PENDAHULUAN
1
Saat ini angka kejadian Diabetes Melitus diperkirakan akan terus meningkat.
Berbagai penelitian di Indonesia menunjukkan peningkatan prevalensi dari 1.5-2.3%
menjadi 5.7% pada penduduk usia lebih dari 15 tahun. Diabetes Melitus sering
disebut sebagai the great imitator karena penyakit ini dapat mengenai semua organ
tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. DM yang tidak ditangani dapat
mengakibatkan berbagai penyulit atau komplikasi yang meliputi komplikasi akut dan
kronik.
Prevalensi Diabetes Melitus Tipe 2 pada bangsa kulit putih berkisar antara 3-
6% dari orang dewasa. Negara-negara berkembang yang laju pertumbuhan
ekonominya sangat menonjol, seperti di Singapura, kekerapan DM sangat meningkat
dibanding dengan 10 tahun yang lalu. Menurut penelitian epidemiologi yang sampai
saat ini dilaksanakan di Indonesia, kekerapan DM di Indonesia berkisar antara 1,4
dengan 1,6%, kecuali di dua tempat yaitu di Pekajangan, suatu desa dekat Semarang,
2,3% dan di Manado 6%.
Gaya hidup mempengaruhi kejadian Diabetes Melitus, di mana penelitian
yang dilakukan di Jakarta tahun 1993, kekerapan DM di daerah urban yaitu di
kelurahan Kayu putih adalah 5,69%, sedangkan di daerah rural di suatu daerah di
Jawa Barat tahun 1995, angka kejadian sekitar 1,1%. Penelitian terakhir antara tahun
2001 dan 2005 di daerah Depok didapatkan pevalensi DM Tipe 2 sebesar 14.7%, di
Makassar prevalensi DM terakhir tahun 2005 yang mencapai 12.5%.
Jangka waktu 30 tahun penduduk Indonesia akan naik sebesar 40% dengan
peningkatan jumlah pasien Diabetes Melitus yang jauh lebih besar yaitu 86-
138%.Faktor-faktor yang menyebabkan peningkatan tersebut diantaranya:
a. Faktor demografi : 1) Jumlah penduduk meningkat
2) Penduduk usia lanjut betambah banyak
3) Urbanisasi makin tak terkendali
b. Gaya hidup yang kebarat-baratan : 1) Penghasilan per capita tinggi
2) Restoran siap santap
3) Teknologi canggih menimbulkan sedentary
life, kurang gerak badan
c. Berkurangnya penyakit infeksi dan kurang gizi
d. Meningkatnya pelayanan kesehatan hingga umur pasien diabetes menjadi lebih
panjang.
2
Diabetes Melitusmerupakan suatu penyakit metabolik yang sangat sering
dijumpai di Indonesia. Semakin hari angka kesakitannya semakin meningkat.
Dengan referat ini diharapkan dapat menambah pemahaman pembaca tentang
Diabetes Melitusserta dapat berguna bagi panduan untuk tatalaksana penyakit
metabolik yang paling sering di jumpai di masyarakat Indonesia.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Diabetes Melitus (DM)merupakan kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan insulin
baik absolut maupun relatif.
Diabetes Melitus (DM) bukan penyakit yang disebabkan oleh satu faktor,
tetapi merupakan suatu sindrom yang disebabkan oleh banyak faktor (multifaktor).
DM dikarakterisasi oleh hiperglikemia kronik karena penurunan kerja insulin pada
jaringan target (disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, resistensi insulin atau
keduanya). Penurunan kerja insulin ini berhubungan dengan gangguan metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein pada jaringan termasuk hati.
2.2. EPIDEMIOLOGI
Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit endokrin yang paling
sering ditemukan dan diperkirakan diderita oleh 120 juta orang di seluruh dunia. Saat
ini angka kejadian DM diperkirakan akan terus meningkat. Berbagai penelitian di
Indonesia menunjukkan peningkatan prevalensi dari 1.5-2.3% menjadi 5.7% pada
penduduk usia lebih dari 15 tahun.
Diabetes Melitus (DM) sering disebut sebagai the great initator karena
penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam
keluhan. DM yang tidak ditangani dapat mengakibatkan berbagai penyulit atau
komplikasi yang meliputi komplikasi akut dan kronik.
Prevalensi Diabetes melitus (DM) tipe 2 pada bangsa kulit putih berkisar
antara 3-6% dari orang dewasanya. Angka ini merupakan baku emas untuk
membandingkan kekerapan diabetes antar berbagai kelompok etnik di seluruh dunia.
Dengan demikian kita dapat membandingkan prevalensi di suatu negara atau suatu
kelompok etnis tertentu dengan kelompok etnis kulit putih pada umumnya. Misalnya
di negara-negara berkembang yang laju pertumbuhan eknominya sangat meningkat
dibanding dengan 10 tahun yang lalu.
Dari data ini dapatlah disimpulkan bahwa faktor lingkungan terutama
peningkatan kemakmuran suatu bangsa akan meningkatkan terjadinyaDiabetes
4
melitus.
