Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN MANAJEMEN DESEMBER 2015

PROGRAM PENANGGULANGAN KUSTA

OLEH :

NAMA : NELVI UTAMI PUTRI KAWILE

STAMBUK : N 111 13 008

PEMBIMBING : dr. SYAHRIAR

drg. TRI SETYAWATI, M.Sc

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS TADULAKO

PALU

2015

BAB I

PENDAHULUAN
a. Latar Belakang

Kusta atau Morbus Hansen (MH) merupakan penyakit infeksi yang kronik,

dan penyebabnya ialah Mycobacterium Leprae yang bersifat intraselular obligat.

Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius

bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat.1

Bedasarkan data yang diperoleh dari World Health Organization (WHO)

pada akhir tahun 2006 didapatkan jumlah pasien kusta yang teregistrasi sebanyak

224.727 penderita. Dari data tersebut didapatkan jumlah pasien terbanyak dari

benua asia dengan jumlah pasien yang terdaftar sebanyak 116.663. Dan dari data

didapatkan india merupakan negara dengan jumlah penduduk terkena kusta

terbanyak dengan jumlah 82.901 penderita. Sementara indonesia pada tahun 2006

tercatat memiliki jumlah penderita sebanyak 22.175 (WHO).2

Menurut WHO pada tahun 1981, kusta dibagi menjadi multibasilar dan

pausibasilar. Yang termasuk dalam multibasilar adalah tipe dengan indeks bakteri

(IB) lebih dari 2+ sedangkan pausibasilar adalah tipe dengan IB kurang dari 2+.

Untuk kepentingan pengobatan pada tahun 1987 telah terjadi perubahan. Yang

dimaksud dengan kusta pausibasiler adalah kusta dengan Basil Tahan Asam

(BTA) negatif pada pemeriksaan kerokan kulit, sedangkan apabila BTA positif

maka akan dimasukan dalam kusta multibasiler.1

Pada tahun 2014, provinsi Sulawesi Tengah menempati urutan ke 16 dari

33 provinsi di Indonesia dengan jumlah 252 kasus dan CDR 8,88/100.00

penduduk. Jumlah kasus kusta di Kota Palu tahun 2010 sebanyak 28 orang dengan

CDR 8,9/100.000 penduduk. Jumlah kasus penyakit kusta di Puskesmas Donggala

1
pada Januari-November 2015 sebanyak 5 kasus untuk tipe MB dan 1 kasus untuk

tipe PB. Sedangkan tahun 2014, kasus kusta tipe MB sebanyak 6 kasus dan PB

sebanyak 1 kasus.

Penyakit kusta sampai saat ini masih ditakuti masyarakat, keluarga termasuk
sebagian petugas kesehatan. Hal ini disebabkan masih kurangnya
pengetahuan/pengertian, kepercayaan yang keliru terhadap kusta dan cacat yang
ditimbulkan. 1
Dengan kemajuan teknologi dibidang promotif, pencegahan, pengobatan,

serta pemulihan, kesehatan dibidang penyakit kusta, maka penyakit kusta sudah

dapat diatasi dan seharusnya tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat.

Akan tetapi mengingat kompleksnya masalah penyakit kusta, maka diperlukan

program pengendalian secara terpadu dan menyeluruh melalui strategi yang sesuai

dengan endemisitas kusta. Selain itu juga harus diperhatikan rehabilitasi medis

dan rehabilitasi sosial ekonomi untuk meningkatkan kualitas hidup orang yang

mengalami kusta.

b. Gambaran Umum Puskesmas Donggala


Puskesmas Donggala merupakan salah satu pelayanan kesehatan

masyarakat yang berada di wilayah Kabupaten Donggala. Luas wilayah kerja

Puskesmas Donggala sebesar 213,39 km2 yang terdiri dari 22 desa. Dari semua

desa/kelurahan di wilayah kerja Puskesmas Donggala, dapat dilalui dengan

kendaraan roda empat maupun roda dua, sehingga mempermudah hubungan

antara satu desa/kelurahan dengan desa/kelurahan lainnya dan ke Puskesmas

Donggala. Meskipun secara umum demikian, masih terdapat juga beberapa desa

terpencil dan beberapa dusun terpencil dengan tingkat keterjangkauan yang agak

2
sulit diakses dengan menggunakan kendaraan roda empat sehingga hal ini

mempengaruhi cakupan pencapaian program kesehatan.

