Anda di halaman 1dari 11

`TINJAUAN PUSTAKA

PLASENTA PREVIA

Perdarahan obstetrik yang terjadi pada kehamilan trimester ketiga dan yang
terjadi setelah anak atau plasenta lahir pada umumnya adalah perdarahan yang
berat, dan jika tidak mendapat penanganan yang cepat bisa mendatangkan syok
yang fatal. Salah satu sebabnya adalah plasenta previa. Oleh sebab itu, perlulah
keadaan ini untuk diantisipasi seawal-awalnya selagi perdarahan belum sampai
ke tahap yang membahayakan ibu dan janinnya. Antisipasi dalam perawatan
prenatal adalah sangat mungkin oleh karena pada umumnya penyakit ini
berlangsung perlahan diawali gejala dini berupa perdarahan berulang yang
mulanya tidak banyak tanpa disertai rasa nyeri dan terjadi pada waktu yang
tidak menentu, tanpa trauma. Sering disertai oleh kelainan letak janin atau pada
kehamilan lanjut pada bagian bawah janin tidak masuk ke dalam panggul, tetapi
masih mengambang di atas pintu atas panggul. Perempuan hamil yang
ditengarai menderita plasenta previa harus segera dirujuk dan diangkut ke
rumah sakit yang terdekat tanpa melakukan pemeriksaan dalam karena
perbuatan tersebut memprovokasi perdarahan berlangsung semakin deras dan
cepat. [1]

Definisi

Plasenta adalah organ yang dibentuk selama kehamilan untuk memberikan


nutrisi, membuang hasil metabolisme, dan menghasilkan hormon untuk
mempertahankan kehamilan. Umumnya plasenta telah lengkap pada kehamilan
lebih kurang 16 minggu dengan ruang amnion telah mengisi seluruh cavum
uteri. Letak plasenta umumnya di depan atau di belakang dinding uterus, agak
ke atas ke arah fundus uteri. Hal ini adalah fisiologis karena permukaan bagian
atas korpus uteri lebih luas, sehingga lebih banyak tempat untuk berimplantasi.
[2]

Gambar 1. Plasenta Normal


Artinya plasenta previa ialah plasenta yang ada di depan jalan lahir (prae= di
depan; vias=jalan). Jadi yang dimaksud ialah plasenta yang implantasinya tidak
normal ialah rendah sekali hingga menutupi seluruh atau sebagian ostium
internum. Implantasi yang normal ialah pada dinding depan dan dinding
belakang uterus di daerah fundus uteri. [3]

Sejalan dengan bertambah membesarnya uterus dan meluasnya segmen bawah


uterus ke arah proksimal memungkinkan plasenta yang berimplantasi pada
segmen bawah uteri ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah uteri
seolah plasenta itu bermigrasi. Ostium uteri yang secara dinamik mendatar dan
meluas dalam persalinan kala satu bisa mengubah luas pembukaan serviks yang
tertutup oleh plasenta. Fenomena ini berpengaruh pada derajat atau klasifikasi
dari plasenta previa ketika pemeriksaan dilakukan baik dalam masa antenatal
maupun dalam masa intranatal, baik dengan ultrasonografi maupun
pemeriksaan digital. Oleh karena itu, pemeriksaan ultrasonografi perlu diulang
secara berkala dalam asuhan antenatal atau intranatal. [1]

Klasifikasi

Klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui


pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu. [2]

1. Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi


seluruh ostium uteri internum.
2. Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium
uteri internum.
3. Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada
pinggir ostium uteri internum.
4. Plasenta letak rendah adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen
bawah uteri sedemikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak
lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum. Jarak yang lebih dari 2 cm
dianggap normal. [1]
Gambar 2. Plasenta previa totalis (paling kiri), Plasenta previa parsialis (kiri
tengah), plasenta previa marginalis (kanan tengah) dan plasenta letak rendah
(paling kanan).

