Anda di halaman 1dari 22

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit paru-paru obstruktif kronik (cronic obstructive
pulmonary diseases-COPD). Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang biasa
dikenal sebagai PPOK merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan
keterbatasan aliran udara dalam saluran napas yang tidak sepenuhnya
reversibel dan biasanya menimbulkan obstruksi. Gangguan yang bersifat
progresif (cepat dan berat) ini disebabkan karena terjadinya Radang
kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam kurun
waktu yang cukup lama dengan gejala utama sesak napas, batuk, dan
produksi sputum dan keterbatasan aktifitas.

PPOK merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk


sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai
dengan peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran
patofisiologi yang utama. Ada tiga penyakit yang membentuk satu
kesatuan yang dikenal sebagai PPOM tersebut yaitu bronkhitis kronis,
emfisema paru, dan asma bronkhiale.(American Thoracic Society, 1962)

B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari penyakit COPD (Cronic Obstructive Pulmonary
Diseases)?
2. Apasajakah etiologi dari COPD ?
3. Bagaimana manifestasi klinis dari COPD ?
4. Bagaimana pathofisiologi dari COPD ?
5. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari COPD ?
6. Bagaimana penatalaksanaan medis dari COPD ?
7. Bagaimana teori asuhan keperawatan dari COPD?

C. Tujuan

1
1. Untuk mengetahui definisi dari penyakit COPD (Cronic Obstructive
Pulmonary Diseases).
2. Untuk mengetahui etiologi dari COPD .
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari COPD.
4. Untuk mengetahui pathofisiologi dari COPD .
5. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dari COPD .
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis dari COPD.
7. Untuk mengetahui teori asuhan keperawatan dari COPD.

BAB II
PEMBAHASAN

2
A. Definisi
COPD atau yang lebih dikenal dengan PPOM merupakan suatu
kumpulan penyakit paru yang menyebabkan obstruksi jalan napas,
termasuk bronchitis, empisema, bronkietaksis dan asma.
Bronkhitis kronis dan bronkietasis ditandai dengan pembentukan
mucus bronchial yang berlebihan dan batuk yang disebabkan oleh
inflamasi kronis bronkiolus dan hipertropi serta hyperplasia kelenjar
mukosa, pada empisema, obstruksi jalan napas disebabkan oleh hperinflasi
alveoli, kehilangan elastisitas jaringan paru dan penyempitan jalan napas
kecil. Asma ditandai oleh penyempitan jalan napas bronchial.
PPOM paling sering diakibatkan dari iritasi oleh iritan kimia
(industri dan tembakau), polusi udara, atau infeksi saluran pernapasan
kambuh ( Carpernito, 1999. hal 110 ).
COPD atau PPOM merupakan suatu kelompok paru yang
mengakibatkan obstruksi yang menahun dan persisten dari jalan napas di
dalam paru. Termasuk dalam kelompok ini yaitu : bronkiektasis ,
bronkhitis menahun, emfisema paru, beberapa batuk dari asma, dan lain-
lain. Walaupun masing-masing mempunyai karakteristik tersendiri tetapi
sering secara klinis, radiologik, dan fisiologik terdapat Overlopping satu
sama lain sehingga penegakan diagnosis pasti dari pada salah satu
penyakit sukar di tetapkan. Secara fungsional semuanya akan
mengakibatkan peningkataan tahanan saluran napas. (airways
resistance). ( Kapita selekta, 1982. hal 218 ).
Penyakit obstruksi menahun (COPD) merupakan penyakit paru
yang jelas secara anatomi memberikan tanda kesulitan pernapasan yang
mirip yaitu keterbatasan jalan udara yang kronis, terutama beartambahnya
resistensi terhadap jalan udara saat ekspirasi. ( Robbins, 1995. hal. 137 ).

B. Etiologi

Ada tiga factor yang mempengaruhi timbulnya COPD yaitu rokok, infeksi
dan polusi, selain itu pula berhubungan dengan factor keturunan, alergi,

3
umur serta predisposisi genetic, tetapi belum diketahui dengan jelad
apakah factor-faktor tersebut berperann atau tidak.

