Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Sudah 48 tahun usia Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) No 5 Tahun 1960. Namun selama
kurun waktu itu pula persoalan sengketa tanah mengenai hak Milik tak pernah reda. Masalah tanah bagi
manusia tidak ada habis-habisnya karena mempunyai arti yang amat penting dalam penghidupan dan
hidup manusia sebab tanah bukan saja sebagai tempat berdiam juga tempat bertani, lalu lintas, perjanjian
dan pada akhirnya tempat manusia berkubur.
Sebagaimana diketahui sebelum berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria berlaku bersamaan
dua perangkat hukum tanah di Indonesia (dualisme). Satu bersumber pada hukum adat disebut hukum
tanah adat dan yang lain bersumber pada hukum barat disebut hukum tanah Barat. Dengan berlakunya
hukum agraria yang bersifat nasional (UU No. 5 Tahun 1960) maka terhadap tanah-tanah dengan hak
barat maupun tanah-tanah dengan hak adat harus dicarikan padanannya di dalam UUPA. Untuk dapat
masuk ke dalam sisem dari UUPA diselesaikan dengan melalui lembaga konversi.
Konversi adalah pengaturan dari hak-hak tanah yang ada sebelum berlakunya UUPA untuk masuk sistem
dalam dari UUPA (A.P. Parlindungan, 1990 : 1).
Secara akademis dapat dikemukakan bahwa penyebab terjadinya konflik di bidang pertanahan
antara lain adalah keterbatasan ketersediaan tanah, ketimpangan dalam struktur penguasaan tanah,
ketiadaan persepsi yang sama antara sesama pengelola negara mengenai makna penguasaan tanah oleh
negara, inkonsistensi, dan ketidaksinkronisasian. Ini baik secara vertikal maupun secara horizontal
peraturan perundang-undangan yang ada kaitannya dengan tanah, praktek-praktek manipulasi dalam
perolehan tanah pada masa lalu dan di era reformasi muncul kembali gugatan, dualisme kewenangan
(pusat-daerah) tentang urusan pertanahan serta ketidakjelasan mengenai kedudukan hak ulayat dan
masyarakat hukum adat dalam sistem perundang-undangan agraria.
Di satu pihak masyarakat masih tetap menggunakan hukum adat sebagai sandaran peraturan
pertanahan dan diakui oleh komunitasnya, akan tetapi di lain pihak, hukum agraria nasional belum
sepenuhnya mengakui validitas hukum adat tersebut.

II. Rumusan Masalah


Bertolak dari kerangka dasar berfikir sebagaimana diuraikan pada bagian latar belakang, maka
permasalahan yang akan diangkat dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pengaturan hak milik atas tanah dan pendaftaran tanah ?
BAB II
TINJAUAN TEORITIK

a. PENGERTIAN HAK TANGGUNGAN


Undang-undang hak tanggungan memberikan pengertian sebagai berikut Hak tanggungan adalah hak
jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam undang-undang nomor 5
tahun 1960 tentang pokok-pokok agrarian berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan
satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan utang tertentu yang memberkan kedudukan yang
diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur lainnya
Dari pengertian diatas maka dapat diuraikan unsure-unur pokok dari hak tanggungan diantaranya :
1. Hak tanggungan adalah hak jaminan untuk pelunasan hutang
2. Utang yang di jaminkan jumlahnya tertentu
3. Objek hak tanggungan adalah ahak-ahak atas tanah sesuai dengan undang-undang pokok agrarian
yaitu hak milik, hak guna bangunan, hak usaha dan hak pakai
4. Hak tanggungan dapat dibebankan terhadap tanah berikut benda-benda yang berkaitan dengan tanah
atau hanya tanahnya saja
Hak tanggungan memberikan hak prefen atau hak diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur
lain

