Anda di halaman 1dari 7

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Infeksi Nosokomial

Serta Pengendaliannya Di BHG. UPF. Paru


RS. Dr. Pirngadi/Lab. Penyakit Paru FK-USU
Medan

Parhusip

Fakultas Kedokteran
Bagian Ilmu Penyakit Paru
Universitas Sumatra Utara

I. Pendahuluan
Pengenalan infeksi nosokomial menjadi sanagat penting pada akhir-akhir ini,
karena infeksi tsb terjadi atau diperoleh pasien ketika dirawat di rumah sakit, sedangkan
kita sebagai petugas pemberi jasa pelayanan kesehatan tidaklah menghendaki terjadinya
keadaan demikian.
Dapatlah kita bayangkan bagaimana perasaaan pasien seandainya dia mengetahui
bahwa penyakit yang dideritanya telah diperberat oleh penyakit lain justeru diperolehnya
ditempat yang diharapkannya untuk meringankan atau mengobati penyakit yang telah
dideritanya.
Sehubungan dengan infeksi nosokomial ini, maka ada baiknya kita mengetahui
hal-hal sebagai berikut:
1. secara umum infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapatkan penderita selama
dirawat dirumah sakit.
2. Infeksi nosokomial sukar diatasi karena sebagai penyebabnya adalah mikro
organisme / bakteri yang sudah resisten terhadap anti biotika.
3. Bila terjadi infeksi nosokomial, maka akan terjadi penderitaan yang berpanjangan
serta pemborosan waktu serta pengeluaran biaya yang bertambah tinggi kadang-
kadang kualitas hidup penderita akan menurun.
4. Infeksi nosokomial disamping berbahaya bagi penderita, juga berbahaya bagi
lingkungan baik selama dirawat dirumah sakit ataupun diluar rumah sakit setelah
berobat jalan.
5. Dengan pengendalian infeksi nosokomial akan menghembat biaya dan waktu
yang terbuang.
6. Dinegara yang sudah maju masalah ini telah diangkat menjadi masalah nasional,
sehingga bila angka infeksi nosokomial disuatu rumah sakit tinggi, maka izin
operasionalnya dipertimbangkan untuk dicabut oleh instansi yang berwenang (1).

II. Batasan-batasan yang dipakai untuk infeksi nosokomal.


Infeksi nosokomial disebut juga dengan Hospital acquired infection apabila
memenuhi batasan / criteria sebagai berikut:
1. Apabila pada waktu dirawat di RS, tidak dijumpai tanda-tanda klinik infeksi
tersebut.
2. Pada waktu penderita mulai dirawat tidak dalam masa inkubasi dari infeksi
tersebut.

1
e-USU Repsoitory 2005 Universitas Sumatera Utara
3. Tanda-tanda infeksi tersebut baru timbul sekurang-kurangnya 3 x 24 jam sejak
mulai dirawat.
4. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa (residual) dari infeksi sebelumnya.
5. Bila pada saat mulai dirawat di RS sudah ada tanda-tanda infeksi, tetapi terbukti
bahwa infeksi didapat penderita pada waktu perawatan sebelumnya dan belum
pernah dilaporkan sebagai indeksi nosokomial.

III. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi nosokomial.


Sesara umum factor yang mempengaruhi terjadinya nosokomial terdiri atas 2
bagian besar, yaitu :
1. Faktor endogen (umur, seks, penyakit penyerta, daya tahan tubuh dan kondisi-
kondisi lokal)
2. Faktor eksogen (lama penderita dirawat, kelompok yang merawat, alat medis,
serta lingkungan) (1,6).

Untuk mudahnya bagaimana seorang pasien mendapat infeksi nosokomial selama


dirawat di RS dapat diringkas sebagai berikut :
1. Pasien mendapat infeksi nosokomial melalui dirinya sendiri (auto infeksi)
2. Pasien mendapat infeksi nosokomial melalui petugas yang merwat di RS
3. Pasien mendapat infeksi nosokomial melalui pasien-pasien yang dirawat ditempat
/ ruangan yang sama di RS tersebut.
4. Pasien mendapat infeksi nosokomial melalui keluarga pasien yang bekunjung
kerumah sakit tersebut.
5. Pasien mendapat infeksi niosokomial melalui peralatan yang dipakai dirumah
sakit tersebut.
6. Pasien mendapat infeksi nosokomial melalui peralatan makanan yang disediakan
rumah sakit ataupun yang didapatnya dari luar rumah sakit.
7. Disamping ke-6 cara-sara terjadinya infeksi nosokomial seperti yang dinyatakan
diatas, maka faktor lingkungan tidak kalah penting sebagai factor penunjang
untuk terjadinya infeksi nosokomial, faktor lingkungan tersebut adalah
7.1. Air
7.2. Bahan yang harus di buang ( Disposial)
7.3. Udara