1. Rokok.
Menurut buku report of the WHO expert comitte on smoking control,
rokok adalah penyebab utama timbulnya COPD. Secara pisiologis
rokok berhubungan langsung dengan hiperflasia kelenjar
mukaos bronkusdan metaplasia skuamulus epitel saluran pernapasan.
Juga dapat menyebabkan bronkokonstriksi akut. Menurut Crofton &
Doouglas merokok menimbulkan pula inhibisi aktivitas sel rambut
getar, makrofage alveolar dan surfaktan.
2. Infeksi
Infeksi saluran pernapasan bagian atas pada seorang penderita
bronchitis koronis hamper selalu menyebabkan infeksi paru bagian
bawah, serta menyebabkan kerusakan paru bertambah. Ekserbasi
bronchitis koronis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus,
yang kemudaian menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri.
3. Polusi
Polusi zat-zat kimia yang dapat juga menyebabkan brokhitis adalah
zat pereduksi seperti O2, zat-zat pengoksidasi seperti N2O,
hydrocarbon, aldehid dan ozon.
( Sumber :Ilmu penyakit dalam, 1996. hal. 755 ).

Pada umumnya COPD menimbulkan kelainan yang sama. Pada


dasarnya ada tiga kelainan fisiologis yang dapat menimbulkan insufiensi atau
ketidakcukupan pernapasan, yaitu karena :
a) Ventilasi yang tidak memadai di alveoli.
b) Pengurangan difusi gas melalui membrane pernapasan.
c) Berkurangnya transportasi oksigen dari paru-paru ke jaringan.
Ventilasi yang tidak memadai di alveoli karena adanya kelainan yang
menambah kerja ventilasi yaitu dengan penambahan tahanan jalan udara.
Mekanisme terjadinya obstruksi.
a) Intraluminer

4
Akibat infeksi dan iritasi yan menahun pada lumen bronkus, sebagian
bronkus tertutup oleh secret ang berlebihan.
b) Intramular
Dinding bronkus menebal, akibatnya :
- Kontraksi otot-otot polos bronkus dan bronkiolus seperti pada asma,
- Hipertrofi dari kelenjar-kelenjar mukus,
- Edema dan inflamasi (peradangan), sering terdapat pada bronkhitis
dan asma.
c) Ekstramular.
Kelainan terjadi di luar saluran pernapsan. Destruksi dari jaringan
paru mengakibatkan hilangnya kontraksi radial dinding bronkus ditambah
dengan hiperinflamasi jeringan paru menyebabkan penyempitan saluran
napas.
( Sumber : Kapita Selekta, 1982. hal. 218 ).
b) Fisiologi Pernapasan
Bernapas atau respirasi adalah peristiwa menghirup udara luar atau
atmosfer kedalam tubuh atau menghembuskan udara yang banyak
mengandung karbondioksida sebagani sisa dari oksidasi, udara dihirup
masuk melintasi traktus respiratorius sampai alveoli. Sebagai terjadinya
proses atmosfir karbondioksida dikeluarkan melalui kapiler-kapiler
alveoli dibawa ke atrium sinistra vena purmonalis Yang kemudian
diteruskan di vertikel sinestrayang di pomp[a di aorta, kemudian dialirkan
keseluruh tubuh, didalam pubuh terjadi proses oksidasi atau pembakaran,
ampas dari sisa pembakaran tubuh adalah karbondioksida. Karbondioksida
dikangkat oleh sirkulasidarah vena masuk ke atrium dekstra ke vertikel
dekstra dan di pompa ke paru-paru melintasi arteri pulmonalis. Didalam
sel paru-paru terjadi lagi proses oksidasi, karbon dioksida dikeluarkan
melalui ekspirasi sedangkan sisa lainnya dikeluarkan melalui traktus
urogenital dalam bentuk air senidan kulit dalam bentuk keringat.
( Syarifuddin, 1996. hal. 107 ).