b. SIFAT HAK TANGGUNGAN


Hak tanggungan sebagai hak jaminan diatur dalam undang-undang nomor 4 tahun 1996 mempunyai sifat-
sifat sebagai berikut :
1. Hak tanggungan memberikan hak preferent (droit de preference) atau kedudukan yang diutamakan
kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya (pasal 1 ayat 1)
Artinya apabila debitur cidera janji atau lalai membayar hutangnya maka seorang kreditur pemegang hak
tanggungan mempunyai hak untuk menjual jaminan dan kreditur pemegang jaminan diutamakan untuk
mendapatkan pelunasan hutang dari hasil penjualan jaminan tersebut.
2. Hak tanggungan tidak dapat dibagi-bagi (pasal 2)
Artinya hak tanggungan membebani secara utuh objek hak tanggungan dan setiap bagian daripadanya.
Pelunasan sebagian hutang dari hutang yang dijamin tidak terbebasnya sebagian objek hak tanggungan
untuk sisa utang yang belum dilunasi
3. Hak tanggungan mempunyai sifar Droit De Suite (pasal 7)
Sifat droit de suite disebut juga zaaksgevolgs artinya pemegang hak tanggungan mempunyai hak
memiliki objek tanggungan meskipun objek hak tanggungan telah berpindah dan menjadi pihak lain.
4. Hak Tanggungan mempunyai sifat Accesoir
Artinya seperti perjanjian jaminan lainnya Hak tanggungan bersifat accesoir artinya hak tanggungan
bukanlah hak yang berdiri sendiri tapi lahirnya atau keberdaannya atau eksistensinya atau hapusnya
tergantung perjanjian pokonya yaitu perjanjian kredit atau perjanjian lainnya
5. Hak tanggungan untuk menjamin utang yang telah ada atau aka nada
Fungsi hak tanggungan adalah untuk menjamin utang yang besaranya diperjanjikan dalam perjanjian
kredit atau perjanjian utang. Utang yang dijamin hak tanggungan harus memenuhi syarat pasal 3 Undang-
undang Hak tanggungan.
6. Hak Tanggungan hanya dapat dibebankan kepada hak atas tanah saja
Pada dasarnya hak tanggungan hanya dibebankan pada hak atas tanah saja. Hak atas tanah yang dapat
dijadikan jaminan sesuai dengan undang-undang pokok agraria yaitu hak milik, hak guna bangunan, hak
guna usaha, dan hak pakai atas tanah Negara yang menurut sifatnya dapat dipindahtangankan (pasal 4
ayat 1UUHT).
Asas ini perwujudan dari system hokum tanah nasional yang didasarkan pada hokum adat yang
menggunakan asas pemisahan horizontal
7. Hak Tanggungan dapat dibebankan pada hak atas tanah berikut benda diatasnya dan dibawah tanah
Meskipun hokum tanah nasional menganut asas pemisahan horizontal namun tidak berlaku mutlak, untuk
memenuhi perkembangan dan kebutuhan masyarakat pembebanan hak tanggungan dimungkinkan
meliputi benda yang ada di atas tanah dan merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut dan bangunan
dibawah permukaan tanah.
8. Hak tanggungan berisi hak untuk melunasi hutang dari hasil penjualan benda jaminan dan tidak
memberikan hak bagi kreditur untuk memiliki benda jaminan
Sifat ini sama dengan ketentuan dalam hipotik pasal 1178 ayat 1 KUHPerdata, janji disebut
vervalbending. Undang-undang Hak tanggungan mengikuti sifat dari hipotik ini dan mencantumkan
dalam pasal 12 UUHT.
9. Hak tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial
Kreditur sebagai pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk mengeksekusi benda jaminan
jika debitur cidera janji. Dasar hokum untuk mengajukan eksekusi adalah pasal 6 UUHT dan penjelasan
yang menegaskan apabila debitur cidera janji, pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk
menjual objek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil
pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut hak untuk menjual dengan kekuasaan sendiri ini
merupakan perwujudan dari kedudukan yang diutamakan.

10. Hak tanggungan mempunyai sifat spesialitas dan publisitas


Sifat spesialtas ini disebut juga pertelaan adalah uraian jelas dan terinci mengenai objek hak tanggungan
yang meliputi rincian mengenai sertifikat hak atas tanah misalnya hak atas tanah milik atau guna
bangunann atau hak guna usaha, tanggal penerbitannya tentang luasnya, letaknya, batas-batasnya, dan
lain sebagainya.
11. Objek hak tanggungan berupa hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam undang-undang
nomor 5 tahun 1960 tentang pokok-pokok agraria yang meliputi hak milik, hak guna bangunan dan hak
guna usaha

