Anda di halaman 1dari 20

Makalah

Pertusis

Oleh kelompok 4
Desi hardianti
Hidrawati
Muhammad zamroni
Nurkhalifa
Siti nurhaliza

Stikes widya nusantara palu


Tahun 2015/2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur Kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT, yang telah memberikan dan hidayah-
NYA sehingga Kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.

Makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dosen pengajar. Dalam makalah ini penulis
membahas tentangASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN PERTUSIS dengan
pertimbangan materi atas merupakan bahan pembelajaran sehingga dapat membantu lebih memahami
ASKEP DAN KONSEP PERTUSIS.

Dalam pembuatan makalah ini, penulis menyadari adanya berbagai kekurangan, baik isi materi atau
penyusunan kalimat. Namun demikian, perbaikan merupakan hal yang berlanjut sehingga kritik dan
saran untuk penyempurnaan makalah ini sangat penulis harapkan.

Akhirnya penulis menyampaikan terima kasih kepada dosen pengajar serta teman-teman sekalian
yang telah membaca makalah ini.
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Di Negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia, sebelum ditemukannya vaksin,


angka kejadian dan kematian akibat menderita pertusis cukup tinggi.Ternyata 80% anak-anak
dibawah umur 5 tahun pernah terserang penyakit pertusis, sedangkan untuk orang dewasa sekitar 20%
dari jumlah penduduk total.

Dengan kemajuan perkembangan antibiotic dan program imunisasi maka mortalitas dan morbiditas
penyakit ini mulai menurun.Namun demikian penyakit ini masih merupakan salah satu masalah
kesehatan terutama mengenai bayi- bayi dibawah umur.

Pertusis sangat infesius pada orang yang tidak memiliki kekebalan.Penyakit ini mudah menyebar
ketika si penderita batuk.Sekali seseorang terinfeksi pertusis maka orang tersebut kebal terhadap
penyakit untuk beberapa tahun tetapi tidak seumur hidup, kadang kadang kembali terinfeksi
beberapa tahun kemudian.Pada saat ini vaksin pertusis tidak dianjurkan bagi orang dewasa.Walaupun
orang dewas sering sebagai penyebab pertusis pada anak anak, mungkin vaksin orang dewasa
dianjurkan untuk masa depan.

B. RUMUSAN MASALAH

1.Bagaimana Konsep teori dari pertusis ?

2.Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan pertusis?

C. TUJUAN

1 Tujuan Umum

Mengetahui dan memahami bagaimana membuat Asuhan Keperawatan masalah Pernapasan dengan
gangguan Pertusis.

2 Tujuan Khusus

Mahasiswa akan mampu:

Memahami definisi pertusis

Mengetahui etiologi terjadinya pertusis

Merumuskan asuhan keperawatan pada klien anak dengan pertusis meliputi WOC, analisis
data, pengkajian, diagnosis, intervensi

D. MANFAAT

Bisa lebih mengetahui dan memahami bagaimana gangguan pertusis terjadi, bagaimana cara
mengobati serta bagaimana menyusun Asuhan Keperawatannya
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN

Pertusis adalah suatu infeksi akut saluran nafas yang mengenai setiap pejamu yang rentan, tetapi
paling sering dan serius pada anak-anak. (Behrman, 1992)

Pertusis adalah penyakit infeksi akut pada saluran pernafasan yang sangat menular dengan ditandai
oleh suatu sindrom yang terdiri dari batuk yang bersifat spasmodic dan paroksismal disertai nada
yang meninggi. (Rampengan, 1993)

Pertusis adalah penyakit saluran nafas yang disebabkan oleh Bordetella pertusis, nama lain penyakit
ini adalah tussis quirita, whooping coagh, batuk rejan. (Mansjoer, 2000)

Pertusis adalah penyakit infeksi yang ditandai dengan radang saluran nafas yang menimbulkan
Serangan batuk panjang yang bertubi-tubi, berakhir dengan inspirasi berbising. (Ramali, 2003)

Pertusis adalah infeksi bakteri pada saluran pernafasan yang sangat menular dan menyebabkan batuk
yang biasanya diakhiri dengan suara pernapasan dalam bernada tinggi atau melengking.

B. ETIOLOGI

Pertusis biasanya disebabkan diantaranya sebagai berikut :

- Bordetella pertussis (Hemophilis pertusis).