IV. Faktor yang memungkinkan terjadi infeksi nosokomial di Bhg. UPF. Paru Rs.
Dr. Pirngadi / Lab. Peny. Paru FK-USU Medan
Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas mengenai faktor-faktor yang
memungkinkan terjadinya infeksi nosokomial disuatu RS, maka terjadinya infeksi
nosokomial di Bhg. UPF. Paru Rs. Dr. Pirngadi / Lab. Peny. Paru FK-USU Medan adalah
hal yang wajar saja, tetapi infeksi nosokomial tersebut sering terkamuflase dengan
penyakit yang sudah ada atau tidak menjadi perhatian dari para petugas. Untuk
menjelaskan hal-hal yang memungkinkan terjadinya infeksi nosokomial pada UPF. Paru
Rs. Dr. Pirngadi / Lab. Peny. Paru FK-USU Medan ada baiknya kami jelaskan mengenai
tempat / ruangan tempat perawatan pasien serta poliklinik yang ada.

2
e-USU Repsoitory 2005 Universitas Sumatera Utara
A. Ruangan tempat perawatan pasien.
Ruang yang dipergunakan untuk perawatan pasien ada 4 ruangan.
1. Ruangan Gelatik-III.
Ruangan khusus dipergunakan untuk merawat pasien dengan kelainan paru, baik
primer maupun akibat sekunder dari penyakit lain. Ruangan ini khusus untuk laki-
laki.
2. Ruangan Gelatik-IV
Ruangan ini fungsinya serupa seperti ruangan gelatik-III, tetapi diruangan ini
dirawat juga pasien-pasien dari UPF. Peny. dalam yang mempunyai kelainan paru
serta kelainan internis lainnya.
3. Ruangan Nuri-III
Ruangan ini khusus merawat pasien wanita dengan kelainan paru, baik primer
maupun akibat sekunder dari penyakit lain. Disamping itu pada ruangan ini juga
dirawat pasien dari UPF. Peny. Dalam dengan kelainan paru dan kelainan internis
lainnya.
4. Ruangan Nuri-IV
Ruangan ini dipergunakan untuk merawat pasien dengan kelainan paru primer dan
akibat sekunder dari penyakit lainnya. Pada ruangang ini disediakan 4 tempat
tidur khusus untuk merawat pasien dengan kelainan paru akibat keganasan /
malignansi, tempat ini terpisah dari ruangan induk. Ruangan induk tersebut
disekat-sekat menjadi kamar yang berisi 2 tempat tidur, ruangan ini depergunakan
untuk merawat pasien laki-laki ataupun wanita .

B. Ruangan khusus / poliklinik bagi pasien berobat jalan.


Mengenai pasien berobat jalan atau bagi pasien yang dirawat yang memerlukan
pemeriksaan khusus terdapat 9 poliklinik
1. Poliklinik umum
2. Poliklinik anak
3. Poliklinik untuk kelainan pleura
4. Poliklinik khusus PPOM
5. Poliklinik bagi pasien yang memerlukan pemeriksaan sinar tembus.
6. Ruang khusus untuk tindakan bronkoskopi
7. Ruang laboratorium
8. Poliklinik asthma dan uji allergi
9. Poliklinik untuk pelaksanaan uji Mantoux
Disamping ke-9 poliklinik / ruangan yang dinyatakan diatas, masih ada bentuk
pelayanan bagi penderita TB-paru yang berobat ulang, tempat untuk pelayanan ini
digabung dengan poliklinik uji Mantoux

C. Faktor-faktor yang memungkinkan terjadinya infeksi nosokomial.


Sebagaimana yang dijelaskan dijelaskan pada halaman 2 dari tulisan ini, maka
disini akan dijelaskan kemungkinan terjadinya infeksi nosokomial sesuai dengan kondisi
yang ada pada UPF. Paru Rs. Dr. Pirngadi / Lab. Peny. Paru FK-USU Medan.
1. Faktor diri pasien sendiri.
Pasien mungking mendapat nosokomial akibat kondisi tubuhnya sendiri
dapat saja terjadi pada kelainan paru. Pasien yang menderita haemoptoe