Berdasarkan data statistik di wilayah kerja UPT Puskesmas Donggala,

jumlah penduduk pada tahun 2014 adalah 43.867 Jiwa, yang terdiri dari laki-laki

22.514 Jiwa dan perempuan 21.353 Jiwa. dan jumlah keluarga diperkirakan

sebanyak 10.593 KK dapat diketahui bahwa kepadatan penduduk rata-rata sebesar

200 km meningkat dibandingkan dengan tahun lalu sebesar 211 km. Letak UPT

Puskesmas Donggala berbatasan dengan wilayah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Teluk Palu

b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kota Palu

c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Lembasada

Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar

Visi UPT Puskesmas Donggala Menjadikan Puskesmas pilihan utama

masyarakat Donggala . Untuk mencapai visi tersebut UPT Puskesmas Donggala

mempunyai misi sebagai berikut :

a. Memelihara dan meningkatkan Kesehatan individu, keluarga, masyarakat

dan Lingkungan.

b. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan, rawat inap yang bermutu

efektif, efisien, merata dan terjangkau bagi masyarakat Donggala dan

sekitarnya.

c. Mendorong kemandirian masyarakat Donggala untuk berperilaku hidup

bersih dan sehat dengan meningkatkan peran serta masyarakat dalam

upaya kesehatan baik promotif, preventif maupun kuratif.

3
d. Meningkatkan kesejatraan karyawan dan staf sebagai aset yang berharga

bagi Puskesmas.

Adapun Motto UPT Puskesmas Donggala : Kepuasaan dan kesembuhan

anda adalah harapan kami .

c. Rumusan Masalah

Pada laporan manajemen ini, permasalahan terkait program penanggulangan

kusta yang akan dibahas antara lain :

1. Bagaimana pelaksanaan program penanggulangan kusta di Pukesmas


Donggala ?
2. Bagaimana pencapaian target cakupan program penanggulangan kusta di
Puskesmas Donggala ?
3. Apa saja permasalahan yang menjadi kendala dalam mencapai target
cakupan program penanggulangan kusta di Puskesmas Donggala ?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Penentuan kebijakan dan metode pengendalian penyakit kusta sangat


ditentukan oleh pengetahuan epidemiologi kusta, perkembangan ilmu dan
teknologi di bidang kesehatan.

4
Upaya pemutusan mata rantai penularan penyakit kusta dapat dilakukan
melalui: 1,3
1. Pengobatan MDT pada pasien kusta
2. Vaksinasi BCG
Berikut ini adalah mata rantai penularan penyakit kusta. 1,3,4

Upaya pengendalian kusta di dunia menetapkan tahun 2000 sebagai tonggak


pencapaian eliminasi. Indonesia berhasil mencapai target ini pada tahun yang
sama, akan tetapi perkembangan 10 tahun terakhir memperlihatkan tren statis
dalam penemuan kasus baru. Sebagai upaya global WHO yang didukung
ILEP mengeluarkan Enhanced Global Strategy for Further Reducing the
Disease Burden due to Leprosy (2011-2015). Berpedoman pada panduan
WHO ini dan dengan mensinkronkan dengan rencana strategi kementrian
kesehatan untuk tahun 2010-2014, disusun kebijakan nasional pengendalian
kusta di Indonesia. 1
1. Visi
Masyarakat sehat bebas kusta yang mandiri dan berkeadilan
2. Misi

