Anda di halaman 1dari 33

TUGAS RESUME FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

DIBUAT UNTUK MEMENUHI TUGAS FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

OLEH

TOMI

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2016
A. Pengertian, ruang lingkup, dan kegunaan filsafa pendidikan islam
1. Pengertian filsafat pendidikan islam

Abudin Nata merumuskan bahwa filsafat pendidikan islam merupakan kajian


mendalam, sistematik, radikal, dan universal mengenai berbagai masalah yang terdapat dalam
kegiatan pedidikan yang didasarkan pada Alquran dan hadis sebagai sumber primer dan
pendapat para filosof muslim sebagai sumber sekunder

Definisi yang lain, filsafat pendidikan islam adalah konsep berpikir tentang pendidikan yang
bersumber atau berlandaskan ajaran agama islam, tentang hakikat kemampuan manusia
dalam mengembangkan potensinya sebagai individu yang dijiwai oleh ajaran-ajaran islam

Kemudian pengertian filsafat pendidikan islam dari beberapa orang lain seperti :

a. John dewey memandang pendidikan sebagai suatu proses pembentukan kemampuan


dasar yang fundamental, baik menyangkut daya piker (intekektual) maupun daya
perasaan(emosional), menuju karah tabiat manusia dan manusia biasa. Dari itu maka
filsafat pendidikan dapat juga diartikan sebagai teori umum pedidikan
John dewey juga memandang bahwa ada hubundan yang erat antara filsafat dengan
pendidikan.Menurut Thomson , filsafat berarti melihat seluruh masalah tanpa ada
batas atau implikasinya, ia melihat tujuan-tujuannya tidan hanya melihat metodenya
atau alat-alatnya serta meneliti dengan seksama hal-hal yang diseut kemudian dalam
kaitan arti dengan yang terdahulu. Jadi disini, filsafat dipandang sebagai suatu bentuk
pemikiran yang konsekuen, tanpa kenal kompromi tentang hal-hal yang harus
diungkap secara menyeluruh dan bulat
b. Van cleve morris menyatakan, secara ringkas kita mengatakan bahwa pendidikan
adalah studi filosofis, karena ia pada dasarnya bukan alat social semata untuk
mengalikan cara hidup secara menyeluruh kepada setiap generasi, tetapi ia juga
menjadi agen (lembaga) yang melayani hati nurani masyarakat dalam perjuangan
mencapai hari depan yang lebih baik
2. Ruang lingkup filsafat pendidikan islam

Menurut Abudin Nata bahwa ruang lingkup filsafat pendidikan islam adalah masalah
masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan, sperti tujuan, kurikulum, metode, serta
lingkungan pendidikan. Namun dari Muzayyin Arifin memeberikan penekanan bahwa yang
menjadi ruang lingkup filsafat pendidikan adalah pemikiran mengenai konsep-konsep; tujuan
pendidikan, kurikulum pendidikan, pendidik,peserta didik , metode, lingkungan pendidikan
dan kondisi masyarakat dunia1

3. Kgunaan filsafat pendidikan islam

Menurut Omar Mohammad al-Taumy al-syaibani, Bahwa filsafat pendidikan islam


harus mampu memberikan kemanfaatan bagi khasanah pendidikan islam berupa:

a. Membantu para perancang dan pelaksana pendidikan dalam membentuk


pemikiran yang benar terhadap proses pendidikan
b. Memeberi dasar bagi pengkajian pendidikan secara umum dan khusus
c. Menjadi dasar penilaian pendidikan secara menyeluruh
d. Memeberi sandaran intelektual, bimbingan bagi pelaksana pendidika untuk
menghadapi tantangan yang muncul dalam bidang pendidikan, sebagai jawaba
dari setiap permasalahan yang timbul dalam bidang pendidikan
e. Memberikan pendalaman pendalanman pemikiran tentang pendidikan dan
hubungannya dengan faktor-faktor spiritual, kebudayaan, sosial, ekonomi, dan
berbagai kehidupan lainnya
B. Ontologi, Epistimologi, Aksiologi filsafat pendidikan islam
1. Ontologi pendidikan islam
Ontologi berasal dari kata ontos yang berarti sesuatu yang berwujud, ontologi:
teori atau ilmu tentang hakikat yang ada. Argumen ontologi pertama kali dipelopori
oleh Plato (428-348 SM) dengan teori ideanya, menurutnya tiap-tiap yang ada dalam
alam mesti ada ideanya
Ontologi merupakan pemikiran tentang asal usul kejadian alam semesta, dari
mana dan kerah mana proses kejadiannya. Pemikiran akhirnya akan menentukan
suatu kekuatan yang menciptakan alam semesta ini, apakah pencipta itu satu
Zat(monoisme) ataukah dua zat(dualisme) atau banyak zat (pluralisme). Dan apakah
kekuatan penciptaan alam semesta ini bersifat kebendaan ataukah roh. Bila mana
kekuatan it bersifat kebendaan, paham ini disebut materialisme dan bila bersifat roh,
paham ini disebut spiritualisme (serta roh)
Ontologi pada hakikatnya membahas tentan teori ada yaitu tentang apa yang
dipikirkan, yang menjadi objek pemikiran. Dengan demikian, pendidikan islam
sebagai ilmu menyangkut objek yang dijadikan kajian yang sangat serius dalam
disiplin ilmu pendidikan islam. Merujuk kepada terminologi oleh Omar Mohammad
al-taomi al-syaibani mengisyaratkan bahwa individu manusian sebagai inti terdalam
dari pendidikan islam
1 Prof. Dr. H. Nasir A baki. Filsafat pendidikan islam, 2013,hal.5-6
Berdasarkan pada beberapa argumen diatas, maka yang menjadi titik fokus
ontologi pendidikan islam adalah:
a. Objek formal, yaitu upaya normatif yang dapat menunjang perkembangan
peserta didik, baik dari segi makhluk individu, maupun sosial menuju
tercapainya kepribadian hidup yang baik
b. Objek kajian atau penelitian adalam wilayah kajian pendidikan islam
bermuara pada emapt problem pokok yaitu foundation problems (masalah-
masalah pondasi-filosofis), structural problems (masalah-masalah
operasional) dan historical problems (masalah historis/kesejarahan)
c. Lingkungan penyelenggara yang mencakup: lingkungan keluarga,
sekolah/madrasah, pondok pesantren, masyarakat, masjid, dan pendidikan
formal, non formal, dan informal
2. Epistimologi pendidikan islam
Epistimologi yaitu pemikiran tentang apa dan bagaimana sumber pengetahuan
manusia diperoleh, apakah dari akal pikiran (aliran rasionalisme) atau dari pengenalan
panca indera (aliran empirisme) atau dari ide-ide (aliran idealisme) atau dari tuhan
(aliran teologisme). Juga pemikiran tentang viliditas pengetahuan manusia, artinya
sampai dimana kebenaran pengetahuan kita
Dengan demikian, cakupan epistimologi meliputi upaya, cara, langkah-
langkah ataupun metode untuk mendapatkan sesuatu pengetahuan yang valid. Dengan
kata lain, epistimologi berarti bagaimana mendapatkan suatu pengetahuan dari obyek
yang dipikirkan. Tidak hanya itu, menurut beberapa ahli bahwa epistimologi tidak
hanya membahas asal-usul bahkan unsur, ragam, sasaran, batasan serta metode.
3. Aksiologi pendidikan islam
Aksiologi yaitu suatu pemikiran tentang masalah nilai-nilai termasu nilai-nilai
tinggi dari tuhan. Misalnya, nilai moral, nilai agama, nilai keindahan (estetika).
Aksiologi ini mengandung pengertian lebih luas daripada etika atau higher values of
life (nilai-nilai kehidupan yang bertaraf lebih tinggi)
Aksiologi merupakan teori tentang nilai yang membahas tentang manfaat,
kegunaan maupun fungsi dari suatu obyek. Dengan demikian, aksiologi pendidiakn
isla, merupakan teori tentang nilai atau menfaat atau fungsi pendidikan islam sebagai
disiplin ilmu
Secara aksiologi, pembentukan pribadi muslim yang utuh, menjadi misi dalam
sistem pendidiikan islam, bahkan secara normatif, tujuan tersebut mendapat
pengabsahan dari perspektif hadis nabi, dimana dinyatakan bahwa keberadaan
pengutusan Muhammad adalah li utammiin makarim al-akhlaq (untuk
meyempurnakan akhlak)
C. Aliran-aliran dalam filsafat pendidikan
1. Progressivisme
Meskipun pragsitisme-progressivisme sebagai aliran pikiran baru muncul
dengan jelas pada pertengahan abad ke 19, akan tetapi garis perkembangannya
dapat ditarik jauh kebelakang sampai pada zaman yunani purba. Misalnya
Heraclitus (544-484) Socrates (469-399), Protagoras (480-410), dan aristoteles
mengemukakan pendapat yang dapat dianggap sebagai unsure-unsur yang ikut
menyebabkan terjadinya sikap jiwa yang disebut pragmatism-progressivisme,
Heraclitus mengemukakan, bahwa sifat yang terutama dari realita ialah
perubahan, tidak ada sesuatu yang tetap didunia ini, semuanya berubah-ubah,
kecuali atas perubahan itu sendiri. Socrates berusaha untuk mempersatukan
epistimologi dengan aksiologi. Ia mengajarkan bahwa pengetahuan adalah kunci
intelek, dan pengetahuan yang tidak menjadi pedoman bagi manusia untuk
melakukan kebijakan (perbuatan yang baik). Ia percaya bahwa manusia sanggup
melakukan yang baik. Protagoras seorang sophis, mengajaarkan bahwa kebenaran
dan norma atau nilai (value) tidak bersifat mutlak, melainkan relative, yang
bergantung pada waktu dan tetmpat. Arostoteles menyarankan moderasi dan
kompromi (jalan tengah bukan jalan ekstrim) dalam kehidupan
2. Esensialisme
Dalam perspektif pendidikan, pengertian esensial berkait dengan pendidikan
sebagai pemeliharaan kebudayaan. Aliran ini ingin kembali kepada kebudayaan
lama karena kebudayaan tersebut telah membuktikan kebalikannya dengan
kehidupan manusia
Esensialisme muncul pada zaman renaissans, dengan cirri utamanya yang
berbeda dengan proggressivisme perbedaan ini terutama dalam memberikan
dasarberpijak mengenai pendidikan yang penuh fleksibilitas, dimana serba terbuka
untuk perubaahan, toleran dan tidak ada keterikatan dengan doktrin tertentu. Bagi
esensealisme, pendidikan yang berpijak pada dasar pandangan itu mudah goyah
dan kurang terarah. Karena itu esensialisme memandang bahwa pendidikan harus
berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama, sehingga
memeberikan kestabilam dan arah yang jelas.
Esensialisme berpandangan bahwa tugas pendidikan adalah melestarikan
warisan nilai dan budaya Indonesia termasuk didalamnua agama. Esensialisme
memandang bahwa nilai pendidikan harus bertumpu pada nilai-nilai yang jelas
dan tahan lama sehingga memeberikan kestabilam dan arah yang jelas. Niali-nilai
humanism yang dipegangi oleh esensialisme dijadikan tumpuan hidup untuk
menentukan kehidupan yang materialistis, sekuler, dan scientific, yang gersang
dari nilai-nilai kemanusiaan. Jadi esensialisme lebih dekat kepada pelestarian
danpewarisan nilai-nilai budaya
3. Perenealisme
Perenialisme diambil dari kata perennial, yang dalam oxford advanced leaners
dictionary of current English diartikan sebagai continuing throughout the whole
year atau lasting for a very long time abadi atau kekal. Dari makna yang
terkandung dalam kata itu, aliran perennalisme mengandung kepercayaan filsafat
yang berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang bersifat kekal abadi
Perenealisme adalah aliran dalam filsafat pendidikan yang bersifat regresif.
Aliran ini berusaha memecahkan dan menjelaskan persoalan dewasa ini dengan
terjun kealam intelektual yang kesempurnaan aksiomatis tidak terikat waktu.
Mereka mengajak kembali ke prinsip-prinsip aksiomatis kebudayaan yang telah
lewat yakni kebudayaan yunani-romawi dan abad tengah. Perenialisme berusaha
meletakkan dasar dan asas pendiri yang serba mutlak dan serba pasti
4. Eksistensialisme
Eksistensialisme merupakan aliran filsafat pendidikan yang lahir setelah
perang dunia II. Aliran ini awalnya berkembang dieropa yang kemudian menyebar
ke Amerika. Kata eksistensialisme berasal dari kata latin exitere dari ex yang
berarti keluar, sitere yang berarti membuat berdiri. Artinya apa yang ada dan yang
memiliki aktualitas, atau apa saja yang dialami. Konsep ini memekankam bahwa
sesuatu itu ada.
Sebagai aliran filsafat eksisstensialisme berbeda dengan filsafat eksistensi.
Paham eksistensisalisme secara radikal mengahadapkan manusia pada dirinya
sendiri, sedangkan filsafat eksistensi adalah benar-benar sebagai arti katanya,
yaitu: filsafat yang menempatkan cara wujud manusia sebagai tema sentral. Maka,
disini letak kesuitan merumuskan pengertian eksistensialisme sebagai aliran
filsafat. Bahkan para filosof esksistensialis sendiri tidak memperoleh perumusan
yang sama tentang eksistensialisme itu perdefinisi
D. Pandangan filsafat pendidikan islam terhadap manusia, masyarakat dan lingkungan
1. Terhadap manusia
Manusia menurut Islam dilahirkan dengan potensi dan bakat
yang di bawanya sejak lahir secara fitrah. Fitrah yang berarti
manusia membawa sifat dasar kebaikan, keimanan, dan potensi
dasar tauhid yang kemudian menjadi perilakunya di kehidupan
sehari-hari. Oleh karena itu, manusia sebenarnya terus memerlukan
pengayoman spritual, agar tidak tercabut dari watak keimanannya.
a. Proses Penciptaan Manusia

Manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna, tinggi


derajatnya serta mempunyai nafsu dan akal pikiran. Dilihat dari
proses penciptaanya manusia dalam pandangan Al-Quran
diciptakan disebut dengan tahapan biologi. Manusia pertama, Adam
as diciptakan dari At-tiin (tanah), Al-turob (tanah debu), Min shal
(tanah liat), Min hamain masnun (tanah lumpur yang hitam.

Penciptaan manusia selanjutnya adalah melalui proses biologi


yang dapat dipahami sains-empirik. Didalam proses ini, manusia
diciptakan dari inti sari tanah yang dijadikan air mani (nutfah) yang
tersimpan dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian nutfah itu
dijadikan darah beku (Alaqoh) yang mengantung dalam rahim.
Darah beku tersebut kemudian dijadikannya segumpal danging
(mudghah) dan kemudian dibalut dengan tulang belulang (idzom)
lalu kepadanya ditiupkan ruh. Selaras dengan Al-Quran surat Al-
Mukminun ayat 12 samapai 14 yaitu :

Artinya Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari


suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian kami jadikan saripati itu air
mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air
mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami
jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang
belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian
kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah,
Pencipta yang paling baik. (QS.Al Muminun. 23:12-14)

b. Kedudukan Manusia
Kesatuan wujud manusia antara badan dan ruh serta didukung
oleh potensi-potensi yang ada membuktikan bahwa manusia
sebagai ahsan at-taqwin dan merupakan manusia pada posisi
yang strategis yaitu: Hamba Allah (abd Allah) dan Khalifah Allah
(khalifah fi al-ardh)
a. Manusia Sebagai Hamba Allah (abd Allah)
Jin dan manusia diciptakan melainkan hanya untuk beribadah
kepada allah. Maka dalam hal ini manusia berkedudukan sebagai
hamba yang wajib mentaati seluruh perintah-Nya, sebaliknya
manusia juga harus menjauhi seluruh larangan-Nya,
b. Manusia Sebagai Khalifah Allah fi al-Ardh.
Manusia adalah wakil Allah dibumi yang merupakan pelaksana
dari kekuasaan dan kehendak Allah
Namun masih ada juga kedudukan Manusia yang terdapat dalam
al quran diantaranya :
1. Sebagai pemanfaat dan penjaga kelestarian alam(Al-Jumuah:
10; Al-Baqarah: 60).
2. Sebagai Peneliti alam (Al-Baqarah: 163, Al-Anam:168).
3. Sebagai makhluk yg paling tinggi dan paling mulia (At-Tin:4,
Al-Isra:70).

c. Manusia Dalam Islam


Menurut Al Quran, Manusia adalah Mahluk ciptaan Tuhan. Manusia
berasal dan datang dari Tuhan. Al Quran menyatakan bahwa manusia itu
mempunyai unsure Jasmani (material). Sebagaimana diisyaratkan dalam
Al Qurann :







Artinya Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah
kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan(QS : Al Qashash:
77).
Di dalam surat Al Araf Ayat 31 Tuhan mengatakan bahwa makan
dan minum bagi manusia adalah suatu keharusan. Ini suatu indikasi
bahwa manusia itu memiliki unsur jasmani. Pentingnya unsure jasmani
dalam islam terlihat juga di dalam Al Quran surat Al Baqarah 57,60,168 ;
Begitu juga di dalam surat al Araf 31-32. Kesimpulannya Adalah unsur
jasmani merupakan salah satu esensi(hakikat) manusia.

