Anda di halaman 1dari 21

PENERAPAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)

DENGAN METODE PROBLEM SOLVING DALAM MENINGKATKAN


HASIL BELAJAR KAJIAN KEBUTUHAN MANUSIA

Albrian Fiky Prakoso

Program Pascasarjana, Program Studi Pendikan Ekonomi, Universitas Negeri Surabaya

ABSTRACT

The purpose of this research is to know the teachers activity, students activity, student learnings
outcomes, as well as the constraints by application of Contextual Teaching and Learning models
with Problem Solvings method. The Subjects were 23 students of class X TKJ SMK Muhammadiyah
5 Kalitidu. Research results showed that teachers activity at 1st cycle was 74.8%, 2nd cycle was
84,5% and 3rd cycle was 93.5%. 1st cycle of students activity was 51.5%, 2nd cycle was 79.23% and
3rd cycle was 90.8%. Student learnings outcomes 1st cycle was 65.2%, 2nd cycle was 82.6% and 3rd
cycle was 86.95%. Conclusion by applying Contextual Teaching and Learning model with Problem
Solving method can increase teachers activity, student activities, and student learning outcomes.
Keywords: Contextual Teaching and Learning, Problem Solving, learning outcomes.
Pembelajaran dapat dipandang dari tujuan pembelajaran yang dilaksanakan guru
dua sudut, pertama pembelajaran dipandang walaupun sebenarnya guru telah memberikan
sebagai suatu sistem, pembelajaran terdiri dari pembelajaran yang sudah baik.
sejumlah komponen yang terorganisasi antara Fenomena yang masih muncul saat
lain tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, ini adalah kebanyakan guru sudah mengajar
strategi, metode, model pembelajaran, media dengan baik, tetapi hasil belajar peserta didik
pembelajaran/alat peraga, pengorganisasian cenderung menurun. Hal ini disebabkan oleh
kelas, evaluasi pembelajaran, tindak lanjut beberapa faktor. Kita ketahui bahwa jumlah
pembelajaran (remedial dan pengayaan). Kedua, mata pelajaran di SMK lebih banyak daripada
pembelajaran merupakan rangkaian upaya atau jumlah mata pelajaran di SMA. Selain itu
kegiatan guru dalam rangka membuat siswa bobot materi pelajaran di SMK juga lebih berat
belajar. daripada SMA. Banyaknya materi pada setiap
Dalam dunia pendidikan dan pembelajaran pelajaran juga menjadi salah satu faktor yang
yang menjadi fokus perhatian adalah peserta menyebabkan hasil belajar siswa rendah.
didik, baik itu di taman kanak-kanak, sekolah Kurikulum saat ini lebih banyak materinya
dasar, pendidikan menengah, ataupun perguruan dibandingkan dengan kurikulum terdahulu,
tinggi. Bila dikaji dengan cermat, fokus perhatian disamping itu waktu yang tersedia pada setiap
pada peserta didik ini merupakan tercapai atau kompetensi dasar juga sangat terbatas, sehingga
tidaknya pembelajaran yang telah kita lakukan. tidak menutup kemungkinan jika peserta didik
Dewasa ini proses belajar mengajar yang dituntut untuk menghafalkan materi karena jika
menitikberatkan keaktifan siswa hanyalah teori kita ingin membuat peserta didik paham tentang
belaka. Siswa datang ke sekolah dan menerima materi yang mereka terima akan membutuhkan
pelajaran itu dianggap hanya rutinitas siswa waktu yang sangat banyak.
yang wajib dilaksanakan setiap hari, sehingga Hal tersebut sesuai dengan pendapat
dalam proses tersebut siswa tidak memperoleh Johnson (2006) yang mengatakan bahwa waktu

27
para siswa dan mahasiswa hanya dihabiskan diskusi akan meningkatkan pemahaman peserta
untuk mengisi buku tugas, mendengarkan didik, sehingga peserta didik akan memiliki
pengajar, dan menyelesaikan latihan-latihan yang ingatan yang lebih kuat tentang masalah yang
membosankan, alih-alih mengikuti ujian yang mereka pecahkan.
bisa mengungkapkan pemahaman siswa, mereka Materi Kebutuhan manusia yang sangat
hanya mengikuti ujian-ujian yang mengukur banyak memang bisa menyebabkan peserta
kemampuan mahasiswa menghafalkan fakta. didik mengalami kesulitan dalam belajar, namun
Jika otak hanya belajar, mengutip, dan berlatih, banyak penelitian mengatakan bahwa masalah
belajar dadakan sebelum ujian, maka dalam ini dapat diatasi dengan model pembelajaran
waktu 14 sampai 18 jam, otak akan melupakan Contextual Teaching and Learning (CTL)
sebagian besar informasi terebut, kecuali jika dan metode problem solving (pemecahan
informasi itu memiliki makna. masalah). Model pembelajaran CTL diterapkan
Oleh karena itu, peneliti meberi dalam pembelajaran IPS dimaksudkan untuk
masukanmodel pembelajaran baru dengan membantu siswa dalam memaknai pembelajaran
harapan untuk membuat peserta didik menjadi dengan kehidupan nyata mereka. Jadi model
lebih mudah dalam memahami materi. Salah satu pembelajaran Contextual Teaching and
model yang sedang hangat dibicarakan saat ini Learning (CTL) dengan metode problem solving
adalah model Contextual Teaching and Learning (pemecahan masalah) berhasil atau tidak untuk
(CTL). Blanchard, Berns dan Ericson (dalam mengatasi hal ini akan diteliti dalam penelitian
Komalasari, 2011) mengemukakan bahwa ini.
Contextual Teaching and Learning (CTL) atau SMK Muhammadiyah 5 Kalitidu adalah
pembelajaran konstektual adalah konsep belajar sekolah yang baru berdiri selama satu tahun,
dan mengajar yang membantu guru mengaitkan dimana guru-gurunya sebagian besar belum
antara materi yang sedang dipelajari dengan mengikuti PLPG, sehingga perlu diadakan
situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa penelitian supaya dapat ditawarkannya model
membuat hubungan antara pengetahuan yang pembelajaran baru. Dengan dikenalkannya
dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan model pembelajaran baru diharapkan kualitas
mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, sekolah ini dapat ditingkatkan dan dapat bersaing
dan pekerja. Penerapan Contextual Teaching and dengan sekolah-sekolah yang telah lama berdiri
Learning (CTL) diharapkan mampu membangun terutama sekolah-sekolah Negeri.
pemahaman peserta didik mengenai materi yang
Berdasarkan observasi awal yang
telah diajarkan karena peserta didik mengalami
dilakukan oleh peneliti diketahui bahwa kelas
materi itu dalam dunia nyata, sehingga peserta
X TKJ (Teknik Komputer Jaringan) pada SMK
didik akan memiliki daya ingat yang kuat akan
Muhammadiyah 5 Kalitidu memiliki hasil
materi yang ia dapatkan.
belajar yang belum memenuhi KKM (Kriteria
Selain menerapkan model pembelajaran, Ketuntasan Minimal) yaitu sebesar 54 % dan
hasil belajar siswa juga dapat ditingkatkan melalui selanjutnya menjadi meningkat diatas 54 %.
metode pembelajaran. Metode pembelajaran Untuk itu penerapan model dan metode ini
yang sering dipakai dalam pembelajaran maupun akan diterapkan pada Kompetensi Dasar 3.1
dalam penelitian adalah metode problem solving Mengidentifikasi kebutuhan manusia, karena
(pemecahan masalah). Dihadirkannya suatu Kompetensi Dasar ini memiliki materi yang
permasalahan kepada peserta didik dalam suatu banyak dan merupakan materi hafalan.

28
Berdasarkan Fenomena diatas maka menerapkan tujuh komponen utama
peneliti mengambil judul penelitian Penerapan pembelajaran konstektual yaitu konstruktivisme
Model Contextual Teaching and Learning (constructivism), inkuiri (inquiry), bertanya
(CTL) dengan metode Problem Solving dalam (questioning), masyarakat belajar (learning
Meningkatkan Hasil belajar Kajian Kebutuhan community), pemodelan (modeling), refleksi
Manusia pada Siswa SMK Muhammadiyah 5 (reflection), penilaian sebenarnya (authentic
Kalitidu Bojonegoro. assessment).

Contextual Teaching and Learning (CTL) Konstruktivisme (constructivism).

Pembelajaran konstektual pertama-tama di Proses membangun atau menyusun


Amerika diusulkan oleh John Dewey, pada tahun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa
1916. Dewey mengusulkan suatu kurikulum berdasarkan pengalaman (Sanjaya, 2010:264).
dan metodologi pengajaran yang dikaitkan Konstruktivisme (constructivism) merupakan
dengan minat dan pengalaman siswa (Trianto, landasan berfikir pendekatan kontekstual, yaitu
2009:105). bahwa pengetahuan dibangun oleh siswa sedikit
Blanchard, Berns dan Ericson (dalam demi sedikit melalui keterlibatan aktif siswa
Komalasari, 2011) juga mengemukakan bahwa dalam proses belajar mengajar. Pengetahuan
pembelajaran adalah konsep belajar dan adalah bukan seperangkat fakta-fakta, konsep,
mengajar yang membantu guru mengaitkan atau kaidah yang siap untuk diambil atau diingat.
antara materi yang sedang dipelajari dengan Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan
situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa itu dan memberi makna melalui pengalaman
membuat hubungan antara pengetahuan yang nyata. Penerapan konstruktivisme salam
dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan pembelajaran melalui CTL, siswa didorong
mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, untuk mengkonstruksi pengetahuan sendiri
dan pekerja. melalui pengalaman nyata.