- Suatu penyakit sejenis telah dihubungkan dengan infeksi oleh bordetella para pertusis, B.

Bronchiseptiea dan virus.

Adapun cirri-ciri organisme ini antara lain :


Berbentuk batang (coccobacilus)
Tidak dapat bergerak
Bersifat gram negative.
Tidak berspora, mempunyai kapsul
Mati pada suhu 55 C selama jam, dan tahan pada suhu rendah (0- 10 C)
Dengan pewarnaan Toluidin blue, dapat terlihat granula bipolar metakromatik
Tidak sensitive terhadap tetrasiklin, ampicillin, eritomisisn, tetapi resisten terhdap penicillin

Menghasilkan 2 macam toksin antara lain :


o Toksin tidak yahan panas (Heat Labile Toxin)

o Endotoksin (lipopolisakarida)
Manifestasi Klinis

Masa tunas rata-rata pertusis adalah 7-14 hari dan

Gejala-gejala sistemis pada umumnya terbagi dalam 3 stadium :

1. Stadium Kataralis ( 1-2 minggu atau lebih )

Tanda / gejala :

- Gejala infeksi saluran nafas bagian atas dengan timbulnya rinore.

- Batuk dan panas yang ringan.

- Anoreksia.

- Batuk timbul mula-mula malam, siang dan menjadi semakin berat.

- Sekret banyak dan kental.

- Konjungtiva kemerahan.

Pada stadium ini biasanya tidak dipikirkan diagnosis pertusis karena sering tidak dapat dibedakan
dengan penyakit influenza.

2. Stadium Spasmodik ( 2-4 minggu atau lebih )

Tanda / gejala :

- Batuk hebat di tandai dengan whoop ( tarikan nafas panjang dan dalam, berbunyi
melengking ).

- Batuk 5-10 kali per hari atau 10-20 kali per hari.

- Selama serangan muka menjadi merah atau sianosis, mata tampak menonjol, lidah
menjulur keluar.

- Tampak gelisah dan berkeringat.

- Dapat terjadi perdarahan subkonjungtiva dan epistsksis.

- Akhir serangan sering kali memuntahkan lendir atau sputum kental.


- Pada serangan batuk, nampak pelebaran pambuluh darah muka dan leher.

- Selama serangan, dapat sampai keluar kencing.

- Sesudah serangan, anak terbaring kelelahan dan sesak nafas.

Pada bayi dibawah umur 3 bulan, paroksimalitas dapat disertai atau berakhir dengan apnea dan juga
dapat terjadi aspiksia yang berakibat fatal.

C. TANDA DAN GEJALA

Masa tunas 7 14 hari penyakit dapat berlangsung sampai 6 minggu atau lebih dan terbagi dalam 3
stadium, yaitu :

1. Stadium kataralis Lamanya 1 2 minggu

Pada permulaan hanya berupa batuk-batuk ringan, terutama pada malam hari. Batuk-batuk ini makin
lama makin bertambah berat dan terjadi serangan dan malam. Gejala lainnya ialah pilek, serak dan
anoreksia. Stadium ini menyerupai influenza.

2. Stadium spasmodik Lamanya 2 4 minggu

Pada akhir minggu batuk makin bertambah berat dan terjadi paroksismal berupa batuk-batuk khas.
Penderita tampak berkeringat, pembuluh darah leher dan muka melebar. Batuk sedemikian beratnya
hingga penderita tampak gelisah gejala gejala masa inkubasi 5 10 hari. Pada awalnya anak yang
terinfeksi terlihat seperti terkena flu biasa dengan hidung mengeluarkan lendir, mata berair, bersih,
demam dan batuk ringan. Batuk inilah yang kemudian menjadi parah dan sering. Batuk akan semakin
panjang dan seringkali berakhir dengan suara seperti orang menarik nafas (melengking). Anak akan
berubah menjadi biru karena tidak mendapatkan oksigen yang cukup selama rangkaian batuk.
Muntah-muntah dan kelelahan sering terjadi setelah serangan batuk yang biasanya terjadi pada malam
hari. Selama masa penyembuhan, batuk akan berkurang secra bertahap.