2. Terhadap Masyarakat
Masyarakat adalah sekumpulan manusia atau sekumpulan dari
beberapa keluarga yang hidup dilingkungan tertentu. Jika kita berbicara
tentang masyarakat yang berkaitan dengan sudut pandang islam maka
pembahasan kita tidak keluar dari bidang pendidikan islam atau falsafah
pendidikan islam. Masyarakat merupakan suatu faktor yang
mempengaruhi pendidikan, disamping masyarakat itu tempat kembalinya
out-put pendidikan. Hubungan antara pendidikan dan masyarakat, bahwa
kerja-kerja pendidikan lebih bersifat sosial dan merubah serta memajukan
masyarakat merupakan tujuan yang paling menonjol bagi pendidikan
islam. Disamping itu pendidikan adalah wadah atau tempat mencetak
generasi mudah, yang pada akhirnya generasi mudah itu menjadi
berkualitas, dan dapat berperan aktif dalam masyarakat.
Disamping hal diatas, Perlu diungkapkan pula pendapat beberapa
ahli tentang masyarakat sebagai Berikut :
a. Menurut Selo Sumardjan Masyarakat Adalah Orang-orang yang hidup
bersama menghasilkan kebudayaan.
b. Menurut Karl Mark Masyarakat adalah suatu struktur yang menderita
suatu ketegangan organisasi atau perkembangan akibat adanya
pertentangan antara kelompok-kelompok yang terbagi secara ekonomi;
c. Menurut Emile Durkheim Masyarakat merupakan kumpulan manusia
yang relatif (mandiri, hidup Bersama-sama dalam waktu yang cukup lama,
tinggal di suatu wilayah tertentu, Mempunyai kebudayaan sama serta
melakukan sebagian besar kegiatan kelompok/kumpulan manusia
tersebut.
Secara umum masyarakat adalah sekumpulan manusia yang bertempat
tinggal dalam suatu kawasan dan saling berinteraksi dengan sesame
untuk mencapai tujuan. Anggota masyarakat terdiri berbagai ragam
pendidikan, profesi, keahlian, suku bangsa, agama, maupun lapisan social
sehingga menjadi masyarakat yang majemuk. Secara langsung dan tidak
langsung setiap anggota masyarakat tersebut telah menjalin komunikasi,
mengadakan kerjasama dan saling mempengaruhi dalam rangka
mencapai tujuan.

3. Terhadap Lingkungan
a. Manusia Dan Alam
Sejak kelahiran manusia, muncul jenis-jenis baru tumbuhan dan
hewam yang telah disediakan untuk leingkungan hidup manusia agar
sejahtera hidupnya. Lingkungan itu perlu diolah dan dimanfaatkan
manusia sebaik-baiknya, supaya sesuai dengan maksud Allah
menciptakan manusia dimuka bumi ini sebagai khalifah. Kita harus
mencintai lingkungan, artinya memperlakukan bermacam ragam benda,
baik biotik (yang dapat diperbaharui) maupun abiotik (yang tidak dapat
diperbaharui), agar lingkungan hidup dapat berfungsi dan dapat untuk
kesejahteraan dan kebahagiaan manusia lahir dan batin. Bumi dan isinya
adalah bahan mentah yang harus diolah dan dilestarikan manusia agar
bumi dan isinya selalu terlestarikan dan terolah secara baik, Allah SWT
berfirman:



[10]
Artinya: Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di
muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi (sumber)
penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur (Q.S Al-Araff: 10)

b. Memanfaatkan Lingkungan
Manusia terhadap ligkungannya sangatlah dominan selaku subjek
penentu, yang dapat menentukan apakah lingkungan itu dapat
bermanfaat atau tidak. Namun manusia tentulah sangat mengiginkan
kehidupannya selalu bermanfaat. Pemanfaatan alam sebesar-besarnya
bagi kehidupan dan kesejahteraannya harus di sertai upayamenjaga
keseimbangan ekologi dan mempertahankan kelestariannya. Akal
manusia terus berkembang, dan manusia terus memahami alam. Secara
berangsur dengan akal pikirannya, manusia berhasil menggali hukum
alam yang mencerminkan kekuasaan dan kebesaran penciptanya, Allah
swt. Akan tetapi manusia selalu mencari rahasia alam, sehingga manusia
menemukan alat-alat untuk melestarikan alam dengan praktis tanpa
menegeluarkan otot atau tenaga yang ekstra. Dengan penemuannya,
pengguanaan energi baru maka kehidupan ekonomi masyarakat dan
tingkat reproduksi pertanian semakin meningkat.seharusnya sikap
manusia terhadap lingkungan bersifat akti memanfaatkannya seperti
tanah, air dan udara.
E. Pendekatan dalam kajian filsafat pendidikan islam
1. Pengertian Pendekatan
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, pendekatan adalah (1) Proses perbuatan,
cara mendekati, (2) Usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk mengadakan
hubungan dengan orang yang diteliti, metode-metode untuk mencapai pengertian tentang
masalah penelitian.. Dalam bahasa Inggris, pendekatan diistilahkan dengan
approach dalam bahasa Arab disebut dengan madkhal;.
Pendekatan (approach) adalah cara pandang atau paradigma yang
terdapat dalam suatu bidang ilmu. Atau juga mengandung pengertian
suatu disiplin ilmu untuk dijadikan landasan kajian sebuah studi atau
penelitian.
Pendekatan dalam aplikasinya lebih mendekati disiplin ilmu karena
tujuan utama pendekatan ini untuk mengetahui sebuah kajian dan
langkah-langkah metodologis yang dipakai dalam pengkajian atau
penelitian itu sendiri.
Pendekatan selalu terkait dengan tujuan, metode dan teknik.
Karena teknik yang bersifat implementasional dalam pengajaran tidak
terlepas dari metode apa yang digunakan.

2. Pendekatan dalam Kajian Filsafat Pendidikan Islam


Hampir seluruh disiplin keilmuan dalam memberikan atau dalam proses belajar
mengajarnya menggunakan metode bagaimana suatu penyelidikan filsafat dilakukan dari
sudut pandang serta obyek material apa yang akan diselidiki akan menentukan metode
apa yang akan dan cocok dipakai. Tepat dan tidaknya metode yang dipergunakan akan
menentukan kebersilan penyelidikan kefilsafatan tersebut