Sedangkan Johnson (dalam komalasari, Inkuiri (inquiry)


2011) mendefinisikan CTL dengan lebih
Asas kedua dalam pembelajaran CTL
sederhana yaitu pembelajaran konstektual
adalah inkuiri. Artinya proses pembelajaran
(CTL) memungkinkan siswa menghubungkan
didasarkan pada pencarian dan penemuan
isi materi dengan konteks kehidupan sehari-hari
melalui proses berfikir secara sistematis
untuk menemukan makna.
(Sanjaya, 2010:265). Penerapan asas ini dalam
Johnson (2006), menyatakan sistem CTL
proses pembelajaran CTL, dimulai dari adanya
adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan
kesadaran siswa akan masalah yang jelas yang
menolong para siswa melihat makna di dalam
ingin dipecahkan. Melalui proses berfikir yang
materi akademi yang mereka pelajari dengan
sistematis, diharapkan siswa memiliki sifat
cara menghubungkan subjek-subjek akademik
ilmiah, rasional, dan logis yang kesemuanya
dengan konteks dalam kehidupan keseharian
itu diperlukan sebagai dasar pembentukan
mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi,
kreatifitas. Langkah-langkah menemukan
sosial, dan budaya mereka.
(inkuiri) : Pertama, merumuskan masalah,
Riyanto (2009) mengatakan bahwa, sebuah misalkan siswa dalam menghubungkan konsep
kelas dikatakan menggunakan pendekatan ekonomi dengan praktek memproduksi kue :
CTL jika dalam proses belajar mengajarnya Apa saja bahan-bahan yang diperlukan untuk

29
memproduksi kue jenis A dan bahan-bahan Pemodelan (modeling)
yang diperlukan untuk memproduksi kue jenis Dalam sebuah pembelajaran ketrampilan
B. Kedua mengamati dan melakukan observasi, dan pengetahuan tertentu ada model yang bisa
misalnya mengamati dan mencatat bahan-bahan ditiru oleh siswanya (Trianto, 2010). Dalam
untuk memproduksi kue jenis A dan B. Ketiga, pembelajaran kontekstual, proses modeling tidak
menganalisis dan menyajikan hasil dalam terbatas dari guru saja, akan tetapi pemodelan
tulisan, gambar, tabel dan lain sebagainya lalu dapat dirancang dengan melibatkan siswa yang
mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya dianggap memiliki kemampuan. Misalnya siswa
pada teman sekelas, guru atau audien yang lain. yang pernah menjadi juara Lomba Kompetensi
Disini hasil karya siswa disampaikan ke teman Siswa (LKS) Komputer Jaringan dapat diminta
sekelasnya dan guru untuk mendapat masukan, untuk menampilkan kebolehannya didepan
bertnya jawab dengan teman, memunculkan ide- teman-temannya, dengan demikian siswa dapat
ide baru, melakukan refleksi. dianggap sebagai model. Seorang bisa ditunjuk
Bertanya (questioning) untuk memodelkan sesuatu berdasarkan
pengalaman yang diketahuinya.
Belajar pada hakikatnya bertanya dan
menjawab pertanyaan (Saud, 2008). Bertanya Refleksi (reflection)
dalam pembelajaran dipandang sebagai guru Refleksi adalah proses pengendapan
yang mendorong, membimbing, dan menilai pengalaman yang telah dipelajari yang
kemampuan berfikir siswa. Bertanya dapat dilakukan dengan cara mengurutkan kembali
dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran
setiap individu; sedangkan menjawab pertanyaan yang telah dilaluinya (Sanjaya, 2010). Refleksi
mencerminkan kemampuan seseorang dalam merupakan respon terhadap kejadian, aktifitas,
berfikir. Dalam pembelajaran melalui CTL, guru atau pengetahuan yang baru diterima. Melalui
tidak menyampaikan informasi begitu saja, akan proses refleksi, pengalaman belajar itu akan
tetapi memancing agar siswa dapat menemukan dimasukkan kedalam struktur kognitifnya siswa
sendiri. Karena itu peran bertanya sangat penting, yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari
sebab melalui pertanyaan-pertanyaan guru dapat pengetahuan yang dimilikinya. Dalam proses
membimbing dan mengarahkan siswa untuk pembelajaran dengan menggunakan CTL,
menemukan setiap materi yang dipelajarinya. setiap akhir proses pembelajaran siswa diberi
Masyarakat belajar (learning community) kesempatan untuk menginat kembali apa yang
telah dipelajari dengan cara mengurutkan
Konsep masyarakat belajar dalam
kembali kejadian atau peristiwa pembelajaran
pembelajaran konstektual menyarankan agar
yang telah dilaluinya.
hasil pembelajaran diperoleh melalui kerjasama
dengan orang lain (Saud, 2008). Seseorang yang Penilaian sebenarnya/otentik (authentic
terlibat dalam kegiatan masyarakat memberi assessment).
informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya Proses pengumpulan berbagai data yang
dan sekaligus juga meminta informasi yang bisa memberi gambaran perkembangan belajar
diperlukan dari teman belajarnya. Dalam kelas siswa (Sagala, 2010). Penilaian ini diperlukan
CTL, guru disarankan selalu melaksanakan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar
pembelajaran dalam kelompok-kelompok. belajar atau tidak; apakah pengalaman belajar

30
siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap tersebut. Bagian utama dari masalah adalah
perkembangan baik intelektual maupun mental sebagai berikut. Apakah yang dicari? , bagaimana
siswa. data yang diketahui? , dan bagaimana syaratnya?
Hubungan Contextual teaching and . b) Masalah untuk membuktikan adalah untuk
learning dengan aktivitas guru, aktivitas siswa, menunjukkan bahwa suatu pertanyaan itu benar
dan Hasil Belajar Siswa. atau salah atau tidak kedua-duanya.Kita harus
menjawab pertanyaan : Apakah pernyataan itu
Johnson (2006) mengatakan bahwa Guru
benar atau salah ?. Bagian utama dari masalah
CTL yang bermutu memungkinkan siswanya
jenis ini adalah hipotesis dan konklusi dari suatu
untuk tidak hanya dapat mencapai standar
teorema yang harus dibuktikan kebenarannya.
nilai akademik secara nasional, tetapi juga
mendapatkan pengetahuan dan keahlian yang Penyelesaian masalah merupakan proses
penting untuk belajar selama hidup mereka. dari menerima tantangan dan usaha-usaha
Selanjutnya Johnson (2006) juga mempertegas untuk menyelesaikannya sampai memperoleh
bahwa Guru CTL yang baik memiliki dua penyelesaian. Sedangkan pengajaran
karakteristik: Pertama, mereka mengetahui dan penyelesaian masalah merupakan tindakan
menghargai setiap materi yang mereka ajarkan. guru dalam mendorong siswa agar menerima
Setiap tujuan akademik yang mereka harapkan tantangan dari pertanyaan bersifat menantang,
dapat dikuasai murid, telah mereka kuasai lebih dan mengarahkan siswa agar dapat menyelesaikan
dahulu. Yang kedua, mereka memerhatikan para pertanyaan tersebut (sukoriyanto, 2001).
siswa dengan kasih sayang dan kebaikan hati Pembelajaran pemecahan masalah adalah
yang tulus. Kedua kualitas ini, yaitu sebagai suatu kegiatan yang didesain oleh guru dalam
mentor dan seorang ahli, memungkinkan guru rangka memberi tantangan kepada siswa melalui
CTL untuk mengubah kehidupan murid-murid penugasan atau pertanyaan matematika (Tim
mereka. PPPG Matematika, 2005). Fungsi guru dalam
Problem Solving kegiatan itu adalah memotivasi siswa agar mau
menerima tantangan dan membimbing siswa
Sebelum memberikan pengertian tentang
dalam proses pemecahannya.
pengertian problem solving atau pemecahan
Sedangkan menurut Hudojo dan Sutawijaya
masalah, terlebih dahulu membahas tentang
(dalam Hudojo, 2003), menjelaskan bahwa
masalah atau problem. Suatu pertanyaan akan
langkah-langkah yang diikuti dalam problem
merupakan suatu masalah jika seseorang tidak
solving yaitu sebagai berikut: a) Pemahaman
mempunyai aturan tertentu yang segera dapat
terhadap masalah. b) Perencanaan penyelesaian
dipergunakan untuk menemukan jawaban
masalah. c) Melaksanakan perencanaan. d)
pertanyaan tersebut.
Melihat kembali penyelesaian.
Munurut Polya (dalam Hudojo, 2003),
terdapat dua macam masalah : a) Masalah untuk Hasil Belajar
menemukan, dapat teoritis atau praktis, abstrak Hasil belajar Kognitif
atau konkret, termasuk teka-teki. Kita harus
Anderson & Krathwol (2002) membuat
mencari variabel masalah tersebut, kemudian
kategori dan proses kognitif kemampuan manusia
mencoba untuk mendapatkan, menghasilkan atau
yang merupakan revisi dari taksonomi yang
mengkonstruksi semua jenis objek yang dapat
disusun oleh Bloom, dkk (1956) sebagai berikut:
dipergunakan untuk menyelesaikan masalah
a) Remember (Mengingat), yaitu kemampuan

