Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN

KEPERAWATAN
LYMPHANGIOMA
DI RUANG 15 RSSA MALANG

Disusun untuk memenuhi Tugas Profesi Departemen Pediatrik

Disusun Oleh :
Nadia Oktiffany Putri
140070300011183
PSIK A Kelompok 2

PROGRAM PROFESI NERS


JURUSAN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Malang
2016
1. DEFINISI
Limfangioma adalah tanda menonjol kuning kecokelatan atau merah di kulit, terdiri
dari pembuluh limfatik yang membesar (Baird, 2006).
Limfangioma merupakan malformasi pembuluh limfatik yang biasanya terjadi setelah
lahir (Daniel, 2007).

Limfangioma merupakan tumor jinak yang disebabkan dari malformasi kongenital


sistem limfatik. Tumor ini biasanya terjadi di kepala, leher, dan ketiak, namun kadang
terjadi pada mediastinum, retroperitoneum, dan paha. Sering juga terjadi pada
skrotum dan perineum. Kejadian malformasi limfatik tidak diketahui, tetapi diyakini
melebihi 6,3% dari semua malformasi. Limfangioma berasal dari sakus primitive
masa embrio, sebagian jaringan limfatik yang terlepas kehilangan hubungan dengan
system limfatik normal, tapi masih memiliki potensi pertumbuhan cepat semula
(Schawartz, 2011).

Limfangioma merupakan massa kistik yang jinak, multilobular, dan multinodular yang
dibentuk oleh sel-sel endotel. Limfangioma merupakan akibat dari kesalahan
pembentukan (malformasi) dan obstruksi dari sistem limfatik. Pada beberapa
kejadian, dapat terbentuk sequestrasi dari jaringan limfatik yang tidak berhubungan
dengan sistem limfatik yang normal. (Craig, 2006).

Kebanyakan limfangioma merupakan tumor jinak yang hanya merupakan lesi yang
lunak, tumbuh secara lambat, dan massa tumor yang kenyal. Oleh karena
limfangioma tidak memiliki kemungkinan untuk menjadi ganas, pada umumnya
limfangioma hanya dirawat untuk kepentingan kosmetis saja. Limfangioma dapat
terjadi dimana saja pada kulit dan membran mukosa. Lokasi yang paling umum
adalah kepala dan leher, dan selanjutnya pada ekstremitas proksimal, pantat, dan
badan. Namun, limfangioma terkadang dapat ditemukan di dalam usus, pankreas,
dan mesenterium. Lesi kistik yang lebih dalam biasanya terjadi di area yang longgar
dan jaringan areolar, biasanya leher, ketiak, dan selangkangan. Lesi pada kulit
tersebut dapat berupa lesi yang kecil dan berbatas jelas, hingga luas, diffuse dan
berbatas tidak jelas. Limfangioma biasanya adalah bawaan lahir, dan pada umumnya
muncul sebelum usia 2 tahun. Limfangioma dapat secara tiba-tiba muncul pada
anak-anak dan terkadang pada remaja atau dewasa (Glenn, 2005).

2. ETIOLOGI & FAKTOR RESIKO


Penyebab terjadinya limfangioma dikarenakan oleh malformasi congenital dari
system limfatik. Faktor genetik, paparan tembakau, konsumsi alkohol, virus dan
defisiensi makanan juga dapat menjadi penyebab terjadinya limfangioma.

Penyebab pasti pembentukan lymphangioma tidak diketahui, tetapi kebanyakan


kasus diyakini sporadis. Pembentukan lymphangiomas mungkin mencerminkan
kegagalan saluran limfatik untuk menghubungkan dengan sistem vena selama
embriogenesis, penyerapan abnormal struktur limfatik, atau keduanya. Penelitian
berkelanjutan telah dijelaskan beberapa faktor pertumbuhan pembuluh darah yang
mungkin terlibat dalam pembentukan malformasi limfatik seperti VEGF-C dan FLT-4.
Studi genetik pada penderita limfangioma menunjukkan adanya mutasi dari
kromosom 13, 18,21, VEGF-C dan reseptornya (Scwartz, 2011). Menurut Grasso et
al, asal terbentuknya lesi ini dapat berupa hipotesis berikut ini:

Tersumbatnya atau berhentinya pertumbuhan normal dari saluran limfatik


primitif selama embriogenesis
Proliferasi dari jaringan limfatik sac primitif yang tidak mencapai sistem vena
Tumbuhya jaringan limfatik di lokasi yang salah selama embriogenesis