5
- Mengendalikan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan
masyarakat termasuk swasta dan masyarakat madani.
- Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya
kesehatan yang paripurna, merata, bermutu, dan berkeadilan
- Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan
- Menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik
3. Strategi
- Peningkatan penemuan kasus secara dini di masyarakat
- Pelayanan kusta berkualitas, termasuk layanan rehabilitasi,
diintegrasikan dengan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan
- Penyebarluasan informasi tentang kusta di masyarakat
- Eliminasi stigma terhadap orang yang pernah mengalami kusta dan
keluarganya
- Pemberdayaan orang yang pernah mengalami kusta dalam berbagai
aspek kehidupan dan penguatan partisipasi mereka dalam upaya
pengendalian kusta
- Kemitraan dengan berbagai pemangku kepentingan
- Peningkatan dukungan kepada program kusta melalui penguatan
advokasi kepada pengambil kebijakan dan penyedia layanan lainnya
untuk meningkatkan dukungan terhadap program kusta
- Penerapan pendekatan yang berbeda berdasarkan endemisitas kusta
4. Sasaran strategis
Pengurangan angka cacat kusta tingkat 2 sebesar 35% pada tahun 2015
dibandingkan tahun 2010.

2.1. Kegiatan Program Kusta


Tatalaksana pasien1
Beban Rendah
No Beban
Kegiatan Puskesmas
. PRK/RSUD Warsor Tinggi
Non PRK
Pelayanan Pasien
1. Penemuan Subjek + + + +

6
2. Diagnosis - + + +
Penentuan regimen dan
3. + + +
mulai pengobatan
4. Pemantauan pengobatan + + + +
5. Pemeriksaan kontak + + + +
6. Konfirmasi kontak + + +
Diagnosis dan pengobatan
7. + + +
reaksi
Penentuan dan
8. + + +
penanganan reaksi
Pemantauan pengobatan
9. + + + +
reaksi
10. POD dan perawatan diri +/- + + +
11. Penyuluhan perseorangan + + + +
Pendukung pelayanan
12. Stok MDT + + +
13. Pengisian kartu pasien + + + +
14. Register Kohort pasien + + +
15. Pelaporan + + +
Penanggung jawab
16. + +
program

Tatalaksana program1
No Kabupaten/Kota
Kegiatan Propinsi Pusat
. Beban tinggi Beban rendah
1. Rapid Village Survey + + +
Intensifikasi
2. pemeriksaan kontak + +
serumah & lingkungan
Pemeriksaan
laboratorium pada pasien
3. + + +
dengan diagnosis
meragukan
4. Penyuluhan advokasi + + + +
5. Pelatihan petugas + +

7
puskesmas dan RS
Pelatihan wasor
6. +
kabupaten provinsi
7. Supervisi + + + +
Pencatatan dan
8. + + + +
pelaporan
9. Monitoring dan evaluasi + + + +
10. Stock logistik MDT + + + +
Rehabilitasi medik sosial
11. + + + +
ekonomi
Seminar dengan
12. + +
FK/Perdoski
Seminar dengan sekolah
13. calon tenaga kesehatan + + + +
lain

2.2. Pencatatan dan Pelaporan


Tujuan dilaksanakannya kegiatan pencatatan dan pelaporan adalah1
1. Mendapatkan informasi hasil penatalaksanaan program P2 kusta
2. Mengidentifikasi masalah dan menetapkan prioritas untuk bimbingan dan
intervensi
3. Mengetahui kemajuan program
4. Memperoleh atau mendapatkan data terbaru
Pencatatan adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh petugas untuk mencatat
hasil-hasil kegiatan program P2 kusta. 1
1. Di Unit Pelayanan Kesehatan
Puskesmas dan Rumah sakit (RS) dalam melaksanakan pencatatan
menggunakan formulir sebagai berikut:
a. Kartu pasien
Merupakan lembar informasi berisi tentang identitas, diagnosis dan
pengobatan pasien yang harus diisi pada saat pasien didiagnosis dan
mendapatkan pengobatan. Kartu ini disimpan di Puskesmas atau UPK
dimana pasien berobat