Berkaitan dengan itu, maka menurut Jalaluddin dan Usman Said adalah pada garis
besarnya ada dua metode pokok dalam mempelajari Filsafat Pendidikan Islam.
1. Pendekatan terhadap Wahyu.
2. Pendekatan terhadap Sejarah.
Pendekatan wahyu merupakan pendekatan dalam mengkaji konsep-konsep wahyu
secara filosofis dan analisis, sedangkan pendekatan sejarah dilakukan melalui pengkajian
hasil pemikiran ulama (cendekiawan) Islam dimasa silam.
Beberapa metode pendekatan pengembangan filsafat pendidikan
Islam yaitu:
1. Pendekatan Normatif
Pendekatan Normatif dimaksudkan adalah mencari dan
menetapkan aturan-aturan dalam kehidupan nyata, dalam filsafat
Islam bisa disebut sebagai pendekatan syariah, yaitu mencari
ketentuan dan menetapkan ketentuan tentang apa boleh dan yang
tidak boleh menurut syariat Islam.
Dengan melakukan pendekatan normatif, maka berusaha
memahami nilai-nilai norma yang berlaku dalam kehidupan
manusia dan proses pendidikan, dan bagaimana hubungan norma-
norma tersebut dengan pendidikan dengan demikian akan dapat
dirumuskan petunjuk-petunjuk kearah usaha pendidikan di
arahkan.
2. Pendekatan Historis
Pendekatan ini dilakukan dengan cara mengambil pelajaran dari
peristiwa dan kejadian masa lalu. Pendekatan historis digunakan
dalam filsafat pendidikan Islam dengan cara mengadopsi metode
yang digunakan dalam penelitian sejarah Islam. Maksud
pendekatan ini adalah bahwa filsafat pendidikan Islam dikaji
berdasarkan urutan dan rentang waktu yang terjadi dimasa
lampau. Histori atau sejarah memang berhubungan dengan
peristiwa masa lampau, namun peristiwa masa lalu tersebut hanya
berarti dapat dipahami dari sudut tinjau masa kini dan ahli sejarah
dapat memahami peristiwa masa lalu tersebut.
Pendekatan historis dalam pendidikan berkenaan dengan
penggambaran apa yang telah terjadi dalam dunia pendidikan
selama kurun waktu tertentu.
3. Pendekatan Bahasa (Linguistik)
Pendekatan bahasa yang digunakan dalam studi filsafat
pendidikan Islam biasanya menekankan pada dua kategori , yaitu
analisis bahasa dan analisis konsep. Analisis bahasa adalah suatu
usaha mengadakan interpretasi yang menyangkut pendapat-
pendapat mengenai makna yang dimilikinya. Atau dengan kata lain
analisa bahasa digunakan untuk mengetahui arti yang
sesungguhnya dari sesuatu. Analisis bahasa dalam pendekatan
bahasa akan memfokuskan sumber-sumber tertulis sebagai
sumber pengambilan data. Tanpa adanya analisa bahasa akan sulit
bagi kita untuk mencerna maksud dan tujuan dari teori-teori
ataupun pemikiran-pemikiran filsuf sebelum kita. Dengan kejahilan
kita terhadap pemikiran-pemikiran filsuf tersebut maka akan sulit
juga bagi kita untuk mencari dan mnerapkan teori-teori mereka
dalam pendidikan kita
Adapun analisis konsep digunakan untuk menganalisis istilah-
istilah atau kata-kata yang mewakili gagasan atau konsep. Definisi
merupakan suatu yang diperlukan dalam menganlisis konsep.
4. Pendekatan Kontekstual
Pendekatan kontekstual adalah pendekatan yang mencoba
memahami filsafat pendidikan Islam dalam konteks sosial, politik,
budaya dimana pendidikan Islam itu berada. Pendekatan
kontekstual lebih mengarah kepada situasi dan kondisi sosiologis
antropologis. Pendekatan ini pada intinya mempertanyakan apakah
proses pendidikan yang dilaksanakan secara sosiologis
antropologis itu sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah
dirumuskan secara filosofis ataukah tidak? Atau sebaliknya apakah
tujuan pendidikan yang telah dirumuskan itu sesuai dengan
tuntutan masyarakat secara antropologis di lapangan atau tidak?
Masyarakat ingin menciptakan perkembangan lebaih baik
daripada kondisi-kondisi yang telah ada sebelumnya.
5. Pendekatan Filsafat Tradisional
Pendekatan ini adalah bahwa filsafat pendidikan itu berupaya
mengkaji sistem-sistem atau aliran-aliran yang ada didalamnya.
Filsafat tradisional adalah filsafat yang terdapat dalam sistem,
jenis, dan aliran filsafat. Jadi sebuah studi filsafat pendidikan Islam
dengan pendekatan ini senantiasa mengungkapkan aliran atau
sistem filsafat dalam filsafat pendidikan Islam. Berbagai aliran
filsafat, mulai dari yang tradisional, modern sampai yang
kontemporer, dicarikan pemikiran-pemikirannya yang berkenaan
dengan dunia pendidikan.
6. Pendekatan Filsafat Kritis
Pendekatan filsafat kritis lebih bersifat keilmuan terbuka dan
dinamis, yang berbeda dengan aliran-aliran filsafat yang ideologis.
Pendekatan ini memiliki tiga ciri utama, yaitu:
a. Kajian filsafat selalu terarah pada perumusan ide-ide dasar
terhadap objek persoalan yang sedang dikaji
b. Perumusan ide-ide dasar itu dapat menciptakan berfikir kritis
c. Kajian filsafat dapat membentuk mentalitas dan kepribadian
yang mengutamakan kebebasan intelektual, sehingga terbebas
dari dogmatis dan fanatisme.
7. Pendekatan Hermeneutik
Hermeneutika dipandang sebagai cara yang paling tepat untuk
menafsirakan dan menjelaskan makana-makna dari wacana lisan
dan bahasa gerak dalam ritual yang dipadang sebagai
sesuatu yang paling menentukan terhadap makna dan
signifikasinya. Tugas hermeneutika adalah bagaimaan manafsirkan
sebuah teks klasifk atau teks asing sehingga menjadi milik kita
yang hidup di zaman dan tempat serta suasana budaya yang
berbeda.
Jadi maksud penggunaan pendekatan hermeneutika dalam studi
filsafat pendidikan Islam adalah menginterpretasikan sebuah teks
yang berbicara mengenai pendidikan. Teks tersebut dipahami
berdasarkan konteksnya, mengapa ia muncul dan dalam situasi
apa ia lahir. Dengan pendekatan ini, pemahaman akan sebuah teks
dapat menghasilkan makan baru, yang berbeda dengan
pendekatan normatif.
8. Pendekatan Perbandingan
Pendekatan perbandingan dalam studi filsafat pendidikan Islam
digunakan untuk mencari kelebihan dan kekurangan dari dua buah
pemikiran filsafat pendidikan Islam yang berbeda. Juga bermaksud
mengeksplorasi aspek-aspek persamaan dan perbedaan dari
keduanya. Dengan pendekatan perbandingan ini diharapkan
konseptualisasi pemikiran filsafat pendidikan Islam yang
merupakan sintesis dari dua pemikiran yang berbeda tersebut.

Demikian beberapa pendekatan di atas yang mungkin digunakan


dalam memecahkan problematika pendidikan dikalangan umat islam.
Adapun pendekatan mana yang kiranya efektif dan efisien tentunya
tergantung pada sifat, bentuk dan ciri khusus problema yang dihadapi.
Yang jelas bahwa masalah pendidikan adalah masalah manusia yang
menurut ajaran islam adalah merupakan khalifah Allah yang memilki
potensi-potensi manusiawi, maka pendekatan filsafat pendidikan islam
haruslah pendekatan yang melibatkan seluruh aspek dan potensi
manusia.

F. Konsep filosofis tentang tentang arti, prinsip, dasar, dan tujuan


pendidikan islam
1. Arti pendidikan islam
Komponen pendidikan yang menjadi tolak ukur dalam keberhasilan pendidikan adalah
bagaimana memaknai hakikat pendidikan itu sendiri. Ahmad Tafsir (2006) menyatakan
bahwa orang Yunani (600 SM) telah mengatakan bahwa pendidikan adalah
usaha mambantu manusia menjadi manusia. Pengertian ini sesungguhnya masih sangat
relevan hingga saat ini. Juga sangat relevan dengan konsep Al-Quran.
Selanjutnya bagaimanakah pandangan para ahli dari Barat mengenai pendidikan dalam
arti yang lazim digunakan dalam praktek pendidikan? A. Yunus (1999:7) mengemukakan
beberapa definisi pendidikan menurut para ahli, diantaranya adalah :

a) Juhn Dewey, pendidikan adalah suatu proses pembaharuan makna pengalaman, hal ini
mungkin akan terjadi di dalam pergaulan biasa atau pergaulan orang dewasa dengan orang
muda, mungkin pula terjadi secara sengaja dan dilembagakan untuk untuk menghasilkan
kesinambungan social. Proses ini melibatkan pengawasan dan perkembangan dari orang yang
belum dewasa dan kelompok dimana dia hidup;
b) H. Horne, pendidikan adalah proses yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih
tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan
sadar kepada Tuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan
kemanusiaan dari manusia;
c) Frederick J. Mc Donald, pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang diarahkan untuk
merubah tabiat (behavior) manusia. Yang dimaksud dengan behavior adalah setiap tanggapan
atau perbuatan seseorang, sesuatu yang dilakukan oleh sesorang; dan
d) M.J. Langeveld, pendidikan adalah setiap pergaulan yang terjadi antara orang dewasa dengan
anak-anak merupakan lapangan atau suatu keadaan dimana pekerjaan mendidik itu
berlangsung
2. Prinsip pendidikan islam
Pada bagian terdahulu dijelaskan tentang prinsip-prinsip pendidikan

secara teoritis filosofis yang kemudian bisa ditarik bahwa prinsip-prinsip

pendidikan itu sebagaimana dikemukakan Abudin Nata dalam bukunya

Ilmu Pendidikan Islam:


a. Prinsip integrasi (tauhid)

Suatu prinsip yang seharusnya dianut adalah bahwa dunia ini

merupakan jembatan menuju kampung akhirat. Karena itu

mempersiapkan diri secara utuh merupakan hal yang tidak dapat


dihindari agar masa kehidupan ini benar-benar bermanfaat untuk bekal

diakhirat. Perilaku yang terididik dan nikmat Tuhan apapun yang didapat

dalam kehidupan harus diabdikan untuk mencapai kelayakan-kelayakan

itu terutama dengan mematuhi keinginan Tuhan. Pada surat Al-

Qashash:77 Allah SWT berfirman:Dan carilah pada apa yang telah

dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) kampung akhirat, dan

janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dari kenikmatan

duniawi...(QS.Al-Qashash:77), ayat ini menunjukkan bahwa pendidikan

akan meletakkan porsi yang seimbang untuk mencapai keseimbangan

dunia dan akhirat.

b. Prinsip Keseimbangan
Prinsip keseimbangan merupakan kemestian, sehingga dalam

pengembangan dan pembinaan manusia tidak ada kepincangan dan

kesenjangan. Keseimbangan ini diartikan sebagai keseimbangan antara

berbagai aspek kehidupan. Keseimbangan antara material dan spritual,

unsur jasmani dan rohani. Pada banyak ayat al-Quran Allah menyebutkan

iman dan amal secara bersamaan. Tidak kurang dari enam puluh tujuh

ayat yang menyebutkan iman dan amal secara bersamaan, secara implisit

menggambarkan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Diantaranya

adalah QS.Al-Ashr:1-3Demi masa sesungguhnya manausia dalam

kerugian, kecuali mereka yang beriman dan beramal shaleh.


c. Prinsip kesetaraan
Prinsip ini menekankan agar di dalam pendidikan Islam tidak

terdapat ketidakadilan perlakuan, atau diskriminasi. Tanpa membedakan

suku, ras, jenis kelamin, status sosial, latar belakang, dsb. Karena manusia

diciptakan oleh tuhan yang sama yaitu Allah SWT.


d. Prinsip Pembaharuan
Prinsip pembaharuan merupakan perubahan baru dan kualitatif yang

berbeda dari hal sebelumnya. Serta diupayakan untuk meningkatkan

kemampuan guna mencapai tujuan tertentu pendidikan. Menurut

H.M,Arifin dalam proses pembaharuan umat Islam harus mampu

menciptakan model-model pendidikan yang dapat menyentuh beberapa

aspek, yaitu yang mampu mengembangkan agent of technology and

culture.
e. Prinsip Demokrasi
Berasal dari kata demos; rakyat, cratein: pemerintah, prinsip ini

mengidealkan adanya partisipasi dan inisiatif yang penuh dari

masyarakat. Segala sesuatu yang dibutuhkan dalam pendidikan seperti

sarana prasarana, infrastruktur, administrasi, penggunaan sarjana dan

sumber daya manusia lainnya hanya akan diperoleh dari masyarakat.