5
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko munculnya COPD
(Mansjoer, 1999)
adalah :
1. Riwayat infeksi saluran nafas.
2. Bersifat genetik yaitu defisiensi -1 antitripsin.
3. Klasifikasi
Tanda-tanda dan gejala yang muncul pada COPD:
1. Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin.
2. Batuk kronik dan pembentukan sputum purulen dalam jumlah yang
sangat banyak.
3. Dispnea.
4. Nafas pendek dan cepat (Takipnea).
5. Anoreksia.
6. Penurunan berat badan dan kelemahan.
7. Takikardia, berkeringat.
8. Hipoksia, sesak dalam dada

E. Manifestasi Klinis
OPD merupakan penyakit obstruksi saluran napas, terjadai sedikit demi
sedikit, bertahun tahun.biasanya dimulai pada seorang penderita perokok
berumur 15-25 tahun produktivitasnya menurun dan timbul perubahan pada
saluran pernapasan kecil dan fungsi paru mulai pula berubah. Umur 35-45
tahun timbul batuk produktif. Umur 45-55 tahun timbul sesak napas,
hiposemia dan perubahannya pada pemeriksaan spirometri. Sering berulang-
ulang mendapat infeksi saluran pernapasan bagian atas sehingga sering kali
tidak dapat berkerja. Umur 55-65 tahun sudah ada kor pulmonal yang dapat
menyebabkan kegagalan pernapasan dan meinggal dunia.
( Sumber : Ilmu Penyakit Dalam, 1996. hal. 756 )
Semua penyakit pernapasan dikaraktaristikan oleh obstruksi koronis pada
aliran udara. Penyebab utama abstruksi bermacam-macam., misalnya ;
Inlamasi jalan napas
Pelengketan mukosa
Penyempitan lumen jalan napas
Kerusakan jalan napas

6
Takipnea
Ortopnea
( Sumber : Doenges, 1999. hal 152 ).

F. Phatofisiologi
Walaupun COPD terdiri dari berbagai penyakit tetapi seringkali
memberikan kelainan fisiologis yang sama. Akibat infeksi dan iritasi yang
menahun pada lumen bronkus, sebagian bronkus tertutup oleh secret yang
berlebihan, hal ini menimbulkan dinding bronkus menebal, akibatnya otot-
otot polos pada bronkus dan bronkielus berkontraksi, sehingga
menyebabkan hipertrofi dari kelenjar-kelenjar mucus dan akhirnya terjadi
edema dan inflamasi. Penyempitan saluran pernapasan terutama
disebabkan elastisitas paru-paru yang berkurang. Bila sudah timbul gejala
sesak, biasanya sudah dapat dibuktikan adanya tanda-tanda obstruksi.
Gangguan ventilasi yang berhubungan dengan obstruksi jalan napas
mengakibatkan hiperventilasi (napas lambat dan dangkal) sehingga
terjadai retensi CO2 (CO2 tertahan) dan menyebabkan hiperkapnia (CO2
di dalam darah/cairan tubuh lainnya meningkat).
Pada orang noirmal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan
yang menarik jaringan paru akan berkurang, sehingga saluran-saluran
pernapasan bagian bawah paru akan tertutup. Pada penderita COPD
saluran saluran pernapasan tersebut akan lebih cepat dan lebih banyak
yang tertutup. Akibat cepatnya saluran pernapasan menutup serta dinding
alveoli yang rusak, akan menyebabkan ventilasi dan perfusi yang tidak
seimbang. Tergantung dari kerusakannya dapat terjadi alveoli dengan
ventilasi kurang/tidak ada, tetapi perfusi baik, sehingga penyebaran
pernapasan udara maupun aliran darah ke alveoli, antara alveoli dan
perfusi di alveoli (V/Q rasio yang tidak sama). Timbul hipoksia dan sesak
napas, lebih jauh lagi hipoksia alveoli menyebabkan vasokonstriksi
pembuluh darah paru dan polisitemia.
( Soemardi. E. S, 1996.).