8
b. Register Kohort PB dan MB
Merupakan buku berisi tentang rekapitulasi informasi standar pasien
kusta yang berobat di puskesmas atau UPK. Formulir ini disimpan di
Puskesmas/UPK dimana pasien mendapat pengobatan.
c. Formulir pencatatan pencegahan cacat
Formulir ini disimpan di puskesmas dimana pasien mendapat
pengobatan dengan tujuan untuk mengetahui tanda dini reaksi, tingkat
kecacatan, dan dosis tapering off obat pasien
d. Formulir evaluasi pengobatan reaksi berat
Form evaluasi disimpan di Puskesmas atau UPK dimana pasien
mendapat pengobatan dengan tujuan untuk memonitor pemberian
prednison pada pasien rekasi berat
e. Data pokok program eliminasi
Form disimpan di puskesmas dengan tujuan untuk memantau hasil
kegiatan dari tahun ke tahun sehingga diketahui pelaksanaan program
kusta di wilayahnya
f. Formulir register stok obat MDT
Terdiri dari 4 jens formulir yaitu MB dewasa, MB anak, PB dewasa
dan PB anak
2. Kabupaten/Kota
Pencatatan kegiatan program kusta di kabupaten/kota menggunakan sistem
pencatatan dan pelaporan secara elektronik atau yang lebih dikenal dengan
RR elektronik P2 kusta. Namun hasil pencatatan harus dicetak sebagai
dokumentasi.
3. Propinsi
Dinas kesehatan provinsi menggunakan formulir pencatatan sebagai
berikut:
- Rekapitulasi laporan program P2 kusta kabupaten
- Data pokok program P2 kusta
- Formulir register stok obat MDT
- Formulir permintaan MDT 1 dan MDT 4

9
Pelaporan adalah penyampaian hasil kegiatan pelaksanaan program P2 kusta
di suatu wilayah kerja yang jangka waktu tertentu dengan benar dan tepat
waktu.
Berikut adalah alur pelaporan program P2 kusta. 1

2.3. Monitoring dan Evaluasi


Monitoring dan evaluasi adalah merupakan kegiatan untuk melihat penampilan
program. Monitoring melihat saat pelaksanaan kegiatan sedangkan evaluasi
melihat hasil pelaksanaan program yang dilaksanakan secara periodik dengan
interval waktu tertentu. 1
Untuk dapat memonitor dan mengevaluasi program diperlukan suatu alat yang
efektif yaitu indikator. Indikator yang digunakan dalam monitoring dan evaluasi
dapat berbentuk jumlah, proporsi, rasio dan rate. Untuk menilai program secara
keseluruhan diperlukan beberapa indikator secara bersama-sama dan hasil
evaluasi tersebut dipergunakan untuk dasar perencanaan siklus tahun berikutnya.
Berikut adalah indikator yang dipakai untuk memonitor dan evaluasi program
pengendalian kusta: 1
1. Indikator utama1
a. Angka penemuan kasus baru (CDR = case detection rate)

10
Adalah jumlah kasus yang baru ditemukan pada periode satu tahun per
100.000 penduduk. Merupakan indikator untuk menetapkan besarnya
masalah dan transmisi yang sedang berlangsung. Selain itu digunakan untuk
menghitung jumlah kebutuhan obat serta menunjukkan aktivitas program.

b. Angka cacat tingkat 2 (Grade 2 disability rate)


Adalah angka kasus baru yang telah mengalami cacat tingkat 2 per 100.000
penduduk. Angka ini dapat merefleksikan perubahan dalam deteksi kasus
baru dengan penekanan pada penemuan kasus secara dini.

c. Angka kesembuhan (RFT = release from treatment)


Angka ini sangat penting dalam kualitas tatalaksana pasien dan kepatuhan
pasien dalam minum obat. Untuk keperluan analisa pengobatan digunakan
analisa kohort yaitu teknik analisa dimana kasus kusta dikelompokkan
menurut tanggal/waktu mulai diberikan pengobatan MDT dan dimonitoring
selama pengobatan yaitu selama 6-9 bulan untuk psaien PB dan 12-18 bulan
untuk pasien MB.

d. Prevalensi dan angka prevalensi

11
Angka ini menunjukkan besarnya masalah disuatu daerah, menentukan
beban kerja dan sebagai alat evaluasi.

2. Indikator lain yang bermanfaat1


a. Proporsi cacat tingkat 2
Angka ini bermanfaat untuk menunjukkan keterlambatan antara kejadian
penyakit dan penegakan diagnosis (keterlambatan pasien mencari
pengobatan atau keterlambatan petugas dalam penemuan pasien).