Karena klasifikasi ini tidak didasarkan pada keadaan anatomik melainkan


fisiologik, maka klasifikasinya akan berubah setiap waktu. Umpamanya, plasenta
previa totalis pada pembukaan 4 cm mungkin akan berubah menjadi plasenta
previa parsialis pada pembukaan 8cm. [2,3]

Insiden

Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dan pada
usia di atas 30 tahun. Juga lebih sering terjadi pada kehamilan ganda daripada
kehamilan tunggal.uterus bercacat ikut mempertinggi angka kejadiannya. Pada
beberapa Rumah Sakit Umum Pemerintah dilaporkan insidennya berkisar 1,7%
sampai dengan 2,9%. Di negara maju insidensinya lebih rendah yaitu kurang dari
1% mungkin disebabkan berkurangnya perempuan hamil paritas tinggi. Dengan
meluasnya penggunaan ultrasonografi dalam obstetrik yang memungkinkan
deteksi lebih dini, insidens plasenta previa bisa lebih tinggi. [1] Plasenta previa
terjadi pada kira-kira 1 di antara 200 persalinan. Di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo, antara tahun1971-1975, terjadi 37 kasus plasenta previa di
antara 4781 persalinan yang terdaftar atau kira-kira 1 di antara 125 persalinan
terdaftar. [2]

Etiologi

Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah uteri belum diketahui


dengan pasti. Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa desidua di
daerah segmen bawah uterus tanpa latar belkanag lain yang mungkin. Teori lain
mengemukakan sebagai salah satu penyebabnya adalah vaskularisasi desidua
yang tidak memadai, mungkin sebagai akibat dari proses radang atau atrofi.
Paritas tinggi, usia lanjut, cacat rahim misalnya bekas bedah sesar, kerokan,
miomektomi, dan sebagainya berperan dalam proses peradangan dan kejadian
atrofi di endometrium yang semuanya dapat dipandang sebagai sebagai faktor
resiko terjadinya plasenta previa. Cacat bekas bedah sesar berperan menaikkan
insiden dua sampai tiga kali. Pada perempuan perokok, dijumpai insidensi
plasenta previa lebih tinggi dua kali lipat. Hipoksemia akibat karbon monoksida
hasil pembakaran rokok menyebabkan plasenta menjadi hipertrofi sebagai upaya
kompensasi. Plasenta yang terlalu besar seperti pada kehamilan ganda dan
eritroblastosis fetalis bisa menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar ke
segmen bawah uterus sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri
internum. [1]

Faktor Predisposisi

1. Multiparitas dan umur lanjut ( >/ = 35 tahun).


2. Defek vaskularisasi desidua yang kemungkinan terjadi akibat perubahan
atrofik dan inflamatorotik.
3. Cacat atau jaringan parut pada endometrium oleh bekas pembedahan (SC,
Kuret, dll).
4. Chorion leave persisten.
5. Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap
menerima hasil konsepsi.
6. Konsepsi dan nidasi terlambat.
7. Plasenta besar pada hamil ganda dan eritoblastosis atau hidrops fetalis.