3
e-USU Repsoitory 2005 Universitas Sumatera Utara
mempunyai kecenderunangan takut untuk batuk, kalu hal ini terjadi maka sisa
darah yang terdapat disaluran nafas akan mengundang infeksi, dengan tidak
langsung pasien akan menginfeksi dirinya sendiri. Keadaan lain yang dapat
mengundang infeksi nosokomial adalah melemahnya reflex batuk yang sering
dijumpai pada penderita PPOM untuk batuk dan diperberat lagi oleh adanya sesak
nafas sulit untuk mengeluarkan secret / sputum. Kita mengetahui sputum / secret
yang tertumpuk disaluran nafas kesil merupakan media yang baik bagi
pertumbuhan bakteri yang datang dari saluran nafas bahagian atas.
2. Faktor petugas / perawat
Sejauh yang kami ketahui factor petugas / perawat yang berada di ruangan
atau poliklinik UPF. Paru Rs. Dr. Pirngadi / Lab. Peny. Paru FK-USU Medan
sebagai penyebab infeksi nosokomial bagi pasien boleh dikatakan kecil sekali.
Hal ini kami nyatakan demikian mengingat rasa takut terhadap TB-paru bagi para
perawat / petugas sehingga sedikit saja merasakan kelainan , biasanya perawat /
petugas buru-buru memeriksakan dirinya. Jadi ada juga untungnya merawat
pasien dengan kelainan paru, karena sampai sekarang ini setiap kelainan pada diri
perawat / petugas akan dapat diketahui sedini mungkin. Maka penularan infeksi
nosokomial yang disebabkan oleh perawat / petugasrasa kecil atau tidak mungkin
sama sekali.
3. Faktor pasien lain yang dirawat bersamaan
Faktor pasien lain sebagai penyebab infeksi nosokomial menurut pendapat
perlu mendapat perhatian khusus, terutama pada pasien yang mendapat perwatan
diruganan.
Sesuai dengan penjelasan kami diatas, bahwa UPF. Paru Rs. Dr. Pirngadi /
Lab. Peny. Paru FK-USU Medan mempunyai 4 ruangan untuk tempat perawatan.
Tetapi sangat disayangkan ditempat perawatan belum ada pemisahan bagi pasien
TB-paru dengan pasien non TB-paru.
Sebagai contoh, pada ruangan Gelatik III, IV serta ruangan Nuri III, disana
pasien TB-Paru dan non TB-paru berbaur menjadi satu. Sehingga penularan TB-
paru kepada pasien non TB-paru sangat memungkinkan sekali. Pada ruangan Nuri
IV walaupun ada ruangan khusus untuk penderita tumor paru, namun jumlah
tempat tidur yang tersedia hanya 4 buah, jadi seandainya pasien tumor paru lebih
dari 4 orang, maka mau tidak mau pasien ke-5 tersebut terpaksa disatukan dengan
pasien lainnya.
4. Faktor keluarga pasien yang berkunjung
Faktor keluarga pasien yang berkunjung ketempat pasien dirawat sebagai
penyebab infeksi nosokomial bagi pasien, menurut pendapat kami adalah sangat
kesil sekali. Hal ini kami nyatakan demikian karena pada umumnya masyarakat
masih menganggap bahwa ruangan tempat perawatan UPF. Paru Rs. Dr. Pirngadi
/ Lab. Penyakit Paru adalah gudang penyakit TB-paru, sehingga kalau ada
kunjungan kelurga pasien umumnya sudah mengerti, dan keadaan ini dapat
dimengerti dari sikap meraka yang selalu menutup mulut dan hidungnya dengan
sapu tangan. Sehingga kontaminasi dari keluarga pasien yang berkunjung kecil
sekali.
5. Faktor peralatan yang dipakai diruangan perawatan / poliklinik.