b. Proporsi kasus anak (0-14 tahun)


Jumlah kasus anak diantara kasus yang baru ditemukan pada periode satu
tahun. Dapat dipakai untuk melihat keadaan penularan saat ini dan
memperkirakan kebutuhan obat

c. Proporsi MB
Jumlah kasus MB yang ditemukan diantara kasus baru pada periode satu
tahun. Angka ini dapat dipakai untuk memperkirakan sumber penyebaran
infeksi dan untuk menghitung kebutuhan obat.

d. Proporsi perempuan
Jumlah perempuan diantara kasus baru yang ditemukan pada periode satu
tahun. Dapat memberi gambaran tentang akses pelayanan terhadap
perempuan diantara kasus baru.

12
3. Indikator tatalaksana khusus1
a. Proporsi kasus baru yang didiagnosis dengan benar
Jumlah kasus baru yang didiagnosis dengan benar diantara kasus yang baru
ditemukan pada periode satu tahun. Indikator ini bermanfaat untuk melihat
kualitas diagnosis.

b. Proporsi kasus defaulter


Jumlah kasus yang tidak menyelesaikan pengobatan tepat waktu (PB tidak
diambil obat lebih 3 bulan dan MB lebih 6 bulan) diantara kasus baru yang
mendapat pengobatan pada periode satu tahun. Indikator ini bermanfaat
untuk melihat kualitas kegiatan pembinaan pengobatan/keteraturan berobat.

c. Jumlah kasus sembuh


Jumlah aksus sembuh atau relaps yang ditemukan. Jika jumlah yang
ditemukan relaps disuatu daerah tinggi, penyelidikan lebih lanjut harus
dilakukan. Indikator ini dipakai untuk melihat efektifitas pengobatan MDT.
d. Proprosi kecacatan pada saat RFT
Jumlah kasus yang cacat atau derajat cacat bertambah berat pada saat RFT,
diantara jumlah kasus yang sudah dinyatakan RFT pada periode satu tahun.
Indikator ini dapat menggambarkan efektivitas POD selama pengobatan
MDT.

13
BAB II
PEMBAHASAN
1. Apa permasalahan terkait program penanggulangan
kusta di puskesmas Donggala
Program penanggulangan kusta di Puskesmas Donggala dikelola oleh
seorang perawat yang bekerjasama dengan dokter. Adapun program kerja yang
dilakukan di Puskesmas Donggala terkait dengan penanggulangan kusta antara
lain:
Tatalaksana pasien
1. Penemuan subjek
Penemuan subjek di puskesmas Donggala dilaksanakan secara pasif dan
aktif. Secara pasif, pasien ditemukan karena datang ke puskesmas atas
kemauan sendiri atau saran orang lain. Sedangkan secara aktif, dilakukan
dengan kunjungan ke rumah pasien yang baru ditemukan (dideteksi). Dalam
kegiatan ini dilakukan pemberian konseling dan pemeriksaan fisik. Untuk
program village survey, pemeriksaan anak sekolah, chase survey tidak
dilakukan karena terkendala masalah biaya dan tenaga kesehatan yang
terbatas.
2. Diagnosis
Penegakan diagnosis kusta di puskesmas Donggala berdasarkan tanda-
tanda utama (cardinal sign) dan pemeriksaan BTA biasanya diperiksa jika ada
kasus yang masih meragukan. Jika ada kasus baru, maka pemegang program
melaporkan ke wasor di dinas kesehatan dan akan dilakukan kunjungan rumah.
Petugas dari dinas kesehatan biasanya yang mengambil sampel kerokan kulit
dan kemudian diperiksa.