G. Pemeriksaan Diagnostik

7
Pemeriksaan Diagnostik.
Pemeriksaan penunjang dalam COPD adalah sebagai berikut :
a. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologist sangat membantu dalam menegakan atau
menyokong diagnosis dan menyingkirkan penyakit-penyakit lain.
b. Pemeriksaan faal paru
Pada pemeriksaan fungsi paru FVC (kapasitas vital kuat) dan fev
folume ekspirasi kuat mengalami penurunan menjadi kurang ari 20
%.
c. Analisis gas darah.
Pada pemeriksaan gas darah arteri PH < 7,35;Paco2> 45 mmHg,
sedangkan yang normal PH 7,35-7,45 dan PaCO2 35-45 mmHg,
serta pO2 75-100 mmHg
d. Pemeriksaaan EKG (elektrokardiogram).
( Sumber : Ilmu Penyakit Dalam, 1996. hal. 757 ).

H. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pada penderita COPD prinsifnya ialah untuk
meringankan keluhan simtomatik, memperbaiki serta mempertahankan
fungsi paru dan usaha pencegahan harus dilakukan seperti penghentian
merokok, menghindari polusi udara.
Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah
a. Pemberian bronkodilator
1) Teoillin
Golongan teofilin biasanya diberikan dengan dosis 10-15
mg/kg berat badan per oral.
2) Agonis B2
3) Sebaiknya diberikan scara aerosol atau nebulizer. Dapat
juga diberikan kombinasi obat secara aerosol maupun oral,
sehingga diharapkan mempunyai efek bronkodilator lebih
kuat.
b. Pemberian kortikosteroid
Pada beberapa penderita pemberian kortikosteroid akan mengurangi
obstruksi saluran pernapasan.
c. Mengurangi retraksi usus
Usaha untuk mengeluarkan dn mengurangi mukus, merupakan
pengobatan yang utama dan penting pada pengelalaan COPD. Untuk
itu dapat dilakukan :
- Minum air putih yang cukup agar tuidak dehidrasi.

8
- Ekspektoran.
Yang sering digunakan gliserilquaiakolat, kalium yodida dan
ammoniu
Klorida
- Nebulizasi dan humidifikasi dengan uap air menurunkan
viskositas dan mengencer sputum.
- Mukolitik.
Dapat digunakan asetil sistein atau bromheksin.
d. Fisioterafi dan rehabilitasi.
Berguna untuk ;
- Mengeluarkan mukus dari saluran pernapasan
- Memperbaiki efisiensi ventilasi
- Memperbaiki dan meningkatkan kekiatan fisis.
4) Komplikasi.
komplikasi yang sering terjadi dengan berlanjutnya penyakit, yaitu :
a. Kegagalan respirasi yang ditandai dengan sesak napas dengan
manifestasi asidosis respirasi.
b. Retensi co2
c. Menurunnya saturasi O2
d. Hematologik : polisitemia
e. Ukkus peptikum, terjadinya sukar diketahui.
Kebutuhan Nutrisi COPD

1. Cairan
Kebutuhan cairan pada COPD adalah 25-40 ml/kgBB/24jam
2. Energi
Salah satu aspek terapi nutrisi yang wajib diperhitungkan adalah
angka pemberian energi total yang tentu saja saja diukur sesuai dengan
kebutuhan. Kebutuhan Energi Total (KET) menggunakan beberapa
parameter, yaitu BMR (Basal Metabolic Rate) atau Kebutuhan Energi
Basal (KEB), serta faktor stress dan faktor aktivitas.
3. Makronutrient
Makronutrient utama yang dibutuhkan tubuh ada tiga jenis, yaitu
karbohidrat, protein, dan lemak.

4. Mikronitrient

9
- Fosfor : Banyak terdapat pada daging, ayam, ikan, telur, kacang,
susu, teri kering, coklat, sardines, tempe, tahu, buah-buahan dll.
- Kalium : Banyak terkandung didalam Buah-buahan seperti pisang,
sayur-sayuran, kacang merah, kacang hijau, kacang kedelai dll.
- Kalsium :Zat ini paling banyak terkandung di dalam susu, keju,
coklat, yoghurt, sayur-sayuran hijau dll.
- Magnesium : Dikandung hampir pada semua sayuran (bayam, kol,
sawi) serta ikan, serealia, dan daging
5. Nutrient Spesifik
- Asam lemak 3 : Banyak didapat padaseafo od (makanan laut
seperti ikan, udang, cumi-cumi, kepiting) serta kecambah, gandum,
minyak ikan dll.
- Vitamin C : Umumnya terkandung dalam jumlah yang besar
terutama pada buah-buahan seperti jambu biji, jeruk, nanas, bahkan
pada sayur-sayuran seperti daun singkong dll.