4
e-USU Repsoitory 2005 Universitas Sumatera Utara
Seperti halnya faktor ke-3 (faktor pasien lainnya yang dirawat bersamaan)
maka factor peralatan yang dipakai perlu juga mendapat perhatian khusus, karena
infeksi nosokomial banyak terjadi disebabkan leh peralatan yang dipergunakan
tidak memenuhi persyaratan aseptik yang adekuat.
5.1. Pemakaian slang infuse untuk mengalirkan O2 untuk pasien yang sesak nafas
tidak pernah disterilkan setelah dipergunakan, tetapi langsung saja
dipergunakan untuk pasien lainnya kalau diperlukan.
5.2. Pemakaian Abbocath yang berulang kali, walaupun untuk pasien yang sama.
Sering dilakukan mengingt harganya yang agak mahal. Sehingga untuk
membeli yang baru terasa membratkan bagi pasien.
5.3.
Pemberian obat melalui selang infuse memakai disposable syringe yang
sudah dipakai oleh pasien sendiri untuk injeksi. Hal ini perlu mendapat
perhatian bagi perawat / petugas diruangan karena pasien sering menggigil
sewaktu diinfuse, dan keadaan ini pernah dilaporkan bahwa cairan infuse
tersebut telah terkontaminasi oleh zat pyrogen (4)
5.4. Pemakaian kipas angin di poloklinik umum, tujuannya untuk menghindarkan
petugas terhadap air droplet infection yang berasal dari pasien. Tetapi
hendaknya diingat bahwa aliran udara dari kipas angin tersebut akan
mengenai pasien lain yang searah dengan aliran udara tersebut.
5.5. Pemasangan Thoracic Troicar dipoliklinik khusus untuk penyakit / kelainan
pleura sering tidak memenuhi tindakan aseptic. Thoracic Troicar yang akan
di pasangkan memang sudah disterilkan oleh pabriknya, tetapi si petugas
dalam memasangkannya tidak memakai masker, sedang dalam
pemasangannya memerlukan waktu yang agak lama. Sehingga kontaminasi
dari sipetugas terhadap alat tersebut selalu ada. Terkadang sering juga
dipasangkan Thoracic Troicar yang sudah dipakai karena pasien tidak mampu
membeli yang baru.
5.6. Penggabungan tempat pelayanan pasien TB-paru yang berobat ulang dengan
poliklinik uji Mantoux. Kita mengetahui bahwa anak-anak sangat rentan
dibanding orang dewasa terhadap infeksi TB-paru.
5.7. Pengumpulan pasien untuk mendapat pemeriksaaan sinar tembus disatu
ruangan akan mengundang timbulnya infeksi nosokomial, karena pasienyang
akan mendapat tindakan tersebut ada yang menderita TB-paru dan ada pula
non TB-paru.
5.8. Pemakaian disposable syringe untuk uji Mantoux yang berulang-ulang kali
walaupun sudah disuci hamakan, tetapi untuk terkontaminasi dengan mikro
organisme patogen sangat mungkin sekali.
5.9. Pemakaian bronkoskop pada pasien memerlukannya, tindakan aseptiknya
cukup dilakukan hanya dengan memberikannya dengan larutan Betadine,
pemberian spray lidocain untuk tindakan anastesi sebelum bronkoskopi tidak
pernah mendapat tindakan aseptik. Disamping itu, mengenai aseptik ruangan
tidak memadai, dimana kerap keluarga pasien leluasa keluar masuk tanpa
mendapat pakaian khusus. Kita harus ingat bahwa tindakan bronkoskopi ini
merupakan tindakan invasive yang memerlukan tindakan sterilitas yang
tinggi.