Tabel 1:
Urutan 10 negara dengan jumlah pengidap Diabetes terbanyak pada penduduk dewasa di
seluruh dunia 1995 dan 2025
Urutan Negara 1995 uruta Negara 2025
(juta) n (juta
)
1 India 19,4 1 India 57,2
2 Cina 16,0 2 Cina 37,6
3 Amerika 13,9 3 Amerika 21,9
Serikat Serikat
4 Federasi 8,9 4 Pakistan 14,5
Russia
5 Jepang 6,3 5 Indonesia 12.4
6 Brazil 4,9 6 Federasi 12,2
Russia
7 Indonesia 4,5 7 Meksiko 11,7
8 Pakistan 4,3 8 Brazil 11,6
9 Meksiko 3,8 9 Mesir 8,8
10 Ukraine 3,6 10 Jepang 8,5
Semua 49,7 103,6
negara
lain
Jumlah 135,3 300
5
Jangka waktu 30 tahun penduduk Indonesia akan naik sebesar 40% dengan
peningkatan jumlah pasien Diabetes Melitus (DM) yang jauh lebih besar yaitu 86-
138%.Melihat tendensi kenaikan kekerapan diabetes secara global seperti disebutkan
di atas, maka dengan demikian dapat dimingerti bila suatu saat atau lebih tepat lagi
dalam 1 atau 2 dekade yang akan datang kekerapan Diabetes Melitus (DM) di
Indonesia akan meningkat dengan drastis.
Faktor-faktor yang menyebabkan peningkatan tersebut diantaranya:
a. Faktor demografi : 1) Jumlah penduduk meningkat
2) Penduduk usia lanjut betambah banyak
3) Urbanisasi makin tak terkendali
b. Gaya hidup yang kebarat-baratan : 1) Penghasilan per capita tinggi
2) Restoran siap santap
3)Teknologi canggih menimbulkan
sedentarylife, kurang gerak badan
c. Berkurangnya penyakit infeksi dan kurang gizi
d. Meningkatnya pelayanan kesehatan hingga umur pasien diabetes menjadi
lebih panjang.
2.3. ETIOLOGI
Diabetes Melitus tipe 2 disebut juga Non Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (NIDDM) disebabkan karena kegagalan relatif sel dan resistensi insulin.
Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa
oleh hati. Sel tidak mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi
defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi
insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan
perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel pankreas mengalami desensitisasi
terhadap glukosa.
Pada awalnya resistensi insulin belum menyebabkan klinis Diabetes
Melitus. Sel pankreas masih dapat mengkompensasi, sehingga terjadi
hiperinsulinemia, kadar glukosa darah masih normal atau baru sedikit meningkat.
Kemudian setelah terjadi kelelahan sel pankreas, baru terjadi diabetes melitus
klinis, yang ditandai dengan adanya kadar glukosa darah yang meningkat, memenuhi
6
kriteria diagnosis diabetes melitus.
2.4. PATOFISIOLOGI
Tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel yang
rusak. Di samping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh berfungsi
dengan baik. Energi pada mesin tubuh manusia berasal dari bahan makanan yang
dimakan sehari-hari, yang terdiri dari karbohidrat, protein dan lemak.
Supaya dapat berfungsi sebagai bahan bakar, zat makanan harus masuk dulu
ke dalam sel untuk dapat diolah. Di dalam sel, zat makanan terutama glukosa dibakar
melalui proses kimia yang rumit, yang hasil akhirnya adalah timbulnya energi.
Proses ini disebut metabolisme. Dalam proses metabolisme itu insulin memegang
peranan yang sangat penting yaitu bertugas memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk
selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan bakar. Insulin ini adalah suatu zat atau
hormon yang dikeluarkan oleh sel beta pankreas.
Diabetes Melitustipe 1 disebabkan adanya reaksi otoimun yang disebabkan
oleh peradangan pada sel beta. Ini menyebabkan timbulnya antibodi terhadap sel beta
yang disebut Islet Cell Antibody (ICA). Reaksi antigen (sel beta) dengan antibodi
(ICA) menyebabkan hancurnya sel beta.
Pada Diabetes Melitustipe 2 jumlah insulin normal, malah mungkin lebih
banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang.
Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam
sel. Pada keadaan tadi jumlah lubang kuncinya yang kurang, hingga meskipun anak
kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka
glukosa yang masuk akan sedikit, sehingga sel akan kekurangan bahan bakar
(glukosa) dan glukosa dalam pembuluh darah meningkat. Keadaan ini disebut
sebagai resistensi insulin.
Penyebab resistensi insulin pada NIDDM sebenarnya tidak begitu jelas tetapi
faktor-faktor di bahwa ini banyak berperan :
Obesitas terutama yang berbentuk sentral
Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat
Kurang gerak badan
Faktor keturunan (herediter)
7
2.5. MANIFESTASI KLINIK
Gejala klasik Diabetes Melitus adalah rasa haus yang berlebihan (polidipsi),
sering kencing terutama pada malam hari (poliuri), banyak makan (polifagi) serta
berat badan yang turun dengan cepat. Di samping itu kadang-kadang ada keluhan
lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan
kabur, gairah seks menurun, luka sukar sembuh dan pada ibu-ibu sering melahirkan
bayi di atas 4 kg (Suyono, 2007).
Perjalan penyakit antara Diabetes Melitus tipe 1 dan DM tipe 2 tidak sama.