3.Stadium konvalesensi Lamanya kira-kira 4-6 minggu

Beratnya serangan batuk berkurang. Juga muntah berkurang, nafsu makan pun timbul kembali. Ronki
difus yang terdapat pada stadium spas,odik mulai menghilang. Infaksi semacam Common Cold
dapat menimbulkan serangan batuk lagi.
D. PATOFISIOLOGI

Peradangan terjadi pada lapisan mukosa saluran nafas. Dan organisme hanya akan berkembang biak
jika terdapat kongesti dan infiltrasi mukosa berhubungan dengan epitel bersilia dan menghasilkan
toksisn seperti endotoksin, perttusinogen, toxin heat labile, dan kapsul antifagositik, oleh limfosist
dan leukosit untuk polimorfonuklir serta penimbunan debrit peradangan di dalam lumen bronkus.
Pada awal penyakit terjadi hyperplasia limfoid penbronklas yang disusun dengan nekrosis yang
mengenai lapisan tegah bronkus, tetapi bronkopnemonia disertai nekrosis dan pengelupasan epitel
permukaan bronkus. Obstruksi bronkhiolus dan atelaktasis terjadi akibat dari penimbunan mucus.
Akhirnya terjadi bronkiektasis yang bersifat menetap.

Cara penularan:

Penyakit ini dapat ditularkan penderita kepada orang lain melalui percikan-percikan ludah penderita
pada saat batuk dan bersin. Dapat pula melalui sapu tangan, handuk dan alat-alat makan yang
dicemari kuman-kuman penyakit tersebut. Tanpa dilakukan perawatan, orang yang menderita pertusis
dapat menularkannya kepada orang lain selama sampai 3 minggu setelah batuk dimulai.
E. KOMPLIKASI

1. Alat Pernafasan Dapat terjadi otitis media (sering pada bayi), bronkitis, bronkopneumania,
atelektasis yang disebabkan sumbatan mukus, emfisema (dapat juga terjadi emfisema mediastrum,
leher kulit pada kasus yang berat, bronkrektasis, sedangkan tuberkulosis yang sebelumnya telah ada
dapat terjadi bertambah berat.

2. Alat Pencernaan Muntah-muntah yang berat dapat menimbulkan emasiasi, prolaapsus rektum
atau hernia yang mungkin timbul karena tingginya tekanan intra abdominal, ulkus pada ujung lidah
karena lidah tergosok pada gigi atau tergigit pada waktu serangan batuk, stomatitis

3. Sususnan saraf Kejang dapat timbul karena gangguan keseimbangan elektrolit akibat muntah-
muntah kadang-kadang terdapat kongesti dan edema otak. Mungkin pula terjadi perdarahan otak

4. Lain -lain Dapat pula terjadi pendarahan lain seperti epistaksis dan perdarahan subkonjungtiva.

6 Pemeriksaan Laboratorium

a. Laboratorium : LED dan leukosit meningkat.

Pada stadium kataralis dan permulaan stadium plasmodik jumlah leukosit meningkat antara 15.000 -
45.000 per mm3 dengan limfositosis. Diagnosis dapat diperkuat dengan mengisolasi kuman dari
sekresi jalan nafas yang dikeluarkan pada waktu batuk.

b. Foto thorax, CT Scan.

c. Periksa sputum.

PENATALAKSANAN MEDIS

1. Antibiotik

a. Eritromisin dengan dosis 50 mg / kg BB / hari dibagi dalam 4 dosis. Obat ini menghilangkan B.
Pertussis dari nasofaring dalam 2-7 hari ( rata-rata 3-6 hari ) dan dengan demikian memperpendek
kemungkinan penyebaran infeksi. Eritromisin juga menggugurkan atau menyembuhkan pertussis bila
diberikan dalam stadium kataral, mecegah dan menyembuhkan pneumonia dan oleh karena itu sangat
penting dalam pengobatan pertusis khususnya pada bayi muda.

b. Ampisilin dengan dosis 100 mg / kg BB / hari, dibagi dalam 4 dosis.

c. Lain-lain : Rovamisin, kotrimoksazol, klorampenikol dan tetrasiklin.

