PLASENTA PREVIA
Perdarahan obstetrik yang terjadi pada kehamilan trimester ketiga dan yang
terjadi setelah anak atau plasenta lahir pada umumnya adalah perdarahan yang
berat, dan jika tidak mendapat penanganan yang cepat bisa mendatangkan syok
yang fatal. Salah satu sebabnya adalah plasenta previa. Oleh sebab itu, perlulah
keadaan ini untuk diantisipasi seawal-awalnya selagi perdarahan belum sampai
ke tahap yang membahayakan ibu dan janinnya. Antisipasi dalam perawatan
prenatal adalah sangat mungkin oleh karena pada umumnya penyakit ini
berlangsung perlahan diawali gejala dini berupa perdarahan berulang yang
mulanya tidak banyak tanpa disertai rasa nyeri dan terjadi pada waktu yang
tidak menentu, tanpa trauma. Sering disertai oleh kelainan letak janin atau pada
kehamilan lanjut pada bagian bawah janin tidak masuk ke dalam panggul, tetapi
masih mengambang di atas pintu atas panggul. Perempuan hamil yang
ditengarai menderita plasenta previa harus segera dirujuk dan diangkut ke
rumah sakit yang terdekat tanpa melakukan pemeriksaan dalam karena
perbuatan tersebut memprovokasi perdarahan berlangsung semakin deras dan
cepat. [1]
Definisi
Klasifikasi
Insiden
Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dan pada
usia di atas 30 tahun. Juga lebih sering terjadi pada kehamilan ganda daripada
kehamilan tunggal.uterus bercacat ikut mempertinggi angka kejadiannya. Pada
beberapa Rumah Sakit Umum Pemerintah dilaporkan insidennya berkisar 1,7%
sampai dengan 2,9%. Di negara maju insidensinya lebih rendah yaitu kurang dari
1% mungkin disebabkan berkurangnya perempuan hamil paritas tinggi. Dengan
meluasnya penggunaan ultrasonografi dalam obstetrik yang memungkinkan
deteksi lebih dini, insidens plasenta previa bisa lebih tinggi. [1] Plasenta previa
terjadi pada kira-kira 1 di antara 200 persalinan. Di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo, antara tahun1971-1975, terjadi 37 kasus plasenta previa di
antara 4781 persalinan yang terdaftar atau kira-kira 1 di antara 125 persalinan
terdaftar. [2]
Etiologi
Faktor Predisposisi
Patofisiologi
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trimester ketiga dan mungkin
juga lebih awal,oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah uterus,
tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak
plasenta terbentuk dari jaringan maternal yaitu, bagian desidua basalis yang
bertumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi
segmen bawah uterus, maka plasenta yang berimplantasi disitu sedikit sebanyak
akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua sebagai tapak plasenta.
Demikian pula pada waktu serviks mendatar (effacement) dan membuka
(dilatation) ada bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi itu
akan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu ruangan
intervillus dari plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah
rahim itu perdarahan pada plasenta previa betapa pun pasti akan terjadi
(unavoidable bleeding). Perdarahan di tempat itu relatif dipermudah dan
diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu
berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang dimilikinya sangat minimal,
dengan akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak akan tertutup dengan
sempurna. Perdarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan kecuali jika ada
laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta pada mana perdarahan akan
berlangsung lebih lama dan lebih banyak. Oleh karena pembentukan segmen
bawah rahim itu berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan
mengulang kejadian perdarahan. Demikianlah perdarahan akan berulang tanpa
sesuatu sebab lain (causeless). Darah yang keluar berwarna merah segar tanpa
rasa nyeri (painless). Pada plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri
internum perdarahan terjadi lebih awal dalam kehamilan oleh karena segmen
bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada bagian terbawah yaitu pada ostium
uteri internum. Sebaliknya,pada plasenta previa parsialis atau letak rendah
perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati atau mulai persalinan.
Perdarahan pertama biasanya sedikit, tetapi cenderung lebih banyak pada
perdarahan berikutnya. Untuk berjaga-jaga mencegah syok hal tersebut perlu
dipertimbangkan. Perdarahan pertama sudah biasa terjadi pada kehamilan di
bawah 30 minggu tetapi lebih separuh kejadiannya pada umur kehamilan 34
minggu ke atas. Berhubung tempat perdarahan terletak dekat dengan ostium
uteri internum, maka perdarahan lebih mudah mengalir ke luar rahim dan tidak
membentuk hematom retroplasenta yang mampu merusak jaringan lebih luas
dan melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal. Dengan demikian,
sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa.
Hal yang perlu diperhatikan adalah segmen bawah rahim yang tipis dan mudah
diinvasi oleh permukaan vili dari trofoblas, akibatnya plasenta melekat lebih kuat
pada dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan plasenta inkreta,
bahkan plasenta perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa sampai menembus ke
buli-buli, dan ke rectum bersama plasenta previa. Plasenta akreta dan inkreta
lebih sering terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah bedah sesar. Segmen
bawah rahim dan serviks yang rapuh dan mudah robek oleh sebab kurangnya
elemen otot yang terdapat di sana. Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan
kejadian perdarahan pasca persalinan pada plasenta previa, misalnya dalam kala
tiga karena plasenta sukar melepas dengan sempurna (retentio plasenta), atau
setelah uri lepas karena segmen bawah uteri tidak dapat berkontraksi dengan
baik.
Gambaran Klinik
Perdarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama dan
pertama dari plasenta previa. Perdarahan dapat terjadi pada saat penderita tidur
atau bekerja biasa. Perdarahan pertama biasanya tidak banyak, sehingga tidak
akan berakibat fatal. Akan tetapi perdarahan berikutnya selalu lebih banyak
daripada perdarahan sebelumnya. Walaupun perdarahannya sering dikatakan
terjadi pada triwulan ketiga, akan tetapi tidak jarang pula dimulai sejak
kehamilan 20 minggu karena sejak itu segmen bawah uterus telah terbentuk dan
mulai melebar serta menipis.
Dengan bertambahnya usia kehamilan, segmen bawah uterus akan lebih
melebar lagi, dan serviks mulai membuka. Plasenta yang letaknya lebih tinggi
dapat menyebabkan perdarahan yang baru muncul ketika persalinan dan sering
kali salah didiagnosa dengan solutio plasenta. Darah berwarna merah segar,
berlainan dengan darah yang disebabkan oleh solusio plasenta yang berwarna
kehitaman. Sumber perdarahan berasal dari sinus uterus yang terobek karena
lepasnya placenta dari dinding uterus, atau karena robekan sinus marginalis dari
plasenta. Perdarahan yang terjadi tidak dapat dihindarkan karena
ketidakmampuan segmen bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan
perdarahan itu, tidak seperti perdarahan pada kala III dengan letak plasenta
yang normal.
Turunnya bagian terbawah janin ke dalam pintu atas panggul akan terhalang
karena adanya plasenta di bagian bawah uterus. Apabila janin dalam presentasi
kepala, kepalanya akan didapatkan belum masuk ke dalam pintu atas panggul
yang mungkin karena plasenta previa sentralis, mengolak ke samping karena
plasenta previa parsialis, menonjol di atas simfisis karena plasenta previa
posterior, atau bagian terendah janin tidak teraba karena plasenta previa
anterior. Tidak jarang terjadi kelainan letak seperti letak lintang atau letak
sungsang.
Pada pemeriksaan luar, bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas
panggul. Jika presentasi kepala, biasanya masih terapung di atas pintu atas
panggul atau menggolak ke samping, dan sukar didorong ke dalam pintu atas
panggul. Tidak jarang disertai kelainan letak seperti letak oblik atau letak
sungsang.
Penatalaksanaan
Penanganan Ekspektif
Kriteria : - Umur kehamilan kurang dari 37 minggu.
- Perdarahan sedikit
- Belum ada tanda-tanda persalinan
- Keadaan umum baik, kadar Hb 8 gr% atau lebih.
Rencana Penanganan :
1. Istirahat baring mutlak.
2. Infus D 5% dan elektrolit
3. Pemberian tokolitik dapat dipertimbangkan jika terjadi his. Tokolitik
digunakan atas indikasi klinik mencegah persalinan prematur. Obat-obat
yang biasa digunakan adalah agonis 2 adrenergik (ritodrine, terbutalin,
fenoterol, albuterol dan magnesium sulfat). Pemberian obat ini harus melihat
juga kondisi jantung dari pasien.
4. Periksa Hb, golongan darah. Pastikan tersedianya saran transfusi.
5. Pemeriksaan USG untuk menentukan letak plasenta, usia kehamilan, profil
biofisik, letak dan presentasi janin.
