Tugas Matakuliah
Metodologi Penelitian
PENDAHULUAN
Pengukuran kinerja perusahaan menjadi hal yang sangat penting bagi manajemen untuk
melakukan evaluasi terhadap performa perusahaan dan perencanaan tujuan di masa mendatang.
Berbagai informasi di himpun agar pekerjaan yang dilakukan dapat dikendalikan dan
dipertanggungjawabkan. Hal ini dilakukan untuk mencapai efisiensi dan efektivitas pada seluruh
proses bisnis perusahaan. Namun selama ini, pengukuran kinerja perusahaan cenderung
lebih memfokuskan terhadap sisi keuangan saja. Kecenderungan seperti ini
berdampak kurang baik terhadap sustainbilitas bisnis perusahaan. Sebab hasil pengukuran
kinerja secara parsial tersebut cenderung akan mengaburkan bahkan menyembunyikan
kemampuan perusahaan sebenarnya dalam mencapai nilai ekonomis di masa datang.
Banyak pimpinan perusahaan dinilai sukses jika berhasil mencapai suatu tingkat keuangan
tertentu. Oleh karena itu, banyak perusahaan yang berusaha untuk meningkatkan
keuntungan dengan cara apapun. Hal ini dapat menyebabkan perusahaan terjebak pada orientasi
jangka pendek dan mengabaikan kelangsungan bisnis jangka panjang dari perusahaan tersebut.
Menurut Wibowo (2008), kinerja berasal dari pengertian performance. Adapun pengertian
performance sebagai hasil kerja atau prestasi kerja. Namun, sebenarnya kinerja mempunyai
makna luas, tidak hanya hasil kerja, tetapi bagaimana proses pekerjaan berlangsung. Adapun
pendapat lain yang dikemukakan oleh Armstrong dan Baron dalam Wibowo (2008), kinerja
merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan dengan tujuan strategis organisasi,
kepuasan konsumen, dan memberikan kontribusi pada ekonomi. Venkatraman dan Ramanujam
(1986) menunjukkan bahwa kinerja perusahaan merupakan sebuah konstruk multidimensi.
Dalam hal ini, kinerja perusahaan terdiri dari kinerja keuangan, kinerja bisnis, dan kinerja
keorganisasian. Kinerja keuangan berada di pusat wilayah efektifitas keorganisasian. Ukuran
kinerja ini dinilai sangat penting , tetapi tidak cukup untuk mendefinisikan efektifitas
keseluruhan. Standar berbasis akuntansi seperti penerimaan atas aset (return on asset),
penerimaan atas penjualan (return on sales), dan return on equity mengukur keberhasilan
keuangan. Indikator-indikator tersebut menggambarkan profitabilitas saat ini. Ukuran kinerja
bisnis
berkaitan dengan pasar seperti pasar pangsa pasar, pertumbuhan, diversifikasi, dan
pengembangan produk. Terdapat dua dimensi dalam kinerja ini, yaitu (i) indikator yang berkaitan
dengan pertumbuhan dalam bisnis yang ada dan (ii) indikator yang berkaitan dengan posisi
perusahaan di masa datang (pengembangan produk baru dan diversifikasi). Ukuran efektivitas
keorganisasian berkaitan erat dengan stakeholder. Contoh ukuran tersebut adalah kepuasan
pelanggan, kualitas dan tanggung jawab sosial. Terdapat dua dimensi, yaitu (i) indikator
yang berkaitan dengan kualitas (kualitas produk, kepuasan pegawai), dan (ii) indikator yang
berkaitan dengan tanggung jawab sosial (lingkungan dan masyarakat).