14
3. Penentuan regimen dan mulai pengobatan
Pasien yang terjaring dan telah didiagnosis dengan kusta maka akan
dikelompokkan menjadi 2 yaitu PB dan MB untuk menentukan jenis
pengobatannya. Pada fase ini tidak ada hambatan yang ditemukan.
4. Pemantauan pengobatan
Pasien yang telah dikelompokkan menjadi PB atau MB akan diberikan obat
MDT satu blister untuk satu bulan. Pasien diedukasi tentang jenis obat, waktu
minum obat, cara menyimpan obat, dan efek samping yang mungkin
ditimbulkan. Pasien kemudian dianjurkan untuk kembali setiap 1 bulan/saat
obat habis diminum. Bila pasien terlambat mengambil obat paling lama 1 bulan
maka penanggung jawab program akan melakukan pelacakan.
5. Konfirmasi kontak
Konfirmasi kontak dilakukan paling lambat dalam waktu 3 bulan setelah pasien
ditemukan. Dalam kegiatan ini penanggung jawab program akan memberikan
konseling sederhana dan pemeriksaan fisik pada semua anggota keluarga yang
tinggal serumah dengan pasien dan tetangga sekitar. Hambatan yang dialami
adalah kadang terdapat keluarga yang menolak untuk dilakukan pemeriksaan
kontak serumah karena merasa malu dan tidak terima dengan penyakit yang
dialami anggota keluarganya.
6. Penyuluhan perseorangan
Penyuluhan perseorangan dilakukan oleh dokter dan penanggung jawab
program saat pasien datang pertama kali ke puskesmas, saat kontrol tiap 1
bulan pengobatan, saat konfirmasi kontak serumah.
7. Stok MDT
Stok MDT di puskesmas Donggala mencukupi untuk mengobati pasien di
wilayah kerjanya. Ketika ditemukan kasus baru kusta maka penanggung jawab
program akan menghubungi dinas kesehatan Donggala kemudian mengambil
obat MDT dengan jumlah yang diperkirakan mencukupi pengobatan pasien
tersebut sampai selesai.
8. Pengisian kartu
Setiap pasien yang ditemukan (dideteksi) maka akan dibuatkan kartu pasien
yang berisi tentang identitas, diagnosis, status pasien, tanda/gambar kelaianan

15
tubuh, tingkat dan jumlah skor cacat, keteraturan pengobatan, hasil pemeriksan
kontak, dan reaksi kusta. Jumlah kartu yang dimiliki oleh puskesmas Donggala
masih mencukupi jumlah kasus kusta di wilayah kerjanya.
9. Register kohort pasien
Setiap pasien yang ditemukan maka akan dicatat di register monitoring untuk
mengevaluasi perkembangan kecacatan, keteraturan pengobatan, dan hasil
akhir pengobatan. Pencatatan di register kohort pasien telah dilakukan secara
teratur oleh penanggung jawab program di puskesmas Donggala.
10. Pelaporan penaggung jawab program
Pelaporan yang dilakukan di puskesmas Donggala adalah mengirimkan copy
register kohort PB dan MB ke dinas kesehatan donggala. Selain itu kepala
puskesmas Donggala melaporkan tentang hasil kegiatan selama setahun
sehingga diketahui pelaksanaan program kusta di wilayahnya.

Tatalaksana program
1. Rapid village survey
Kegiatan ini berupa pertemuan dan pemeriksaan seluruh desa untuk mencari
suspek dijaring oleh kelompok kerja. Kegiatan ini ditetapkan dan dipimpin
oleh kepala desa. Namun di puskesmas Donggala kegiatan ini tidak dilakukan
dikarenakan keterbatasan biaya.
2. Intensifikasi Pemeriksaan kontak serumah dan Linngkungan
Pemeriksaan kontak serumah dan lingkungan pendenderitaharus rutin
dilakukan. Minimal 1 kali dalam setahun , namun hal ini tidak dilakukan oleh
puskesmas Donggala, pemeriksaan kontak serumah biasanya hanya dilakukan
pada awal kasus ditemukan.
3. Pemeriksan Laboratorium
Di puskesmas Donggala memiliki fasilitas untuk pemeriksaan BTA. Hanya saja
tidak semua pasien dilakukan pemeriksaan BTA, Pemeriksaan dilakukan jika
tanda cardinal pada pasien meragukan.
4. Seminar dengan FK/Perdossi atau sekolah calon tenaga kesehatan lain

16
Kegiatan ini belum pernah dilaksanakan oleh puskesmas Donggala
dikarenakan tidak adanya anggaran kegiatan dan sulitnya mencari waktu
pelaksanaan kegiatan.
5. Monitoring dan evaluasi
Indikator utama
a. Angka penemuan kasus baru (CDR = case detection rate)
Merupakan indikator untuk menetapkan besarnya masalah dan transmisi
yang sedang berlangsung. Selain itu digunakan untuk menghitung jumlah
kebutuhan obat serta menunjukkan aktivitas program.