3. PATOFISIOLOGI
Terlampir

4. MANIFESTASI KLINIS
Terjadi pembengkakan leher, ketiak, mediastinum, dan skrotum
Timbul lesi pada leher, ketiak, mediastinum, dan skrotum
Sering terasa nyeri

Gejala klinis berdasarkan pengelompokkan klasifikasi klinis dapat terlihat sebagai


berikut:
Limfangioma Sirkumskriptum
Limfangioma sirkumskriptum melibatkan kelompok kecil dari vesikel
vesikel yang berukuran sekitar 2-4 mm. Vesikel-vesikel jernih ini
bervariasi warnanya mulai dari merah muda, merah, hingga
kehitaman sebagai akibat sekunder perdarahan.
Lesi ini dapat berupa kutil pada permukaannya; sehingga lesi ini
seringkali disalah artikan sebagai kutil pada umumnya.
Shah et al melaporkan adanya limfangioma yang muncul pada penis
Limfangioma Kavernosa
Sesuai tipenya, limfangioma kavernosus tampak sebagai nodul pada
subkutan dengan konsistensi seperti karet, dan dapat memiliki
dimensi yang luas.
Kulit yang berada di atasnya tidak tampak adanya lesi atau perubahan
Area yang terlibat dapat bervariasi, dari lesi yang lebih kecil dengan
diameter kurang dari 1 cm hingga lesi yang lebih besar dan
melibatkan seluruh tungkai
Kistik Higroma
Kistik higroma biasanya lebih besar daripada limfangioma kavernosa,
dan seringkali terjadi pada area leher dan parotis.
Seringkali, limfangioma kavernosa yang dalam tidak tampak pada
pemeriksaan superfisial, namun kistik higroma akan terdeteksi dengan
mudah karena ukuran dan lokasinya. Lesi kistik yang luas ini lunak
dan bening (Robert, 2009)

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Fisik
Anamnesis dilakukan dengan baik dan inspeksi, serta palpasi dilakukan
secara teliti dapat dipakai sebagai dasar untuk penilaian yang baik mengenai
pembengkakan di leher. Untuk itu diperlukan pengetahuan yang mendalam
mengenai anatomi normal, patologi dan pola metastasis limfogen tumor-
tumor maligna di daerah kepala dan leher.
Pemeriksaan Penunjang
Fasilitas imaging yang sering diperlukan adalah x-ray, computed
tomography (CT) scan, magnetic resonance imaging (MRI), USG, dan
positron emission tomography (PET).
Foto toraks membantu adanya metastasis jauh (diperkirakan 15%
pasien) atau adanya tumor primer kedua (second primary, 5-10%).
Foto panoramic membantu adanya keterlibatan mandibula.
CT-scan atau MRI dari dasar tengkorak sampai ke klavikula akan
memberikan informasi detail tentang ekstensi keterlibatan jaringan
lunak atau tulang oleh tumor dan adanya metastasis regional.
Biopsi dapat dilakukan scalpel atau biopsy punch untuk tumor primer
dan fine needle aspiration (FNAB) pada kelenjar getah bening yang
dicurigai. Apabila ditemukan epidermoid carcinoma pada kelenjar
getah bening leher dianjurkan untuk dilakukan blind biopsy pada
waldeyers ring.
Visualisasi rongga mulut, rongga hidung, nasopharing, orofaring,
hipofaring, laring, servikal esophagus dan proksimal trakea adalah
penting untuk memantapkan adanya tumor dan ekstensinya.
Panendoskopi intraoperatif dilakukan untuk mendapatkan jaringan
yang adekuat untuk diagnosis, hemostasis yang lebih baik, dan
evaluasi ekstensi tumor.

6. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pada umumnya terapi yang dilakukan adalah pembedahan. Karena batas
limfangioma dan jaringan normal tidak jelas betul, operasi tidak dapat memaksakan
eksisi radikal, operasi dapat dilakukan bertahap. Umumnya dianggap tidak sesuai
diterapi dengan injeksi zat sklerotik. Belakangan ini di China dilaporkan injeksi
pingyangmisin (bleomisin A5) intratumor membawa hasil tertentu pada limfangioma
servikal. Radio terapi mungkin berefek tertentu, tapi tidak sesuai untuk pasien usia
muda, sebab mudah timbul deformasi pertumbuhan tulang setempat dan
mencetuskan karsinoma tiroid.