31
manusia berupa kemampuan untuk memanggil menggunakan jari-jarinya. Psikomotorik kasar
kembali pengetahuan yang relevan tersimpan misalnya kemampuan untuk melakukan gerakan
didalam memori jangka panjang (long-term tubuh seperti melompat, berdiri dengan satu
memory). Ada dua macam kemampuan ini, yaitu kaki, tengkurap dan sebagainya.
kemampuan memanggil/ mengingat (recalling)
Hasil Belajar Afektif
dan kemampuan mengenal (mengidentifikasi).
b) Recalling: Kemampuan untuk sekedar Menurut Gagne (dalam Ibrahim, 2005),
memanggil pengetahuan yang relevan dari sikap adalah suatu keadaan yang ada di
memori jangka panjang. c) Identifikasi : adalah dalam diri seseorang yang mempengaruhi
kemampuan seseorang untuk melokalisasi dan mengubah tindakan yang dipilihnya.
pengetahuan yang terdapat di memori jangka Jadi tindakan yang dipilih seseorang adalah
panjangnya, yang konsisten dengan materi tindakan yang dipengaruhi oleh sikapnya. Sikap
yang disajikan. d) Understand (memahami) bersifat abstrak, oleh karena untuk melihat dan
: seseorang dapat dikatakan memahami bila mengukur sikap seseorang dilakukan dengan
dia mampu membangun pengertian dari pesan melihat dan mengukur manifestasi dari sikapnya
pembelajaran dalam bentuk komunikasi lisan, yaitu berupa tindakan yang dipilihnya.
tertulis maupun gambar. e) Apply (Menerapkan) Kategori utama domain afektif menurut
: kemampuan seseorang untuk melakukan Krathwohl (2002) adalah sebagai berikut : a)
suatu prosedur pada suatu prosedur pada situasi Recieving (menerima). Individu yang telah
baru yang disediakan. f) Menganalisis : adalah mencapai tingkat ini merasa sadar untuk
kemampuan seseorang untuk mengurai suatu menerima rangsangan/ gejala (misalnya
material menjadi bagian-bagian penyusunannya petunjuk guru, buku pelajaran, kegiatan kelas),
dan dapat menentukan bagaimana masing- misalnya kesadaran siswa akan kewajibannya.
masing bagian berhubungan satu sama lain b) Responding (memberi tanggapan). Seseorang
untuk membangun suatu struktur atau untuk yang telah mencapai tingkatan ini, tidak hanya
mencapai suatu tujuan tertentu. g) Mengevaluasi memberikan perhatian, tetapi juga memberikan
: adalah kemampuan seseorang untuk membuat reaksi terhadap suatu gejala. Hasil belajar yang
keputusan berdasarkan pada kriteria atau standar. diharapkan di dalam kategori ini misalnya
h) Menciptakan : kemampuan seseorang untuk seseorang tidak merasa terbebani bila kepadanya
menggabungkan unsur-unsur secara bersama- diberi tugas sekolah. c) Valuating/ Menghargai
sama sehingga koheren atau dapat berfungsi. : pada tingkat ini seseorang mengakui bahwa
gejala, benda, tingkah laku mempunyai nilai.
Hasil Belajar Psikomotor
Konsep nilai ini merupakan hasil pengalaman.
Menurut Ibrahim (2005), Hasil belajar Mengambil tanggungjawab, menghargai suatu
psikomotor adalah suatu keterampilan yang tugas merupakan contoh dari kategori ini.
dapat dilakukan oleh seseorang dengan Dalam kegiatan belajar mengajar dapat dilihat
melibatkan koordinasi antara indera dan otot. misalnya keajegan siswa dalam membantu
Keterampilan ini telah dikembangkan semenjak teman lain, kemantapan dalam menghargai
siswa masih bayi. Pada perkembangan bayi waktu. d) Organizing (Pengorganisasian) :
dikenal dengan psikomotorik halus, yaitu Tahap ini merupakan awal pengenal struktur
kemampuan bayi memegang. Pada awal seorang nilai. Seseorang mengumpulkan, memproses,
bayi memegang menggunakan telapak tangan, menyusun berbagai nilai kedalam suatu struktur
dalam perkembangannya berubah menjadi

32
nilai, kemudian menegakkan nilai yang dominan/ Rancangan Penelitian
yang benar. Dalam kegiatan belajar mengajar, Ada beberapa ahli yang mengemukakan
siswa pada tingkatan ini diharapkan mengenal model Penelitian Tindakan dengan bagan
tanggungjawab, mengorganisasi tugas-tugas, yang berbeda. Secara garis besar model PTK
mengembangkan rencana pekerjaan. Didalam adalah Rencana Tindakan, Tindakan penelitian,
kegiatan belajar mengajar sikap siswa pada Observasi, dan Refleksi. Prosedur Penelitian
tingkat ini ditunjukkan dengan mengenal Tindakan Kelas dapat dilakukan dalam tindakan-
tanggungjawab, mengorganisasi tugas-tugas, tindakan yang disebut dengan siklus.
mengembangkan rencana pekerjaan. e)
Characterization by a value (Karakteristik Data dan Instrumen Penelitian
sistem nilai); merupakan integrasi dari Sumber data dalam penelitian ini adalah
kepercayan, fikiran, ide, dan sikap ke dalam guru dan siswa. Sumber data yang diperoleh
pandangan hidup. Pada tahap ini sistem nilai melalui guru berupa kemampuan guru dalam
telah menempati diri seseorang secara hierarki, mengolah kegiatan pembelajaran yang diperoleh
tersusun dalam sistem internal yang kokoh. Pada selama pembelajaran berlangsung. Sedangkan
saat ini seseorang akan mampu mengontrol diri, pada siswa berupa aktivitas siswa selama proses
stabil dalam jangka waktu yang panjang. Dari pembelajaran berlangsung. Sedangkan evaluasi
segi belajar pada tahap ini siswa telah memiliki afektif berupa kegiatan mengkomunikasikan
tingkah laku yang khas. materi dan sikap siswa selama proses
Namun yang diteliti dalam penelitian ini pembelajaran berlangsung.
adalah hasil belajar kognitif dan afektif. Hasil
Instrumen Penelitian
belajar psikomotor tidak diteliti dalam penelitian
ini tidak terdapat kegiatan yang mengukur Instrumen yang digunakan dalam penelitian
keterampilan siswa dan lebih menekankan pada ini ialah sebagai berikut :1) Lembar observasi
hasil belajar kognitif dan afektif. aktivitas guru selama proses pembelajaran
berlangsung. 2) Lembar observasi aktivitas
METODE PENELITIAN siswa selama proses pembelajaran berlangsung.
Jenis Penelitian 3) Lembar Angket siswa untuk mengetahui
Jenis penelitian ini adalah Penelitian kendala-kendala yang dihadapi oleh siswa.4)
Tindakan Kelas (PTK). Dalam arti penelitian Lembar tes setiap siklus (tes hasil belajar dan
tindakan kelas merupakan suatu bentuk evaluasi afektif)
penelitian dengan melakukan tindakan-tindakan Teknik Pengumpulan Data
untuk melakukan pembelajaran di kelas.
Adapun cara pengumpulan data tersebut
Lokasi dan Subjek Penelitian dapat dijelaskan secara singkat yaitu:

Lokasi penelitian ini berada di SMK 1) Penelitian diambil dengan cara tes hasil
Muhammadiyah 5 yang terletak di desa Dangkep, belajar siswa yaitu menghendaki jawaban atas
Kecamatan Kalitidu, Kabupaten Bojonegoro. hasil belajar siswa yang meliputi penilaian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X produk dan afektif pada saat diterapkan proses
TKJ tahun ajaran 2012-2013. Jumlah siswa yang pembelajaran CTL dengan metode Problem
menjadi subjek penelitian ada 23 siswa, terdiri Solving. Dalam menggunakan penilaian,
dari 5 siswa laki-laki dan 18 siswa perempuan. afektif peneliti menyediakan lembar penilaian

33
yang digunakan untuk menilai siswa dalam penelitian. Kelas yang digunakan sebagai uji
bidang tingkah laku dan sikap selama proses coba instrumen adalah kelas XI TKJ, dimana
pembelajaran yang dilakukan oleh peneliti. siswanya heterogen dan hampir sama dengan
Dalam menggunakan penilaian produk atau kelas yang digunakan dalam penelitian serta
model tes, peneliti menggunakan instrumen kelas XI TKJ juga sudah pernah mendapatkan
berupa seperangkat soal-soal tes yaitu Post test. materi kebutuhan manusia pada kelas X.
Post test yaitu tes yang diberikan setelah siswa Langkah ini dilakukan untuk mengetahui
melakukan pembelajarn dengan menggunakan validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya
pembelajaran CTL dan problem solving yang beda dari soal tersebut.
bertujuan untuk mengetahui pemahaman dan
Hasil Belajar Afektif
pengetahuan siswa tentang materi yang telah
disampaikan. 2) Observasi digunakan untuk Penskoran kinerja siswa yaitu setiap
mengumpulkan data tentang aktivitas guru dan kemampuan yang diamati dan dinilai dengan
siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung skala skor 1 sampai 4 dengan keterangan skor
yang akan diamati guru kelas dan teman sejawat. pada tiap aspek yang dinilai dijelaskan dalam
3) Metode Angket, yaitu daftar pernyataan yang rubrik penilaian.
diberikan kepada siswa setelah pelaksanaan
Analisis Aktivitas Siswa
pembelajaran bertujuan untuk mengetahui
respon kendala atau hambatan yang dirasakan Data pengamatan aktivitas siswa selama
kegiatan belajar mengajar berlangsung dapat
siswa terhadap pembelajaran yang digunakan.
dianalisis dengan persentase (%) tiap aktivitas.
Teknik Analisis Data
Analisis Data Angket Siswa
Data-data yang diperoleh dalam penelitian
Data yang berasal dari angket respon
ini akan dianalisis dengan menggunakan metode
siswa dapat dianalisis dengan persentase pilihan
analisis deskriptif kuantitatif.
jawaban siswa terhadap penerapan model CTL
Analisis pengelolaan pembelajaran dengan metode Problem Solving. Analisis
Data yang diperoleh dari lembar observasi respon siswa bentuk cheklist dengan skor dari
keterlaksanaan pembelajaran di kelas yang masing-masing kriteria yaitu Sangat Setuju
telah diisi oleh pengamat digunakan untuk diberi skor 4, Setuju diberi skor 3, Tidak Setuju
menganalisis keterlaksanaan pembelajaran diberi skor 2, Sangat Tidak Setuju diberi
dengan menggunakan model CTL dan Problem skor 1. Kemudian dihitung persentase jawaban
Solving. Analisis dilakukan dengan menafsirkan responden atas pertanyaan dalam angket.
nilai angka tersebut dalam kalimat yang bersifat
Keberhasilan Penelitian
kualitatif dengan skala untuk menentukan
keterlaksanaannya. Dalam konteks penelitian ini, keberhasilan
penelitian dapat dilihat dari beberapa indikator
Hasil Belajar Kognitif yaitu:1) Hasil belajar dalam hal ini adalah
Data hasil belajar kognitif berupa nilai penalaran dan komunikasi dengan pembelajaran
tes hasil belajar. Sebelum digunakan sebagai CTL dengan metode Problem Solving mencapai
instrumen penelitian, butir-butir soal harus ketuntasan belajar klasikal dalam 85% dari
diujicobakan terlebih dahulu kepada kelas banyaknya siswa yang memperoleh nilai atau
lain selain kelas yang akan digunakan dalam hasil belajar 70. 2) Keaktifan siswa selama