Prinsip pendidikan yang berbasis masyarakat ini sejalan dengan undang-

undang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa pendidikan

merupakan tanggung jawab pemerintah, orang tua dan masyarakat.


f. Prinsip kesinambungan
Prinsip yang saling menghubungkan antara berbagai tingkat dan

program pendidikan
g. Prinsip Pendidikan Seumur Hidup (Long Life Education)
Prinsip ini bersumber dari pandangan mengenai kebutuhan dasar

manusia dalam kaitan keterbataan manusia di mana manusia dalam

sepanjang hidupnya dihadapkan pada berbagai tantangan dan godaan

yang dapat menjerumuskan dirinya sendiri kejurang kehinaan. Dalam hal

ini dituntut kedewasaan manusia berupa kemampuan untuk mengakui

dan menyesali kesalahan dan kejahatan yang dilakukan, di samping selalu

memperbaiki kualitas dirinya, sebagaimana firman Allah:Maka siapa


yang bertaubat sesudah kezhaliman dan memperbaiki dirinya maka Allah

menerima tubatnya...(QS.Al-Maidah:39).
Dari prinsip-prinsip tersebut bisa ditambahkan lagi dengan prinsip

persamaan yang berakar dari konsep dasar tentang manusia yang

mempunyai kesatuan asal yang tidak membedakan derajat, baik anatar

jenis kelamin, kedudukan sosial, bangsa maupun suku, ras, atau warna

kulit. dan prinsip keutamaan ditegaskan bahwa pendidikan bukanlah

hanya proses mekanik melainkan merupakan proses yang mempunyai ruh

di mana segala kegiatannya diwarnai dan ditujukan kepada keutamaan-

keutamaan. Keutamaan-keutamaan tersebut terdiri dari nilai-nilai moral

yang paling tinggi adalah tauhid. Sedangkan nilai moral yang paling buruk

dan rendah adalah syirik. Sehingga dengan prinsip ini pendidik bukan

hanya bertugas menyediakan kondisi belajar bagi subjek didik, tetapi

lebih dari itu turut membentuk kepribadiannya dengan perlakuan dan

keteladanan yang ditunjukkan oleh pendidik tersebut.


3. Dasar pendidikan islam
Menurut John Dewey, tujuan pendidikan dapat diklasifikasikan
dalam dua kategori, yaitu means dan ends. Means merupakan tujuan
yang berfungsi sebagai alat yang dapat mencapai ends. Means adalah
tujuan antara, sedangkan ends adalah tujuan akhir. Dengan kedua
kategori tersebut, tujuan pendidikan harus memiliki tiga kriteria, yaitu:
pertama: tujuan harus dapat menciptakan perkembangan yang lebih
baik daripada kondisi yang sudah ada; kedua: tujuan harus fleksibel,
yang dapat desesuaikan dengan keadaan; ketiga: tujuan itu harus
mewakili kebebasan aktivitas. Pada akhirnya setiap tujuan harus
mengandung nilai yang dirumuskan melalui observasi, pilihan dan
perencanaan yang dilakukan dari waktu ke waktu.
Sementara itu, Mahmud al-Sayyid Sultan dalam Mafahim
Tarbawiyyah al-Islam menjelaskan bahwa tujuan pendidikan dalam
islam haruslah memenuhi beberapa karakteristik, seperti kejelasan,
keumuman, universal, integral, rasional, aktual, ideal dan mencakup
kangkauan untuk masa yang panjang. Dengan karakteristik tersebut,
tujuan pendidikan islam mencakup aspek kognitif (fikriyyah
marafiyyah), afektif (khuluqiyyah), psikomotorik (jihadiyyah), spiritual
(ruhiyyah), dan sosial kemasyarakatan (ijtimaiyyah).
Laporan hasil Word Conference on Muslim Education yang
pertama di Makkah pada tanggal 31 Maret 08 April 1977
menyebutkan bahwa pendidikan seharusnya bertujuan menimbulkan
pertumbuhan yang seimbang dari kepribadian total manusia melalui
latihan spiritual, intelektual, rasional diri, perasaan dan kepekaan
tubuh manusia. Oleh katena itu, pendidikan seharusnya menyediakan
jalan bagi pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya; spiritual,
intelektual, imajinasi, fisik, ilmiah, linguistic baik secara individual
maupun secara kolektif, dan memotivasi semua aspek tersebut guna
mencapai kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan akhir pendidikan islam
terletak pada relisasi penyerahan mutlak kepada Allah pada tingkat
individual, masyarakat dan kemanusiaan pada umumnya.
G. Konsep filosofis tentang komponen pendidikan islam
1. Tujuan pendidikan islam
Pendidikan dalam arti Islam adalah sesuatu yang khusus yang hanya untuk
manusia. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa pendidikan Islam secara filosofis
seyogyanya memiliki konsepsi yang jelas dan tegas mengenai manusia. Kalau
pendidikan dalam Islam hanya untuk manusia, manusia yang bagaimana yang
dikehendaki pendidikan Islam? Marimba menyebutkan bahwa manusia yang
dikehendaki oleh pendidikan Islam adalah manusia yang berkepribadian Muslim.
Dari sini semua, Muhammad Natsir menyimpulkan bahwa pendidikan Islam sebenarnya
merupakan bermaksud merealisasikan tujuah hidup Muslim itu sendiri, yaitu penghambaan
sepenuhnya kepada Allah SWT. Hal ini, sesuai dengan firman Allah dalam Al-Quran yang
berbunyi sebagai berikut:
tBur M)n=yz `g:$# }RM}$#ur w) br7u9 $
Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku. (Q.S. Al-Dzariyat: 56).