Indikator Kinerja
Visi
Objektivitas
Ukuran
Ukuran Ukuran Unit Bisnis
Pasar Keuangan
Unit
Operasi Bisnis
Kepuasan Fleksibi litas Produk
Pelanggan tivitas
Departemen
dan Pusat Kerja
Pengi riman Waktu Proses
Kualitas Biaya
Operasi
METODE PENELITIAN
Peningkatan produksi
Persentasi keluhan
Peningkatan pelanggan
Jumlah Jumlah pelanggan baru
Pelanggan Pelanggan
Mempertahankan Jumlah pelanggan tetap
Kesetiaan
PenurunanPelanggan
Harga Harga pokok produksi
Departement
dan Biaya Optimalisasi Pokok
Penggunaan Persentasi penggunaan
Gambar 3. Output Proses Pembobotan KPI pada level Unit Bisnis dengan AHP Sumber :
Output software Criterium DecisionPlus(R) 3.0.4 Student Version
Gambar 4. Output Proses Pembobotan KPI Pada Level Business Operating Units dengan
AHP
Sumber : Output software Criterium DecisionPlus(R) 3.0.4 Student Version
Gambar 5. Output Proses Pembobotan KPI Pada Level Departements and Work Centers
Sumber: Output software Criterium DecisionPlus(R) 3.0.4 Student Version
Tabel 2 Kombinasi Hasil Pembobotan dan Pengukuran Kinerja
Level Perspektif KeyPerformance Bobot Skor
Indicators (%)
alat produksi
Persentase 7.5 7.0
pemeliharaan alat non
Pelanggan Persentas
produksi keluhan 20.5 7.5
e
Jumlah pelanggan baru 3.9 5.0
Jumlah pelanggan tetap 8.9 5.0
Biaya Penurunan Harga 10.2 4.0
pokok produksi
Persentas penggunaan 6.4 5.5
e
Perputaran bhn baku / 8.1 3.5
material
Waktu proses Kapasitas produksi 13.3 4.5
Persentase jumlah 3.0 4.0
produk tidak terpenuhi
% Kerusakan produk di 4.7 4.0
Departeme gudang
Jumla karyawan 3.7 5.5
n dan
h
Pengiriman Ketepatan waktu 10.5 7.5
Pusat Kerja
pengiriman
Ketepatan pesifikasi 10.5 5.0
order
Kualitas Banyaknya roduk 7.4 7.5
cacat
Ketersediaan data base 22.3 6.0
Sumber : Pengolahan AHP dengan software Criterium DecisionPlus(R) 3.0.4 Student
Version dan pengukuran kinerja th. 2007-2008 UKM Hentoro Leather.
Tabel 2 menunjukkan besar pembobotan dan nilai kinerja dari setiap masing-masing KPI.
Pada sub bab ini penulis memfokuskan analisis pada KPI yang memiliki besar pembobotan
paling tinggi dan nilai kinerjanya, pada level yang berbeda. Level unit bisnis, di level ini
terdapat dua KPI yang memiliki besaran bobot paling tinggi diantaranya KPI persentase jumlah
pesanan dan jumlah produk terjual dengan bobot masing masing sebesar 50.8% dan 18.7%.
Kedua KPI tersebut tergabung dalam satu perspektif, yakni perspektif ukuran pasar. Nilai
kinerja KPI tersebut belum mencapai target karena masih dibawah angka 7 ( skore 7 ), untuk
KPI persentase jumlah pesanan masih berwarna kuning, sedangkan untuk KPI jumlah produk
terjual masih berwarna merah tetapi keduanya berpeluang untuk mencapai target di periode
berikutnya.
Level Unit Operasi Bisnis, untuk level ini perusahaan dapat dikatakan masih cenderung
mendekati target yang diharapkan. Hal ini ditunjukkan oleh skore yang diperoleh KPI dari
setiap perspektif yang rata rata skorenya masih dibawah 7 (skore 7), dan berwarna kuning.
Pada level ini KPI yang mempunyai bobot paling tinggi adalah KPI persentase pemeliharaan
alat produksi dari perspektif fleksibilitas dengan bobot 22.5%. sedangkan untuk KPI jumlah
produk inovasi dan persentase keluhan pelanggan nilai kinerja KPInya sudah mencapai target
dengan skore diatas 7 ( skore 7 ) dan berwarna hijau, walaupun bobot yang dimiliki tidak
setinggi KPI persentase pemeliharaan alat produksi dari perspektif fleksibilitas
Level selanjutnya yaitu Level Department dan Pusat Kerja, dalam level ini KPI yang
memiliki besar bobot tertinggi adalah ketersediaan data base dengan bobot 22.3%. Namun
nilai kinerja KPI tersebut belum mencapai target karena masih dibawah angka 7 ( skore 7 ).