34
pembelajaran CTL dengan metode Problem daya beda soal yang memiliki tujuan untuk
Solving berlangsung yaitu 85% dari jumlah mengetahui apakah soal dapat membedakan
siswa yang hadir. 3) Kemampuan pengelolaan siswa yang memiliki kemampuan tinggi dengan
kelas oleh guru selama pembelajaran CTL siswa yang memiliki kemampuan rendah.
dengan metode Problem Solving berlangsung Dari hasil pengujian dengan menggunakan
85%. bantuan software microsoft office excel 2010
diperoleh hasil yaitu terdapat 3 soal yang tidak
Pengembangan Instrumen
dapat membedakan kemampuan siswa dan
Validitas
57 soal yang dapat membedakan kemampuan
Validitas soal digunakan oleh peneliti siswa. Dengan demikian soal yang tidak
untuk mengetahui hasil belajar siswa terhadap dapat membedakan kemampuan siswa tidak
indikator atau tujuan pembelajaran melalui digunakan dalam penelitian, sedangkan soal
instrumen soal. Dari hasil perhitungan validitas dapat membedakan kemampuan siswa dapat
60 soal dengan menggunakan SPSS For Windows digunakan dalam penelitian ini.
diperoleh hasil soal yang valid berjumlah 49
Dengan demikian diperoleh soal yang
soal, sedangkan soal yang tidak valid berjumlah
digunakan dalam penelitian ini yaitu sebanyak
11 soal.
45. Dari 45 soal tersebut digunakan pada 3
Reliabilitas siklus, dimana masing-masing siklus terdapat
Setelah dilakukan uji validitas data, 15 soal.
maka kemudian dilakukan uji reliabilitas Hasil Penelitian
data. Uji reliabilitas data dilakukan dengan Aktivitas Guru
membandingkan nilai Cronbach alpha yang
nilainya harus lebih besar dari 0,60. Dari hasil Aktivitas guru merupakan bagian dari
pengujian dengan menggunakan alat analisis data kegiatan guru dalam melaksanakan proses
SPSS for windows diperoleh nilai Cronbach belajar mengajar dengan menggunakan model
alpha sebesar 0,8590 yang berarti lebih besar Contextual Teaching and Learning dengan
dari 0,60. Dengan demikian instrumen yang metode Problem Solving. Pelaksanaan aktivitas
digunakan dalam penelitian ini adalah reliabel. guru dinilai oleh tiga orang pengamat melalui
lembar pengamatan, dari hasil pengamatan
Taraf Kesukaran
tersebut diperoleh data yang menunjukkan
Dari hasil pengujian dengan menggunakan kemampuan guru dalam proses belajar
bantuan software microsoft office excel 2010 mengajar.
diperoleh hasil yaitu terdapat 7 soal dengan taraf
Aktivitas guru pada siklus 1 didapatkan
kesukaran mudah, 52 soal dengan taraf kesukaran
kriteria keberhasilan sebesar 74,8 % dan dapat
sedang, dan 1 soal dengan taraf kesukaran sulit.
dikategorikan cukup baik. Dalam pelaksanaan
Dengan demikian soal yang memiliki taraf
pembelajaran pada siklus 1 ini nilai terendah
kesukaran sulit dan mudah tidak digunakan
diberikan oleh kolabolator pada kemampuan
dalam penelitian, sedangkan yang memiliki
guru dalam melakukan tanya jawab. Sedangkan
taraf kesukaran sedang dapat digunakan dalam
nilai terendah kedua yaitu pada saat guru
penelitian.
melaksanakan inquiri dan Pengembangan
Daya beda
Konstruktivisme. Kekurangan-kekurangan
Pengujian instrumen yang terakhir adalah dalam kegiatan guru pada siklus ke 1 diharapkan

35
dapat diperbaiki pada kegiatan siklus ke 2. masih belum memenuhi kriteria keberhasilan
Aktivitas guru pada siklus 2 didapatkan penelitian yaitu sebesar 85% dari jumlah siswa
kriteria keberhasilan sebesar 84,8% yang dapat yang hadir. Nilai aspek terendah masih pada
dikategorikan Baik. Namun, pelaksanaan sehingga masih terletak pada aspek ke 3 yaitu
pembelajaran pada siklus 2 ini nilai terendah tanya jawab, sehingga perlu ditingkatkan lagi
diberikan oleh kolabolator masih terletak pada pada siklus 3.
saat guru melakukan tanya jawab. Kekurangan- Aktivitas siswa selama kegiatan belajar
kekurangan dalam kegiatan guru pada siklus mengajar pada siklus 3 dengan rata-rata nilai
ke 2 diharapkan dapat diperbaiki pada kegiatan akhir sebesar 90,8%, tergolong sangat baik dan
siklus ke 3. telah memenuhi kriteria keberhasilan penelitian
Aktivitas guru pada siklus 3, guru sudah yaitu sebesar 85% dari jumlah siswa yang hadir.
memperbaiki kekurangan pada siklus 2 melalui Oleh karena itua siklus dihentikan pada Siklus
refleksi, yaitu pada saat guru melakukan 3.
tanya jawab dengan siswa. Dengan demikian Berdasarkan paparan diatas maka nilai
aktivitas guru pada siklus 3 ini dapatkan nilai aktivitas siswa setiap siklusnya mengalami
sebesar 93,5% dikategorikan baik sekali pada kenaikan yaitu pada siklus 1 sebesar 51,6%,
ketujuh komponen. Karena data aktivitas guru siklus 2 79,23% dan siklus 3 90,8%.
telah mencapai 93,5% maka sudah memenuhi
Hasil Belajar Siswa
indikator keberhasilan penelitian yaitu sebesar
Hasil Belajar Kognitif
85% sehingga siklus dihentikan pada siklus 3.
Berdasarkan paparan diatas maka data Setelah peneliti melakukan analisis
perkembangan aktivitas guru pada dalam butir soal kemudian peneliti menggunakan
kegiatan belajar mengajar setiap siklusnya instrumen tersebut untuk mengetahui hasil
mengalami kenaikan yaitu pada siklus 1 sebesar belajar siswa. Peningkatan hasil belajar siswa
74,8%, siklus 2 84,5% dan siklus 3 93,5%. dalam penerapan Model pembelajaran CTL
dengan metode Problem Solving dapat diketahui
Aktivitas Siswa melalui penilaian autentik yang diberikan setiap
Selama proses kegiatan belajar mengajar akhir siklus dengan KKM sebesar 70. Pada
berlangsung aktivitas siswa juga mendapatkan pelaksanaan penilaian autentik, setiap siklusnya
pengamatan dari tiga orang Pengamat agar jumlah soal adalah 15 soal pilihan ganda.
hasil yang didapatkan lebih obyektif dan akurat. Berdasarkan data yang diperoleh peneliti
Nilai aktivitas siswa pada siklus 1 yaitu sebesar maka diketahui bahwa hasil belajar mengalami
51,6% masih tergolong cukup dan masih jauh peningkatan, hal ini dapat dibuktikan dengan
dengan kriteria keberhasilan penelitian yaitu hasil perhitungan ketuntasan secara klasikal,
sebesar 85% dari jumlah siswa yang hadir. pada siklus 1 ketuntasan klasikal 65,2%, siklus 2
Aspek yang memiliki nilai paling rendah adalah sebesar 82,6% dan pada siklus 3 sebesar 86,95%.
aspek konstruktivis, inquiri, dan bertanya jawab, Pada siklus 3 ketuntasan klasikal siswa sebesar
sehingga masih perlu ditingkatkan lagi pada 86,95% sudah memenuhi kriteria keberhasilan
siklus 2. penelitian yaitu sebesar 85% dari banyaknya
Aktivitas siswa selama kegiatan belajar siswa yang memperoleh nilai atau hasil belajar
mengajar pada siklus 2 dengan rata-rata nilai akhir 70 sehingga siklus dihentikan pada siklus 3.
sebesar 79,23% sudah tergolong baik namun Hasil Belajar Afektif