6. Awasi perdarahan terus-menerus, tekanan darah, nadi dan denyut jantung
janin.
7. Pemberian kortikosteroid dosis tinggi kepada ibu hamil akan membantu
pematangan fungsi paru pada fetus sehingga risiko terjadinya respiratory
distress syndrome, perdarahan intraventrikular dan kematian berkurang.
Betametason atau deksametason selama 2 hari diberikan pada minggu ke 27-
34 kehamilan. Dosis yang terlalu banyak akan mengganggu berat badan dan
perkembangan kelenjar adrenal fetus.
8. Apabila ada tanda-tanda plasenta previa tergantung keadaan pasien ditunggu
sampai kehamilan 37 minggu selanjutnya penanganan secara aktif.
9. Jika perdarahan berulang pertimbangkan manfaat dan risiko ibu dan janin
untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut dibandingkan dengan terminasi
kehamilan.
Penanganan aktif
Kriteria
umur kehamilan >/ = 37 minggu, BB janin >/ = 2500 gram.
Perdarahan banyak 500 cc atau lebih.
Ada tanda-tanda persalinan.
Keadaan umum pasien tidak baik ibu anemis Hb < 8 gr%.
Komplikasi
1. Perdarahan dan syok.
2. Infeksi.
3. Laserasi serviks.
4. Plasenta akreta.
5. Prematuritas atau lahir mati.
6. Prolaps tali pusar.
7. Prolaps plasenta.
Prognosis
Dengan penanggulangan yang baik seharusnya kematian ibu karana plasenta
rendah sekali atau tak ada sama sekali. Sejak diperkenalkannya penanganan
pasif pada tahun 1945, kematian perinatal berangsur-angsur dapat diperbaiki.
Walaupun demikian, hingga kini kematian perinatal yang disebabkan
prematuritas tetap memegang peranan utama.
Analisis Kasus
Pada kasus ini, berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang, os di diagnosis dengan Haemorrhagic Antepartum et causa plasenta
previa. Hal-hal yang mendukung diagnosa adalah:
1. Dari anamnesis: terdapat perdarahan berwarna merah segar yang tidak
nyeri pervaginam. Os juga mengaku tidak mempunyai riwayat trauma dan
tidak melakukan hubungan seksual sebelumnya. Os juga memiliki gejala
anemia ringan berupa lesu, pusing berputar, mata berkunang-kunang dan
berdebar-debar.
2. Berdasarkan pemeriksaan fisik, dari hasil pemeriksaan Leopold, didapatkan
letak janin yang memanjang dan kepala yang tidak masuk PAP. Hasil
inspekulo juga memperlihatkan banyak darah yang keluar dari ostium uteri
eksternum dan bukan berasal dari jalan lahir.
Pada kasus ini, terapi yang diberikan adalah terapi aktif dengan operasi
section caesaria emergensi. Dasar terapi ini adalah : umur kehamilan sudah
aterm, perdarahan yang banyak, tanda presyok mulai terlihat yaitu berdebar-
debar, tensi mulai turun dan gejala anemia ringan seperti pusing, lesu, mata
berkunang-kunang.
Daftar Pustaka
1. Sudono ST, Moeloek FA. Perdarahan anterpartum. Ilmu kebidanan. Edisi ke-3.
Cetakan kesembilan. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo;2009.h.362-81.
2. Bagian Obstetri & Ginekologi Fak.Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung.
Obstetri patologi. Ed. Bandung:Elstar Offset Bandung;1984.h.110-20.
3. Sudono ST, Moeloek FA. Plasenta dan likuor amnii. Ilmu kebidanan. Edisi ke-3.
Cetakan kesembilan. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo;2009.h66-7.
4. Cunningham F.G., Leveno K.J., Bloom S.L., et all. Obstetrical hemorrhage.
Williams obstetric. Edisi ke-22. McGraw-Hill Companies;2007.
5. National Library of Medicine National Institutes of Health. Placenta previa
basic. Abnormalities of pregnancy. The merck manual;2005.
6. Hanafiah T.M. Plasenta previa. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara; 2004
7. Oppenheimer L. Diagnosis and management of placenta previa. J obstet
gynaecol can;Maret 2007.h.261-73.
8. Saifudin A.B., Wiknjosastro G.H., Affandi B.,, waspodo D. Buku panduan
praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Cetakan ke-7.
Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;2002.h.M18-24.