BAB III
PEMBAHASAN

1. Pengaturan Hak Milik Atas Tanah


Adapun hak-hak atas tanah tersebut menurut Pasal 16 ayat (1) UUPA terdiri dari :
a. Hak Milik.
b. Hak Guna Usaha.
c. Hak Guna Bangunan.
d. Hak Pakai.
e. Hak Sewa.
f. Hak Membuka Tanah.
g. Hak Memungut Hasil Hutan.
h. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak yang tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan
Undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara.
Hak atas tanah meliputi semua hak yang diperoleh langsung dari negara disebut hak primer dan semua
hak yang berasal dari pemegang hak atas tanah lain berdasarkan pada perjanjian bersama, disebut hak
sekunder. Kedua hak tersebut pada umumnya mempunyai persamaan, di mana pemegangnya berhak
untuk menggunakan tanah yang dikuasainya untuk dirinya sendiri atau untuk mendapat keuntungan dari
orang lain mdalui perjanjian dimana satu pihak memberikan hak-hak sekunder pada pihak lain.
Hak atas tanah yang diperoleh dari negara terdiri dari Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan,
Hak Pakai dan Hak Pengelolaan. Tiap-tiap hak mempunyai karakteristik tersendiri dnn semua harus
didaftarkan menurut ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Pasal 20 UUPA hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai
orang atas tanah. Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
Salah satu kekhususan dari Hak Milik ini tidak dibatasi oleh waktu dan diberikan untuk waktu yang tidak
terbatas lamanya yaitu selama hak milik ini masih diakui dalam rangka beriakunya UUPA, kecuali akan
ketentuan Pasal 27 UUPA. Pasal 27 UUPA menjelaskan bahwa Hak Milik itu hapus apabila :
- Tanahnya jatuh kepada negara :
a. Karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18
b. Karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya
c. Karena diterlantarkan
d. Karena ketentuan Pasal 21 ayat (3) dan Pasal 26 ayat (2)
- Tanahnya musnah.

Pada asasnya badan hukum tidak mungkin mempunyai tanah dengan hak milik kecuali ditentukan secara
khusus oleh Undang-undang atau peraturan lainnya, seperti yang telah ditentukan oleh Peraturan
Pemerintah Nomor 38 Tahun 1973 yaitu:
o Bank-bank yang didirikan oleh negara.
o Perkumpulan-perkumpulan Koperasi pertanian yang didirikan berdasarkan undang-undang
Nomor 79 Tahun 1958.
o Badan-badan keagamaan yang ditunjuk oleh menteri pertanian/agraria setelah mendengar menteri
agama.
o Badan-badan sosial yang ditunjuk oleh menteri pertanian/agraria setelah mendengar menteri sosial.
Penjelasan umum UUPA menerangkan bahwa dilarangnya badan hukum mempunyai hak milik, karena
memangnya badan hukum tidak periu mempimyai hak milik tetapi cukup bagi keperluan-keperluan yang
khusus yaitu hak-hak lain selain hak milik.

2. Pendaftaran Tanah
Pengertian dan Landasan Hukum Pendaftaran Tanah
a. Pengertian Pendaftaran Tanah
Pendaftaran tanah adalah suatu kegiatan administrasi yang dilakukan pemilik terhadap hak atas tanah,
baik dalam pemindahan hak ataupun pemberian dan pengakuan hak baru, kegiatan pendaftaran tersebut
memberikan suatu kejelasan
status terhadap tanah. Dalam Pasal 1 PP No. 24 tahun 1997 disebutkan pendaftaran tanah adalah
rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur,
meliputi pengumpulan pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data
yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun,
termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak
milik atas rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.

Pendaftaran tanah dapat dilakukan melalui pendaftaran tanah secara sistematis dan sporadis yaitu
kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua bidang tanah di suatu
wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan, baik tanah dipunyai dengan suatu hak atas tanah
maupun tanah negara. Yang dimaksud dengan suatu hak adalah hak atas tanah menurut hukum adat dan
hak atas tanah menurut UUPA.
b. Landasan Hukum Pendaftaran Tanah