36
Pengamatan hasil belajar afektif ini Muhammadiyah 5 Kalitidu.
dilakukan pada saat tahap CTL diskusi kelompok Berdasarkan data angket yang diperoleh
yang bersamaan dengan metode Problem maka peneliti menyimpulkan bahwa hambatan-
Solving. hambatan yang terjadi selama diterapkannya
Hasil pengamatan Perilaku berkarakter model CTL dengan metode problem solving
siswa untuk indikator Membentuk perilaku dalam penelitian ini antara lain kurangnya
siswa yang kreatif, mampu memperhitungkan waktu yang diberikan guru kepada siswa untuk
resiko, berani menanggung resiko, dan berani berfikir dalam memecahan masalah, guru mata
mengambil keputusan pada siklus 1 sebesar pelajaran lain tidak akan mau menerapkan model
39,25%, siklus 2 sebesar 60,25%, dan siklus CTL dengan metode problem solving, sarana
3 sebesar 88%. Pada siklus 3 diketahui bahwa dan prasarana sekolah yang kurang memadai,
semua rincian tugas kinerja dari perilaku menggunakan waktu yang terlalu lama, dan
berkarakter siswa memiliki nilai 88% yaitu kurang meratanya kesempatan bagi siswa untuk
diatas ketuntasan belajar klasikal 85%, dan hasil berbicara ketika diskusi pemecahan masalah.
belajar 70. Dengan demikian telah memenuhi
PEMBAHASAN
indikator keberhasilan penelitian sehingga siklus
Aktivitas Guru melalui Penerapan Model
dihentikan pada siklus 3. CTL dengan Metode Problem Solving
Sedangkan untuk pengamatan
Keberhasilan suatu pembelajaran akan
Keterampilan sosial untuk indikator Melakukan
sangat ditentukan oleh pengelolaan guru dalam
komunikasi kepada guru dan temannya dengan
pembelajaran tersebut. Berdasarkan hasil
antusias, ingin tahu, pantang meyerah, tegas, dan
pengamatan pembelajaran Kajian Kebutuhan
tangguh diperoleh nilai pada siklus 1 sebesar
manusia menggunakan model CTL dengan
43,8%, siklus 2 sebesar 62,6, dan pada siklus
metode Problem Solving dilakukan pada tiap
3 sebesar 90%. Pada siklus 3 diketahui bahwa
tahapan dengan baik.
semua rincian tugas kinerja dari Keterampilan
Pada siklus I pengelolaan guru dalam
Sosial Siswa memiliki nilai 90% yaitu diatas
menerapkan model CTL dengan metode
ketuntasan belajar klasikal 85%, dan hasil
Problem Solving masih tergolong cukup baik.
belajar 70. Dengan demikian telah memenuhi
Hal ini dikarenakan ada beberapa tahapan yang
indikator keberhasilan penelitian sehingga siklus
memiliki nilai lebih rendah daripada tahapan
dihentikan pada siklus 3.
lainnya yaitu pada saat guru melasanakan tahap
Hambatan yang Muncul Selama pengembangan konstruktivisme, melaksanakan
Diterapkannya Model Pembelajaran CTL inquiri, dan bertanya jawab.
dengan Metode Problem Solving Pada saat tahap pengembangan
Untuk mengetahui hambatan-hambatan konstruktivisme memiliki nilai yang rendah
yang muncul selama diterapkannya model dikarenakan pada saat guru mengkonstruk siswa
pembelajaran CTL dengan metode problem dengan menggunakan media gambar, tidak
solving maka peneliti menggunakan angket. semua siswa terlihat dengan jelas akan gambar
Angket digunakan untuk memperoleh informasi tersebut. Hal ini disebabkan kerena dua hal
yang berkaitan dengan penerapan model yang pertama yaitu karena terbatasnya fasilitias
CTL dengan metode problem solving, angket sekolah yang belum guru kurang merata dalam
disebarkan kepada siswa kelas X`TKJ SMK menunjukkan gambar tersebut. seharusnya guru

37
berkeliling sampai semua siswa benar-benar sampai semua siswa benar-benar telah
telah memperhatikan gambar dengan detail. memperhatikan gambar dengan detail.
Tahap yang memiliki nilai rendah Nilai aktivitas guru yang paling
berikutnya yaitu pada saat guru melakukan dominan pada siklus II ini tetap dipegang
kegiatan inquiri. Pada tahap ini guru kurang oleh tahap penilaian autentik. Pada siklus II
memperhatikan blocking atau membelakangi guru memberikan motivasi yang lebih kepada
siswa lainnya dan hanya berfokus pada siswa siswa agar mengerjakan soal sendiri dan tidak
yang telah ditunjuk untuk melakukan inquiri di mencontek, serta memotivasi siswa agar dapat
depan kelas. meningkatkan hasil belajarnya yang harus lebih
Tahap yang terakhir yang memiliki baik dari pertemuan sebelumnya.
nilai rendah pada siklus I yaitu pada saat guru Tahapan berikutnya yang diperbaiki dalam
melakukan tanya jawab dengan siswa. Suasana siklus II yaitu saat pelaksanaan inquiri. Jika pada
di dalam kelas menjadi hening ketika guru siklus I guru kurang memperhatikan blocking
meminta siswa untuk bertanya tentang kejelasan atau membelakangi siswa lainnya dan hanya
materi yang telah disampaikan. Begitu juga berfokus pada siswa yang telah ditunjuk untuk
dengan pada saat guru memberikan pertanyaan melakukan inquiri di depan kelas maka pada
kepada siswa. Siswa kurang termotivasi untuk siklus II guru telah memperbaikinya dengan
menjawab pertanyaan dari guru. Dari ketiga tidak membelakangi siswa lainnya serta fokus
kekurangan tersebut maka guru melakukan terhadap semua siswa pada saat melakukan
refleksi pada siklus II. inquiri. Namun pada tahap bertanya jawab guru
Disisi lain, tahap aktivitas guru yang masih belum bisa memotivasi siswa untuk aktif.
paling dominan dalam penelitian ini adalah tahap Oleh karena itu refleksi perlu dilakukan untuk
penilaian autentik. Pada tahap ini pengamat meningkatkan penilaian aktivitas guru pada
memberikan nilai tinggi karena peneliti begitu siklus III.
disiplin dalam mengawasi penilaian autentik. Setelah dilakukan refleksi pada tahap
Selain itu dalam mengawasi siswa, peneliti juga bertanya jawab, maka pada siklus III guru
dibantu oleh pengamat yang juga berada di dalam memberikan motivasi kepada siswa supaya aktif
kelas. Jadi siswa menjadi tertib dan mengerjakan pada tahap ini dengan cara memberikan poin
soal sendiri ketika menjalani penilaian autentik. kepada siswa yang bertanya maupun menjawab
Pengelolaan guru dalam menerapkan pertanyaan dari guru. Pengelolaan guru dalam
model CTL dengan metode Problem Solving menerapkan model CTL dengan metode Problem
pada siklus II sudah tergolong baik. Hal ini Solving pada siklus III menjadi meningkat
merupakan pertanda bahwa terdapat peningkatan sehingga dapat dikategorikan baik sekali dan
dari siklus I ke siklus II. Refleksi yang dilakukan telah memenuhi indikator keberhasilan penelitian
pada siklus I yaitu guru harus memperbaiki tahap sehingga siklus dihentikan pada siklus III.
pengembangan konstruktivisme, melaksanakan Hal ini membuktikan bahwa hasil penelitian
inquiri, dan bertanya jawab pada siklus II. ini mendukung teori dari Johnson (2006) yang
Hasilnya guru berhasil memperbaikinya di siklus mengatakan bahwa Guru CTL yang bermutu
II pada tahap pengembangan konstruktivisme. memungkinkan siswanya untuk tidak hanya
Jika pada siklus I tahap konstruktivisme guru dapat mencapai standar nilai akademik secara
kurang merata dalam menunjukkan gambar nasional, tetapi juga mendapatkan pengetahuan
tersebut, maka pada siklus II guru berkeliling dan keahlian yang penting untuk belajar selama

38
hidup mereka. Dari kalimat Guru CTL yang dengan metode Problem Solving maka aspek
bermutu, berarti dalam menerapkan model yang dinilai pada aktivitas siswa dikembangkan
CTL guru harus menguasai semua komponen menjadi 9 aspek. Hasil aktivitas siswa pada
yang ada dalam model CTL, karena aktivitas siklus I tergolong cukup. Hal ini disebabkan
guru dalam menerapkan model CTL sudah karena sebagian besar siswa belum mengetahui
berkategori baik sekali, maka guru sudah bisa secara pasti tentang model CTL dengan Problem
dikatakan sebagai guru CTL yang bermutu Solving, sehingga siswa terlihat kebingungan
seperti yang dikemukakan Johnson. karena mereka terbiasa mendapatkan model
Selanjutnya Johnson (2006) juga pembelajaran langsung.
mempertegas bahwa Guru CTL yang baik Nilai terendah aktivitas siswa di
memiliki dua karakteristik: Pertama, mereka siklus I terletak pada tahap pengembangan
mengetahui dan menghargai setiap materi konstruktivisme, Inquiri, serta bertanya jawab.
yang mereka ajarkan. Setiap tujuan akademik Sebagaian besar siswa malu untuk mengutarakan
yang mereka harapkan dapat dikuasai murid, pendapatnya sehingga suasana kelas terasa
telah mereka kuasai lebih dahulu. Yang kedua, hening. Hal ini dikarenakan siswa masih
mereka memerhatikan para siswa dengan kasih menyesuaikan diri dengan model CTL dengan
sayang dan kebaikan hati yang tulus. Kedua Problem Solving yang belum pernah mereka
kualitas ini, yaitu sebagai mentor dan seorang dapatkan sebelumnya.
ahli, memungkinkan guru CTL untuk mengubah Disisi lain nilai aktivitas siswa yang
kehidupan siswa mereka. Tujuan akademik paling dominan pada siklus I terdapat pada
yang dikuasai oleh guru merupakan komponen- tahap menjawab tes yang diberikan oleh guru.
komponen yang terdapat dalam CTL. Karena Walapun jawaban siswa sebagian besar belum
aktivitas guru dalam penelitian ini berkategori tepat namun mereka begitu antusias.
baik sekali, berarti guru dalam menerapkan CTL
Pada siklus II siswa sudah merasa bisa
sudah menguasai tujuan akademik yaitu untuk
menyesuaikan diri dengan model CTL dan
meningkatkan hasil belajar siswa.
Problem Solving walaupun belum sepenuhnya.
Selain mendukung teori, hasil penelitian ini Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan
juga mendukung beberapa hasil penelitian yaitu nilai aktivitas siswa pada siklus II yang semula
Hady, dkk (2013), Sriati (2012), Tasrif (2007), berkriteria cukup meningkat menjadi berkriteria
dan Wilujeng (2008) yang mengatakan bahwa baik. Namun disisi lain siswa belum aktif
penerapan model CTL dapat meningkatkan secara maksimal pada tahap bertanya jawab dan
aktivitas guru. Selain itu penelitian ini juga pengamat memberikan nilai terendah pada tahap
mendukung hasil penelitian Toheri (2009) dan ini.
Rianti, dkk (2011) yang mengatakan bahwa
Sedangkan nilai aktivitas siswa yang
dengan diterapkannya metode Problem Solving
paling dominan pada siklus II terdapat pada
dapat meningkatkan aktivitas guru.
saat pembagian kelompok. Pada tahap ini siswa
Aktivitas Siswa melalui Penerapan Model begitu bersemangat berpindah tempat menuju
CTL dengan Metode Problem Solving kelompoknya dan kelompoknya pun heterogen.
Setelah guru melaksanakan refleksi dan
Penilaian aktivitas siswa diambil dari
memberi motivasi berupa tambahan nilai atau
7 komponen yang ada dalam CTL. Karena
poin bagi setiap siswa yang mau bertanya
Model CTL dalam penelitian ini dipadukan
maupun menjawab pertanyaan dari guru maka

