pasukan-Rusia-Mengalir-Masuk-ke-
Crimea , diakses pada 16 Agustus 2014. 22.41 WIB.
14
Mau Pisah dari Ukraina dan Gabung ke Rusia, Crimea Dikecam AS. Dalam
http://news.liputan6.com/read/2019418/mau-pisah-dari-ukraina-dan-gabung-ke-rusia-crimea-
dikecam-as , diakses pada 27 April 2014, 15.25 WIB
15
Hentikan Konflik, Ukraina Umumkan Gencatan Senjata. Dalam :
http://news.okezone.com/read/2014/06/21/414/1002002/hentikan-konflik-ukraina-umumkan-
genjatan-senjata , diakses pada 10 April 2015, Pukul 16.09 WIB.
5

Suatu negara dapat berjalan dan berfungsi secara optimal apabila memiliki

kedaulatan. Kedaulatan secara internal akan diwujudkan dalam bentuk supremasi

dari lembaga-lembaga pemerintahan dan secara eksternal dalam bentuk supremasi

negara sebagai subjek hukum internasional.16 Jawahir Thontowi mengatakan

bahwa kedaulatan merupakan salah satu prinsip dasar bagi terciptanya hubungan

internasional yang damai.17

Kedaulatan bila dilihat dari sudut ilmu bahasa dapat diartikan sebagai suatu

kekuasaan tertinggi atas pemerintahan negara, daerah, dan sebagainya. Oleh

karena itu, kedaulatan merupakan salah satu unsur eksistensi sebuah negara.18

Suatu negara dikatakan berdaulat apabila negara tersebut mampu dan berhak

mengatur serta mengurus sendiri kepentingan-kepentingan dalam negeri dan luar

negerinya dengan tidak bergantung kepada negara lain.19

Pada hakikatnya, kedaulatan mewakili totalitas hak-hak negara dalam

menjalankan hubungan luar negeri dan menata urusan-urusan dalam negerinya.

Hal ini berarti suatu negara tidak memiliki hak dan kewajiban atas kedaulatan

negara lain, dengan kata lain kedaulatannya berhenti ketika bertemu dengan

kedaulatan dari negara lain.20 Prinsip-prinsip dasar mengenai kedaulatan berkaitan

erat dengan prinsip-prinsip intervensi, dimana intervensi atau campur tangan suatu

16
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, Penerbit
Alumni, Bandung, 2003, hlm. 161.
17
Jawahir Thontowi, Pranoto Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer, Refika
Aditama, Bandung, 2006, hlm.169.
18
Pusat pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Departemen Pendidikan dan kebudayaan, Jakarta, hlm. 188.
19
Suryo Sakti Hadiwijoyo, Perbatasan Negara Dalam Dimensi Hukum Internasional,
Graha Ilmu, Yogyakarta, 2011, hlm. 42.
20
Lihat, Stephen D. Kragner ed, Problematic Sovereignty: Contested Rules and Polittical
Possibilities, Columbia University, New York, 2001, hlm. 24 - 46.
6

negara terhadap negara lain dipandang bertentangan dengan prinsip kedaulatan

sebagai kekuasaan tertinggi dalam suatu negara.

Intervensi seringkali diartikan sebagai tindakan campur tangan suatu negara

terhadap urusan negara lain.21 Namun dalam pengertian ini, pemberian nasihat

oleh suatu negara kepada negara lain mengenai beberapa hal yang terletak di

dalam kompetensi dari negara yang disebut yang kemudian mengambil keputusan

untuk dirinya belum dapat disebut sebagai suatu intervensi. Campur tangan atau

intervensi harus berbentuk suatu perintah, yaitu bersifat memaksakan atau di

belakangnya terdapat ancaman kekerasan.22

Kewajiban untuk tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain, salah

satunya telah tercantum dalam Piagam PBB pada Pasal 2 ayat (7) yang

menetapkan bahwa organisasi PBB dilarang mengintervensi urusan-urusan yang

pada dasarnya berada di dalam yurisdiksi domestik suatu negara:

Nothing contained in the present Charter shall authorize the United


Nations to intervene in matters which are essentially within the domestic
jurisdiction of any state or shall require the Members to submit such
matters to settlement under the present Charter, but this principle shall not
prejudice the application of enforcement measures under chapter VII.23

Dengan adanya pasal ini maka menjadi jelas bahwa tidak ada ketentuan dalam

Piagam PBB yang memberikan kewenangan kepada PBB untuk mencampuri

urusan dalam negeri negara lain, kecuali tindakan yang memang diperlukan

seperti yang telah tercantum dalam ketentuan bab VII Piagam PBB. Ketentuan ini

diperkuat dengan adanya Resolusi Majelis Umum PBB tahun 1970 tentang

21
J.L. Brierly, Hukum Bangsa-Bangsa: Suatu Pengantar Hukum Internasional,
diterjemahkan oleh Moh. Radjah, Bhratata, Jakarta, 1996, hlm. 256.
22
Ibid.
23
United Nations, Charter of The United States, 1945.
7

Prinsip-Prinsip Hukum Internasional mengenai Hubungan yang Bersahabat dan

Kerjasama Antar Negara, yang menyatakan :

No State or Group of States has the right to intervene, directly or


indirectly, for any reason whatever, in the internal or external affairs of any
other states.24

Pernyataan ini memuat ketentuan bahwa tidak ada satupun negara ataupun

kelompok negara berhak untuk mengintervensi baik secara langsung ataupun

tidak langsung dengan alasan apapun terhadap urusan dalam negeri atau luar

negeri negara lain. Selain itu juga terdapat pernyataan dalam Pasal 2 ayat (4)

Piagam PBB tentang larangan penggunaan ancaman atau kekerasan terhadap

negara lain, larangan penggunaan kekerasan ini adalah penegasan dari prinsip

non-intervensi terutama dalam hal intervensi militer.