2. Ekspektoran dan mukolitik.

3. Kodein diberikan bila terdapat batuk-batuk yang hebat sekali.

4. Luminal sebagai sedative


PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN

1. Pembersihan jalan nafas.

2. Pemberian oksigen terutama pada serangan batuk yang hebat yang disertai sianosis.

3. Pemberian makanan dan obat.

Hindari makanan yang sulit ditelan dan makanan bentuk cair.

4. Pemberian terapi suportif.

a. Dengan memberikan lingkungan perawatan yang tenang,atasi dehidrasi berikan nutrisi.

b. Bila pasien muntah-muntah sebaiknya diberikan cairan dan elektrolit secara parenteral

PENCEGAHAN

Pencegahan yang dilakukan secara aktif dan secarapasif:

a. Secara aktif

1. Dengan pemberian imunisasi DTP dasar diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan(DTP tidak boleh
dibrikan sebelum umur 6 minggu)dengan jarak 4-8 minggu. DTP-1 deberikan pada umur 2
bulan,DTP-2 pada umur 4 bulan dan DTp-3 pada umur 6 bulan. Ulangan DTP selanjutnya diberikan 1
tahun setelah DTP-3 yaitu pada umur 18-24 bulan,DTP-5 pada saat masuk sekolah umur 5 tahun.
Pada umur 5 tahun harus diberikan penguat ulangan DTP. Untuk meningkatkan cakupan imunisasi
ulangan,vaksinasi DTP diberika pada awal sekolah dasar dalam program bulan imunisasi anak
sekolah(BIAS).

Beberapa penelitian menyatakan bahwa vaksinasi pertusis sudah dapat diberikan pada umur 1 bulan
dengan hasil yang baik sedangkan waktu epidemi dapat diberikan lebih awal lagi pada umur 2-4
minggu.

Kontra indikasi pemberian vaksin pertusis :

1. Panas yang lebih dari 38 derajat celcius

2. Riwayat kejang

3. Reaksi berlebihan setelah imunisasi DTP sebelumnya, misalnya suhu tinggi dengan kejang,
penurunan kesadaran, syok atau reaksi anafilaktik lainnya.

2. Perawat sebagai edukator

Melakukan penyuluhan kepada masyarakat khususnya kepada orang tua yang mempunyai bayi
tentang bahaya pertusis dan manfaat imunisasi bagi bayi.

b. Secara pasif

Secara pasif pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan kemopropilaksis. Ternyata eritromisin
dapat mencegah terjadinya pertussis untuk sementara waktu.
MANAJEMEN DIET

a. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake zat besi (Fe)

b. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C

c. Berikan substansi gula

d. Makanan yang mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi seperti sayuran

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pada stadium kataralis dan permulaan stadium spasmodic jumlah leukosit meninggi kadang sampai
15.000-45000 per mm3 dengan limfositosis, diagnosis, dapat diperkuat dengan mengisolasi kuman
dari sekresi jalan napas yang dikeluarkan pada waktu batuk.Secara laboratorium diagnosis pertusis
dapat ditentukan berdasarkan adanya kuman dalam biakan atau dengan pemeriksaan imunofluoresen

G. PENATALAKSANAAN

Anti mikroba

Pemakai obat-obatan ini di anjurkan pada stadium kataralis yang dini. Eritromisin merupakan anti
mikroba yang sampai saat ini dianggap paling efektif dibandingkan dengan amoxilin, kloramphenikol
ataupun tetrasiklin. Dosis yang dianjurkan 50mg/kg BB/hari, terjadi dalam 4 dosis selama 5-7 hari.

Kortikosteroid
a. Betametason oral dosis 0,075 mg/lb BB/hari

b. Hidrokortison suksinat (sulokortef) I.M dosis 30 mg/kg BB/ hari kemudian diturunkan

perlahan dan dihentikan pada hari ke-8

c. Prednisone oral 2,5 5 mg/hari

Berguna dalam pengobatan pertusis terutama pada bayi muda dengan seragan proksimal.
Salbutamol Efektif terhadap pengobatan pertusis dengan cara kerja :
a. Beta 2 adrenergik stimulan

1) Mengurangi paroksimal khas

2) Mengurangi frekuensi dan lamanya whoop

3) Mengurangi frekuensi apneu

b. Terapi suportif

1) Lingkungan perawatan penderita yang tenang


2) Pemberian makanan, hindari makanan yang sulit ditelan, sebaiknya makanan cair, bila muntah
diberikan cairan dan elektrolit secara parenteral

3) Pembersihan jalan nafas

4) Oksigen

Vaksin DPT

Vaksin jerap DPT ( Difteri Pertusis Tetanus ) adalah vaksin yang terrdiri dari toxoid difteri dan tetanus
yang dimurnikan dan bakeri pertusis yang telah diinaktivasi.