Dengan keluarnya Undang-Undang Pokok Agraria, maka dualisme hak-hak atas tanah dihapuskan,
dalam memori penjelasan dari UUPA dinyatakan bahwa untuk pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud
Pasal 19 UUPA, yang ditujukan kepada pemerintah agar melaksanakan pendaftaran tanah di seluruh
wilayah Indonesia yang bertujuan untuk menjamin kepastian hukum yang bersifat Recht Kadaster, untuk
menuju kearah pemberian kepastian hak atas tanah telah diatur di dalam Pasal 19 UUPA yang
menyebutkan :
1. Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah
Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
2. Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 pasal ini meliputi :
a. Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah.
b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut.
c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
3. Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan negara dan masyarakat, keperluan
lalu lintas sosial ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya menurut pertimbangan Menteri
Agraria.
4. Dalam Peraturan Pemerintah diatas biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran termasuk
dalam ayat 1 diatas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran
biaya-biaya tersebut.
Kalau di atas ditujukan kepada pemerintah, sebaliknya pendaftaran yang dimaksud Pasal 23, Pasal 32
dan Pasal 38 UUPA ditujukan kepada para pemegang hak, agar menjadikan kepastian hukum bagi mereka
dalam arti untuk kepentingan hukum bagi mereka sendiri, di dalam Pasal tersebut dijelaskan :

- Pasal 23 UUPA :
Ayat 1 : Hak milik, demikian pula setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan hak-hak lain
harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19.
Ayat 2 : Pendaftaran termasuk dalam ayat 2 merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya
hak milik serta sahnya peralihan dan pembebanan hak tersebut.

- Pasal 32 UUPA :
Ayat 1 : Hak guna usaha, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan
penghapusan hak tersebut, harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam
Pasal 19. Ayat 2 : Pendaftaran termasuk dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai
peralihan serta hapusnya hak guna usaha, kecuali dalam hak-hak itu hapus karena jangka waktunya
berakhir.
- Pasal 38 UUPA :
Ayat 1 : Hak guna bangunan, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan
hapusnya dak tersebut harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19.
Ayat 2 : Pendaftaran termaksud dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya
hak guna bangunan serta sahnya peralihan tersebut, kecuali dalam hal hak itu hapus karena jangka
waktunya berakhirnya.
Dari ketentuan pasal-pasal di atas dapatlah disimpulkan bahwa pendaftaran yang dilakukan oleh
pemegang hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan adalah merupakan alat pembuktian yang kuat
serta untuk sahnya setiap peralihan, pembebanan dan hapusnya hak-hak tersebut.

c. Tujuan Pendaftaran Tanah


Usaha yang menuju kearah kepastian hukum atas tanah tercantum dalam ketentuan-ketentuan dari
pasal-pasal yang mengatur tentang pendaftaran tanah, dalam pasal 19 UUPA disebutkan untuk menjamin
kepastian hukum dari hak-hak atas tanah, UUPA mengharuskan pemerintah untuk mengadakan
pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia yang bersifat Rech Kadaster artinya yang
bertujuan menjamin kepastian hukum, dengan di selenggarakannya pendaftaran tanah, maka pihak-pihak
yang bersangkutan dengan mudah dapat mengetahui status hukum daripada tanah tertentu yang
dihadapinya, letak, luas dan batas-batasnya, siapa yang empunya dan beban-beban apa yang melekat di
atas tanah tersebut.
Menurut para ahli disebutkan tujuan pendaftaran ialah untuk kepastian hak seseorang, disamping untuk
pengelakkan suatu sengketa perbatasan dan juga untuk penetapan suatu perpajakan. (A.P. Parlindungan;
1990 : 6).
a. Kepastian hak seseorang
Maksudnya dengan suatu pendaftaran, maka hak seseorang itu menjadi jelas misalnya apakah hak milik,
hak guna usaha, hak guna bangunan atau hak- hak lainnya.
b. Pengelakkan suatu sengketa perbatasan
Apabila sebidang tanah yang dipunyai oleh seseorang sudah didaftar, maka dapat dihindari terjadinya
sengketa tentang perbatasannya, karena dengan didaftarnya tanah tersebut, maka telah diketaui berapa
luasnya serta batas batasnya.

c. Penetapan suatu perpajakan


Dengan diketahuinya berapa luas sebidang tanah, maka berdasarkan hal tersebut dapat ditetapkan besar
pajak yang harus dibayar oleh seseorang. Dalam lingkup yang lebih luas dapat dikatakan pendaftaran itu
selain memberi informasi mengenai suatu bidang tanah, baik penggunaannya, pemanfaatannya, maupun
informasi mengenai untuk apa tanah itu sebaiknya dipergunakan, demikian pula informasi mengenai
kemampuan apa yang terkandung di dalamnya dan demikian pula informasi mengenai bangunannya
sendiri, harga bangunan dan tanahnya, dan pajak yang ditetapkan.