Untuk keperluan pengobatan, limfangioma sering dibagi menjadi limfangioma lokal


dan diffus. Pada limfangioma lokal, dapat diberikan terapi non bedah sambil
dilakukan pengawasan jika limfangioma tidak mempengaruhi fungsi kehidupan,
karena beberapa ahli bedah percaya bahwa lebih dari 15% dari lesi ini akan
mengecil dengan sendirinya. Namun jika lesi tidak mengecil spontan pada usia 5
tahun, intervensi bedah diperlukan. Penulis lain percaya bahwa eksisi harus
dilakukan lebih cepat untuk menghindari komplikasi seperti infeksi (Scwartz, 2011).
a) Farmakologi
Untuk malformasi limfatik lokal, berbagai agen farmakologis telah digunakan
di seluruh dunia untuk mengobati limfangioma. Beberapa agen yang
digunakan dalam terapi sklerotik termasuk air mendidih, tetrasiklin,
bleomycin, dan cyclophosphamide (Scwartz, 2011). Pertimbangan khusus
harus diambil pada malformasi limfatik pada lidah atau glotis. Malformasi
pada lidah (sebelumnya dikenal sebagai circumscriptum lymphangioma)
harus dikelola dengan laser resurfacing. Jika lesi ini cukup besar dan
mengganggu respirasi, operasi pengurangan lidah harus dilakukan.
Malformasi pada glotis harus diperlakukan dengan laser karbon dioksida dan
terapi debulking dengan manajemen jalan nafas agresif (Scwartz, 2011).
Aspirasi limfangioma telah dilakukan di masa lalu tapi sebagian besar kurang
disukai karena tingkat kekambuhannya yang tinggi. Namun, masih dapat
digunakan untuk mengatasi limfangioma yang mengancam kehidupan
dimana membutuhkan pengurangan sesegera mungkin (Scwartz, 2011).

b) Tindakan bedah
Sebagaimana dinyatakan di atas, eksisi bedah adalah pengobatan pilihan
untuk limfangioma lokal jika secara anatomis memungkinkan. Dari berbagai
teknik bedah yang telah dieksplorasi selama bertahun-tahun, total
penghapusan tumor dengan tidak meninggalkan epitel kistik, telah menjadi
prosedur yang paling dapat diandalkan (Scwartz, 2011). Pengelolaan bedah
limfangioma difus sering merupakan usaha yang kompleks dan seumur hidup
dengan tingkat morbiditas substansial. Pasien dan orang tua harus
menyadari hal ini sebelum operasi dilakukan, sehingga kemungkinan
komplikasi yang tinggi dapat difaktorkan ke dalam keputusan-keputusan awal
dalam manajemen (Scwartz, 2011).

7. PROGNOSIS
Limfangioma merupakan malformasi pembuluh limfe yang jinak dan bukan
merupakan tumor yang sejati, sehingga prognosisnya sangat baik. Tindakan bedah
reseksi yang komplit dari lesi ini telah terbukti sangat efektif. Tingkat kekambuhan
rendah jika pengambilan epitel kistik secara menyeluruh telah dicapai dan
penghapusan lengkap epitel kistik dicapai (Scwartz, 2011).

Namun, ada juga yang berpendapat prognosis mempunyai korelasi yang kuat
dengan stadium saat didiagnosis. Secara umum prognosis ditentukan oleh ukuran
tumor, adanya metastasis kelenjar getah bening regional dan metastasis jauh, makin
besar masa tumor prognosis makin buruk. Adanya metastasis kekelenjar getah
bening regional menurunkan survival hingga 50% dan meningkatkan resiko
metastasis jauh.
8. ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
SIRKULASI

Gejala : Palpitasi, angina/ nyeri dada

Tanda : Takikardia, disritmia, sianosis wajah dan leher (obstruksi drainase vena
karena pembesaran nodus limfa adalah kejadian yang jarang), ikterus
dan ikterik yang umum sehubungan dengan kerusakan hati dan obstruksi
duktus empedu oleh pembesaran nodus limfa (mungkin tanda lanjut),
pucat (anemia), diaforesis, keringat malam.