Indikasi

Untuk pemberian kekebalan secara simultan terhadap pertusia. Cara pemberian dan dosis:

Sebelum digunakan vaksin dikocok terlebih dahulu agar menjadi homogen.

Disuntikan secara IM denagn dosis pemberian 0,5 ml sebanyak 3 dosis.

Dosis pertama diberikan umur 2 bulan,dosis selanjutnya diberikan 1 bulan

Di unit pelayanan statis, vaksin DPT yang tekah dibuka hanya boleh digunakan 4 minggu

Efek Sampingnya

pnas Kebanyakan anak menderita panas pada sore hari setelah mendapat imunisasi DPT, tetapi panas
ini akan sembuh dalam 1-2 hari. Bila panas yang timbul lebih dari 1 hari sesudah pemberian DPT,
bukanlah disebabkan oleh vaksin DPT, mungkin ada infeksi lain yang perlu diteliti lebih lanjut.

Rasa sakit di daerah suntikan. Sebagian anak merasa nyeri, sakit, kemerahan, bengkak di tempat
suntikan. Bila hal tersebut terjadi setelah suntikan berarti ini disebabkan oleh suntikan DPT. Hal ini
perlu diberitahukan kepada

PeradanganHal ini mungkin sebagai akibat dari: jarum suntik tidak steril, bisa karena tersentuh tangan
atau sterilisasi kurang lama ataupun sebelum dipakai menyuntik jarum diletakkan di atas tempat yang
tidak steril.

Kejang-kejangAnak yang setelah pemberian vaksin DPT mengalami hal ini, tidak boleh diberi vaksin
DPT lagi dan sebagai gantinya diberi DT saja. Kontra indikasi. Gejala keabnormalan otak pada
periode bayi baru lahir atau gejala serius keabnormalan pada saraf merupakan kontraindikasi
pertussis. Anak yang mengalami gejala-gejala parah pada dosis pertama, komponen pertussis harus
dihindarkan pada dosis kedua dan untuk meneruskan imunisasinya dapat diberikan DT. (Direktorat
Jendral PPM & PL, Departemen Kesehatan RI)

STRATEGI

meningkatkan kualitas pelayanan

mengembangkan pelaksanaan program diseluruh unit pelayanan kesehatan

meningkatkan kerja sama dengan semua pihak terkait


meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat

melaksanakan desentralisasi melalui titik berat manajemen program di kabupaten atau kota

mengembangkan pelaksanan program melalui penelitian.

Kontraindikasi :

gejala-gejala keabnormalan otak pada periode bayi baru lahir atau gejala serius keabnormalan pada
saraf merupakan kontraindikasi pertusis. Anak yang mengalami gejala-gejala parah pada dosis
pertama, komponen pertusis harus dihindarkan pada dosis kedua dan untuk meneryskan iminisasi
dapat diberikan DP
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN PERTUSIS

A. Pemeriksaan Fisik

a. Aktivitas / istirahat

DS : Gangguan istirahat tidur, malaise.

DO : Lesu, pucat, lingkar mata kehitam-hitaman.

b. Sirkulasi

DS : -

DO : Tekanan darah normal / sedikit menurun, takikardi, peningkatan suhu.

c. Eliminasi

DS : BAB dan BAK normal

DO : BB menurun, turgor kulit kurang, membrane mukosa kering.

d. Makanan dan cairan

DS : Sakit kepala, pusing.

DO : Gelisah

e. Nyeri / kenyamanan

DS : Batuk pada malam hari dan memberat pada siang hari.

DO : Mata tampak menonjol, wajah memerah / sianosis, lidah terjulur dan pelebaran vena leher saat
serangan batuk.

f. Pernafasan

DS : Batuk Pilek

DO :

o nyaring (whoop) saat inspirasi.

o Penumpukan lender pada trachea dan nasopharing

o Penggunaan otot aksesorus pernafasan.

o Sputum atau lender kental.