Patofisiologi

Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trimester ketiga dan mungkin
juga lebih awal,oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah uterus,
tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak
plasenta terbentuk dari jaringan maternal yaitu, bagian desidua basalis yang
bertumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi
segmen bawah uterus, maka plasenta yang berimplantasi disitu sedikit sebanyak
akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua sebagai tapak plasenta.
Demikian pula pada waktu serviks mendatar (effacement) dan membuka
(dilatation) ada bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi itu
akan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu ruangan
intervillus dari plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah
rahim itu perdarahan pada plasenta previa betapa pun pasti akan terjadi
(unavoidable bleeding). Perdarahan di tempat itu relatif dipermudah dan
diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu
berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang dimilikinya sangat minimal,
dengan akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak akan tertutup dengan
sempurna. Perdarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan kecuali jika ada
laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta pada mana perdarahan akan
berlangsung lebih lama dan lebih banyak. Oleh karena pembentukan segmen
bawah rahim itu berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan
mengulang kejadian perdarahan. Demikianlah perdarahan akan berulang tanpa
sesuatu sebab lain (causeless). Darah yang keluar berwarna merah segar tanpa
rasa nyeri (painless). Pada plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri
internum perdarahan terjadi lebih awal dalam kehamilan oleh karena segmen
bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada bagian terbawah yaitu pada ostium
uteri internum. Sebaliknya,pada plasenta previa parsialis atau letak rendah
perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati atau mulai persalinan.
Perdarahan pertama biasanya sedikit, tetapi cenderung lebih banyak pada
perdarahan berikutnya. Untuk berjaga-jaga mencegah syok hal tersebut perlu
dipertimbangkan. Perdarahan pertama sudah biasa terjadi pada kehamilan di
bawah 30 minggu tetapi lebih separuh kejadiannya pada umur kehamilan 34
minggu ke atas. Berhubung tempat perdarahan terletak dekat dengan ostium
uteri internum, maka perdarahan lebih mudah mengalir ke luar rahim dan tidak
membentuk hematom retroplasenta yang mampu merusak jaringan lebih luas
dan melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal. Dengan demikian,
sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa.

Hal yang perlu diperhatikan adalah segmen bawah rahim yang tipis dan mudah
diinvasi oleh permukaan vili dari trofoblas, akibatnya plasenta melekat lebih kuat
pada dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan plasenta inkreta,
bahkan plasenta perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa sampai menembus ke
buli-buli, dan ke rectum bersama plasenta previa. Plasenta akreta dan inkreta
lebih sering terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah bedah sesar. Segmen
bawah rahim dan serviks yang rapuh dan mudah robek oleh sebab kurangnya
elemen otot yang terdapat di sana. Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan
kejadian perdarahan pasca persalinan pada plasenta previa, misalnya dalam kala
tiga karena plasenta sukar melepas dengan sempurna (retentio plasenta), atau
setelah uri lepas karena segmen bawah uteri tidak dapat berkontraksi dengan
baik.

Gambar 3. Segmen bawah rahim yang tipis hingga menyebabkan plasenta


acreta, increta atau percreta

Gambaran Klinik

Perdarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama dan
pertama dari plasenta previa. Perdarahan dapat terjadi pada saat penderita tidur
atau bekerja biasa. Perdarahan pertama biasanya tidak banyak, sehingga tidak
akan berakibat fatal. Akan tetapi perdarahan berikutnya selalu lebih banyak
daripada perdarahan sebelumnya. Walaupun perdarahannya sering dikatakan
terjadi pada triwulan ketiga, akan tetapi tidak jarang pula dimulai sejak
kehamilan 20 minggu karena sejak itu segmen bawah uterus telah terbentuk dan
mulai melebar serta menipis.
Dengan bertambahnya usia kehamilan, segmen bawah uterus akan lebih
melebar lagi, dan serviks mulai membuka. Plasenta yang letaknya lebih tinggi
dapat menyebabkan perdarahan yang baru muncul ketika persalinan dan sering
kali salah didiagnosa dengan solutio plasenta. Darah berwarna merah segar,
berlainan dengan darah yang disebabkan oleh solusio plasenta yang berwarna
kehitaman. Sumber perdarahan berasal dari sinus uterus yang terobek karena
lepasnya placenta dari dinding uterus, atau karena robekan sinus marginalis dari
plasenta. Perdarahan yang terjadi tidak dapat dihindarkan karena
ketidakmampuan segmen bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan
perdarahan itu, tidak seperti perdarahan pada kala III dengan letak plasenta
yang normal.