39
pada siklus III nilai aktivitas siswa meningkat yang sudah baik meningkat. Guru mengaitkan
menjadi berkriteria sangat baik. Jadi, siklus pelajaran dengan kehidupan siswa merupakan
dihentikan pada siklus III karena telah memenuhi cerminan penerapan model CTL, sedangkan
kriteria keberhasilan penelitian. siswanya maju dengan pesat, para siswa yang
Dengan demikian penelitian ini mendukung bandel dan acuh tak acuh menjadi lebih fokus
teori dari John Dewey (dalam Tasrif, 2007) yang belajar berarti aktivitas siswa yang meningkat
mengatakan bahwa siswa akan belajar dengan saat pembelajaran berlangsung.
baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa Pendapat ini dipertegas oleh Salemi (2005)
yang telah diketahui dan dengan kegiatan atau dalam penelitiannya yang mengatakan bahwa
peristiwa yang akan terjadi di sekelilingnya. Kuliah dengan menggunakan ide-ide ekonomi
Pada kalimat kegiatan atau peristiwa yang untuk mendapatkan wawasan penting dalam
akan terjadi di sekelilingnya merupakan isu-isu dan permasalahan yang menarik serta
penerapan dari model CTL dan metode Problem relevan merupakan motivator yang kuat. Kuliah
Solving. Kegiatan yang dimaksud dalam teori ini dapat menarik mahasiswa untuk membuat
ini adalah penerapan model CTL karena dengan mereka lebih antusias dalam pembelajaran
diterapkannya model CTL maka siswa merasa ekonomi. Kata lebih antusias merupakan
melakukan kegiatan yang nyata dan benar-benar perwujudan dari peningkatan aktivitas siswa
terjadi di sekelilingnya. Sedangkan peristiwa dalam penelitian ini.
yang terjadi yang dimaksud dalam teori ini adalah Selain mendukung teori, hasil penelitian ini
dengan diterapkannya metode Problem Solving juga mendukung beberapa hasil penelitian seperti
maka siswa merasa mengalami dan merasakan pada hasil penelitian Tasrif (2007), Sriati (2012),
permasalahan yang terjadi di sekelilingnya. Jadi Wilujeng (2008), yang mengatakan bahwa
siswa akan belajar dengan baik berarti aktivitas penerapan model CTL dapat meningkatkan
siswa yang meningkat, disebabkan karena yang aktivitas siswa. Selain itu penelitian ini juga
mereka pelajari terkait dengan kegiatan atau mendukung hasil penelitian Toheri (2009) dan
peristiwa di sekelilingnya yang berarti melalui Rianti, dkk (2011) yang mengatakan bahwa
penerapan model CTL dan metode Problem dengan diterapkannya metode Problem Solving
Solving. dapat meningkatkan aktivitas siswa.
Demikian pula halnya dengan teori dari Hasil Belajar Siswa melalui Penerapan Model
Sukoriyanto (2001) yang mengatakan bahwa CTL dengan Metode Problem Solving
pengajaran penyelesaian masalah merupakan Hasil Belajar Kognitif
tindakan guru dalam mendorong siswa agar Ketuntasan belajar digunakan untuk
menerima tantangan dari pertanyaan bersifat mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap
menantang, dan mengarahkan siswa agar dapat suatu materi pelajaran. Ketuntasan hasil belajar
menyelesaikan pertanyaan tersebut. yang ditinjau per individu disebut dengan
Hal yang sama juga disampaikan oleh ketuntasan individu sedangkan ketuntasan secara
Johnson (2006) yang mengatakan bahwa tak keseluruhan siswa disebut dengan ketuntasan
sedikit guru yang mengatakan ketika mereka klasikal. Instrumen yang digunakan untuk
mengaitkan pelajaran dengan kehidupan siswa, mengetahui hasil belajar kognitif siswa adalah
semua siswanya maju dengan pesat. Para 45 soal pilihan ganda, dimana tiap siklusnya
siswa yang bandel dan acuh tak acuh menjadi terdiri dari 15 soal.
lebih fokus belajar, dan prestasi para siswa Pada analisis hasil belajar menunjukkan

40
adanya peningkatan ketuntasan klasikal siswa pada 82,6%. Walaupun belum memenuhi indikator
setiap siklusnya yaitu sebesar 65,2% pada siklus keberhasilan penelitian yaitu sebesar 85%,
I, siklus II 82,6% dan pada siklus III sejumlah tetapi pemahaman siswa tentang model CTL dan
86,95%. Pada siklus I diketahui bahwa ketuntasan Problem Solving sudah mulai meningkat. Pada
belajar klasikal siswa sebesar 65,2%. Nilai siklus ini guru sudah melakukan pencerahan
ini belum memenuhi indikator keberhasilan tentang sifat kebutuhan manusia yang sebenarnya
penelitian yaitu sebesar 85% maka guru dan adalah terbatas. Antusias siswa pada siklus ini
pengamat melakukan refleksi dari kekurangan juga meningkat, terlebih ketika peralihan tahap
yang ada pada siklus I. Kekurangan tersebut satu ke tahap lainnya mereka terlihat begitu
dapat dilihat dari analisis aktivitas guru dan semangat dan antusias terutama pada saat tahap
siswa pada siklus I yang memiliki nilai rendah konstruktivisme dan tahap inquiri, tetapi disisi
pada tahap konstruktivime, inquiri, serta tanya lain siswa belum sepenuhnya berani melakukan
jawab. tanya jawab dengan guru.
Pada tahap konstruktivisme dan inquiri, Hal ini menjadi bahan refleksi bagi guru
siswa kurang begitu merespon guru karena dan juga pengamat pada siklus berikutnya. Untuk
mereka berfikir bahwa setelah itu guru akan membuat siswa mempunyai motivasi yang tinggi
menerangkan materi satu per satu secara pada tahap tanya jawab, maka guru memberikan
mendetail seperti pada model pembelajaran motivasi berupa poin bagi setiap siswa yang
langsung. Begitu juga pada saat tahap tanya bertanya maupun menjawab pertanyaan dari guru
jawab yang sebagian besar siswa kurang pada tahap tanya jawab.
antusias dan belum berani bertanya jika terdapat Akhirnya pada siklus III ketuntasan belajar
materi yang belum mereka mengerti karena klasikal siswa mencapai 86,95%, berarti nilai
mereka terbiasa mendengarkan penjelasan dari ini telah memenuhi indikator keberhasilan
guru seperti halnya pada model pembelajaran penelitian yaitu sebesar 85%. Sebagian besar
langsung. siswa juga antusias dalam mengikuti proses
Setelah dilakukan post test, sebagian pembelajaran pada setiap aspeknya walaupun tetap
besar kesalahan jawaban siswa terletak pada ada siswa yang tidak tuntas yang disebabkan karena
indikator menjelaskan pengertian kebutuhan memang siswa tersebut memiliki kemampuan
dan keinginan. Perhatian mereka akan indikator dibawah siswa lainnya.
ini kurang maksimal karena pada saat itu guru Peningkatan ketuntasan klasikal siswa dari
tidak memperhatikan apakah siswa yang duduk siklus II ke siklus III memang tidak sebanyak
di belakang sudah dapat melihat media gambar peningkatan dari siklus I ke siklus II. Hal ini
dengan detail apa belum. Ketidakmerataan disebabkan karena siswa mengalami kejenuhan.
guru dalam memperlihatkan media gambar Selain itu materi pada siklus III tergolong agak
berdampak pada kurangnya pemahaman berat bagi siswa dan soal post test juga sebagian
siswa akan indikator menjelaskan pengertian besar mengandung bahasa inggris.
kebutuhan dan keinginan, sehingga indikator ini
Dengan demikian penelitian ini mendukung
memiliki nilai terendah dibandingkan dengan
teori dari Johnson (dalam komalasari, 2011) yang
indikator lainnya.
mengatakan bahwa pembelajaran konstektual
Siklus II menunjukkan kemajuan (CTL) memungkinkan siswa menghubungkan
ketuntasan belajar klasikal siswa. Pada post-test isi materi dengan konteks kehidupan sehari-hari
siklus II ketuntasan belajar klasikal siswa sebesar untuk menemukan makna. Dengan menemukan