B. Pemeriksaan penunjang :

Pembiakan lendir hidung dan mulut.


Pembiakan apus tenggorokan.

Pembiakan darah lengkap (terjadi peningkatan jumlah sel darah putih yang ditandai sejumlah
besar limfosit, LEE tinggi, jumlah leukosit antara 20.000-50.000 sel / mdarah.

Pemeriksaan serologis untuk Bordetella pertusis.

Tes ELISA (Enzyme Linked Serum Assay) untuk mengukur kadar secret Ig A.

Foto roentgen dada memeperlihatkan adanya infiltrate perihilus, atelaktasis atau emphysema

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d peningkatan produksi mucus

2. Pola napas tidak efektif b/d tidak adekuatnya ventilasi

3. Gangguan rasa aman dan nyaman b/d aktivitas batuk yang meningkat.

4. Resiko kekurangan volume cairan b/d intake klien yang kurang

5. Resiko kekurangan nutrisi b/d adanya mual dan muntah.

6. Hyperthermy b/d infeksi salurn nafas.

III. INTERVENSI

No DIAGNOSA INTERVENSI RASIONAL

KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan napas tidak - Memberikan cairan hangat -secret kental dapat menyebabkan
efektif b/d sekresi yang sedikitnya 1,9- 2,8 liter/hari atelektasis (penyempitan bronkus)
berlebihan dan kental
- Jelaskan dan demonstrasikan
Tujuan : status ventilasi -Beri tahukan orang tua tentang manfaat latihan batuk yang dapat
saluran pernafasan baik perlunya batuk efektif bagi anak, meningkatkan kerjasama antara
sekalipun upaya itu menyakitkan orangtua dan anak
Kriteria hasil :

1. Rata-rata pernafasan - Kolaborasi : pemberian obat - untuk menurunkan sekresi secret


normal depresan batuk, ekspektorant dijalan napas dan menurunkan
sesuai indikasi resiko keparahan
2. Sputum keluar dari jalan
nafas

3. Pernafasan menjadi
mudah
4. Bunyi nafas normal

5. Sesak nafas tidak terjadi


lagi

2. Pola napas tidak efektif - Posisikan anak dalam keadaan - Posisi semifowler membantu
semifowler mempermudahkan pernafasan
Tujuan : menunjukkan pola
napas efektif dengan - Memberikan oksigenasi dengan -Dengan pemberian oksigenasi
frekuensi dan kedalaman pemberian nasal kanul 3 lpm ,kebutuhan oksigen terpenuhi
dalam rentang normal sehingga pola nafas menjadi efektif
Criteria hasil:
1. Frekuensi pernapasan
normal (18-30kali/menit)
2. Retraksi otot bantu nafas
normal3.Bunyi paru
bersih/jelas

3. Hyperthermi - Memberikan kompres hangat - Merangsang pusat pengatur panas


untuk menurunkan produksi panas
Tujuan : Suhu Tubuh -kolaborasi pemberian antipirektik tubuh
Normal
- merangsang pusat pengatur panas
di otak

Memonitor suhu tubuh setiap 2


Kriteria Hasil : jam - Deteksi dini terjadinya perubahan
abnormal fungsi tbuh
1. Suhu tubuh normal (36-
37,5 C)

2. Tidak terdapat tanda


infeksi (rubor,dolor,kalor,
tumor,fungsiolesa)

4. Resiko kekurangan volume - Memberikan cairan berupa teh - Pemunuhan dasar kebutuhan
cairan b/d intake klien encer, jus apel dalam jumlah 15 cairan menurunkan resiko dehidrasi
yang kurang mL, tetapi sering

- indicator langsung keadekuatan


Tujuan : intake sama - Observasi turgor kulit, volume cairan, meskipun membrane
dengan output kelembaban membrane mukosa mukosa mulut mungkin kering
(bibir dan lidah) karena napas mulut dan oksigen
tambahan

Kriteria Hasil :
1. tekanan vital stabil - Penurunan sirkulasi volume cairan
2. Turgor kulit baik menyebabkan kekeringan mukosa
3. turgor kulit baik - Catat cairan Intake dan Output dan pemekatan urine
4. membrane mukosa
lembab
5. Pengisian kapiler cepat - memberikan informasi tentang
keadekuatan volume cairan dan
- Pantau masukan dan
kebutuhan penggantian
haluaran,catat warna, karakter
urine. Hitung keseimbangan cairan