Demikianlah berbagai wacana dan pemikiran telah dikemukakan para pakar pendidikan
Islam mengenai manusia yang hendak dibentuk oleh pendidikan Islam. Menurut John Dewey,
tujuan pendidikan dapat diklasifikasikan dalam dua kategori, yaitu Means dan ends. Means
merupakan tujuan antara, sedangkan ends adalah tujuan akhir. Dengan kedua kategori
ini, tujuan pendidikan harus memiliki tiga kriteria diantaranya adalah:
a. Tujuan harus dapat menciptakan perkembangan yang lebih baik daripada kondisi
yang sudah ada
b. Tujuan harus fleksibel yang dapat disesuaikan dengan keadaan
c. Tujuan itu harus memiliki kebebasan aktivitas.
Omar Mohammad Al-Toumy al-Syaibany mencoba memperjelas tujuan antara dalam
pendidikan Islam ini dengan membaginya dalam tiga jenis, yaitu:
a. Tujuan Individual
Yaitu tujuan yang berkaitan dengan kepribadian individu dan pelajaran-pelajaran yang
dipelajarinya.
b. Tujuan Sosial
Yaitu tujuan yang berkaitan dengan kehidupan sosial anak didik secara keseluruhan.
c. Tujuan Profesional
Yaitu tujuan yang berkaitan dengan kepribadian sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai
profesi dan sebagai sesuatu akibat diantara aktivitas-aktivitas yang ada didalam
Masyarakat.
2. PENDIDIKAN DAN PESERTA DIDIK
Pendidik merupakan salah satu komponen penting dalam proses pendidikan.
Dipundaknya terletak tanggung jawab yang besar dalam upaya mengantarkan peserta didik
kearah tujuan pendidikan yang telah dicita-citakan. Secara umum, pendidikan adalah mereka
yang memiliki tanggung jawab mendidik. Mereka adalah manusia dewasa yang karena hak
dan kewajibannya melaksanakan proses pendidikan.
Dalam konsepsi Islam, Muhammad Rasulullah adalah al-mualim al-awwal (pendidik
pertama dan utama), yang telah dididik oleh Allah. Pendidik teladan dan percontohan ada
dalam pribadi Rasulullah yang telah mencapai tingkatan pengetahuan yang tinggi akhlak
yang luhur dan menggunakan metode dan alat yang tepat.
Begitu tinggi dan terhormat kedudukan seorang pendidik. Penyair Mesir Syauqi Bek telah
menyamakan kedudukannya mirip seorang Rasul. Berdirilah (untuk menghormati pendidik)
dan berilah penghargaan, karena seseorang pendidik itu hampir saja merupakan seorang
Rasul.
Pendidik selain bertugas melakukan transfer of knowledge, juga adalah seorang motivator
dan fasilitator bagi proses belajar peserta didiknya. Dengan paradigma ini, seorang pendidik
harus dapat memotivasi dan memfasilitasi peserta didiknya agar dapat mengaktualisasikan
sifat-sifat Tuhan yang baik, sebagai potensi yang perlu dikembangkan. Dalam melakukan
tugas profesionalnya pendidik bertanggung jawab sebagai seorang pengelola belajar,
pengarah belajar, dan perencana masa depan masyarakat.
Dengan tanggung jawab ini, pendidik memiliki tiga fungsi, yaitu sebagai berikut:
1. Fungsi edukasional yang bertugas melaksanakan pengajaran
2. Fungsi edukasional yang bertugas untuk mendidik peserta didik agar mencapai tujuan
pendidikan
3. Fungsi manajerial yang bertugas untuk memimipin dan mengelola proses pendidikan.
Selain pendidik, komponen lainnya yang melakukan proses pendidikan adalah peserta
didik. Dalam paradigma pendidikan Islam, peserta didik merupakan orang yang belum
dewasa dan memiliki jumlah potensi dasar (fitrah) yang perlu dikembangkan. Disini peserta
didik adalah makhluk Allah yang terdiri dari aspek jasmani dan rohani yang belum mencapai
taraf kematangan, baik fisik, mental, memerlukan bantuan, bimbingan, dan arahan pendidik
agar dapat mengembangkan potensinya secara optimal, dan membimbingnya menuju
kedewasaan. Potensi dasar yang dimiliki peserta didik kiranya tidak akan berkembang secara
maksimal tanpa melalui proses pendidikan. Islam memandang setiap anak dilahirkan dengan
dibekali fitrah. Kedua orang tuanyalah yang dapat membuat ia menjadi orang kafir, majusi,
nasrani, yahudi ataukah Islam.
3. KURIKULUM PENDIDIKAN
Dalam bidang pendidikan, kurikulum merupakan unsur penting dalam setiap bentuk dan
model pendidikan manapun. Tanpa adanya kurikulum, sulit rasanya bagi para perencana
pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan yang diselenggarakannya. Mengingat
pentingnya kurikulum, kurikulum perlu dipahami dengan baik oleh semua pelaksana
pendidikan.
Menurut S. Nasution, istilah kurikulum bentuk kali pertama masuk dalam kamus Inggris
Webster pada tahun 1856. Istilah ini pada awalnya digunakan dalam bidang olahraga seabgai
suatu jarak yang harus ditempuh pelajar atau diartikan sebagai sebuah Chariot semacam
kereta pacu, yaitu alat yang dibawa seseorang pelari start sampai dengan finish. Kemudian
istilah ini digunakan dalam dunia pendidikan sebagai sejumlah mata pelajaran yang harus
ditempuh untuk mencapai tingkat tertentu yang disajikan oleh sebuah lembaga pendidikan.
Sementara itu, kurikulum tak cukup dipahami sebagai rencana pelajaran, karena aktivitas
dan proses pendidkan itu luas cakupannya. Kurikulum harus dipahami sebagai rencana
pengalaman belajar, sebagai rencana tujuan pendidikan yang hendak dicapai, dan sebagai
rencana kesempatan belajar. Dari pemahaman luas ini, kurikulum sering dipisahkan dari
pengajaran. Kurikulum dan pengajaran merupakan dua hal yang berbeda. Perbedaan ini
menurut adanya perencanaan kurikulum dan perencanaan pengajaran. Kurikulum berkaitan
erat dengan perencanaan belajar yang lebih luas, sedangkan pengajaran berkaitan dengan
perencanaan belajar sebagai implikasi kurikulum.
Kurikulum sebuah pendidikan senantiasa mengalami perkembangan dan pendidikan.
Didalam kurikulum, tidak dikenal adanya istilah selalu up to date. Kurikulum selalu
mengalami perubahan dan perkembangan seiring perubahan dan perkembangan yang terjadi
didalam masyarakat. Akan tetapi, perubahn dan perkembangan kurikulum tidak selalu
diartikan secara total, tetapi sifatnya lebih merupakan revisi.

4. METODE PENDIDIKAN
Pendidikan Islam dalam pelaksanaanya memerlukan metode yang tepat untuk
mengantarkan proses pendidikan menuju tujuan yang telah dicita-citakan. Bagaimanapun
baik dan sempurnanya sebuah kurikulum pendidikan Islam, tidak akan berarti apa-apa jika
tidak memiliki metode atau cara yang tepat untuk mentransformasikannya kepada peserta
didik. Ketidak tepatan dalam penerapan metode secara gilirannya berakibat pada terbuangnya
waktu dan tenaga secara percuma.
Oleh karena itu, metode merupakan komponen pendidikan Islam yang dapat menciptakan
aktivitas pendidikan menjadi lebih efektif dan efisien. Metode merupakan persoalan esensial
pendidikan Islam, jika pendidikan Islam itu dituju dengan benar-benar maka akan menuju
cita-cita yang betul-betul tepat.
Metode yang berfungsi sebagai pengantar untuk sampai kepada tujuan dapat dikatakan
baik apabila:
1. Metode pendidikan Islam harus bersumber dan diambil dari jiwa ajaran dan Akhlak Islam
yang mulia.
2. Metode pendidikan Islam mbersifat luwes, dan dapat menerima perubahan dan penyesuaian
dengan keadaan dan suasana proses pendidikan.
3. Metode pendidikan Islam senantiasa berusaha menghubungkan antara teori dan praktik,
antara proses belajar dan amal, antara hafalan dan pemahaman secara terpadu.
4. Metode pendidikan Islam menghindari dari cara-cara mengajar yang bersifat meringkas.
5. Metode pendidikan Islam menekankan kebebasan peserta didik untuk berdiskusi, berdebat,
dan berdialog dengan cara yang sopan dan saling menghormati.
6. Metode pendidikan Islam juga menghormati hak dan kebebasan pendidik untuk memilih
metode yang dipandangnya sesuai dengan watak pelajaran dan peserta didik itu sendiri.
G. Pendidikan pembebasan pandangan islam
Pendidikan pada dasarnya merupkan bagian yang tidak terpisahkan
dari kehidupan manusia. Dari mulai lahir (sejak dari buaian), manusia
senantiasa belajar dengan yang terjadi disekitarnya, hingga manusia
lanjut usia bahkan meninggal dunia, ia tetap melakukan prakondisi-
prakondisi dalam melihat persoalan yang dihadapi, dan inilah proses
pembelajaran.

Pandangan klasik tentang pendidikan pada umumnya dikatakan


sebagai pranata yang dapat dijalankan pada tiga fungsi sekaligus ;
Pertama, menyiapkan generasi muda untuk memegang peranan-
peranan tertentu dalam masyarakat dimasa depan. Kedua, mentranfer
atau memindahkan pengetahuan, sesuai dengan peranan yang
diharapkan, dan Ketiga, mentransfer nilai-nilai dalam rangka
memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat sebagai prasyarat
bagi kelangsungan hidup (survive) masyarakat dan peradaban.

Dalam perkembangan berikutnya, ekstensifikasi pengertian


pendidikan tersebut, sejalan dengan tuntutan masyarakat atau
pasar. Dari sini lalu pendidikan memainkan fungsi sebagai
suplementer, melestarikan tata social dan tata nilai yang ada
dimasyarakat dan sekaligus sebagai agen pembaharuan. Proses ini,
kemudian menimbulkan persoalan dalam pendidikan, yaitu ketika
terjadinya hubungan timbal-balik antara kepentingan pendidikan disatu
sisi dan kepentingan kebutuhan masyarakat disisi lainnya. Kepentingan
pendidikan seringkali menjadi terabaikan oleh tuntutan masyarakat.
Artinya, fungsi konservasi budaya lebih menonjol dari pada upaya
antisipasi masa depan secara akurat dan memadai. Maka, muncullah
berbagai kritik terhadap system pendidikan. Kritik ini muncul karena
melihat pendidikan telah mengalami stagnasi, yang kemudian
melahirkan berbagai aliran dalam pendidikan.

Salah satu kritik cukup tajam menganai pendidikan ini datang dari
Paulo Friere. Menurut Freire, kala itu pendidikan di Brazil (dan mungkin
masih terjadi sampai kini di banyak negeri, termasuk Indonesia) telah
menjadi alat penindasan dari kekuasaan untuk membiarkan rakyat
dalam keterbelakangannya dan ketidaksadarannya bahwa ia telah
menderita dan tertindas. "Pendidikan gaya Bank", dimana murid
menjadi celengan dan guru adalah orang yang menabung, atau
memasukkan uang ke celengan tersebut, adalah gaya pendidikan yang
telah melahirkan kontradiksi dalam hubungan guru dengan murid.
Lebih lanjut dikatakan, "konsep pendidikan gaya bank juga
memeliharanya (kontradiksi tersebut) dan mempertajamnya, sehingga
mengakibatkan terjadinya kebekuan berpikir dan tidak munculnya
kesadaran kritis pada murid". Murid hanya mendengarkan, mencatat,
menghapal dan mengulangi ungkapan-ungkapan yang disampaikan
oleh guru, tanpa menyadari dan memahami arti dan makna yang
sesungguhnya. Inilah yang disebut Freire sebagai kebudayaan bisu (the
culture of silence).