CDR dari puskesmas Donggala tahun 2014 adalah 6/43.827 = 13 per


100.000 penduduk
b. Angka cacat tingkat 2 (Grade 2 disability rate)
Adalah angka kasus baru yang telah mengalami cacat tingkat 2 per 100.000
penduduk. Angka ini dapat merefleksikan perubahan dalam deteksi kasus
baru dengan penekanan pada penemuan kasus secara dini.

Angka cacat tingkat 2 adalah 1/43.827 = 35,78 per 100.000


e. Angka kesembuhan (RFT = release from treatment)
Angka ini sangat penting dalam kualitas tatalaksana pasien dan kepatuhan
pasien dalam minum obat. Untuk keperluan analisa pengobatan digunakan
analisa kohort yaitu teknik analisa dimana kasus kusta dikelompokkan
menurut tanggal/waktu mulai diberikan pengobatan MDT dan dimonitoring
selama pengobatan yaitu selama 6-9 bulan untuk psaien PB dan 12-18 bulan
untuk pasien MB.

17
RFT Rate PB adalah 1/1 = 100%
RFT Rate MB adalah 5/5 = 80%
f. Prevalensi dan angka prevalensi
Angka ini menunjukkan besarnya masalah disuatu daerah, menentukan
beban kerja dan sebagai alat evaluasi.

Angka prevalensi tahun 2014 adalah 6/43827 = 1,369 per 10.000 penduduk

g. Proporsi cacat tingkat 2


Angka ini bermanfaat untuk menunjukkan keterlambatan antara kejadian
penyakit dan penegakan diagnosis (keterlambatan pasien mencari
pengobatan atau keterlambatan petugas dalam penemuan pasien).

Proporsi cacat tingkat 2 adalah 1/6=


h. Proporsi kasus anak (0-14 tahun)
Jumlah kasus anak diantara kasus yang baru ditemukan pada periode satu
tahun. Dapat dipakai untuk melihat keadaan penularan saat ini dan
memperkirakan kebutuhan obat

18
Proporsi kasus anak tahun 2014 adalah 0/6 = 0
i. Proporsi MB
Jumlah kasus MB yang ditemukan diantara kasus baru pada periode satu
tahun. Angka ini dapat dipakai untuk memperkirakan sumber penyebaran
infeksi dan untuk menghitung kebutuhan obat.

Proporsi MB tahun 2014 adalah 5/6 =83 %


j. Proporsi perempuan
Jumlah perempuan diantara kasus baru yang ditemukan pada periode satu
tahun. Dapat memberi gambaran tentang akses pelayanan terhadap
perempuan diantara kasus baru.

Proporsi perempuan tahun 2014 adalah 2/6 = 33%


k. Proporsi kasus baru yang didiagnosis dengan benar
Jumlah kasus baru yang didiagnosis dengan benar diantara kasus yang baru
ditemukan pada periode satu tahun. Indikator ini bermanfaat untuk melihat
kualitas diagnosis.

Proporsi kasus baru yang didiagnosis dengan benar adalah 100%


l. Proporsi kasus defaulter

19
Jumlah kasus yang tidak menyelesaikan pengobatan tepat waktu (PB tidak
diambil obat lebih 3 bulan dan MB lebih 6 bulan) diantara kasus baru yang
mendapat pengobatan pada periode satu tahun. Indikator ini bermanfaat
untuk melihat kualitas kegiatan pembinaan pengobatan/keteraturan berobat.