Demikian juga pengobatannya. Oleh karena itu ada baiknya bila diketahui sedikit
tentang perbedaannya, karena ada dampaknya pada rencana pengobatan.
Tabel 2.
Perbandingan antara DM tipe 1 dan DM tipe 2
DM Tipe 1 DM Tipe 2
Onset (umur) Biasanya < 40 tahun Biasanya > 40 tahun
Keadaan klinis saat Berat Ringan
diagnosis
Kadar Insulin Tak ada insulin Insulin normal atau
tinggi
Berat badan Biasanya kurus Biasanya gemuk atau
normal
Pengobatan Insulin, diet, olahraga Diet, olahraga, tablet,
insulin
8
2.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan untuk diagnosa Diabetes Melitus (DM), melalui pemeriksaan
kadar glukosa darah (gula darah puasa, gula darah 2 jam setelah makan/post
prandial/PP) dan setelah pemberian glukosa per-oral (TTGO).
Pemeriksaan kadar glukosa darah.
Bahan untuk pemeriksaan gula darah puasa, pasien harus berpuasa 6 12 jam
sebelum diambil darahnya. Setelah diambil darahnya, penderita diminta makan
makanan seperti yang biasa dia makan/minum glukosa per oral (75 gr) untuk TTGO,
dan harus dihabiskan dalam waktu 15 20 menit. Dua jam kemudian diambil
darahnya untuk pemeriksaan glukosa 2 jam PP.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara darah disentrifugasi untuk mendapatkan
serumnya, kemudian diperiksa kadar gula darahnya. Bila pemeriksaan tidak langsung
dilakukan (ada penundaan waktu), darah dari penderita bisa ditambah dengan
antiglikolitik (gliseraldehida, fluoride, dan iodoasetat) untuk menghindari terjadinya
glukosa darah yang rendah palsu. Ini sangat penting untuk diketahui karena
kesalahan pada fase ini dapat menyebabkan hasil pemeriksaan gula darah tidak
sesuai dengan sebenarnya, dan akan menyebabkankesalahan dalam penatalaksanaan
penderita Diabetes Melitus.
Metode yang digunakan dalam pemeriksaan gula darah meliputi metode
reduksi, enzimatik, dan lainnya. Yang paling sering dilakukan adalah metode
enzimatik, yaitu metode glukosa oksidase (GOD) dan metode heksokinase.
a. Metode GOD, akurasi dan presisi yang baik (karena enzim GOD spesifik
untuk reaksi pertama), tapi reaksi kedua rawan interferen (tak spesifik).
Interferen yang bisa mengganggu antara lain bilirubin, asam urat, dan
asam askorbat.
b. Metode heksokinase juga banyak digunakan. Metode ini memiliki akurasi
dan presisi yang sangat baik dan merupakan metode referens, karena
enzim yang digunakan spesifik untuk glukosa. Untuk mendiagnosa
Diabetes Melitus (DM), digunakan kriteria dari consensus perkumpulan
Endokrinologi Indonesia tahun 1998.
9
cytoplasmic antibodies (ICA), insulin autoantibodies (IAA), dan antibody terhadap
glutomic acid decarboxylase (anti-GAD).
a. Islet cell cytoplasmic antibodies(ICA) bereaksi dengan antigen yang ada
di sitoplasma sel-sel endokrin pada pulau-pulau pancreas. ICA
menunjukkan adanya kerusakan sel. Adanya ICA dan IAA menunjukkan
risiko tinggi berkembangnya penyakit ke arah Diabetes Melitus tipe 1.
b. antibody terhadap glutomic acid decarboxylase (anti-GAD)adalah enzim
yang dibutuhkan untuk memproduksi neurotransmitter g-aminobutyric
acid (GAB). Anti GAD ini bias teridentifikasi 10 tahun sebelum onset
klinis terjadi. Jadi, 3 petanda ini bisa digunakan sebagai uji saring
sebelum gejala Diabetes Melitus muncul.
Pemeriksaan HbA1C
HbA1C adalah komponen Hb yang terbentuk dari reaksi non-enzimatik antara
glukosa dengan N terminal valin rantai b Hb A dengan ikatan Almidin. Produk yang
dihasilkan ini diubah melalui proses Amadori menjadi ketoamin yang stabil dan
irevarsibel.
Metode pemeriksaan HbA1C ; ion-exchange chromatography, HPLC (high
10
performance liquid chromatography), electroforesis, Immunoassay(EIA), Affinity
Chromatography, dan analisis kimiawi dengan kolorimetri.
a. Metode Ion Exchange Chromatography, harus dikontrol perubahan suhu
reagen dan kolom, kekuatan ion, dan pH dari buffer, Interferens yang
mangganggu adalah adanya Hbs dan HbC yang bias memberikan hasil
negatif palsu.
b. Metode HPLC(high performance liquid chromatography), prinsip sama
dengan ion exchange chromatography, bias diotomatisasi, serta memiliki
akurasi dan presisi yang baik sekali. Metoce ini juga direkomendasikan
menjadi metode referensi.
c. Metode elektroforesis, hasilnya berkorelasi baik dengan HPLC, tetapi
presisinya kurang dibanding HPLC, HbF memberikan hasil positif palsu,
tetapi kekuatan ion, pH, suhu, HbS, dan HbC tidak banyak berpengaruh
pada metode ini.
d. Metode immunoassay (EIA), hanya mengukur HbA1C tidak mengukur
HbA1C yang labih maupun HbA1A dan HbA1B, mempunyai presisi yang
baik.
e. Metode Affinity Chromatography, non-glycated hemoglobin serta bentuk
labih dari HbA1C tidak mengganggu penentuan glycated hemoglobin, tak
dipengaruhi suhu. Presisi baik. HbF, HbS, ataupun HbC hanya sedikit
mempengaruhi metode ini, tetapi metode ini mengukur keseluruhan
glycated hemoglobin, sehingga hasil pengukuran dengan metode ini lebih
tinggi dari metode HPLC.
f. Metode Kalorimentri, waktu inkubasi lama (2 jam), lebih spesifik karena
tidak dipengaruhi non-glycosylated ataupun glycosylated labil.
Kerugiannya waktu lama, sample besar, dan satuan pengukuran yang
kurang dikenal oleh klinisi, yaitu m mol/L.
11
Nilai yang dianjurkan PERKENI untuk HbA 1C (terkontrol) : 4%, 5,9%.(6)
Jadi, HbA1C penting untuk melihat apakah penatalaksanaan sudah adekuat atau
belum.Sebaiknya, penentuan HbA1C ini dilakukan secara rutin tiap 3 bulan sekali.
12
Keterangan :
GDP = Glukosa Darah Puasa
GDS = Glukosa Darah Sewaktu
GDPT = Glukosa Darah Puasa Terganggu
TGT = Toleransi Glukosa Terganggu
Pemeriksaan penyaringan
Pemeriksaan penyaring ditujukan pada mereka yang mempunyai risiko
Diabetes Melitus(DM) namun tidak menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan
ini bertujuan untuk menemukan pasien dengan DM, TGT (Toleransi Glukosa
Terganggu) maupun GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu), sehingga dapat
ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai
prediabetes, merupakan tahapan sementara menuju DM. Kedua keadaan tersebut
merupakan faktor risiko untuk terjadinya DM dan penyakit kardiovaskular di
kemudian hari.
13
Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok yang memiliki salah satu faktor
risiko DM sebagai berikut:
1. Usia 45 tahun
2. Usia lebih muda, terutama dengan IMT > 23 kg/m, yang disertai dengan
faktor risiko:
Kebiasaan tidak aktif
Turunan pertama dari orang tua dengan DM
- Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4 kg, atau riwayat DM
gestasional
- Hipertensi ( 140/90 mmHg)
- Kolesterol HDL 35 mg/dL dan atau trigliserida 250 mg/dL
- Menderita Policictic Ovarial Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain
yang terkait dengan resistensi insulin
- Adanya riwayat TGT atau GDPT sebelumnya
- Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular
Tabel 3.
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)
Bukan DM Belum pasti DM
DM
Kadar glukosa darah Plasma vena < 110 110-199 > 200
sewaktu (mg/dl)
Darah < 90 90-199 > 200
kapiler
Kadar glukosa darah Plasma vena < 110 110-125 > 126
puasa (mg/dl)
Darah < 90 90-199 > 110
kapiler
catatan :
Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil, dilakukan pemeriksaan ulangan
tiap tahun. Bagi mereka yang berusia > 45 tahun tanpa faktor risiko lain, pemeriksaan penyaring dapat
dilakukan setiap 3 tahun.
14
Diagnosis klinis Diabetes Melitusumumnya akan dipikirkan bila ada
keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin
dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Jika keluhan khas,
pemeriksaan glukosa darah sewaktu 200 mg/dl sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa 126
mg/dl juga digunakan utnuk patokan diagnosis DM.
Untuk kelompok tanpa keluhan khas Diabetes Melitus, hasil
pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat
untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan
mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa 126
mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari
hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca
pembebanan 200 mg/dl.
Cara Pelaksanaan TTGO:
3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan makan seperti biasa (karbohidrat
cukup)
Kegiatan jasmani seperti yang biasa dilakukan
Puasa paling sedikit 8 jam mulai malam hari sebelum pemeriksaan,
minum air putih diperbolehkan
Diperiksa kadar glukosa darah puasa
Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB
(anak-anak), dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu
15 menit
Diperiksa kadar glukosa darah dua jam sesudah beban glukosa
Selama proses pemeriksaan subyek yang dipeiksa tetap istirahat dan
tidak merokok
15
Tabel 4.
Kriteria diagnostik diabetes melitus * dan gangguan toleransi glukosa
*
Kriteria diagnostik tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain, kecuali
untuk keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik berat, seperti ketoasidosis,
gejala klasik : poliuri, polidipsi, polifagi dan berat badan menurun cepat.
**
Cara Diagnosis dengan kriteria ini tidak dipakai rutin di klinik, untuk penelitian
epidemiologis pada penduduk dianjurkan memakai kriteria diagnostik kadar glukosa darah
puasa dan dua jam pasca pembebanan. Untuk DM gestasional juga dianjurkan kriteria
diagnostik yang sama.
2.8. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatnya kualitas hidup
Diabetes Melitus.
Tujuan penatalaksanaan
A. Jangka pendek : hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa
nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.
B.Jangka panjang : tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit
mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati. Tujuan akhir pengelolaan
adalah turunnya morbiditas dan maortalitas dini DM.
16
Pilar penatalaksanaan Diabetes Melitus :
1. Edukasi
2. Terapi gizi medis
3. Latihan jasmani
4. Intervensi farmakologis
I. Edukasi
Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang :
Perjalanan penyakit DM
Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
Penyulit DM dan risikonya
Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target perawatan
- Interaksi antara asupan makanan, aktifitas fisik, dan obat hipoglikemik
oral atau insulin serta obat-obatan lain
- Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau
urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak
tersedia)
- Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit, atau
hipoglikemia
- Pentingnya latihan jasmani yang teratur
- Masalah khusus yang dihadapi ( missal : hiperglikemia pada kehamilan)
- Pentingnya perawatan diri
17
- Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan
Lemak
Dianjurkan sekitar 20 25% kebutuhan kalori
Lemak jenuh < 7% kebutuhan kalori
Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh
tunggal
18
- Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung
lemak jenuh dan lemak trans antara lain : daging berlemak dan susu
penuh (whole milk)
- Anjuran konsumsi kolesterol < 300 mg/hari. Diusahakan lemak berasal
dari sumber asam lemak tidak jenuh (MUFA / Mono Unsaturated Fatty
Acid), membatasi PUFA (Poly Unsaturated Acid) dan asam lemak jenuh
Protein
- Dibutuhkan sebesar 15 20% total asupan energi
- Sumber protein yang baik adalah ikan, seafood, daging tanpa lemak,
ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang dan kacang-
kacangan, tahu, tempe
- Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi
0,8 g/kg BB/hari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya
bernilai biologik tinggi
Garam
- Sama dengan anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari
3000 mg atau sama dengan 6 7 g (1 sendok teh) garam dapur
- Pembatasan natrium sampai 2400 mg atau sama dengan 6g/hari
terutama pada mereka yang hipertensi
Serat
Anjuran konsumsi serat adalah 25 g/hari, diutamakan serat larut
Pemanis
Batasi penggunaan pemanis bergizi
Fruktosa tidak dianjurkan karena efek samping pada lipid plasma
Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman
B. Kebutuhan kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan
diabetisi. Diantaranya adalah dengan perhitungan berdasarkan kebutuhan
19
kalori basal sebesar 25-30 kalori / kg BB ideal, ditambah dan dikurangi
bergantung pada beberapa faktor, yaitu jenis kelamin, umur, aktifitas,
berat badan, dll.
BB ( Kg )
IMT =
TB ( M2 )
Klasifikasi IMT :
BB Kurang < 18,5
BB Normal 18,5 22,9
BB lebih 23,0
Dengan risiko 23,0 24,9
Obes I 25,0 29,9
Obes II 30
20
Umur
Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5 % untuk
dekade antara 40 an 59 tahun, dikurangi 10 % untuk usia 60 s/d 69 tahun,
dan dikurangi 20 % untuk usia diatas 70 tahun
Berat badan
- Bila kegemukan dikurangi 20 30 % bergantung pada tingkat
kegemukan
-Bila kurus ditambah 20 30 % sesuai dengan kebutuhan untuk
meningkatkan BB
-Untuk tujuan penurunan BB jumlah kalori yang diberikan paling sedikit
1000 1200 kkal / hari untukwanita dan 1200 1600 kkal / hari untuk
pria
21
- Continous
Latihan harus berkesinambungan dan dilakukan terus-menerus tanpa
henti.Contoh : bila dipilih jogging 30 menit, maka selama 30 menit pasien
melakukan jogging tanpa istirahat.
- Rytmical
Latihan olah raga harus dipilih yang berirama, yaitu otot-otot berkontraksi
dan berelaksasi secara teratur.
- Interval
Latihan dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat.Contoh :
jalan cepat diselingi dengan jalan lambat, dsb.
- Progressive
Latihan dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dari intensitas
ringan sampai hingga mencapai 30-60 menit.
Sasaran Heart Rate = 75-85 % dari Maksimum Heart Rate
Maksimum Heart Rate = 220-umur
- Endurance
Latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi,
seperti jalan (jalan santai/cepat, sesuai umur), jogging, berenang dan
bersepeda.
Hal yang perlu diperhatikan dalam latihan jasmani ini adalah jangan
sampai memulai olah raga sebelum makan, harus menggunakan sepatu
yang pas, didampingi oleh orang yang tahu bagaimana cara mengatasi
hipoglikemia, harus membawa permen, membawa tanda pengenal sebagai
pasien DM dalam pengobatan, dan memeriksa kaki dengan cermat setelah
berolahraga.
Sedapat mungkin mencapai zona sasaran atau zona latihan yaitu 75-85%
denyut nadi maksimal yang dapat dihitung dengan cara sbb :
22
DNM = 220 Umur ( dalam Tahun )
IV.
Terapi Farmakologis
Intervesi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum
tercapai dengan TGM dan latihan jasmani.
1. Obat Hipoglikemik Oral ( OHO )
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan:
A. Pemicu sekresi insulin (insuline secretagogue): sulfonilurea dan glinid
B. Penambah sensitifitas terhadap insulin : metformin, tiazolidindion
C. Penghambat glukoneogenesis : metformin
D. Pengambat absorpsi glukosa : penghambat glukosidase
1) SULFONILUREA
Digunakan untuk pengobatan Diabetes Melitus (DM) tipe 2 sejak
tahun 1950-an. Obat ini digunakan sebagai terapi farmakologis pada awal
pengobatan diabetes dimulai, terutama bila konsentrasi glukosa tinggi dan
23
sudah terjadi gangguan pada sekresi insulin.Sulfonilurea sering digunakan
sebagai terapi kombinasi karena kemampuannya untuk meningkatkan
atau mempertahankan sekresi insulin.
Mekanisme kerja efek hipoglikemia sulfonilurea adalah dengan
merangsang channel K yang tergantung pada ATP dari sel beta pankreas.
Bila sulfonilurea terikat pada reseptor (SUR) pada channel tersebut maka
akan terjadi penutupan. Keadaan ini menyebabkan penurunan
permeabilitas K pada membran dan membuka channel Ca tergantung
voltase, dan menyebabkan peningkatan Ca intrasel. Ion Ca akan terikat
pada Calmodilun dan menyebabkan eksositosis granul yang mengandung
insulin.
Golongan obat ini bekerja dengan merangsang sel beta pankreas
untuk melepaskan insulin yang tersimpan.Oleh karena itu hanya
bermanfaat untuk pasien yang masih mempunyai kemampuan untuk
sekresi insulin.Golongan obat ini tidak dapat dipakai pada diabetes
mellitus tipe 1.
Pemakaian sulfonilurea umumnya selalu dimulai dengan dosis
rendah, untuk menghindari kemungkinan hipoglikemia. Pada keadaan
tertentu dimana kadar glukosa darah sangat tinggi, dapat diberikan
sulfonilurea dengan dosis yang lebih besar dengan perhatian khusus
bahwa dalam beberapa hari sudah dapat diperoleh efek klinis yang jelas
dan dalam 1 minggu sudah terjadi penurunan kadar glukosa darah yang
cukup bermakna.
Bila konsentrasi glukosa puasa < 200mg/dl, Sulfonilurea
sebaiknya dimulai dengan pemberian dosis kecil dan titrasi secara
bertahap setelah 1-2 minggu sehingga tercapai glukosa darah puasa 90-
130mg/dl.Bila glukosa darah puasa > 200mg/dl dapat diberikan dosis
awal yang lebih besar. Obat sebaiknya diberikan setengah jam sebelum
makan karena diserap dengan lebih baik. Pada obat yang diberikan satu
kali sehari sebaiknya diberikan pada waktu makan pagi atau pada makan
makanan porsi terbesar.
2) GLINID
24
Kerjanya juga melalui reseptor sulfonilurea (SUR) dan
mempunyai struktur yang mirip dengan sulfonilurea tetapi tidak
mempunyai efek sepertinya.
Repaglinid (derivat asam benzoat) dan nateglinid (derivat
fenilalanin)kedua-duanya diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian
secara oral dan cepat dikeluarkan melalui metabolisme dalam hati
sehingga diberikan 2 sampai 3 kali sehari.
25
kombinasi yang rasional karena mempunyai cara kerja sinergis sehingga
kombinasi ini dapat menurunkan glukosa darah lebih banyak daripada
pengobatan tuggal masing-masing, baik pada dosis maksimal keduanya
maupun pada kombinasi dosis rendah.
Pemakaian kombinasi dengan sulfonilurea sudah dapat dianjurkan
sejak awal pengelolaan diabetes, berdasarkan hasil penelitian UKPDS
(United Kingdom Prospective Diabetes Study) dan hanya 50 persen
pasien DM tipe 2 yang kemudian dapat dikendalikan dengan pengobatan
tungal metformin atau sulfonylurea sampai dosis maksimal.
Kombinasi metformin dan insulin juga dapat dipertimbangkan
pada pasien gemuk dengan glikemia yang sukar dikendalikan. Kombinasi
insulin dengan sulfonilurea lebih baik daripada kombinasi insulin dengan
metformin. Penelitian lain ada yang mendapatkan kombinasi metformin
dan insulin lebih baik dibanding dengan insulin saja.
Karena kemampuannya mengurangi resistensi insulin, mencegah
penambahan berat badan dan memperbaiki profil lipid maka metformin
sebagai monoterapi pada awal pengelolaan diabetes pada orang gemuk
dengan dislipidemia dan resistensi insulin berat merupakan pilihan
pertama. Bila dengan monoterapi tidak berhasil maka dapat dilakukan
kombinasi dengan SU atau obat anti diabetik lain.
2) GLITAZONE
Merupakan obat yang juga mempunyai efek farmakologis untuk
meningkatkan sensitivitas insulin.Mekanisme kerja Glitazone
(Thiazolindione) merupakan agonist peroxisome proliferators-activated
receptor gamma (PPAR) yang sangat selektif dan poten. Reseptor PPAR
gamma terdapat di jaringan target kerja insulin seperti jaringan adiposa,
otot skelet dan hati, sedang reseptor pada organ tersebut merupakan
regulator homeostasis lipid, diferensiasi adiposit dan kerja insulin.