Keprihatinan Friere terhadap kaum tertindas (oppressed) telah


mendorong dirinya untuk mengantisipasi persoalan tersebut demi
masa depan kemanusian. Menurutnya, kaum tertindas yang
menginternalisasi citra diri kaum penindas dan menyesuaikan diri
dengan jalan fikiran mereka, akan membawa rasa takut yang berat.
Padahal kebebasan menghendaki mereka, untuk menolak citra diri
tersebut harus menggatinya dengan perasaan bebas serta
tanggungjawab. Kebebasan hanya bias direbut bukan dihadiahkan
kata Friere.

Di dalam bukunya yang lain, Friere menulis dengan mengutip


pendapay Erich Fromm sebagai argumentasi terhadap situasi yang
mengungkung manusia modern ;

(manusia) menjadi bebas terhadap ikatan-ikatan yang berasal dari


luar, yang mencegahnya bertindak dan berfikir menurut apa yang
mereka anggap cocok. Ia akan bertindak bebas, jika ia tahu tentang
masalahnya. Yang menjadi persoalan adalah ketika mereka tidak tahu.
Karena ia tidak tahu, maka ia akan menyesuaikan diri dengan
penguasa yang tidak dikenalnya dan ia akan meng-ia-kan hal-hal yang
tidak disetujuinya. Semakin ia bertindak demikian, maka ia semakin
tidak berdaya untuk merasa dan ia semakin ditekan untuk menurut.

Manusia modern, kata Friere, telah dikuasai oleh kekuatan mitos-mitos


dan telah dimanipulasi oleh iklan-iklan yang jitu, kampanye ideology,
dan lainnya tanpa disadari oleh manusia modern, yang pada gilirannya
akan menghilankan kemampuan untuk memilih dan mengambil
keputusan secara bebas. Manusia modern, kemudian tidak terbiasa
untuk menangkap sendiri tugas-tugas zaman, melainkan hanya
menerima apa adanya dari hasil penafsiran penguasa atau kaum elit.

Jika kita mau memandang perjalanan peradaban manusia sendiri,


yaitu ketika gerakan renaissance itu muncul, berangkat dari tuntutan
kebebasan dan pembebasan dari berbagai ikatan dan halangan agar
perkembangan manusia serta bakatnya dapat terwujud dan
teraktualisasi. Sedangkan pada masa gerakan Aufklaerung, yang
menjadi cita-cita-nya adalah moral rasionalisme, yaitu keberanian
untuk memakai kemampuan akal budi secara bebas. Atau jika kita
mengikuti pendapat Soedjatmoko bahwa yang kita butuhkan adalah
pembebasan dari rasa tidak berdaya dan dari ketergantungan dari
rasa cemas, rasa keharusan untuk mempertanyakan apakah tindakan-
tindakan mereka diizinkan atau tidak oleh wewenang yang lebih tinggi
atau oleh adat kebiasaan.

Kebebasan tentu ada batasnya. Kebebasan memiliki batasan-batasan


tersendiri, tergantung persoalan yang dihadapi oleh kaum tertindas
tersebut. Karena jika kebebasan tidak diiringi dengan batasan-batasan
tertentu, justru akan berbenturan dengan hak-hak orang lain, yang
pada ahirnya akan menimbulkan anarkhisme.
Oleh sebab itu, kesadaran kritis menjadi titik tolak pemikiran
pembebasan Freire. Tanpa kesadaran kritis rakyat bahwa mereka
sedang ditindas oleh kekuasaan, tak mungkin pembebasan itu dapat
dilakukan. Karena itu, konsep pendidikan Freire ditujukan untuk
membuka kesadaran kritis rakyat itu melalui pemberantasan buta
huruf dan pendampingan langsung dikalangan rakyat tertindas. Upaya
membuka kesadaran kritis rakyat itu, dimata kekuasaan rupanya lebih
dipandang sebagai suatu "gerakan politik" ketimbang suatu gerakan
yang mencerdaskan rakyat. Karena itu, pada tahun 1964 Freire diusir
oleh pemerintah untuk meninggalkan Brazil. Pendidikan pembebasan,
menurut Freire adalah pendidikan yang membawa masyarakat dari
kondisi "masyarakat kerucut" (submerged society) kepada masyarakat
terbuka (open society).
Agama (Islam) yang Membebaskan
Berdasarkan cermin Freire sebagaimana diuraikan diatas, penulis
mencoba menggali kembali hakekat Islam sebagai agama yang
diturunkan Allah untuk manusia. Pendidikan pembebasan yang
digelindingkan oleh Freire telah diterapkan oleh Nabi Muhammad
dalam strategi gerakan dakwah Islam menuju transformasi sosial.
Gerakan dakwah pada masa Nabi dipraktekkan sebagai gerakan
pembebasan dari eksploitasi, penindasan, dominasi dan ketidakadilan
dalam segala aspeknya. Ali Engineer menuliskan bahwa Nabi, dalam
kerangka dakwah Islam untuk pembebasan umat, tidak langsung
menawarkan Islam sebagai sebuah ideologi yang normatif, melainkan
sebagai pengakuan terhadap perlunya memperjuangkan secara serius
problem bipolaritas spiritual-material kehidupan manusia, dengan
penyusunan kembali tatatan yang telah ada menjadi tatanan yang
tidak eksploitatif, adil dan egaliter.

Islam sendiri adalah agama pembebasan karena "Islam memberikan


penghargaan terhadap manusia secara sejajar, mengutamakan
kemanusiaan, menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dan keadilan,
mengajarkan berkata yang hak dan benar, dan mengasihi yang lemah
dan tertindas". Ayat-ayat Al Qur'an misalnya, diantaranya "...Kami
bermaksud memberikan karunia kepada orang-orang tertindas di
bumi. Kami akan menjadikan mereka pemimpin dan pewaris bumi..."
(QS. 28:5), hal ini semakin menegaskan bahwa asal usul diturunkannya
Islam (dan juga rasul-rasul) adalah untuk membebaskan manusia dari
belenggu ketertindasan dan ketidaksadaran.

Nabi Muhammad dalam perjalanan sejarahya, telah mekalukan


sebuah gerakan pembebasan yang cukup revolusioner. Nabi
Muhammad bukan saja melakukan pembebabasan terhadap kaum
perempuan yang selama berabad-abad telah tertidas oleh budaya Arab
yang memarginalkan peran perempuan dalam berbagai sector publik,
tetapi juga mewajibkan (faridhat) kepada setiap Muslim untuk
menuntut ilmu pengetahuan. Dengan ilmu pengetahuan inilah, umat
Islam diharapkan mempunyai kesadaran terhadap realitas. Dalam
pandangan Asghar Ali Engineer, ilmu pengetahuan ini dapat
dihubungkan dengan nur (cahaya), artinya dengan ilmu pengetahuan
manusia mampu terbebas dari kegelapan menuju cahaya keselamatan.

Jika Friere basis gerakan pembebasan adalah melakukan kesadaran


kritis untuk membuka kesadaran kaum tertindas, maka Islam
mendasarkan

Setelah mendapatkan basis bahwa pesan substansial Islam adalah


pesan pembebasan, selanjutnya penulis memasuki suatu tataran
konseptual perihal pembebasan itu sendiri. Menurutnya pembebasan
haruslah dijalankan secara dialogis dan demokratis (hlm. 134).
Pembebasan dilakukan dengan menjadikan rakyat sebagai subyek
pembebasan, dan bukan obyek (hlm. 133). Seperti dituliskan oleh
James Y.C. Yen yang juga ditulis dalam buku ini dan telah menjadi
motto gerakan-gerakan pembebasan, "...Datanglah kepada rakat.
Hidup bersama rakyat. Berencana bersama rakyat. Bekerja bersama
rakyat. Mulailah dengan apa yang dimiliki rakyat. Ajarlah dengan
contoh, belajarlah dengan bekerja. Bukan pameran, melainkan suatu
sistem, bukan pendekatan cerai-berai, melainkan mengubah. Bukan
pertolongan, melainkan pembebasan..." (hlm. 134). Dengan mengutip
Yen, penulis memberikan pesan yang juga penting bagi gerakan
pembebasan di Indonesia, bahwa pembebasan bukanlah pada upaya-
upaya karikatif (atas dasar belas kasihan) dan fragmentaris (terpisah-
pisah). Pembebasan harus dilakukan sebagai upaya yang transformatif
dan struktural, sebagaimana dituliskan, "...yang jelas, bahwa
perubahan sosial sulit tercapai hanya dengan menekankan salah satu
dari dua dimensi: manusia dan struktur. Kedua-duanya harus diubah,
sebab keduanya memiliki sifat ketergantungan antara satu dengan
yang lain
H. Pengembangan pemikiran/filsafat pndidikan islam dan
tokoh-tokohnya
1. Periode Awal Perkembangan Islam

Pemikiran mengenai falsafat pendidikan pada periode awal ini merupakan


perwujudan dari kandungan ayat-ayat al-Quran dan hadits, yang keseluruhannya
membentuk kerangka umum ideologi Islam. Dengan kata lain, kata Hasan
Langgulung, bahwa pemikiran pendidikan Islam dilihat dari segi al-Quran dan hadits,
tidaklah muncul sebagai pemikiran yang terputus, terlepas hubungannya dengan
masyarakat seperti tang digambarkan oleh Islam. Pemikiran itu berada dalam
kerangka paradigma umum bagi masyarakat seperti yang dikehendaki oleh Islam.
Dengan demikian pemikiran mengenai pendidikan yang kita lihat dalam al-Quran dan
hadits mendapatkan nilai ilmiahnya.

Di periode kehidupan Rasul S.A.W. ini tampaknya mulai


terbentuk pemikiran pendidikan yang bersumber dari al-Quran dan
hadits secara murni. Jadi hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan
berbentuk pelaksanaan ajaran al-Quran yang diteladani oleh
masyarakat dari sikap dan perilaku hidup Nabi SAW.

Memang wilayah kekuasaan Islam, sejak awal perkembangannya


berada diantara dua kerajaan besar, yaitu Parsi dan Romawi Timur.
Dan sejak zaman Rasul SAW. Pun upaya untuk mengadakan
hubungan dengan kerajaan-kerajaan itu sudah dilakukan, terutama
dalam kegiatan perdagangan. Namun demikian, dalam kaitannya
dengan perkembangan Islam itu sendiri, kegiatan Rasul SAW.baru
terbatas pada kegiatan dakwahmengajak menyerukanagar para
pemimpin kerajaan tersebut menerima Islam. Usaha ini misalnya
terlihat dari bukti surat-surat yang dikirimkan Rasul SAW. Kepada
Kaisar Heraclius (Kaisar Romawi Timur), Muqauqis (Gubernur
Romawi Timur di Mesir), Kisra (Raja Persia), al-Najasyi (Raja
Ethiopia), al-Mundzir Ibn Sawi (Raja Bahrain), Hudzah Ibn Ali (Raja
Yamamah), dan kepada al-Harits Ibn Abi Syammar (Gubernur
Romawi di Syam), tetapi hal itu baru terbatas pada misi dakwah ).
Di zaman pemerintahan khulafa al-Rasyidin pun, terutama
semasa pemerintahan Umar Ibn Khattab, wilayah kekuasaan Islam
sudah luas ke luar tanah Arab. Untuk itu diperlukan perangkat
tertentu dalam pemerintahan seperti administrasi pemerintahan,
sistem keuangan maupun pasukan khusus maupun yang
menyangkut hubungan antar wilayah dengan pusat pemerintahan.
Tetapi sejauh yang dapat diketahui, perubahan-perubahan yang
terjadi belum terlalu banyak, karena perluasan wilayah masih
terbatas pada kegiatan dakwah dan bukan dengan tujuan menjajah.

2. Periode Klasik
a. Ibn Qutaibah (213-276 H.)

Pemikirannya menyangkut tentang masalah pendidikan bagi kaum


wanita, ilmu yang bermanfaat dan nilai-nilai bagi yang
mengembangkannya

b. Abu Said Sahnun dan Muhammad Ibn Sahnun

Muhammad Ibn Sahnun adalah pencetus pemikiran pendidikan yang


lepas dari keterkaitannya dengan sastra dan mashab-mashab
pemikiran falsafat. Disini terlihat Ibn Sahnun mulai menampak
kepemikiran pendidikan sebagai cabang ilmu pengetahuan yang
mandiri. Buku karanganya mengenai pendidikan berjudul Adab al-
Muallimin merupakan pembahasan tentang pendidikan pertama
kali yang dipisah dari hubungan integralnya dengan ilmu-ilmu
keislaman, seperti halnya hasil karya ilmuwan muslim
pendahulunya. Dengan demikian muhammad Ibn Sahnun dapat
digolongkan menjadi pencetus pemikiran kependidikan islam di
zaman klasik

c. Ibn Maskawaih (330-421 H.)

Menurut pandanganya, manusia adalah makhluk yang memiliki


keistemewaan dari kenyataannya manusia memiliki daya pikir.
Berdasarkan daya pikir itu pula manusia dapat membedakan antara
yang benar dan yang salah, serta yang baik dan yang buruk. Dan
manusia yang paling sempurna kemanusiannya adalah mereka yang
paling benar berfikirnya serta yang paling mulia usaha dan
perbuatannya. Selain itu ia berpendapat bahwa untuk menunjukkan
kebaikan manusia harus membina kerjasama. Usaha untuk
melakukan kebaikan merupakan indikator dari tingkat
kesempurnaan dan tujuan dari penciptaan manusia itu sendiri.

I. Problematika pendidikan kekinian; kapitalisasi dan


komersialisasi pendidikan
Secara bahasa Kata kapitalisme berasal dari capital yang
berarti modal, dengan yang dimaksud modal adalah alat produksi
seperti misal tanah, dan uang. Dan kata isme berarti suatu paham
atau ajaran. Jadi arti kapitalisme itu sendiri adalah suatu ajaran atau
paham tentang modal atau segala sesuatu dihargai dan diukur
dengan uang

Ideologi kapitalisme adalah ideologi pendidikan yang didasarkan


pada nilai-nilai kapital dan permodalan. Nilai-nilai yang dikembangkan
oleh ideologi ini adalah nilai persaingan tanpa batas, atau yang sering
disebut dengan hukum rimba. Kompetisi adalah hal pokok dalam
kehidupan. Tanpa adanya kompetisi, kehidupan tidak akan pernah ada.
Karana hidup pada dasarnya adalah sebuah persaingan, maka muncullah
stigma bahwa dalam masyarakat yang beridiologi kapitalisme, pihak yang
terkuat, baik secara ekonomi, intelektual, politik, maupun militer adalah
yang survive dan berkuasa. Individualisme dan personalisme adalah
sebagian sikap yang melekat pada masyarakat kapitalis. Hak individu
tidak dapat diganggu gugat walaupun oleh pemerintah yang sedang
berkuasa sekalipun.
Dikemukakan oleh Milton Friedman dan Frederik Van Hayek (2008 :
115) bahwa komersialisasi pendidikan merupakan keadaan pendidikan
yang berpegang pada masyarakat industri dan selera pasar (market
society). Selain itu, juga diungkapkan oleh Habibie (2005 : 257), bahwa
komersialisasi pendidikan telah mengantarkan pendidikan sebagai
instrument untuk melahirkan buruh-buruh bagi sektor industri, bukan
sebagai proses pencerdasan dan pendewasaan masyarakat. Adanya
komersialisasi pendidikan telah menggambarkan keadaan pendidikan saat
ini bahwa pendidikan lebih mengarah kepada praktik pendidikan layaknya
lembaga penghasil mesin yang siap mem-supplay pasar industri dan
diukur secara ekonomis (Hartini, 2011 : 16).
Dengan demikian, dari pengertian komersialisasi pendidikan menurut
para ahli di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa komersialisasi
pendidikan merupakan suatu keadaan atau situasi di dunia pendidikan
yang lebih mengutamakan paradigma pendidikan dalam hal ekonomis
(keuntungan) sehingga pengukuran keberhasilan pendidikan dalam proses
humanisasi tidak tercapai. Akibatnya individu yang berasal dari kelas
sosial rendah tidak mempunyai kesempatan untuk memperoleh akses
pendidikan yang layak dan berkualitas seperti individu yang yang berasal
dari kelas sosial atas.
J. Problematika pendidikan kekinian; liberalisasi, dan humanisasi
pendidikan
Secara etimologi liberalisme pendidikan terdiri dari dua suku kata
yaitu liberalisme dan pendidikan. Kedua kata tersebut memiliki
definisi yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya.
Liberalisme pendidikan memiliki tiga corak utama, yaitu :
1. Liberalisme metodis, yaitu bersifat non ideologis dan memusatkan diri pada cara-
cara baru dan cara-cara yang telah diperbaiki untuk melancarkan pencapaian
sasaran-sasaran pendidikan yang ada sekarang. Penganut kaum liberalisme
metodis, mengambil sikap bahwa metode-metode pengajaran (cara-cara belajar-
mengajar) harus disesuaikan dengan zaman supaya mencakup renungan-renungan
psikologis baru dan hakikat belajar manusia.
2. Liberalisme direktif (liberalisme terstruktur), pada dasarnya kaum liberal direktif
menginginkan pembaharuan mendasar dalam tujuan sekaligus dalam hal cara kerja
sekolah-sekolah sebagaimana ada sekarang. Mereka menganggap bahwa wajib
belajar adalah perlu. Kemudian juga diperlukan kepiawaian memilih beberapa
keperluan mendasar tertentu serta mengajukan penetapan lebih dulu tentang isi
pelajaran-pelajaran yang akan diberikan pada siswa.
3. Liberalisme non-direktif(libealisasi pasar bebas). Kaum liberalisme non-direktif
sepakat dengan pandangan bahwa tujuan dan cara-cara pelaksanaan pendidikan
perlu diarahkan kembali secara radikal dari orientasi orotiratian tradisional ke arah
sasaran pendidikan yang mengajar siswa untuk memecahkan masalah-masalah
sendiri secara efektif

Anda mungkin juga menyukai