10
11. Patway

Polusi bahan iritan (asap) atau rokok, riwayat kesehatan (ISPA)

Iritasi jalan nafas

Hiperekskresi lendir dan inflamasi peradangan

Peningkatan sel-sel goblet

Penurunan silia

Peningkatan produksi sputum

COPD

11
BAB III
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan


dalam praktek keperawatan. Hal ini biasa disebut sebagai suatu pendekatan
problem solving atau pemecahan masalah, yang memerlukan ilmu teknik dan
ketrampilan intrapersonal ditujukan untuk memenuki kebutuan klien.
( Nursalam, 1996. hal. 1 ).Pada bagian ini penulis akan menguraikan tentang
konsep dasar asuhan keperawatan klien dengan COPD, dimana asukhan
keperawatan ini mengguakan pendekatan proses diagnosa keperawatan,
intervensi keperawatan, implementasi dan evaluasi.
( nursalam dikutip dari dr iyer, 1996. hal. 1 ).
1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal yang sangat menentukan
keberhasilan dari proses keperawatan tersebut. Pengkajian harus dilakukan
secara teliti sehingga didapatkan informasi yang tepat. Adapun hal yang
perlu dikaji dalam kasus ini antara lain ;
a. Identitas klien
Nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin, agama/suku, warga
Negara, bahasa yang digunakan, penanggung jawap meliputi : nama,
alamat, hubungan dengan klien.
b. Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan.
kaji status riwayat kesehatan yang pernah dialami klien, apa upaya
dan dimana kliwen mendapat pertolongan kesehatan, lalu apa saja
yang membuat status kesehatan klien menurun.
c. Pola nutris metabolik.

12
Tanyakan kepada klien tentang jenis, frekuensi, dan jumlah klien
makan dan minnum klien dalam sehari. Kaji selera makan berlebihan
atau berkurang, kaji adanya mual muntah ataupun
adanyaterapi intravena, penggunaan selang enteric, timbang juga
berat badan, ukur tinggi badan, lingkaran lengan atas serta hitung
berat badan ideal klien untuk memperoleh gambaran status nutrisi.
d. Pola eliminasi.
1) Kaji terhadap rekuensi, karakteristik, kesulitan/masalah dan juga
pemakaian alat bantu seperti folly kateter, ukur juga intake dan output
setiap sift.
2) Eliminasi proses, kaji terhadap prekuensi, karakteristik,
kesulitan/masalah defekasi dan juga pemakaian alat bantu/intervensi
dalam Bab.
e. Pola aktivitas dan latihan
Kaji kemampuan beraktivitas baik sebelum sakit atau keadaan
sekarang dan juga penggunaan alat bantu seperti tongkat, kursi roda
dan lain-lain. Tanyakan kepada klien tentang penggunaan waktu
senggang. Adakah keluhanpada pernapasan, jantung seperti berdebar,
nyeri dada, badan lemah.
f. Pola tidur dan istirahat
Tanyakan kepada klien kebiasan tidur sehari-hari, jumlah jam tidur,
tidur siang. Apakah klien memerlukan penghantar tidur seperti
mambaca, minum susu, menulis, memdengarkan musik, menonton
televise. Bagaimana suasana tidur klien apaka terang atau gelap.
Sering bangun saat tidur dikarenakan oleh nyeri, gatal, berkemih,
sesak dan lain-lain.
g. Pola persepsi kogniti
Tanyakan kepada klien apakah menggunakan alat bantu pengelihatan,
pendengaran. Adakah klien kesulitan mengingat sesuatu, bagaimana
klien mengatasi tak nyaman : nyeri. Adakah gangguan persepsi sensori