Sedangkan 2 KPI dari perspektif pengiriman dan perspektif kualitas yaitu KPI ketepatan
waktu pengiriman produk dan banyaknya produk cacat, kinerja KPInya sudah mencapai target
dengan skore 7.5 dan berwarna hijau. Dari hasil tersebut dapat terlihat bahwa pada level ini
perusahaan menitikberatkan terhadap masalah kualitas produk dan pengiriman produk,
dikarenakan dengan kualitas sesuai standar dan pengiriman yang tepat waktu maka akan
meningkatkan kepuasan dari konsumen. Kemudian 8 KPI lainnya yang terdistribusi ke dalam
tiga perspektif yaitu perspektif biaya, perspektif waktu proses dan perspektif-
pengiriman, nilai kinerja KPInya belum mencapai target atau bisa juga dikatakan cenderung
mendekati target, karena skorenya masih di bawah angka 7 ( skore 7 ). KPI yang masih di
bawah target cukup sulit bila harus mencapai target, seperti misalnya KPI harga pokok
produksi dari perspektif biaya, dikarenakan harga-harga faktor produksi saat ini cenderung naik
dan fluktuatif.
Untuk memperbaiki kinerja perusahaan tersebut, maka perlu dilakukan perbaikan dan
peningkatan strategi objektif pada setiap level, sehingga diharapkan KPI yang pencapaiannya
masih dibawah target (berwarna kuning dan merah) dapat ditingkatkan kinerjanya. Perbaikan
dan peningkatan strategi objektif tersebut ditentukan dengan mengkombinasikan hasil
pembobotan dan hasil pengukuran kinerja KPI (lihat tabel 4.9). Sebagai prioritas pertama,
perbaikan dan peningkatan strategi objektif dikonsentrasikan pada level departemen dan
pusat kerja. Level ini merupakan pondasi dari perspektif pada metode SMART System, yang
mengawali keberhasilan level unit operasi bisnis dan level unit bisnis. Pada level ini yang
menjadi prioritas utama adalah peningkatan kualitas sistem informasi, diikuti oleh peningkatan
kemampuan proses produksi, peningkatan layanan distribusi, penurunan harga pokok
produksi, pengoptimalan penggunaan bahan baku / material, peningkatan kualitas produk.
Prioritas kedua adalah perbaikan dan peningkatan strategi objektif dikonsentrasikan
pada level unit operasi bisnis, pada level ini yang menjadi prioritas utama adalah
peningkatan pemeliharaan peralatan produksi, diikuti oleh peningkatan kepuasan pelanggan,
pengembangan inovasi produk, mempertahankan kesetiaan pelanggan, peningkatan produktivitas
karyawan, peningkatan kemampuan produksi, peningkatan jumlah pelanggan, dan penggunaan
teknologi.
Prioritas ketiga adalah perbaikan dan peningkatan strategi objektif dikonsentrasikan
pada level unit bisnis, pada level ini yang menjadi prioritas utama adalah peningkatan
pemesanan hasil produksi, diikuti oleh peningkatan jumlah produk terjual, peningkatan
pangsa pasar, peningkatan profit, peningkatan pendapatan penjualan dan peningkatan
likuiditas. Upaya perbaikan dan peningkatan strategi objektif pada setiap level dengan skala
prioritasnya sebagaimana yang telah dipaparkan diatas, sebagai analisis terhadap pengukuran
kinerja perusahaan dengan metode SMART system.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat di tarik beberapa
kesimpulan untuk penelitian ini, diantaranya :
1. Terdapat 22 strategi objektif, diantaranya: Peningkatan profit, Peningkatan pendapatan
penjualan, Peningkatan likuiditas, Peningkatan pangsa pasar, Peningkatan pemesanan
hasil produksi, Peningkatan jumlah produk terjual, Peningkatan kemampuan produksi,
Pengembangan inovasi produk, Peningkatan produktivitas karyawan, Penggunaan
teknologi, Peningkatan pemeliharaan peralatan, Peningkatan kepuasan pelanggan,
Peningkatan jumlah pelanggan, Mempertahankan kesetiaan pelanggan, Penurunan harga
pokok produksi, Optimalisasi penggunaan peralatan, Pengoptimalan penggunaan bahan
baku / material, Peningkatan kemampuan proses produksi, Peningkatan jumlah
karyawan terlatih, Peningkatan layanan distribusi, Peningkatan kualitas produk, dan
Peningkatan kualitas sistem informasi.