Turunnya bagian terbawah janin ke dalam pintu atas panggul akan terhalang
karena adanya plasenta di bagian bawah uterus. Apabila janin dalam presentasi
kepala, kepalanya akan didapatkan belum masuk ke dalam pintu atas panggul
yang mungkin karena plasenta previa sentralis, mengolak ke samping karena
plasenta previa parsialis, menonjol di atas simfisis karena plasenta previa
posterior, atau bagian terendah janin tidak teraba karena plasenta previa
anterior. Tidak jarang terjadi kelainan letak seperti letak lintang atau letak
sungsang.

Gambar 4. Berbagai letak janin pada plasenta previa


Diagnosis

Pada setiap perdarahan antepartum, pertama kali harus dicurigai sebagai


plasenta previa sampai dibuktikan bahwa dugaaan itu salah. Diagnosa plasenta
previa sulit ditegakkan tanpa dilakukan pemeriksaan klinik sampai jari masuk
melalui serviks dan meraba adanya plasenta.[1,2]
Pada anamnesis, akan ditemukan gejala perdarahan jalan lahir pada kehamilan
setelah 22 minggu tanpa rasa nyeri dan tanpa alasan, terutama pada
multigravida. Banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai dari anamnesis,
melainkan dari pemeriksaan hematokrit.

Pada pemeriksaan luar, bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas
panggul. Jika presentasi kepala, biasanya masih terapung di atas pintu atas
panggul atau menggolak ke samping, dan sukar didorong ke dalam pintu atas
panggul. Tidak jarang disertai kelainan letak seperti letak oblik atau letak
sungsang.

Pemeriksaan in spekulo, bertujuan mengetahui apakah perdarahan berasal dari


ostium uteri eksternum atau dari kelainan serviks dan vagina, seperti erosio
porsionis uteri, karsinoma posrsionis uteri, polypus servisis uteri, varises vulva,
dan trauma. Apabila perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum, adanya
plasenta previa harus dicurigai.

Gambar 5. Plasenta previa parsialis dilihat dari serviks melalui in spekulo


didilatasi 3-4
cm pada kehamilan 22 minggu. Tanda panah menunjukkan mukus berasal dari
serviks.

Penentuan letak plasenta tidak langsung, dapat dilakukan dengan radiografi,


radioisotope, dan ultrasonografi. Nilai diagnostik cukup tinggi di tangan yang
ahli, akan tetapi ibu dan janin pada pemeriksaan radiografi dan radioisotop
masih dihadapkan pada bahaya radiasi yang cukup tinggi pula, sehingga cara ini
ditingggalkan. Cara termudah dan tepat serta aman menentukan lokasi plasenta
dengan USG transabdominal. Nilai akurasi diagnostik 96% dan dapat mencapai
98%. False positif dapat terjadi akibat distensi vesica urinaria. Oleh karena itu
pemeriksaan USG yang positif harus diulang setelah pengosongan vesica
urinaria.

Penentuan letak plasenta secara langsung adalah dengan meraba secara


langsung plasenta melalui kanalis servikalis. Akan tetapi pemeriksaan ini sangat
berbahaya karena dapat menimbulkan perdarahan banyak. Oleh karena itu
pemeriksaan melalui kanalis servikalis hanya dilakukan apabila penanganan
pasif ditinggalkan dan ditempuh penanganan aktif. Pemeriksaan harus dilakukan
dalam keadaan siap operasi.
Permeriksaan fornises hanya bermakna apabila janin dalam presentasi kepala.
Sambil mendorong sedikit kepala janin ke arah pint atas panggul, perlahan-lahan
seluruh fornises diraba dengan jari. Perabaannya teraba luna apabila antara jari
terdapat plasenta.
Pemeriksaan melalui kanalis servikalis hanya dapat dilakukan apabila kanalis
servikalis sudah terbuka. Perlahan-lahan jari dimasukkan ke dalam kanalis
servikalis dengan tujuan meraba kotiledon plasenta. Jangan sekali-kali
menyelusuri pinggir plasenta karena dapat menyebabkan lepasnya insersio
plasenta.
Diagnosis Banding

Diagnosis banding untuk plasenta previa adalah:


1. Solusio plasenta
2. Erosi portio
3. Post coital bleeding
4. Preterm labour
5. Gangguan pembekuan darah

Penatalaksanaan

Semua pasien dengan perdarahan per vagina pada kehamilan trimester


ketiga, dirawat di rumah sakit tanpa periksa dalam. Bila pasien dalam keadaan
syok karena pendarahan yang banyak, harus segera diperbaiki keadaan
umumnya dengan pemberian infus atau tranfusi darah.
Selanjutnya penanganan plasenta previa bergantung kepada :
Keadaan umum pasien, kadar hb.
Jumlah perdarahan yang terjadi.
Umur kehamilan/taksiran BB janin.
Jenis plasenta previa.
Paritas dan kemajuan persalinan.

Penanganan Ekspektif
Kriteria : - Umur kehamilan kurang dari 37 minggu.
- Perdarahan sedikit
- Belum ada tanda-tanda persalinan
- Keadaan umum baik, kadar Hb 8 gr% atau lebih.
Rencana Penanganan :
1. Istirahat baring mutlak.
2. Infus D 5% dan elektrolit
3. Pemberian tokolitik dapat dipertimbangkan jika terjadi his. Tokolitik
digunakan atas indikasi klinik mencegah persalinan prematur. Obat-obat
yang biasa digunakan adalah agonis 2 adrenergik (ritodrine, terbutalin,
fenoterol, albuterol dan magnesium sulfat). Pemberian obat ini harus melihat
juga kondisi jantung dari pasien.
4. Periksa Hb, golongan darah. Pastikan tersedianya saran transfusi.
5. Pemeriksaan USG untuk menentukan letak plasenta, usia kehamilan, profil
biofisik, letak dan presentasi janin.
6. Awasi perdarahan terus-menerus, tekanan darah, nadi dan denyut jantung
janin.
7. Pemberian kortikosteroid dosis tinggi kepada ibu hamil akan membantu
pematangan fungsi paru pada fetus sehingga risiko terjadinya respiratory
distress syndrome, perdarahan intraventrikular dan kematian berkurang.
Betametason atau deksametason selama 2 hari diberikan pada minggu ke 27-
34 kehamilan. Dosis yang terlalu banyak akan mengganggu berat badan dan
perkembangan kelenjar adrenal fetus.
8. Apabila ada tanda-tanda plasenta previa tergantung keadaan pasien ditunggu
sampai kehamilan 37 minggu selanjutnya penanganan secara aktif.
9. Jika perdarahan berulang pertimbangkan manfaat dan risiko ibu dan janin
untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut dibandingkan dengan terminasi
kehamilan.

Penanganan aktif
Kriteria
umur kehamilan >/ = 37 minggu, BB janin >/ = 2500 gram.
Perdarahan banyak 500 cc atau lebih.
Ada tanda-tanda persalinan.
Keadaan umum pasien tidak baik ibu anemis Hb < 8 gr%.

Untuk menentukan tindakan selanjutnya SC atau partus pervaginum,


dilakukan pemeriksaan dalam kamar operasi, infusi transfusi darah terpasang.

Indikasi Seksio Sesarea :


1. Plasenta previa totalis.
2. Plasenta previa pada primigravida.
3. Plasenta previa janin letak lintang atau letak sungsang
4. Anak berharga dan fetal distres
5. Plasenta previa lateralis jika :
Pembukaan masih kecil dan perdarahan banyak.
Sebagian besar OUI ditutupi plasenta.
Plasenta terletak di sebelah belakang (posterior).
6. Profause bleeding, perdarahan sangat banyak dan mengalir dengan cepat.

Partus per vaginam.