INTEGRITAS

Gejala : Faktor stress, misal sekolah, pekerjaan, keluarga

Takut/ ansietas sehubungan dengan diagnosis dan kemungkinan takut


mati

Ansietas/ takut sehubungan dengan tes diagnostik dan modalitas


pengobatan (kemoterapi dan terapi radiasi)

Masalah finansial: biaya rumah sakit, pengobatan mahal, takut kehilangan


pekerjaan sehubungan dengan kehilangan waktu kerja

Status hubungan: takut dan ansietas sehubungan dengan menjadi orang


yang tergantung pada keluarga

Tanda : Berbagai perilaku; misalnya marah, menarik diri, pasif

ELIMINASI

Gejala : Perubahan karakteristik urine dan/atau feses

Riwayat obstruksi usus, contoh intususepsi atau sindrom malabsorbsi


(infiltrasi dan nodus limfa retroperitoneal)

Tanda : Nyeri tekan pada kuadran kanan dan pembesaran pada palpasi
(hepatomegali)

Nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan pembesaran pada palpasi
(splenomegali)

Penurunan pengeluaran urine gelap/ pekat, anuria (obstruksi uretral/gagal


ginjal)
Disfungsi usus dan kandung kemih (kompresi batang spinal terjadi lebih
lanjut)

MAKANAN/CAIRAN

Gejala : Anoreksia/kehilangan nafsu makan

Disfagia (tekanan pada esophagus)

Adanya penurunan berat badan yang tak dapat dijelaskan sama dengan
10 % atau lebih dari berat badan dalam 6 bulan sebelumnya dengan
tanpa upaya diet

Tanda : Pembengkakan pada leher, wajah, rahang atau tangan kanan (sekunder
terhadap kompresi vena kava superior oleh pembesaran nodus limfa)

Ekstremitas: edema ekstremitas bawah sehubungan dengan obstruksi


vena kava inferior dari pembesaran nodus limfa intra abdominal
(non Hodgkin)

Asites (obstruksi vena kava inferior sehubungan dengan pembesaran


nodus limfa intraabdominal)

NEUROSENSORI

Gejala : Nyeri syaraf (neuralgia)menunjukkan kompresi akar syaraf oleh


pembesaran nodus limfa pada brakial, lumbar dan pleksus sacral

Kelemahan otot, parestesia

Tanda : Status mental: letargi, menarik diri, kurang minat umum terhadap sekitar

Paraplegia (kompresi batang spinal dari tubuh vertebral, keterlibatan


discus pada kompresi degenerasi atau kompresi suplai darah terhadap
bantang spinal)

NYERI/ KENYAMANAN

Gejala: Nyeri tekan /nyeri pada nodus limfa yang terkena, misal pada sekitar
mediastinum, nyeri dada, nyeri punggung (kompresi vertebral);nyeri
tulang umum (keterlibatan tulang limfomatus)

Nyeri pada area yang terkena setelah minum alkhohol

Tanda: Fokus pada diri sendiri ;perilaku berhati-hati


PERNAFASAN

Gejala : Dispnea pada kerja atau istirahat;nyeri dada

Tanda : dispnea : takikardia

Batuk kering non produktif

Tanda stress pernafasan, contoh peningkatan frekwensi pernafasan dan


kedalaman, penggunaan otot bantu, stridor, sianosis

Parau/paralysis laryngeal (tekanan pada pembesaran nodus saraf


laryngeal)

KEAMANAN

Gejala : Riwayat sering/ adanya infeksi (abnormalitas imunitas seluler pencetus


untuk infeksi virus herpes sistemik, TB, toksoplasmosis atau infeksi
bacterial

Riwayat mononukleus (risiko tinggi penyakit hodgin pada pasien titer tinggi virus
Epstein-Barr). Riwayat ulkus/ perforasi perdarahan gaster

Pola sabit adalah peningkatan suhu malam hari barakhir sampai beberapa minggu
(demam pel-Ebstein) diikuti oleh periode demam: keringat malam tanpa
menggigil

Kemerahan/ pruritus umum

Tanda : Demam menetap tidak dapat dijelaskan dan lebih tinggi dari 38 derajat
tanpa gejala infeksi

Nodus limfe simetris, tak nyeri, membengkak/ membesar (nodus servikal paling
umum terkena) lebih pada sisi kiri dari pada kanan; kemudian nodus
aksila dan mediastinal)

Nodus dapat terasa kenyal dan keras, diskret dan dapat digerakkan

Pembesaran tosil

Pruritus umum

Sebagian area kehilangan pigmentasi melanin (Vitiligo)

Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1 DS: klien mengatakan bahwa Oedem jalan nafas Inefektif jalan
ia sulit bernafas nafas

DO: pernafasan cuping hidung


(+)

Retraksi intercosta (+)