2. Hasil pengukuran menunjukan bahwa kinerja perusahaan dikatakan baik, terutama pada
level Departemen dan Pusat Kerja, dan level Unit Operasi Bisnis. Maka dari itu terdapat
kemungkinan diperiode mendatang level Unit Bisnis akan terjadi peningkatan kinerja.
3. Sebagai prioritas pertama, perbaikan dan peningkatan strategi objektif dilakukan pada
level Departemen dan Pusat Kerja. Level ini merupakan pondasi dari perspektif pada
metode SMART System, yang mengawali keberhasilan level unit operasi bisnis dan level
unit bisnis. Pada level ini yang menjadi prioritas utama adalah peningkatan kualitas
sistem informasi. Prioritas kedua adalah perbaikan dan peningkatan strategi objektif
dilakukan pada level Unit Operasi Bisnis, pada level ini yang menjadi prioritas utama
adalah peningkatan pemeliharaan peralatan produksi. Prioritas ketiga adalah perbaikan
dan peningkatan strategi objektif dilakukan pada level Unit Bisnis, pada level ini yang
menjadi prioritas utama adalah peningkatan pemesanan hasil produksi.
Berdasarkan kesimpulan di tersebut, penulis memberikan saran-saran yang dapat
dimanfaatkan oleh UKM Hentoro Leather sebagai berikut :
1. Perusahaan agar mempertahankan hasil kinerja yang telah mencapai target, terutama pada
KPI-KPI yang termasuk di perspektif produktivitas, pelanggan, pengiriman, dan kualitas.
Serta merencanakan target-target yang berorientasi pada tujuan ataupun visi organisasi.
2. Mengimplementasikans setiap strategi objektif yang telah ditetapkan organisasi dan
tetap dalam konteks pengontrolan pihak-pihak internal organisasi perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar Arif., dan Wibowo. 2005. Akuntansi untuk Bisnis Usaha Kecil dan Menengah.
PT Grasindo: Jakarta.
Antony, R & Vijay Govindarajan.2005. Sistem Pengendalian Manajemen. Salemba
Bititci, U.S., Carrie, A.S. McDevitt and Turner, T. 1997. Integrated Performance Measurement
Systems: A Reference Model. Proceeding of IFIP-WG5.7 1997 Working Conference,
Ascona Ticono-Switzerland, 15-18 September 1997.
Budiarti, Isniar. 2005. Balanced Scorecard Sebagai Alat Ukur Kinerja dan Alat Pengendali
Sistem Manajemen Strategis. Majalah Ilmiah Unikom, vol. 6, hlm. 51 59.
Cross, K.E. and Lynch, R.L. 1997. The SMART Way to define anda sustein success.
National Productivity Revies, New York.
Ghalayani, A.M. and Noble, J.S. 1998. The changing of performance Measurement
Univesity of Missouri, Columbia, USA.
Hill, Terry. 1994. Manuacturing Stretegy. Mc. Graw Hill, New York.
Kaplan, Robert S. And Norton, David P. 1996. Translating Stretegy Into Action The
Balanced Scorecard. Harvard Business Scholl Press. Boston, Massachusetts.
Mulyadi. 2000. Akuntansi Biaya. Aditya Media: Yogyakarta
Naniek Utami Handayani, Haryo Santoso, dan Rochmawati. 2005. Perancangan Sistem
Pengukuran Kinerja Menggunakan Metoda Performance Prism. Jurnal Tekhnik Industri ,
vol. 10, No. 4 : 295 303.
Putri, Vicky Rahma dan Lukviarman, Niki. 2008. Pengukuran Kinerja Bank Komersial
dengan Pendekatan Efisiensi : Studi Terhadap Perbankan Go-Public di Indonesia. JAAI,
vol. 12, No. 1 : 37 52.