5
e-USU Repsoitory 2005 Universitas Sumatera Utara
6. Faktor makanan
Makanan bagi pasien yang dirawat belum memenuhi syarat hygienes,
kecuali pada ruangan Nuri-IV dimana makanan untuk pasien telah dimasukkan
kedalam rantang sejak dari tempat pengambilannya dari dapur . Sedangkan
makanan untuk diruangan lain, dibawa memakai kereta khusus dan tempat
makanan umumnya tidak tertutup, sehingga kemungkinan adanya kontaminasi
mikra organisme patogen selama diperjalanan selalu ada.
7. Faktor lingkungan
Disamping ke-6 faktor yang dinyatakan diatas, maka factor lain yang perlu
mendapat perhatian adalah factor lingkungan tak kalah pentingnya sebaagai
penunjang untuk terjadinya infeksi nosokomial bagi pasien yang dirawat.
Umumnya pasien yang dirawat diharuskan menampung sputumnya setiap kali
batuk. Kebanyakan pasien membuang sputum yang berkumpul tersebut di WC
atau dikamar mandi, kemungkinan air mandi terkontaminasi sputum atau bakteri
yang terdapat di sputum selalu ada.
Hal ini perlu mendapat perhatian, karena dilaporkan bahwa air mandi yang
terkontaminasi mikro organisme patogen dan berhasil merenggut korban
sebanyak 128 dan meninggal 29 orang. (5)
Sedangkan mengenai sirkulasi udara yang perlu mendapat perhatian
adalah diruangan Nuri-IV, karena ruangan ini disekat-sekat menjadi kamar-kamar
yang berisi 2 tempat tidur.
Dikamar ini terasa sirkulasi udara kurang baik, sehingga terjadinya infeksi
nosokomial pada pasien yang dirawat mungkin sekali. Mengenai pembuangan
bahan yang harus dibuang yang perlu mendapat perhatian adalah pembuangan
sputum yang dilakukan oleh pasien dikamar mandi / WC akan berbahaya tidak
saja bagi pasien, tetapi juga bagi petugas / orang lain yang menggunakan kamar
mandi / WC tersebut.

V. Pengendalian infeksi nosokomial


Mengenai pengendalian infeksi nosokomial, pada hakikatnya ditujukan pada
tindakan pencegahan. Untuk tindakan pencegahannya, terdapat beberapa kendala, antara
lain factor biaya baik yang disediakan oleh RS maupun yang ditanggung oleh pasien
sendiri. Jadi dalam dana ini perlu menjadi pemikiran bersama. Disamping itu, factor
petugas / perawat perlu juga mendapat perhatian dalam menjalankan tugasnya, terutama
pengetahuan tentang tindakan septic dan aseptic.

VI. Penutup
Setelah penjelasan factor-faktor yang memungkinkan terjadinya infeksi
nosokomial pada UPF. Paru Rs. Dr. Pirngadi / Lab. Peny. Paru FK-USU Medan dan
sebagai kesimpulan yang dinyatakan pada penutup tulisan ini dapat dinyatakan sebagai
berikut :
1. Kemungkinan untuk infeksi nosokomial di UPF. Paru. Rs. Dr. Pirngadi / Lab.
Peny Paru FK-USU Medan adalah sangat besar sekali.
2. Adanya infeksi nosokomial diruangan perawatan, sanagat dibantu oleh sarana dan
prasarana yang tidak memadai.

6
e-USU Repsoitory 2005 Universitas Sumatera Utara
3. Pasien yang mendapat infeksi nonkomial diruangan perawatan, sangat dibantu
oleh saraba dan prasarana yang tidak memadai.
4. Pemakaian peralatan kebayakan belum persyaratan asptik yang memadai.
Demikianlah sekadar tulisan yang dapat kami paparkan secara ringkas, khusus
mengensi kemungkinan terjadinya infeksi nosokomial pada PT. Para Rs Dr.
Pringadi / Lab. Peny. Paru Fk USU Medan terutama bagai pasien yang
mendapatkan perawatan dan pasien yang berobat jalan.

VIII. Rujukan
1. Panjaitan, B : Infeksi Nosokomial, dibawakan pada Orientasi Pra Pendidiakan PPDS-
I Rs. Dr. Pringadi / FK USU Medan.27 Ferbruari 4 Maret 1989.

2. Pedoman Pengendalian Infeksi Nosokomial Rs. Dr. Pringadi Medan

3. Whitehead, JG Ayers. J et-al : Fungal Contamination of Mini Peak Flow Meter.


Respiratory Medicine, 1989, 83, 503-04

4. Terumo, Infuse dan Keamanan System Infuse.

5. Strampfer, Mechael. J et-al : Nosocomial legionnaires disease Heart & Lung 1989,
6,601 604.

6. Roeshadi, Djoko : Epidermiologi Infeksi Nosokomial Simposium & Latihan


Pengendalian Infeksi Nosokomial 2 4 Desember 1991, hal 16 21

7. Helmi. L : Empiema di UPT. Paru Rs. Dr. Pringadi / Bp 4 Medan ( Tulisan Akhir )
Lab. Penyakit Paru FK USU Medan, hal 62 86.

7
e-USU Repsoitory 2005 Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai