A. Definisi
Strain Mycobacterium tuberculosis yang resisten terhadap pengobatan
merupakan faktor penyulit dalam mengobati penyakit TB. Pengobatan akan
menjadi lebih sulit lagi bila ditemukan strain Mycobacterium tuberculosis
yang resisten terhadap lebih dari satu macam obat yang biasa dinamakan
Multi Drug Resistant Tuberkulosis ( MDR TB ).10
MDR TB lebih difokuskan pada strain yang resisten terhadap isoniazid dan
rifampisin dengan atau tanpa resisten terhadap obat lain.10
Secara umum resistensi terhadap obat tuberkulosis dibagi menjadi :
- Resistensi primer ialah apabila penderita sebelumnya tidak pernah
mendapat pengobatan TB.
- Resistensi inisial ialah apabila kita tidak tahu pasti apakah penderita sudah
pernah ada riwayat pengobatan sebelumnya atau tidak.
- Resistensi sekunder ialah apabila penderita telah punya riwayat
pengobatan sebelumnya.
B. Patogenesis
Penderita dengan MDR TB membutuhkan waktu terapi yang lebih lama
dengan obat obatan yang efektifitasnya lebih rendah dan mempunyai efek
toksisitas yang lebih tinggi. Pengobatan MDR TB ini menjadi lebih sulit,
lebih mahal dengan angka kesembuhan yang lebih rendah pula.10
Ada beberapa penyebab terjadinya resistensi tehadap obat yaitu :11
a. Pemakaian obat tunggal dalam pengobatan TB.
b. Penggunaan panduan pengobatan yang tidak memadai atau karena di
lingkungan itu telah tercacat adanya resistensi yang tinggi terhadap obat
yang digunakan.
c. Fenomena addition syndrome yaitu suatu obat ditambahkan dalam
suatu panduan pengobatan yang tidak berhasil. Bila kegagalan itu terjadi
karena kuman TB telah resisten pada panduan yang pertama maka
pertambahan ( addition ) satu macam obat hanya akan menambah
panjangnya daftar obat yang resisten saja.
12
d. Penyediaan obat yang tidak regular, kadang kadang obat datang ke suatu
daerah dan kadang kadang terhenti pengirimannya sampai berbulan
bulan.
e. Pemberian obat TB yang tidak teratur, misalnya hanya dimakan dua
sampai tiga minggu lalu stop, setelah dua bulan berhenti berpindah dokter
mendapat obat kembali untuk dua sampai tiga bulan lalu stop lagi,
demikian seterusnya.
f. Penggunaan obat kombinasi yang pencampurannya tidak dilakukan secara
baik, sehingga mengganggu bioavaibiliti obat.
g. Pemakaian obat anti tuberkulosiscukup lama sehingga menimbulkan
kejemuan.
h. Pengetahuan penderita kurang tentang penyakit TB.
i. Kasus MDR-TB rujuk ke dokter spesialis paru.
Menurut publikasi WHO dalam rangka World TB Day 2002 yang mengambil
tema Stop TB Fight Proverty menyebutkan ada beberapa alasan gagalnya
pengobatan TB antara lain :12
a. Derajat kemiskinan penderita
b. Sulitnya menjangkau fasilitas kesehatan
c. Kurangnya petugas kesehatan
d. Harga obat yang mahal
e. Prosedur yang berbelit
13
C. Penatalaksanaan
Harus diakui bahwa pengobatan terhadap tuberkulosis dengan resistensi ganda
ini amat sulit dan memerlukan waktu yang lama dan pada beberapa keadaan
sampai 24 bulan lamanya. Ada yang menganjurkan agar pasien dirawat di
rumah sakit untuk mencegah penularan dan mengontrol pengobatannya
dengan lebih baik.13
Resistensi silang 14
Pada pengobatan MDR TB harus dipertimbangkan resistensi silang dalam
memilih jenis OAT. Tidak efektif memberikan OAT dari golongan yang sama
atau panduan OAT yang berpotensi terjadi resistensi silang.
- Tionamid dan tiosetason
Etionamid adalah golongan tionamid yang dapat menginduksi terjadinya
resistensi silang dengan proteonamid karena satu golongan. Sering
ditemukan resistensi silang antara tionamid dengan tiosetason, galur yang
biasanya resisten dengan tiosetason biasanya masih sensitive terhadap
etonamid dan proteonamid. Galur yang resisten terhadap etionamid dan
proteonamid biasanya juga resisten terhadap tioasetason pada lebih dari 70
% kasus.
- Aminoglikosid
Galur yang resisten terhadap streptomisin biasanya sensitif terhadap
kanamisin dan amikasin. Galur yang resisten terhadap kanamisin dan
14
amikasin juga menimbulkan resisten terhadap streptomisin. Galur yang
resisten terhadap streptomisin, kanamisin, amikasin biasanya masih
sensitive terhadap kapreomisin.
Kesimpulan :
Resistensi terhadap streptomisin gunakan kanamisin atau amikasin
Resistensi terhadap kanamisin dan amikasin gunakan kapreomisin
- Fluorokuinolon
Ofloksasin dan siprofolksasin dapat menginduksi terjadinya resistensi
silang untuk semua fluorokuinolon. Itulah sebabnya penggunaan
ofloksasin harus hati-hati karena beberapa kuinolon yang lebih aktif
( levofloksasin dan moksifloksasin ) dan dapat menggantikan ofolksasin di
masa datang.
- Sikloserin dan terizidon
Terdapat resistensi silang antara dua macam obat ini. Tidak terdapat
resistensi silang dengan obat dengan golongan ini.
2 Thiomides 10 20 Bakterisid 48
(etionamid, mg/kg
protionamid)
15
3 Pirazinamid 20 30 Bakterisid pada 7,5 10
mg/kg pH asam
16
kuatnya komitmen pemerintah, masalah prioritas TB dalam
pembangunan kesehatan, masalah dalam desentralisasi pada
otonomi daerah serta kesadaran tokoh masyarakat dalam hal TB.
Untuk itu perlu dilakukan reformasi sektor kesehatan yang meliputi
setidaknya dua hal penting, yaitu memperkuat dan memberdayakan
kegiatan dan kemampuan pengambilan keputusan di tingkat
kabupaten serta peningkatan cost effectivenes dan efisiensi dalam
pemberian pelayanan kesehatan.11,12,16
2.
Penemuan kasus TB dengan pemeriksaan basil tahan asam ( BTA )
secara mikroskopik. Hal tersebut dilakukan pada penderita yang
datang ke fasilitas kesehatan karena keluhan paru dan pernapasan,
yang disebut passive case finding. Penegakkan diagnosis TB harus
dilakukan secara cermat, sehingga tidak terjadi undertreatment
maupun overtreatment. Masalah yang dihadapi di Indonesia
meliputi tenaga mikroskopis, mikroskop dan pemeliharaannya serta
reagen. Selain itu laboratory network belum terjalin baik, angka
kesalahan pemeriksaan laboratorium masih cukup tinggi serta
masih cukup banyak diagnosis yang tidak didasarkan pada
pemeriksaan mikroskopik.11,12,16
3.
Pemberian obat yang diawasi secara langsung dikenal dengan
istilah directly observed therapy ( DOT ) . Hal ini dimaksudkan
agar penderita benar benar menelan obatnya dapat menjamin
bahwa penderita mau menyelesaikan pengobatan sampai selesai.
Untuk Indonesia perlu dicari dan dikemas siapakah yang patut
menjadi pengawas menelan obat ( POM ).11,12,16
4.
Pengadaan OAT secara berkesinambungan, jadi harus ada jaminan
tersedianya obat secara teratur, menyeluruh dan tepat waktu.
Masalah utama dalam hal ini adalah perencanaan dan pemeliharaan
stok obat pada berbagai tingkat daerah. Untuk itu diperlukan
pencatatan dan pelaporan penggunaan obat yang baik , misalnya
jumlah kasus pada setiap kategori pengobatan, kasus yang
ditangani dalam waktu yang lalu ( untuk forecasting ), data akurat
stok di masing masing gudang dan lain lain.11,12,16
17
5.
Pengawasan secara pencatatan dan pelaporan yang baik, dilakukan
dengan sistem kohort yang merupakan cara pengamatan sistematik
untuk mengetahui perkembangan pengobatan dan keberhasilan
pengobatan. Setiap penderita TB yang diobati harus mempunyai
satu kartu identitas penderita, yang kemudian tercatat di catatan TB
yang ada di kabupaten. Untuk Indonesia, data yang tercatat
utamanya hanyalah data puskesmas sedangkan data dari unit
pelayanan kesehatan lain tidak tercatat dan belum terlaporkan
dalam program DOTS nasional, sehingga hilang begitu saja.11,12,16
18
- Penderita Rawat Inap
Selama perawatan di rumah sakit yang bertindak sebagai PMO adalah
petugas rumah sakit. Selesai perawatan untuk pengobatan selanjutnya tugas
PMO sesuai dengan penderita berobat jalan.16
Komunikasi efektif dalam bentuk edukasi lisan maupun tertulis yang diberikan
kepada PMO dan penderita akan membantu penderita menjadi lebih mengerti,
memahami, menyadari tentang penyakitnya sehingga patuh mengikuti anjuran
dokter untuk berobat sampai selesai. Terbentuknya komunikasi yang baik dan
efektif antara dokter penderita / PMO perlu dibina, agar timbul semangat
dan keyakinan pada penderitas bahwa penyakitnya dapat disembuhkan.16
D. Prognosis
MDR-TB terjadi dengan angka kematian yang tinggi yaitu 50 % sampai 80 %,
dan memiliki jangka waktu yang pendek dari diagnosis sampai kematian ( 4
sampai 6 minggu ). Keterlambatan perhatian pada resiten obat akan
mengakibatkan keterlambatan memperoleh hasil terapi yang efektif. Satu
factor penting terjadi MDR-TB, khususnya dalam fasilitas perawatan
kesehatan. Dibanyak negara MDR-TB meningkat dalam jumlah kejadian dan
hal bertentangan dengan program kontrol TB, khususnya negara berkembang.
Di mana prevalensi rata-rata tinggi yaitu 48 %. Infeksi tinggi dan angka
kematian menggambarkan tentang pentingnya menemukan kasus dengan
sangat cepat.17
19