41
makna berarti siswa telah faham akan materi yang terkait dengan apa yang telah diketahui dan
ia terima sehingga hasil belajarnya meningkat. dengan kegiatan atau peristiwa yang akan
Johnson (2006) mempertegas pendapatnya terjadi di sekelilingnya. Dalam hal ini yang
yaitu tak sedikit guru yang mengatakan bahwa dimaksud dengan apa yang dipelajari terkait
ketika mereka mengaitkan pelajaran dengan dengan apa yang telah diketahui dan dengan
kehidupan siswa, semua siswanya maju dengan kegiatan atau peristiwa yang akan terjadi di
pesat. Para siswa yang bandel dan acuh tak acuh sekelilingnya merupakan model pembelajaran
menjadi lebih fokus belajar, dan prestasi para Contextual Teaching and Learning. Sedangkan
siswa yang sudah baik meningkat. Mengaitkan siswa akan belajar dengan baik dalam penelitian
pelajaran dengan kehidupan siswa berarti ini merupakan hasil belajar siswa yang telah
menerapkan model CTL. Dengan menerapkan mencapai indikator keberhasilan penelitian.
CTL prestasi belajar siswa menjadi meningkat. Selain mendukung teori, penelitian ini juga
Pendapat ini dipertegas oleh Salemi mendukung beberapa hasil penelitian antara lain
(2005) dalam penelitiannya yang mengatakan yaitu penelitian Hady, dkk (2013), Kusmaryono
bahwa kami merubah instruktur dosen dan (2011), Sriati (2012), Uzwardani (2011),
mahasiswa yang semula menghafal menjadi Wilujeng (2008), Aminoto (2008), Toheri
mengaplikasikan ekonomi untuk memecahkan (2009), Rianti, dkk (2011), Nugraha, dkk (2011)
masalah yang berarti dan dilakukan secara yang mengatakan bahwa dengan diterapkannya
berulang-ulang. Dengan menghafal maka model CTL maupun Problem Solving dapat
mahasiswa akan cepat lupa, sedangkan dengan meningkatkan hasil belajar kognitif siswa.
mengaplikasikan ekonomi untuk memecahkan Temuan yang berhubungan dengan hasil
masalah akan membuat mahasiswa menjadi belajar kognitif dalam penelitian ini terdapat
melek ekonomi. Dengan menjadi melek pada fase Masyarakat belajar yang didalamnya
ekonomi, maka mahasiswa akan mencapai terdapat pula metode Problem Solving dan
pemahaman yang abadi dan kemudian membuat pada saat fase pemodelan. Dengan adanya
hasil belajar siswa menjadi meningkat. metode Problem Solving dan fase pemodelan,
Sejalan dengan hal itu, Johnson (2006) siswa menjadi mengalami pembelajaran yang
juga mengatakan bahwa Guru CTL yang bermakna dalam artian siswa seolah-olah
bermutu memungkinkan siswanya untuk tidak mengalami materi kebutuhan dalam situasi yang
hanya dapat mencapai standar akademik secara nyata. Pembelajaran yang bermakna bagi siswa
nasional, tetapi juga mendapatkan pengetahuan ini akan membawa pengaruh positif terhadap
dan keahlian yang penting untuk belajar selama daya ingat siswa. Pengaruh positif tersebut
hidup mereka. Karena aktivitas guru sudah adalah siswa menjadi memiliki daya ingat kuat
berkriteria baik sekali maka dapat dikatakan akan materi yang mereka terima. Dengan adanya
sebagai guru CTL yang bermutu sehingga daya ingat yang kuat akan materi maka siswa
standar akademik nasional siswa tercapai. Dalam memiliki hasil belajar kognitif yang tinggi.
penelitian ini, standar akademik merupakan hasil Hasil Belajar Afektif
belajar siswa. Hasil Belajar afektif merupakan pendukung
Selain Johnson, penelitian ini juga dari proses pembelajaran yang digunakan. Dalam
mendukung teori dari John Dewey (dalam pembelajaran afektif ini ditekankan kepada
Tasrif, 2007) yang mengatakan bahwa siswa penerapan metode Problem Solving yaitu pada
akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari saat tahap masyarakat belajar atau diskusi.

42
Hasil belajar afektif ini terdiri dari penilaian Dengan demikian hasil penelitian ini
perilaku berkarakter siswa dan penilaian mendukung teori dari Johnson (2006) yang
keterampilan sosial. Penilaian ini dilakukan oleh mengatakan bahwa CTL membantu para siswa
tiga orang pengamat dengan mengacu rubrik menemukan makna dalam pelajaran mereka
penilaian aspek afektif. dengan cara menghubungkan materi akademik
Ketuntasan belajar klasikal siswa pada dengan konteks kehidupan keseharian mereka.
aspek afektif ini pada siklus I dan siklus II Mereka membuat hubungan-hubungan penting
diperoleh nilai yang kurang baik dan jauh yang menghasilkan makna dengan melaksanakan
dari indikator keberhasilan penelitian. Hal pembelajaran yang diatur sendiri, bekerja sama,
ini disebabkan karena siswa lebih sering berpikir kritis dan kreatif, menghargai orang
mendengarkan penjelasan dari guru melalui lain, mencapai standar tinggi, dan berperan serta
model pembelajaran langsung sehingga siswa dalam tugas-tugas penilaian autentik.
kurang aktif dan merasa canggung ketika mereka Kemudian Johnson (2006) mempertegas
diminta untuk melakukan diskusi, terlebih diskusi pendapatnya yaitu untuk membantu siswa
tersebut berisi LKS yang meminta siswa untuk mengembangkan potensi intelektual mereka,
memecahkan masalah. Siswa juga belum pernah CTL mengajarkan langkah-langkah yang dapat
mendapatkan tugas untuk memecahkan masalah, digunakan dalam berpikir kritis dan kreatif serta
mereka selalu berada pada zona nyaman karena memberikan kesempatan untuk menggunakan
telah dibantu guru yang telah menerapkan model keahlian berfikir dalam tingkatan yang lebih
pembelajaran langsung dengan sangat baik. tinggi ini dalam dunia nyata.
Seiring dengan bergantinya siklus, siswa Dalam kedua teori yang dikemukakan
lama-kelamaan bisa menyesuaikan diri dengan Johnson bahwa CTL dapat meningkatkan
metode Problem Solving. Sedikit demi sedikit kemampuan siswa dalam berfikir kritis dan
mereka mencoba keluar dari zona nyaman yang kreatif. Berifikir kritis dan kreatif merupakan
selalu mereka dapatkan dari guru dan sudah pencerminan dari hasil belajar afektif. Jadi
mulai berani mengutarakan pendapat. dengan diterapkannya model CTL, hasil belajar
Pada siklus III siswa sudah bisa menerima afektif siswa dapat meningkat.
metode Problem Solving hal ini terbukti Selain mendukung teori, hasil penelitian
mereka mendapatkan ketuntasan belajar ini juga mendukung beberapa hasil penelitian
klasikal sebesar 88% untuk penilaian perilaku diantaranya adalah hasil penelitian Wilujeng
berkarakter dengan persentase rincian tugas (2008) dan Jamhari (2010) yang mengatakan
kinerja tertinggi terletak pada keberanian siswa bahwa dengan diterapkannya model CTL
dalam mengambil keputusan. Sedangkan untuk maupun Problem Solving dapat meningkatkan
penilaian keterampilan sosial sebesar 90% hasil belajar afektif siswa.
dengan rincian tugas kinerja tertinggi terletak
Hambatan yang Muncul Selama
pada ketangguhan siswa dalam mempertahankan
Diterapkannya Model Pembelajaran CTL
pendapatnya. Hal ini menunjukkan bahwa
dengan Metode Problem Solving
ketuntasan belajar klasikal siswa sudah
memenuhi kriteria keberhasilan penelitian yaitu Hambatan yang muncul selama
85% dari banyaknya siswa yang memperoleh diterapkannya Model Pembelajaran CTL
nilai atau hasil belajar 70, untuk itu siklus dengan Metode Problem Solving dapat
dihentikan pada siklus III. diketahui melalui angket respon siswa terhadap

43
kegiatan pembelajaran yang diterapkan oleh nyaman dengan metode konvensional yang
peneliti. Respon siswa tentang penerapan telah dilaksanakannya bertahun-tahun sehingga
Model Pembelajaran CTL dengan Metode menghambat penerapan Model Pembelajaran
Problem Solving terdapat respon positif maupun CTL di sekolah.
negatif. Respon negatif merupakan hambatan Hambatan ketiga yang muncul selama
yang muncul selama diterapkannya Model diterapkannya Model Pembelajaran CTL
Pembelajaran CTL dengan Metode Problem dengan Metode Problem Solving dapat diketahui
Solving. dari angket respon siswa yang mengatakan
Hambatan pertama yang muncul selama bahwa Saya merasa bahwa ketika guru dalam
diterapkannya Model Pembelajaran CTL dengan menerapkan model CTL dengan metode problem
Metode Problem Solving dapat diketahui dari solving, guru menggunakan sarana dan prasarana
angket respon siswa yang mengatakan bahwa sekolah seadanya. Pernyaataan ini direspon 78%
Saya merasa bahwa waktu yang diberikan guru siswa dengan menjawab sangat setuju dan 22%
untuk kami berfikir dalam memecahan masalah setuju. Dalam menerapkan model CTL, peneliti
masih kurang. Hal ini direspon siswa dengan hanya menggunakan sarana dan prasarana
65% siswa memilih sangat setuju, 13% setuju seadanya diantaranya dengan media gambar
dan 22% tidak setuju. Selama diterapkannya yang ditempel di karton, meminjam computer
Model Pembelajaran CTL dengan Metode maupun laptop dari model, dan lain sebagainya.
Problem Solving memang diskusi berjalan Hambatan keempat yang muncul selama
dengan waktu yang terbatas, untuk itu siswa di diterapkannya Model Pembelajaran CTL dengan
dalam kelompoknya masing-masing dituntut Metode Problem Solving dapat diketahui dari
untuk memecahkan masalah sesegera mungkin. angket respon siswa yang mengatakan bahwa
Bagi siswa yang memiliki kemampuan kurang Saya merasa bahwa penggunaan Model
pasti mereka menjawab setuju, sedangkan siswa Pembelajaran CTL dengan Metode Problem
yang merasa pandai akan menjawab antara Solving menggunakan waktu yang terlalu
setuju dan tidak setuju. Karena sebagian besar lama. Pada pernyataan ini direspon siswa
siswa menjawab setuju maka baik dari siswa dengan 91% siswa menjawab sangat setuju dan
yang memiliki kemampuan kurang maupun 9% siswa menjawab setuju. Hal ini terbukti
lebih, sama-sama merasa jika mereka kurang ketika pelaksanaan Model Pembelajaran CTL
mendapatkan waktu yang cukup untuk berfikir dengan Metode Problem Solving pada siklus
dalam memecahkan masalah. satu memakan waktu banyak sampai-sampai
Hambatan kedua yang muncul selama memakai jam istirahat siswa.
diterapkannya Model Pembelajaran CTL dengan Hambatan terakhir yang muncul selama
Metode Problem Solving dapat diketahui dari diterapkannya Model Pembelajaran CTL dengan
angket respon siswa yang mengatakan bahwa Metode Problem Solving dapat diketahui dari
Saya merasa bahwa guru mata pelajaran angket respon siswa yang mengatakan bahwa
lain tidak akan mau menerapkan model CTL Saya merasa mendapat kesempatan berbicara
dengan metode problem solving. Dari angket ketika diskusi pemecahan masalah. Pernyataan
ini didapatkan hasil 83% siswa menjawab ini direspon siswa dengan menjawab sangat
sangat setuju dan 17% setuju. Jadi guru mata setuju 22%, setuju 4%, dan tidak setuju 65%,
pelajaran lain enggan menerapkan Model serta sangat tidak setuju 9%. Terbukti bahwa pada
Pembelajaran CTL karena mereka merasa sudah siklus pertama memang terdapat beberapa siswa