Untuk memenuhi berbagai kebutuhan seperti tersebut di atas, maka untuk itu UUPA melalui pasal-
pasal pendaftaran tanah menyatakan bahwa pendaftaran itu diwajibkan bagi pemegang hak yang
bersangkutan
Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dijelaskan bahwa tujuan dari
pendaftaran tanah tersebut adalah sebagai berikut::
a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah suatu
bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan
dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.
b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar
dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mcngadakan perbuatan hukum mengenai
bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar.
c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
Di dalam kenyataannya tingkatan-tingkatan dari . pendaftaran tanah tersebut terdiri dari:
a. Pengukuran Desa demi Desa sebagai suatu himpunan yang terkecil.
b. Dari peta Desa demi Desa itu akan memperlihatkan bermacam-macam hak atas tanah baik Hak
Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Pengelolaan maupun tanah-tanah yang
masih dikuasai oleh negara.
c. Dari peta-peta tersebut akan dapat juga diketahui nomor pendaftaran, nomor buku tanah, nomor surat
ukur, nomor pajak, tanda batas dan juga bangunan yang ada di dalamnya.
BAB IV
Kesimpulan dan Saran

1. Kesimpulan
Hak Milik adalah hak terkuat dan terpenuh, tetapi di atas itu ada hak pemerintah untuk
mempergunakan tanah demi kepentingan umum dan pemilik hak milik di berikann ganti rugi.
Pendaftaran hak atas tanah adat menurut ketentuan PP No. 24 Tahun 1997 adalah sebelum didaftarkan
harus dikonversi terlebih dahulu. Terhadap hak atas tanah adat yang memiliki bukti-bukti tertulis atau
tidak tertulis dimana pelaksanaan konversi dilakukan oleh Panitia Pendaftaran ajudikasi yang bertindak
atas nama Kepala Kantor Pertanahan Nasional, prosesnya dilakukan dengan penegasan hak sedangkan
terhadap hak atas tanah adat yang tidak mempunyai bukti dilakukandengan proses pengakuan hak.
Dalam hal Hak Tanggungan hak milik merupakan salah satu objek terkuat hak jaminan yang
dilakukan oleh Kreditur dengan Debitur.

2. Saran
Seyogyanya strategi pembangunan hukum agraria nasional dapat menampung aspirasi masyarakat hukum
adat. Antara lain :
1. Agar pemasyarakat UUPA terus dilakukan sehingga masyarakat mengetahui secara baik tentang
peraturan pertanahan. Bahkan UUPA yang sekarang sepertinya sudah sangat ketinggalan zaman juga
perlu diadakan penyesuaian.
2. Perlu penyuluhan hukum yang sifatnya terpadu yang dilakukan pihak Badan Pertanahan Nasional
secara mandiri sehingga masyarakat akan mengerti pentingnya sertifikat Tanah Hak Milik, sehingga perlu
dilakukan pendaftaran Tanah.
3. Dengan berlakunya PP No. 24 Tahun 1997 hendaknya pendaftaran tanah diIndonesia bukan
diutamakan di daerah perkotaan tetapi pendaftaran hendaknya dilakukan di desa terutama desa tingkat
ekonomi lemah, apalagi masyarakat di pedesaan kurang begitu mengerti bagaimana pendaftaran tanah
dan pentingnya pendaftaran tanah.
DAFTAR PUSTAKA

A.P.Parlindungan, Pendaftaran Tanah Di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1990.


A.P. Parlindungan, Komentar Atas Undang-undang Pokok Agraria, Op.cit
____________, 1990, Berakhirnya Hak-hak atas Tanah Menurut Sistem UUPA,
Penerbit Mandar Maju, Bandung.

search engine: www.yahoo.com


www.google.com
HAK TANGGUNGAN

Disusun oleh :

Nama : RIFLI RATAMA


NIM : B10014130
Kelas :A

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS JAMBI
2017

Anda mungkin juga menyukai