Dilakukan pada plasenta previa marginalis atau lateralis pada multipara dan
anak sudah meninggal atau prematur. [3]
1. Pemecahan ketuban dapat menghentikan perdarahan karena setelah
pemecahan ketuban uterus mengadakan retraksi hingga kepala anak
menekan pada plasenta. Selain itu, plasenta tidak tertahan lagi oleh ketuban
dan dapat mengikuti gerakan dinding rahim hingga tidak terjadi pergeseran
antara plasenta dan dinding rahim. Sekiranya his tidak ada atau kurang,
diberikan oksitosin drip.[3]
2. Bila perdarahan masih terus berlangsung, dilakukan SC.
3. Tindakan versi Braxton-Hicks dengan pemberat untuk menghentikan
perdarahan (kompresi atau tamponade bokong dan kepala janin terhadap
plasenta) hanya dilakukan pada keadaan darurat, anak masih kecil atau
sudah mati, dan tidak ada fasilitas untuk melakukan operasi.

Komplikasi
1. Perdarahan dan syok.
2. Infeksi.
3. Laserasi serviks.
4. Plasenta akreta.
5. Prematuritas atau lahir mati.
6. Prolaps tali pusar.
7. Prolaps plasenta.

Prognosis
Dengan penanggulangan yang baik seharusnya kematian ibu karana plasenta
rendah sekali atau tak ada sama sekali. Sejak diperkenalkannya penanganan
pasif pada tahun 1945, kematian perinatal berangsur-angsur dapat diperbaiki.
Walaupun demikian, hingga kini kematian perinatal yang disebabkan
prematuritas tetap memegang peranan utama.

Analisis Kasus
Pada kasus ini, berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang, os di diagnosis dengan Haemorrhagic Antepartum et causa plasenta
previa. Hal-hal yang mendukung diagnosa adalah:
1. Dari anamnesis: terdapat perdarahan berwarna merah segar yang tidak
nyeri pervaginam. Os juga mengaku tidak mempunyai riwayat trauma dan
tidak melakukan hubungan seksual sebelumnya. Os juga memiliki gejala
anemia ringan berupa lesu, pusing berputar, mata berkunang-kunang dan
berdebar-debar.
2. Berdasarkan pemeriksaan fisik, dari hasil pemeriksaan Leopold, didapatkan
letak janin yang memanjang dan kepala yang tidak masuk PAP. Hasil
inspekulo juga memperlihatkan banyak darah yang keluar dari ostium uteri
eksternum dan bukan berasal dari jalan lahir.

Pada kasus ini, terapi yang diberikan adalah terapi aktif dengan operasi
section caesaria emergensi. Dasar terapi ini adalah : umur kehamilan sudah
aterm, perdarahan yang banyak, tanda presyok mulai terlihat yaitu berdebar-
debar, tensi mulai turun dan gejala anemia ringan seperti pusing, lesu, mata
berkunang-kunang.

Daftar Pustaka

1. Sudono ST, Moeloek FA. Perdarahan anterpartum. Ilmu kebidanan. Edisi ke-3.
Cetakan kesembilan. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo;2009.h.362-81.
2. Bagian Obstetri & Ginekologi Fak.Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung.
Obstetri patologi. Ed. Bandung:Elstar Offset Bandung;1984.h.110-20.
3. Sudono ST, Moeloek FA. Plasenta dan likuor amnii. Ilmu kebidanan. Edisi ke-3.
Cetakan kesembilan. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo;2009.h66-7.
4. Cunningham F.G., Leveno K.J., Bloom S.L., et all. Obstetrical hemorrhage.
Williams obstetric. Edisi ke-22. McGraw-Hill Companies;2007.
5. National Library of Medicine National Institutes of Health. Placenta previa
basic. Abnormalities of pregnancy. The merck manual;2005.
6. Hanafiah T.M. Plasenta previa. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara; 2004
7. Oppenheimer L. Diagnosis and management of placenta previa. J obstet
gynaecol can;Maret 2007.h.261-73.
8. Saifudin A.B., Wiknjosastro G.H., Affandi B.,, waspodo D. Buku panduan
praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Cetakan ke-7.
Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;2002.h.M18-24.

Anda mungkin juga menyukai