Proporsi kasus defaulter tahun 2014 adalah 0


m. Proporsi kecacatan pada saat RFT
Jumlah kasus yang cacat atau derajat cacat bertambah berat pada saat RFT,
diantara jumlah kasus yang sudah dinyatakan RFT pada periode satu tahun.
Indikator ini dapat menggambarkan efektivitas POD selama pengobatan
MDT.

Proporsi kecacatan pada saat RFT tidak dapat dihitung dikarenakan tidak
ada data mengenai jumlah kasus cacat atau bertambah berat derajat
kecacatannya pada saat dinayatakan RFT pada periode satu tahun.

Permasalahan yang menjadi kendala dalam mencapai target cakupan


program penanggulangan kusta di Puskesmas Donggala adalah

- Sumber daya manusia yang masih terbatas, dimana di Puskesmas hanya ada
1 petugas yang bertanggung jawab dalam penanggulangan kusta dan
merangkap sebagai pemegang beberapa program yang lainnya. Pemegang
program penanggunglangan kusta juga menjadi penanggung jawab
penganggulangan TB, malaria, serta pengelola laboratorium. Hal ini
mengakibatkan pemegang program tidak bisa bekerja dengan baik

20
- anggaran dana yang terbatas untuk pelaksanaan program kusta
- masih ada stigma dimasyarakat bahwa kusta adalah penyakit yang
memalukan sehingga pasien kusta malu berobat ke Puskesmas,
- Minimnya pengetahuan masyarakat tentang bahaya kusta dan penyebarannya,
sehingga pasien yang telah menjalani pengobatan jika merasa telah membaik,
akan berhenti mengkonsumsi obat dan tidak kembali datang untuk kontrol
dan mengambil obat.

BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
1. Kegiatan program kusta secara umum dibagi menjadi 2 yaitu tatalaksana
pasien dan tatalaksana program.
2. Hampir seluruh program kerja tatalaksana pasien penanggulangan kusta
di Puskesmas Donggala telah dilaksanakan, namun untuk tatalaksana
program belum semuanya dilaksanakan karena keterbatasan biaya
3. Pencapaian target cakupan program penanggulangan kusta di Puskesmas
Labuan berdasarkan indikator tergolong baik.
4. Permasalahan yang menjadi kendala dalam mencapai target cakupan
program penanggulangan kusta di Puskesmas Donggala adalah sumber
daya manusia yang masih kurang, anggaran dana yang terbatas untuk
program kusta, masih ada stigma dimasyarakat bahwa kusta adalah
penyakit yang memalukan sehingga pasien kusta malu berobat ke
Puskesmas, tidak adanya peran serta kepala desa untuk mendukung
program kerja kusta.

4.1. Saran
1. Promosi pengendalian penyakit kusta dan konseling penyakit kusta harus
lebih sering dilakukan dengan sasaran yang lebih luas untuk
meningkatkan pengetahuan dan merubah sikap dan tindakan pasien,
keluarga dan masyarakat untuk mendukung upaya pengendalian penyakit
kusta.

21
2. Kegiatan penemuan pasien harus lebih sering dilakukan secara aktif
untuk menjaring pasien-pasien yang tidak terdeteksi dengan penjaringan
pasif.
3. Jumlah sumber daya manusia dalam hal ini petugas program
penanggulangan kusta harus ditambah agar program penanggulangan
kusta lebih berjalan dengan baik

DAFTAR PUSTAKA

1. Kemenkes., Pedoman Nasional Program Pengendalian Penyakit Kusta.


Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyalahgunaan Lingkungan;
2012.
2. Tim Penyusun. 2014. Profil Kesehatan Puskesmas Donggaala Tahun 2014.
Dinas Kesehatan Kabupaten Donggala.
3. Wolff, K., Lowell, A., Stephen, I., Barbara, A., Amy, S., David, J.,
Fitzpatricks Dermatology in General Medicine Seventh Edition. The
McGraw-Hill: New York; 2008.
4. Wolff, K., Richard, A., Fitzpatricks Color Atlas & Synopsis of Clinical
Dermatology Sixth Edition. The McGraw-Hill: New York; 2009.

22

Anda mungkin juga menyukai