13
seperti pengelihatan kabur, pendengaran terganggu. Kaji tingkat
orientasi terhadap tempat waktu dan orang.
h. Pola persepsi dan konsep diri
Kaji tingkah laku mengenai dirinya, apakah klien pernah mengalami
putus asa/frustasi/stress dan bagaimana menurut klien mengenai
dirinya.
i. Pola peran hubungan dengan sesame
Apakah peran klien dimasyarakat dan keluarga, bagaimana hubungan
klien di masyarakat dan keluarga dn teman sekerja. Kaji apakah ada
gangguan komunikasi verbal dan gangguan dalam interaksi dengan
anggota keluarga dan orang lain.
j. Pola produksi seksual
Tanyakan kepada klien tentang penggunaan kontrasepsi dan permasalahan
yang timbul. Berapa jumlah anak klien dan status pernikahan klien.
k. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress.
Kaji faktor yang membuat klien marah dan tidak dapat mengontrol diri,
tempat klien bertukar pendapat dan mekanisme koping yang digunakan
selama ini. Kaji keadaan klien saat ini terhadap penyesuaian diri, ugkapan,
penyangkalan/penolakan terhadap diri sendiri.
l. Pola system kepercayaan
Kaji apakah klien dsering beribadah, klien menganut agama apa?.
Kaji apakah ada nilai-nilai tentang agama yang klien anut
bertentangan dengan kesehatan.
2. Diagnosa Keperawatan
Memberikan dasar-dasar memilih intervensi untuk mencapai hasil menjadi
tanggung jawab dan tanggung gugat paerawat.
Adapun diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan COPD
adalah sebagai berikut :
1) Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan
peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental.

14
2) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
berkurang. (obstruksi jalan napas oleh secret, spasme bronkus).
3) Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses peradangan
pada selaput paru-paru.
4) Kurang pengetahuan mengenai proses dan prognosis penyakit
berhubungan dengan kurang informasi.
( Doenges, 1999. hal 156 ).

3. Perencanaan Keperawatan.
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan langkah berikutnya adalah
menentukan perencanaan keperawatan yang meliputi pengemabangan strategi
desain untuk mencegah, dan mengurangi. ( Nursalam, 2001. hal 51 ).
Tahap dalam perencanaan meliputi penentuan prioritas masalah, tujuan,
criteria hasil, menentukan rencana dan tindakan pelimpahan (medis dan ti
kesehatan lainnya), dan program perintah medis.
Pada dasarnya membuatan prioritas masalah dibuat berdasarkan kebutuhan
dasar manusia. Menurut Abraham moslow, meletakan kebutuhan fisiologis
sebagai kebutuhan paling dasar, rasa aman, mencintai dan dicintai, harga
diri dan aktualisasi diri.
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan COPD
adalah sebagai berikut :
1) Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan
peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental.
Tujuan :
Ventilasi/oksigenisasi adekuat untuk kebutuhan individu.
Kriteria hasil : Mempertahankan jalan napas paten dan bunyi
napas bersih/jelas.
4. Intervensi
1. Kaji/pantau frekuensi pernapasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi.

15
Respon : takipnea biaanya ada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada
penerimaan atau selama stress/adanya proses infeksi akut. Pernapasan dapat
melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang disbanding inspirasi.
2. kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala tempat
tidur, duduk dan sandaran tempat tidur.
Rasional : peninggian kepala tempat tidur mempermudah pernapasan
dan menggunakan gravitasi. Namun pasien dengan distress berat akan
mencari posisi yang lebih mudah untuk bernapas. Sokongan tangan/kaki
dengan meja, bantal dan lain-lain membantu menurun kelemahan otot dan
dapat sebagai alat ekspansi dada.
3. Auskultasi bunyi napas, catat adanya bunyi napas misalnya : mengi, krokels
dan ronki..
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan
napas dan dapat/tidak dimanifestasikan dengan adanya bunyi napas
adventisius, misalnya : penyebaran, krekels basah (bronchitis), bunyi napas
redup dengan ekspirasi mengi (emfisema), atau tidak adanya bunyi napas
(asma berat).
4. Catat adanya /derajat disepnea, misalnya : keluhan lapar udara, gelisah,
ansietas, distress pernapasan, dan penggunaan obat bantu.
Rasional : Disungsi pernapasan adalah variable yang tergantung
pada tahap proses kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di
rumah sakit, misalnya infeksi dan reaksi alergi.
5. Dorong/bantu latihan napas abdomen atau bibir.
Rasional ; Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol
dispnea dan menurunkan jebakan udara.
6. Observasi karakteristik batuk, misalnya : menetap, batuk pendek, basah, bantu
tindakan untuk memperbaiki keefektifan jalan napas.
Rasional : batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya bila
pasien lansia, sakit akut, atau kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi
duduk paling tinggi atau kepala dibawah setelah perkusi dada.

