Anda di halaman 1dari 2

Manajemen Laba

Copeland (1968 :10) dalam Utami (2005) mendefinisikan manajemen laba sebagai, some
ability to increase or decrease reported net income at will. Ini berarti bahwa manajemen laba
mencakup usaha manajemen untuk memaksimumkan atau meminimumkan laba, termasuk
perataan laba sesuai dengan keinginan manajer. Scott (2000) dalam Rahmawati dkk. (2006)
membagi cara pemahaman atas manajemen laba menjadi dua.
1. Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan
utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang, dan political costs
(opportunistic earnings management).
2. Kedua, dengan memandang manajemen laba dari perspektif efficient contracting
(efficient earnings management), dimana manajemen laba memberi manajer suatu
fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi
kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam
kontrak. Dengan demikian, manajer dapat mempengaruhi nilai pasar perusahaannya
melalui manajemen laba, misalnya dengan membuat perataan laba (income
smoothing) dan pertumbuhan laba sepanjang waktu.

Faktor-faktor pendorong manajemen laba


Dalam Positif Accounting Theory terdapat tiga faktor pendorong yang melatarbelakangi
terjadinya manajemen laba (Watt dan Zimmerman, 1986), yaitu:
1. Bonus Plan Hypothesis
Manajemen akan memilih metode akuntansi yang memaksimalkan utilitasnya yaitu bonus yang
tinggi. Manajer perusahaan yang memberikan bonus besar berdasarkan laba lebih banyak
menggunakan metode akuntansi yang meningkatkan laba yang dilaporkan.
2. Debt Covenant Hypothesis
Manajer perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian kredit cenderung memilih metode
akuntansi yang memiliki dampak meningkatkan laba (Sweeney, 1994 dalam Rahmawati dkk,
(2006). Hal ini untuk menjaga reputasi mereka dalam pandangan pihak eksternal.
3. Political Cost Hypothesis
Semakin besar perusahaan, semakin besar pula kemungkinan perusahaan tersebut memilih
metode akuntansi yang menurunkan laba. Hal tersebut dikarenakan dengan laba yang tinggi
pemerintah akan segera mengambil tindakan, misalnya: mengenakan
peraturan antitrust, menaikkan pajak pendapatan perusahaan, dan lain-lain.
Manajemen Laba

1. Mengelola pendapatan untuk mempengaruhi kompensasi manajemen:


- Penghasilan bisa dikelola dengan memanipulasi akrual diskresioner
- Studi menemukan bahwa manajer mengelola pendapatan saat rencana bonus bergantung
pada tingkat pendapatan
2. Pemerataan laba
- Manajer melakukan kelancaran pendapatan untuk memfasilitasi prediksi arus kas masa
depan yang lebih baik dimana nilai perusahaan didasarkan
- Tes studi mengkonfirmasi perilaku perataan laba
3. Pre-FASB lebih banyak waktu dan usaha dilakukan untuk memperbaiki laporan laba rugi
sehingga merugikan neraca
4. Sejak adan ya FASB, terjadi sebuah perbaikan,yakni:
- Neraca mulai diperhatikan
- Sebuah gerakan menuju lebih banyak pendekatan kewajiban-aset terhadap laporan
keuangan yang konsisten dengan proyek kerangka konseptual
5. Penghasilan tunai (tidak lewat kredit)
6. Penghasilan pro forma
Laporan Proforma adalah Ikhtisar laporan keuangan yang menunjukkan harta dan utang,
atau pendapatan dan pengeluaran yang mungkin diakui pada masa mendatang; laporan ini
juga menunjukkan proyeksi pendapatan apabila perusahaan akan merger dengan
perusahaan lain, atau penjualan sebagian dan operasinya; perusahaan sering diminta
untuk menyampaikan laporan proforma ketika mengajukan aplikasi kredit (pro forma
statement).
7. Laporan retrospektif
Penelitian retrospektif adalah sebuah studi yang didasarkan pada catatan medis, mencari
mundur sampai waktu peristiwanya terjadi di masa lalu
8. Kualitas pendapatan
- Meningkatnya penekanan pada keberlanjutan pendapatan dan tidak adanya manajemen
laba
- Skandal akuntansi

Anda mungkin juga menyukai