44
yang mendominasi pada saat fase masyarakat SARAN
belajar yang dipadukan dengan metode Problem Guru disarankan ketika menerapkan
Solving. model CTL dengan metode Problem Solving
Dengan demikian dapat disimpulkan hendaknya menerapkan fase konstruktivisme
bahwa hambatan-hambatan yang terjadi selama dengan menggunakan media gambar yang
diterapkannya model CTL dengan metode lebih besar atau lebih baik ditampilkan
problem solving dalam penelitian ini antara dengan menggunakan LCD agar semua siswa
lain kurangnya waktu yang diberikan guru dapat melihat gambar lebih mendetail. Guru
kepada siswa untuk berfikir dalam memecahan disarankan ketika menerapkan model CTL
masalah, guru mata pelajaran lain tidak akan dengan metode Problem Solving hendaknya
mau menerapkan model CTL dengan metode memotivasi terlebih dahulu dan memberikan
problem solving, sarana dan prasarana sekolah reward bagi siswa pada fase bertanya jawab agar
yang kurang memadai, menggunakan waktu siswa menjadi termotivasi untuk berpartisipasi
yang terlalu lama, dan kurang meratanya dalam pembelajaran. Guru disarankan ketika
kesempatan bagi siswa untuk berbicara ketika menerapkan model CTL dengan metode Problem
berdiskusi terhadap pemecahan masalah. Solving untuk memberikan masalah yang ringan
terlebih dahulu, karena mereka sebelumnya
SIMPULAN
belum pernah mendapatkan pembelajaran yang
Hasil pengamatan aktivitas guru melalui mengandung pemecahan masalah. Penerapan
penerapan model CTL dengan metode Problem Model CTL dengan metode Problem Solving
Solving pada kajian kebutuhan manusia di kelas dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada
X TKJ di SMK Muhammadiyah 5 Kalitidu kajian kebutuhan manusia, baik hasil belajar
menunjukkan peningkatan yang signifikan. kognitif maupun afektif. Untuk itu disarankan
Peningkatan ini dapat dilihat dari data aktivitas agar peneliti selanjutnya menerapkan Model
guru pada setiap siklusnya. Hasil pengamatan CTL dengan metode Problem Solving hanya
aktivitas siswa melalui penerapan model CTL pada materi yang mengandung konsep saja
dengan metode Problem Solving pada kajian dan bukan pada materi yang mengandung
kebutuhan manusia di kelas X TKJ di SMK perhitungan. Untuk penelitian selanjutnya,
Muhammadiyah 5 Kalitidu menunjukkan disarankan agar guru mengalokasikan waktu
peningkatan yang signifikan. Hal ini dapat secara cermat dalam kegiatan pembelajaran
dilihat dari data aktivitas siswa pada setiap Model CTL dengan metode Problem Solving
siklusnya. Hasil belajar siswa kelas X TKJ di pada kajian kebutuhan manusia.
SMK Muhammadiyah 5 Kalitidu pada kajian
kebutuhan manusia mengalami peningkatan pada DAFTAR RUJUKAN
aspek kognitif dan aspek afektif. Peningkatan ini Aminoto, Nur. (2008). Penerapan Model
dapat dilihat dari data hasil evaluasi pada setiap Pembelajaran Tipe TAI dengan Tehnik
akhir siklus. Hambatan-hambatan yang muncul Problem Solving untuk Meningkatkan
selama pembelajaran dalam menerapkan model Hasil Belajar Matematika Pokok
CTL dengan metode Problem Solving antara Bahasan Lingkaran bagi Siswa Kelas
lain sarana dan prasarana sekolah yang kurang VIIIA SMPN 2 Bulu Temanggung.
memadai serta sulitnya menggunakan waktu ISSN, (Online), Vol. 1, No. 3 (http://
secara tepat.. isjd.pdii.lipi.go.id/index.php/Search.

45
html?act=tampil&id=6117&idc=32) ART%206%20(87-103).pdf) diakses 1
diakses 26 Desember 2012. februari 2013
Anderson, Lorin W & Krathwol, David R. 2002. . 2009. The Effect Of Contextual
A Taxonomy for Learning, Teaching dan Learning In Civic Education On Students
Assessing, A Revision of Blooms Taxonomy Civic Competence. Journal of Social
of Educational Objectivies. New York: Sciences, Vol. 5, No. 4 (Online), (http://
Longman docsdrive.com/pdfs/sciencepublications/
Hady, dkk. 2013. Penerapan Model jssp/2009/261-270.pdf) diskses 1 februari
Pembelajaran Kontekstual pada Praktikum 2013
Sistem Kelistrikan Body Otomotif untuk . 2012. The Effect Of
Meningkatkan Hasil Belajar Mahasiswa Contextual Learning In Civic Education
D3 Teknik Mesin Unesa. JPTM (Online), On Students Civic Skills. International
Vol 1, No. 2. (http://ejournal.unesa.ac.id/ Journal for Educational Studies, Vol.4
article/1753/45/article.pdf) diakses 1 No. 2(Online), (http://www.educare-ijes.
februari 2013 com/educarefiles/File/05.kokom.upi.pdf) 1
Hudojo, H. 2003. Pengembangan Kurikulum februari 2013
dan pembelajaran Matematika. Malang: Kusmaryono, Imam. 2011. Keefektifan
JICA. Pembelajaran Kontekstual Berorientasi
Ibrahim, Muslimin. 2005. Asesmen Penemuan Berbantuan Cd Pembelajaran
Berkelanjutan. Surabaya: Unesa University Dan Lks Pada Materi Bilangan Bulat Di
Press. Sekolah Dasar. (Online)(http://unissula.
ac.id/newver/images/jurnal/februari2012/
Jamhari, Mohammad. (2010). Penerapan
imam%20kusmaryono-web.pdf), diakses
Pendekatan Problem Solving dalam
21 Juni 2012.
Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kritis
Siswa SMP Negeri 21 Palu pada Mata Nursyid, Sumaatmaja. 1986. Pengantar Studi
Pelajaran IPA Biologi. Jurnal Biodidaktis, Sosial. Bandung: PT. Alumni
(Online), Vol. 3, No. 2 (http://isjd.pdii.lipi. Rianti. 2011. Penerapan Model Pembelajaran
go.id/index.php/Search.html?act=tampil& Problem Solving untuk Meningkatkan
id=68596&idc=32) diakses 26 Desember Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV
2012. SDN 011 Pancuran Gading Kecamatan
Johnson, Elaine B. (2006). Contextual Teaching Tapung Kabupaten Kampar(Online),
Learning. Bandung : MLC ( h t t p : / / r e p o s i t o r y. u n r i . a c . i d /
bitstream/123456789/1505/1/Jurnal.pdf)
Komalasari, Kokom. 2011. Pembelajaran
diakses 1 februari 2013
Kontekstual. Bandung: PT. Refika
Aditama Riyanto, H. Yatim. 2009. Paradigma Baru
Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada
. 2012. The Effect Of
Media Group
Contextual Learning In Civic Education
On Students Character Development. Saud, Udin Saefudin. 2008. Inovasi Pendidikan.
Asia Pacific Journal of Educators and Bandung: Alfabeta
Education, Vol. 27(Online), (http://apjee. Sagala, Syaiful. 2010. Konsep dan Makna
usm.my/APJEE_27_2012/apjee27_2012_ Pembelajaran. Bandung: Alfabeta

46
Salemi, Michael K. 2005. Teaching Economic Group
Literacy : Why, What, and How. . 2010. Model Pembelajaran Terpadu.
International Review of Economic Jakarta: PT. Bumi Aksara
Edcation. Vol 4, Issue 2.
Uzwardani. 2011. Penerapan CTL (Contextual
Sanjaya, H. Wina. 2010. Strategi Pembelajaran Teaching and Learning) untuk
Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar
Jakarta: Prenada Media Group Siswa Kelas V pada Pembelajaran
Sriati. 2012. Penerapan Model Contextual Sains Sifat-Sifat Cahaya Di SDN
Teaching and Learning (CTL) pada Mata Pohsangit NgisorKabupaten Probolinggo
Pelajaran IPS untuk Meningkatkan Hasil ,(Online), (http://ipoenk23.blogspot.
Belajar Siswa Kelas Vi C SDN Beringin com/2011_07_01_archive.html) diakses 1
477 Surabaya. (Online) (http://ejournal. februari 2013
unesa.ac.id/article/3801/18/article.pdf) Wilujeng. 2008. Penerapan Pendekatan CTL
diakses 1 februari 2013 (Contextual Teaching and Learning) dalam
Sukoriyanto. 2001. Langkah-langkah dalam Pembelajaran Tematik Tema Lingkungan
Pengajaran Matematika dengan untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa
Menggunakan Penyelesaian Masalah. Kelas II SDN Klampis Ngasem IV No. 560
Dalam Jurnal Matematika atau Surabaya, ,(Online), (http://ejournal.unesa.
Pembelajarannya. Malang: JICA. ac.id/article/1306/18/article.pdf) diakses 1
Tasrif .(2007).Peningkatan Hasil Belajar februari 2013.
Siswa Pada Pelajaran Sejarah Dengan
Menggunakan Model Pembelajaran CTL
(Contextual Teaching And Learning)
Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi
Pada Siswa Kelas Xi Ips Sma Negeri 5
Palu Jurnal Sokoguru. ,(Online),Vol.1,
No.2-3 (http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/
jurnal/12&3076874.pdf) diakses 7 Juli
2012
Tim PPPG Matematika. 2005. Materi
Pembinaan Matematika SMP. Yogyakarta:
Depdikbud.
Toheri. 2009. Penerapan Metode Pemecahan
Masalah Model Polya untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Siswa Mata Pelajaran
Matematika,(Online), (http://edumajournal.
files.wordpress.com/2011/11/1-penerapan-
metode-pemecahan-masalah-model-polya-
by-toheri1.pdf) diakses 1 februari 2013
Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran
Inovatif-Progresif. Jakarta: Prenada Media

47

Anda mungkin juga menyukai