16
7. Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung.
Memberikan
Rasional : Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret,
mempermudah pengeluaran. Penggunaan air hangat dapat menurunkan
spasme bronkus. Cairan selama makan dapat meningkatkan distensi gaster dan
tekanan pada diafragma.

8. Bronkodilator, misalnya, -agonis, efinefrin (adrenalin, vavonefrin), albuterol


(proventil, ventolin), terbutalin (brethine, brethaire), isoeetrain (brokosol,
bronkometer).
Rasional : Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti local,
menurunkan spasme jalan napas, mengi dan produksi mukosa. Obat-obatan
mungkin per oral, injeksi atau inhalasi. dapat meningkatkan distensi gaster
dan tekanan pada diafragma.
( Doenges, 1999. hal 156 ).
2) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
berkurang. (obstruksi jalan napas oleh sekret, spasme bronkus).
Tujuan : Mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat untuk keperluan
tubuh.
Kriteria hasil :
- Tanpa terapi oksigen, SaO2 95 % dank lien tidan mengalami sesak napas.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal
- Tidak ada tanda-tanda sianosis.
Intervensi.
1. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan, catat pengguanaan otot aksesorius,
napas bibir, ketidakmampuan bicara/berbincang. Respon : Berguna dalam
evaluasi derajat distress pernapasan dan/atau koronisnya proses penyakit.
2. Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna membrane mukosa.
Rasional : Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku)atasentral (terlihat
sekitar bibis r atau danun telinga). Keabu-abuan dan dianosis sentral
mengindikasikan beratnya hipoksemia.

17
3. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah
untuk bernapas. Dorong napas dalam perlahan atau napas bibir sesuai dengan
kebutuhan/toleransi individu.
Rasional : pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi
duduk tinggi dan laithan napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea
dan kerja napas.
4. Dorong mengeluarkan sputum, pengisapan bila diindikasikan.
Rasional : kental tebal dan banyak sekresi adalah sumber utama
gangguan pertukaran gas pada jalan napas kecil, dan pengisapan dibuthkan
bila batuk tak efektif.
5. Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara dan/atau bunyi
tambahan. Rasional ; bunyi napas mingkin redup karena penurrunan aliran
udara atau area konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan spasme
bronkus/tertahannya sekret. Krekles basah menyebar menunjukan cairan pada
interstisial/dekompensasi jantung.
6. Awasi tanda-tanda vital dan irama jantung.
Rasional : takikardi, disiretmia dan perubahan tekanan darah dapat menunjuak
efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
7. Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan
toleransi pasien.
Rasional : dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia.
Catatan ; emfisema koronis, mengatur pernapasan pasien ditentikan oleh
kadar CO2 dan mungkin dikkeluarkan dengan peningkatan PaO2 berlebihan. (
Doenges, 1999. hal 158 ).
3) Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada
selaput paru-paru.
Tujuan : Rasa nyeri berkurang sampai hilang.
Kriteria hasil :
- Klien mengatakan rasa nyeri berkurang/hilang.
- Ekspresi wajah rileks.
Intervensi.