Stridor (+)
2 DS: klien mengatakan sesak Inadekuat Perubahan pola
nafas saat beraktivitas oksigenasi nafas
dan istirahat

DO: RR meningkat

Klien bernafas dalam


3 DS: klien mengatakan berat malabsorbsi Gangguan nutrisi
badan nya turun

DO:BB klien kurang dari


Normal
4 DS: klien mengatakan Inflamasi tonsil Gangguan
kehilangan nafsu makan menelan

klien merasakan nyeri saat


menelan

DO:tonsil klien merah dan


bengkak
5 DS: klien mengatakan Proses inflamasi Gangguan rasa
badannya panas tidak nyaman;
nyeri
DO:suhu tubuh meningkat

Terdapat tanda inflamasi

Diagnosa Keperawatan:
1. Inefektif jalan nafas sehubungan dengan oedem jalan nafas
2. Perubahan pola nafas sehubungan dengan inadekuat oksigenasi
3. Gangguan nutrisi sehubungan dengan malabsorbsi
4. Gangguan menelan sehubungan dengan inflamasi tonsil
5. Gangguan rasa tidak nyaman; nyeri sehubungan dengan proses inflamasi
1. Planning
a. Tujuan Intervensi
1. Mengefektifkan jalan nafas
2. Menormalkan pola nafas
3. Memenuhi kebutuhan nutrisi klien
4. Menghilangkan gangguan menelan
5. Mengembalikan pola aktifitas klien
6. Meningkatkan rasa nyaman klien, meminimalkan nyeri
7. Mencegah terjadinya infeksi
b. Rencana Intervensi
1. Mengkaji atau mengawasi frekuensi pernafasan, kedalaman, irama. Memperhatikan
dispnea dan atau penggunaan otot bantu, pernafasan cuping hidung, gangguan
pengembangan dada
2. Menempatkan pasien pada posisi nyaman, dengan kepala tempat tidur tinggi atau
duduk tegak kedepan (beban berat pada tangan) kaki digantung.
3. Memberi posisi dan membantu mengubah posisi secara periodik
4. Menganjurkan/ membantu dengan teknik nafas dalam dan atau pernafasan bibir
atau pernafasan diafragmatik abdomen bila diindikasikan
5. Memberikan makanan sedikit tapi sering
6. Memberikan makanan lunak
7. Memantau tanda dan gejala obstruksi usus
8. Mengidentifikasi/ mendorong teknik penghematan energi, misal periode istirahat
sebelum dan setelah aktifitas, menggunakan mandi dengan kursi, duduk
sebelum perawatan
9. Mendorong klien untuk melakukan latihan rentang gerak aktif secara mandiri pada
interval reguler setiap hari
10. Mendorong aktifitas pengalihan (distraksi) seperti mendengarkan musik,
melakukan hobby klien
11. Menciptakan lingkungan bersih dan aman bagi klien
12. Memberikan informasi tentang penyakit/ prognosis dan kebutuhan pengobatan
13. Membantu intubasi dan ventilasi mekanik
14. Memberikan tambahan oksigen
15. Membantu pengobatan pernafasan/ tambahan misal IPPB, spirometri insentif
16. Mengatur diet seimbang (TKTP), sesuai kebutuhan klien
17. Memberikan analgesic - antipiretik sesuai indikasi
2. Evaluasi
1. Jalan nafas efektif
2. Pola nafas normal
3. Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
4. Gangguan menelan hilang
5. Pola aktifitas klien kembali normal
6. Rasa nyaman klien meningkat, nyeri minimal
7. Infeksi dapat dihindari

DAFTAR PUSTAKA
Fahmi R. 2010. Angioma. (19 September 2011)
Ganong, W.F. 2007. Buku ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC. pp: 556-8.
Imam Budi Putra. 2008. Tumor-Tumor Jinak Kulit. (19 September 2011)
Kumar V, Ramzi S., Stanley R.R. 2008. Buku Ajar Patologi Kedokteran. Jakarta :
Erlangga. pp: 481-4
Amouri M, Masmoudi A, Boudaya S, et al. (2007). Acquired lymphangioma
circumscriptum of the vulva. Dermatology online journal 13 (4): 10
Schawartz R.A. 2011. Arterial Vascular Malformation Including Hemangiomas
and Lymphangiomas. Http: //www.emedicine-medscape.com (15 September
2011)
Waugh A., Allison G. 2001. Anatomi and Physiology in Health and Illness.
Newyork : Churcill Livingstone. pp: 382-92

Anda mungkin juga menyukai