Glitazone diabsorbsi dengan cepat dan konsentrasi tertinggi ter
jadi setelah 1-2 jam dan makanan tidak mempengaruhi farmakokinetik
obat ini. Waktu paruh berkisar antara 3-4 jam bagi rosiglitazone dan 3-7
jam bagi pioglitazone.
26
Secara klinik rosiglitazone dengan dosis 4 dan 8 mg/hari (dosis
tunggal atau dosis terbagi 2 kali sehari) memperbaiki konsentrasi glukosa
puasa sampai 55 mg/dl dan A1C sampai 1,5% dibandingkan dengan
placebo. Sedang pioglitazone juga mempunyai kemampuan menurunkan
glukosa darah bila digunakan sebagai monoterapi atau sebagai terapi
kombinasi dengan dosis sampai 45 mg/dl dosis tunggal. Tiazolidindion
dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kelas I IV karena
dapat memperberat udem / retensi cairan dan juga pada gangguan faal
hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan
pemantauan faal hati secara berkala. Saat ini tiazolidindion
tidakdigunakan sebagai obat tunggal.
C. Penghambat Glukoneogenesis
1) METFORMIN
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa
hati (glukoneogenesis), disamping juga memperbaiki ambilan
perifer.Terutama dipakai pada diabetisi gemuk. Metformin
dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (kreatinin
serum > 1,5) dan hati, serta pasien pasiendengan kecenderungan
hipoksemia (misalnya penyakit serebrovaskular, sepsis, syok, gagal
jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual.Untuk
mengurangi efek samping tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah
makan.
27
pencernaan, metabolisme terutama oleh flora mikrobiologis, hidrolisis
intestinal dan aktifitas enzim pencernaan. Waktu paruh eliminasi plasma
kira-kira 2 jam pada orang sehat dan sebagian besar diekskresi melalui
feses.
Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Memilih Obat Hipoglikemi Oral:
a. Dosis selalu harus dimulai dengan dosis rendah yang kemudian
dinaikkan secara bertahap.
b. Harus diketahui betul bagaimana cara kerja, lama kerja dan efek
samping obat-obat tersebut (misalnya klorpropamid jangan
diberikan 3 kali 1 tablet, karena lama kerjanya 24 jam).
c. Bila memberikannya bersama obat lain, pikirkan kemungkinan
adanya interaksi obat.
d. Pada kegagalan sekunder terhadap obat hipoglikemik oral,
usahakanlah menggunakan obat oral golongan lain, bila gagal baru
beralih kepada insulin.
e. Usahakan agar harga obat terjangkau oleh pasien.
Tabel 5
Mekanisme kerja, efek samping utama dan pengaruh OHO terhadap penurunan A1C
( Hb-glikosilat )
Golongan Cara kerja Efeksamping Penurunan
utama utama A1C
Meningkatkan BB naik,
Sulfonilurea sekresi insulin hipoglikemia 1,5 2 %
Meningkatkan BB naik,
Glinid sekresi insulin hipoglikemia 1,5 2 %
Menekan produksi Diare, dyspepsia,
glukosa hati & asidosis laktat
Metformin menambah 1,5 2 %
sensitifitas
terhadap insulin
Penghambat Menghambat Flatulens, tinja
glukosidase absorpsi glukosa lembek 0,5 1,0 %
Menambah Edema
Tiazolidindion sensitifitas 1,3%
28
terhadap insulin
Menekan produksi Hipoglikemia, BB
Insulin glukosa hati, naik Potensial
stimulasi sampai normal
pemanfaatan
glukosa
Tabel 6
Obat Hipoglikemik Oral di Indonesia
Golongan Generik Mg/tab Dosis Lam Frek/hari Waktu
haria a
n kerja
Klorpropami 100- 100- 24- 1
d 250 500 36
29
Glibenklamid 2,5 - 5 2,5 - 12- 12
15 24
Sulfonilurea Glipizid 5 - 10 5 2- 10- 12 Sebelum
16
Glikuidon 30 30 - 6-8 23 makan
120
Glimepirid 1,2,3,4 0,5 - 6 24 1
Glinid Repaglinid 0,5,1,2 1,5 - 6 - 3
Nateglinid 120 360 - 3
Tiazolidindio Rosiglitazon 4 4-8 24 1 Tdk
n bergantun
g
Pioglitazon 15,30 15 - 24 1 jadwal
45 makan
Penghambat Acarbose 50-100 100- 3 Bersama
glukosidase 300 suapan
pertama
Biguanid Metformin 500- 250- 6-8 1-3 Bersama/s
850 3000 esudah
makan
2. INSULIN
Insulin diperlukan pada keadaan :
- Penurunan berat badan yang cepat
- Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
- Ketoasidosis diabetik
- Hiperglikemia hiperosmolar nonketotik
30
- Hiperglikemia dengan asidosis laktat
- Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
- Stres berat ( infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke )
- Diabetes melitus gestasional yang tidak trkendali dengan TGM
- Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
- Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Table 7
Insulin di Indonesia
Nama Buatan Efek puncak Lama kerja
Cepat 2-4 jam 6-8 jam
Actrapid Novo Nordisk (U-40&U-100)
Humulin-R Eli Lilly (U-100)
Menengah 4-12 jam 18-24 jam
31
Insulatard Novo Nordisk (U-40&U-100)
Monotard Human Novo Nordisk (U-40&U-100)
Humulin-N Eli Lilly (U-100)
Campuran 1-8 14-15
Mixtard 30 Novo Nordisk (U-40&U-100)
Humulin-30/70 Eli Lilly (U-100)
Panjang
Lantus Aventis Tidak ada 24 am
Bentuk Penfill untuk Novopen 3 adalah :
Actrapid Human 100
Insulatard Human 100
Maxtard 30 Human 100
Bentuk Penfill untuk Humapen Ergo adalah :
Humulin-R 100
Humulin-N 100
Humulin-30/70
Bentuk Penfill untuk Optipen adalah :
Lantus
Terapi kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah,
untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar
glukosa darah. Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani,
bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi.
Terapi OHO dengan kombinasi harus dipilih dua macam obat dari
kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran
kadarglukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga
OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin.
Pada pasien yang disertai alasan klinik dimana insulin tidak
memungkinkan untuk dipakai, dipilih terapi kombinasi dengan tiga
OHO.
Untuk kombinasi OHO dengan insulin, yang banyak dipergunakan
adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja sedang / panjang)
yang diberikan pada malam hari menjelang tidur.
32
Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh
kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil.
Dosis awal insulin kerja menengah / panjang adalah 10 unit yang
diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut
dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya.
Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih
tidak terkendali, maka obat hpoglikemik oral dihentikan dan diberikan
insulin saja.
2.9. KOMPLIKASI
Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun.
I. Penyulit akut
Penyulit akut DM sampai saat ini masih merupakan kegawatan yang
harus ditangani dengan tepat dan benar karena hanya dengan cara itulah
angka kematiannya dapat ditekan serendah mungkin.
Ketoasidosis diabetik
Hiperosmolar nonketotik
Hipoglikemia
II. Penyulit menahun
1. Makroangiopati, yang melibatkan :
Pembuluh darah jantung
Pembuluh darah tepi
Pembuluh darah otak
2. Mikroangiopati:
Retinopati diabetik
Nefropati diabetik
3. Neuropati
2.10. PENGENDALIAN DM
Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik, diperlukan
pengendalian DM yang baik yag merupakan sasaran terapi. DM terkndali baik,
apabila kadar glukosa darah mencapai kadar yang diharapkan serta kadar lipid dan
A1C juga mencapai kadar yang diharapkan. Demikian pula status gizi dan tekanan
33
darah.
Tabel 8
Kriteria pengendalian DM
Baik Sedang Buruk
GD puasa 80 - 109 110 - 125 126
GD 2 jam pp 80 - 144 145 - 179 180
A1C < 6,5 6,5 8 >8
Kolesterol total < 200 200 - 239 240
LDL < 100 100 - 129 130
HDL >45
Trigliserida < 150 150 - 199 200
IMT 18,5 22,9 23 - 25 >25
Tekanan darah < 130/80 130 140 / 80 - 90 >140/90
2.11. PROGNOSIS
Sekitar 60% pasien DM yang mendapat insulin dapat bertahan hidup seperti
orang normal, sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronis, dan
kemungkinan untuk meninggal lebih cepat.
BAB III
KESIMPULAN
3.1. KESIMPULAN
a. Diabetes Melitus (DM) merupakan kumpulan gejala (rasa haus yang
berlebihan, sering kencing terutama pada malam hari, banyak makan
serta badan yang turun dengan cepat) yang timbul pada seseorang
karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan
insulin baik absolut maupun relatif baik yang disebabkan oleh
autoimun, obesitas sentral, diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat,
gerak badan kurang dan keturunan (herediter). Prevalensi DM
34
diperkirakan akan terus meningkat dari tahun ke tahun di mana 120
juta orang di seluruh dunia terkena DM, sehingga perlu adanya upaya
pencegahan seperti dengan uji diagnostik DM dan pemeriksaan
penyaring.
b. Gejala Diabetes Melitus (DM) dapat berupa banyak makan
(polifagia), sering merasa haus (polidipsia),sering kencing (poliuria)
terutama malam hari, lemas, berat badan menurun, kesemutan pada
jari tangan dan kaki, gatal-gatal, penglihatan kabur, impotensi pada
pria, pruritus vulva pada wanita, luka sukar sembuh, melahirkan bayi
dengan berat badan > 4 kg.
c. Diagnosis Diabetes Melitus (DM) ditegakkan atas dasar pemeriksaan
kadar glukosa darah. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan pada
orang yang mempunyai risiko DM, tetapi tidak menunjukan gejala
DM melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar
glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi
glukosa oral (TTGO) standar.
d. Pilar penatalaksanaan Diabetes Melitus (DM) terdiri dari edukasi,
terapi gizi medis, latihan jasmani, dan intervensi farmakologis.
e. Dalam perjalanan penyakit Diabetes Melitus (DM), dapat terjadi
penyulit akut yang merupakan kegawatan dan penyulit menahun yang
dapat menimbulkan kecacatan.
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer Arif, dkk. 2001. Kapita selekta kedokteran Edisi III Jilid I. Jakarta : Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Sudoyo Aru.W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid III. Jakarta :
Interna Publishing.
35
Suyono, S, Waspadji S. 2013. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Jakarta :
Balai Penerbit FK UI.
36