Bertitik tolak pada permasalahan ini, penulis tertarik untuk mengkaji secara ilmiah

apakah tindakan intervensi Rusia terhadap wilayah Crimea tersebut merupakan

pelanggaran terhadap kedaulatan negara lain yakni Ukraina. Maka dari itu penulis

menulis skripsi dengan judul: Intervensi Rusia Ke Crimea (Ukraina).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, pokok permasalahan yang akan

dibahas dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah tindakan intervensi dalam Hukum Internasional?

2. Bagaimanakah tindakan intervensi Rusia ke wilayah Crimea?

24
United Nations, Declaration on Principle of International Law Concerning Friendly
Relation and Cooperation Among States in Accordance with The Charter of The Unites Nations,
General Assembly Resolution 2625 (XXV), 1970, <www.un.org>. Deklarasi ini disahkan pada 24
Oktober 1970.
8

C. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang Lingkup pembahasan penelitian dititik beratkan pada objek permasalahan

dalam penelitian ini, yaitu tindakan Intervensi Rusia ke Wilayah Otonomi Crimea

(Ukraina) menurut ketentuan-ketentuan hukum internasional khususnya dalam

Piagam PBB, Deklarasi Majelis Umum PBB serta prinsip-prinsip hukum

internasional yang berkaitan dengan intervensi.

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan utama penelitian

ini adalah:

1. Menganalisis tindakan intervensi dalam hukum dan prinsip-prinsip

internasional.

2. Menganalisis tindakan intervensi yang dilakukan oleh Rusia di wilayah

Crimea.

E. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini mempunyai kegunaan :

1. Kegunaan secara Teoritis

Secara teoritis penelitian ini berguna untuk menambah pemahaman dalam

bidang hukum internasional pada umumnya berkaitan dengan teori

kedaulatan dan prinsip intervensi terhadap negara, serta kajian terhadap

permasalahan yang terjadi di dalam praktek pelaksanaan hubungan

internasional antar negara dalam bidang keamanan, khususnya dalam

peristiwa yang terjadi antara Rusia dan Ukraina.


9

2. Kegunaan secara Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai sumbangan

pemikiran, bahan bacaan dan sumber informasi serta sebagai bahan kajian

lebih lanjut bagi yang memerlukan, serta sebagai upaya perluasan wawasan

keilmuan dan peningkatan ketrampilan menulis karya ilmiah dalam rangka

pengembangan ilmu pengetahuan hukum, khususnya hukum internasional.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam penulisan, dan pengembangan terhadap isi skripsi ini

maka diperlukan kerangka penulisan yang sistematis. Sistematika skripsi ini

terdiri dari 5 bab yang diorganisasikan ke dalam bab sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan latar belakang dari permasalahan yang diangkat yakni

mengenai intervensi, serta alasan dari penyusunan penelitian ini. Dalam Bab ini

juga diterangkan rumusan masalah, maksud dan tujuan penelitian, dan sistematika

penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan secara ringkas mengenai pengertian negara, pengertian

kedaulatan, pengertian intervensi, pengertian pemberontakan, gambaran umum

wilayah Ukraina, peristiwa intervensi Rusia ke Crimea (Ukraina), ketentuan

hukum internasional yang berkaitan dengan intervensi, prinsip non-intervensi,

prinsip kedaulatan negara, pengecualian terhadap prinsip non-intervensi, serta

prinsip-prinsip hukum internasional mengenai hubungan antar negara.


10

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan tentang metode-metode atau langkah-langkah yang

digunakan dalam penulisan skripsi ini, meliputi pendekatan masalah, sumber data,

prosedur yang digunakan dalam proses pengumpulan data dan pengolahan data,

serta analisis data untuk mengetahui cara-cara yang digunakan dalam penelitian

skripsi.

BAB IV : PEMBAHASAN

Bab ini merupakan penjelasan dan pembahasan tentang permasalahan yang

terdapat dalam penulisan ini. Diawali dengan membahas tindakan intervensi

secara umum menurut ketentuan-ketentuan hukum internasional, kemudian

dilanjutkan dengan menganalisis tindakan intervensi yang dilakukan oleh Rusia di

wilayah otonomi Crimea dengan menggunakan teori-teori yang berkaitan dengan

intervensi menurut hukum internasional.

BAB V : PENUTUP

Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi tentang kesimpulan dan saran penulis

yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini.

Anda mungkin juga menyukai