18
1. Tentukan karakteristik nyeri, miaalnya ; tajam, konsisten, di tusuk, selidiki
perubahan karakter/intensitasnyeri/lokasi..
Respon : Nyeri dada biasanya ada dalam beberapa derajat pneumonia, juga
dapat timbul komplikasi seperti perikarditis dan endokarditis.
2. Pantau tanda-tanda vital.
Rasional : Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukan bahwa pasien
mengalami nyeri, khususnya bila alasan lain untuk perubahan tanda-tanda
vital.
3. Berikan tindakan nyaman, misalnya ; pijatan punggung, perubahan posisi,
musik tenang/perbincangan, relaksasi/latihan napas.
Rasional : Tindakan non-analgetik diberikan dengan sentuhan
lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi
analgesic.
4. Tawarkan pembersihan mulut dengan sering.
Rasional : Pernapasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi
dan mengeringkan memberan mukosa, potensial ketidaknyamanan umum..
5. Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode
batuk. Rasional : Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara
meningkatkan keefektipan upaya batuk.
6. Berikan analgesic dan antitusif sesuai indikasi.
Rasional : Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non
produktif/proksimal atau menurunkan mukosa berlebihan, meningkatkan
kenyamanan/istirahat umum. ( Doenges, 1999. hal 171 ).
4) Kurang pengetahuan mengenai proses dan prognosis penyakit berhubungan
dengan kurang informasi.
Tujuan : Klien mengerti tentang penyakit, perawatan dan
program pengobatannya..
Kriteria hasil :
- Klien memahami proses penyakit dan kebutuhan pengobatan.
- Melakukan perilaku/perubahan pada hidup untuk memperbaiki kesehatan umum
dan menurunkan resiko pengaktifan ulang COPD.

19
- Mengidentifikasi gejala yang menerlukan evaluasi intervensi.
Intervensi.
1. Jelaskan/kuatkan penjelasan proses penyakit individu. Dorong pasien/orang
terdekat untuk menanyakan pertanyaa
Respon : menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada
rencana pengobatan.
2. Instruksikan/kuatkan rasional untuk latihan napas, batuk efektif, dan latihan
kondisi umum.
Rasional : Napas bibir dan napas abdominalis/diafragmatik menguatkan otot
pernapasan, membantu meinimalkan kolaps jalan napas kecil, dan memberikan
indivisu arti untuk mengontrol dispnea. Latihan kondisi umum meningkatkan
toleransi aktivitas, kekuatan otot, dan rasa sehat.
3. Diskusikan obat pernapasan, efek samping dan reaksi yang tidak diinginkan/
Rasional : Pasien ii sering mendapatkan obat pernapasan banyak
sekaligus yang mempunyai efek samping hamper sama dan potensial interaksi
obat. Penting bagi pasien memahami perbedaan antara efek samping menganggu
(obat dilanjutkan) dan efek samping merugikan (obat mungkin
dihentikan/diganti).
4. diskusikan factor individu yang menigkatkan kondisi, misalnya ; udara terlalu
kering, angina, lingkungan dan suhu ekstrem, serbuk, asap tembakau, seprai
aerosol, polusi udara. Dorong pasien/orang terdekat untuk mencari cara
mengontrol faktor ini dan sekitar rumah.
Rasional : factor lingkungan ini dapat menimbulkan/meningkatkan
iritasi bronchial menimbulkan peningkatan produksi sekret dan menjadi hambatan
jalan napas.
5. Kaji efek bahaya merokok dan nasehatkan menghentikan merokok pada pasien
dan/atau orang terdekat.
Rasional : Penghentian merokok dapat memperlambat/menghambat kemajuan
COPD. Namun meskipun pasien ingin menghentikan merokok, diperlukan
kelompok pendukung dan pengawas medis. Catatan : penelitian menunjukan

20
bahwa rokok side-streams atau second hand dapat terganggu seperti halnya
merokok nyata.
6. diskusikan tentang pentingnya mengikuti perawatan medik, foto dada periodik,
dan culture sputum.
Rasional : Pengawasan proses penyakit untuk membuat program
tetapi untuk memenuhi perubahan kebutuhan dan dapat membantu mencegah
komplikasi.
( Doenges, 1999. hal 162 ).

4. Implementasi
5. Evaluasi

21
Daftar Pustaka

Brunner & Suddart. 1996.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8


volume 2.Jakarta, EGC.

Doenges, Moorhouse, Geissler. 2000.Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3.


Jakarta.EGC.

Price, Sylvia. 2003 .Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC

http://www.scribd.com/doc/56640864/LP-PPOK

http://pterchie.blogspot.com/search/label/Askep%20COPD

http://laporanpendahuluan.blogspot.com/2010/02/laporan-pendahuluan-copd.html

22

Anda mungkin juga menyukai