5. - Menemani dan membantu anak - Mengurangi rasa gelisah dan


pada saat batuk bila anak muntah. kesulitan bernafas pada anak
Gangguan rasa aman dan
nyaman b/d aktivitas batuk
yang meningkat. - Meminimalkan anak untuk
menangis atau tertawa/bercanda - Penyebab serangan batuk dapat
yang berlebihan berkurang

- Pemberian obat setelah anak - Obat tidak akan terbuang sia-sia


mendapat serangan batuk dan kalau diberikan setelah anak
sudah reda mendapat serangan batuk

6. Resiko kekurangan nutrisi - Berikan asupan gizi dengan - Nutrisi yang kurang menyebabkan
b/d adanya mual dan jumlah kalori = 80/kkal kg BB daya tahan tubuh semakin menurun
muntah Berikan protein sebanyak 40 gram

Tujuan : kebutuhan nutrisi - Identifikasi factor yang - pilihan intervensi tergantung pada
terpenuhi menimbulkan mual/muntah penyebab masalah
,misalnya sputum banyak,
Criteria hasil : pengobatan aerosol, dispnea
1. Menunjukkan berat ,nyeri
peningkatan nafsu makan - Meminimalkan pemberian susu - Susu yang terlalu manis dan
2. Mempertahankan/ yang terlalu manis atau makanan goreng-gorengan dapat merangsang
meningkatkan berat badan yang digoreng atau terlalu asin reflek batuk yang meningkat
IV. EVALUASI

1).status ventilasi saluran pernafasan baik


2) menunjukkan pola napas efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam rentang normal dan paru
jelas atau bersih
3) tidak terjadi resiko infeksi
4) pasien dapat tidur dan istirahat sesuai kebutuhannya
5) kekurangan volume cairan tidak terjadi

6) resiko kekurangan nutrisi kurang dari kebutuhan tidak terjadi


7) melaporkan/menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat kami ambil dari penjelasan isi makalah diatas adalah sebagai berikut :

Pertusis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Bordotella pertusis.

Pertusis dapat mengenai semua golongan umurdan terbanyak mengenai anak 1-5 tahun Tiga tahapan
dari penyakit pertusis adalah tahap kataralis, paroksimal dan konvelesensi.

Asuhan keperawatan pada penderita pertusis secara garis besar adalah menjaga kebersihan jalan napas
agar terbebas dari bakteri pertusis.

B. SARAN

Sebagai perawat diharapkan mampu untuk melakukan asuhan keperawatan terhadap penderita
pertusis dan diftei. Karena seringkali pada penderita pertusis dan difteri disertai dengan komplikasi.
Keadaan ini akan menyebabkan penderitaan yang berkepanjangan. Oleh karena itu, penyakit batuk
rejan dan difteri perlu dicegah. Cara yang paling mudah adalah dengan pemberian imunisasi bersama
vaksin lain yang biasa disebut DPT dan polio.

Perawat juga harus mampu berperan sebagai pendidik. Dalam hal ini melakukan penyuluhan
mengenai pentingnya imunisasi dan imunisasi akan berdaya guna jika dilakukan sesuai dengan
program. Selain itu perawat harus memberikan pengetahuan pada orang tua mengenai penyakit
pertusis secara jelas dan lengkap.Terutama mengenai tanda-tanda, penanganan dan pencegahannya.

BAGI ORANG TUA:

Bawalah anak anda untuk imunisasi sesuai waktunya

Pereiksakan kesehatan secara berkala

Hidarkan pada anak dengan penyakit pertusis karena menular.


DAFTAR PUSTAKA

http://solikhulhadi98.wordpress.com/2010/09/22/askep-pertusis/

Surya satyanegara, Anton Cahaya Widjaja : editor edisi bahasa Indonesia, Lilian Juwono,- Jakarta :
Arcan, 2004

Corry S Matondang, ISKANDAR Wahidiat, Sudigdo sastroasmoro Jakarta : PT Sagung Seto , 2000

Robert. M. Kliqman, Amn M. Arvin ; editor edisi Bahasa Indonesia : A. Samik Wahab Ed. 15
Jakarta : EEC, 1999

Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai