Anda di halaman 1dari 4

Akulturasi antara kebudayaan islam

dengan kebudayaan yang ada di


indonesia yang ada di sekitar lingkungan
SMA NEGRI 1 SIJUNJUNG

Disusun

FIKRI RAMADHAN

X MIPA 1

TP: 2016/2017
1)Seni Rupa dan Aksara

Akulturasi bidang seni rupa terlihat pada seni kaligrafi atau seni khot, yaitu seni yang
memadukan antara seni lukis dan seni ukir dengan menggunakan huruf Arab yang indah dan
penulisannya bersumber pada ayat-ayat suci Al Qur'an dan HaditS. Adapun fungsi seni kaligrafi
adalah untuk motif batik, hiasan pada masjid-masjid, keramik, keris, nisan, hiasan pada mimbar
dan sebagainya.mesjid-mesjid di minang kabau , hampir semua bangunannya menggunakan
ukiran berbentuk kaligrafi.

2)kalender

Pada zaman Khalifah Umar bin Khatab ditetapkan kalender Islam dengan perhitungan atas dasar
peredaran bulan yang disebut tahun Hijriah. Tahun 1 Hijrah (H) bertepatan dengan tahun 622 M.
Sementara itu, di Indonesiapada saat yang sama telah menggunakan perhitungan tahun Saka (S)
yang didasarkan atas peredaran matahari.

Dengan masuknya Islam maka muncul sistem kalender Islam dengan menggunakan nama-nama
bulan, seperti Muharram (bulan Jawa; Sura),Shafar (bulan Jawa; Sapar), dan sebagainya sampai
dengan Dzulhijah (bulan Jawa; Besar) dengan tahun Hijrah (H).

Kalender ini dinamakan Kalender Hijriyah, karena pada tahun pertama kalender ini adalah
tahun di mana terjadi peristiwa Hijrah-nya Nabi Muhammad dari Makkah ke Madinah, yakni
pada tahun 622 M. Di beberapa negara yang berpenduduk mayoritas Islam, Kalender Hijriyah
juga digunakan sebagai sistem penanggalan sehari-hari.

Di minang kabau , tanggal-tanggal tertentu dalam kalender hijriyah di peringati dan di adakan
bentuk-bentuk peringatan, seperti : pada tanggal 1 muharram sering diadakan perlombaan islam,
seperti lomba mengaji, dakwah,12 rabiul awwal diadakan peringatan maulid nabi , dll.

3.Seni Musik dan Tar

Kesenian bernuansa Islam tumbuh dan berkembang pada awalnya di lingkungan surau. Pada
zaman keberjayaan surau, kesenian bernuasa Islam tersebut lebih mengutamakan ke arah
penyempurnaan pola hidup di dunia dan menuju akhirat. Seni bernafaskan Islam pada masa-
masa itu lebih mengutamakan memperhalus rasa dan pikiran, karena itu setiap kegiatan syarak
disegarkan oleh kegiatan kesenian bernafaskan Islam.

Kesenian bernuansa Islam lebih mengutamakan hubungan antara sesama manusia dengan Maha
Pencipta (Allah) menuju keakhirat, sehingga segala daya upaya manusia di dalam mencipta
keindahan selalu berlandasakan kepada moral Islam, yaitu nilai-nilai baik dan buruk menurut
etika dan estetika Islam. Oleh itu, peranan guru-guru surau dan muridnya dalam menyajikan
syair-syair bersifat islami bukanlah sebagai satu keperluan hiburan saja, lebih dari itu mengajak
umat kepada kebaikan, dan menghindarkan diri dari kemudharatan.

Pendekatan budaya (kesenian) demikian merupakan cikal bakal yang mendorong tumbuhnya
kesenian bernuansa Islam Minangkabau. Bermacam jenis kesenian tersebut ada yang diiringi
dengan alat musik, dan ada pula hanya nyanyian saja. Kesenian bernuansa Islam yang tidak
menggunakan alat pengiring seperti Barzanji. Sedangkan yang menggunakan alat music
seperti Dikia Rabano, Salawat Dulang dan Indang.

*Kesenian Barzanji

Barzanji, sebuah tradisi pembacaan kitab sastra Arab Majmuatul Mawaalib menceritakan latar
belakang, kisah kelahiran, dan kemuliaan sifat Nabi Muhammad S.A.W. Pembacaan kisah itu
disampaikan secara bernyanyi dalam suasana ritual Islami. Penganut tarekat Syattariyah tidak
hanya menganggap Barzanjisebagai sebuah seni vokal Islami, tetapi juga memandangnya
sebagai sebuah ibadah yang berpahala mengamalkannya. Oleh karena nyanyian tersebut
berfungsi sebagai media beribadah, maka nyanyianBarzanji dapat dikategorikan sebagai sebuah
nyanyian religius, sebab di dalam prakteknya tersimpul spiritualitas Islami.

*Dikia Rabano

Dikia rabano berasal daripada dua patah perkataan iaitu Dikia yang berasal dari
kata zikir dan rabanoberasal daripada kata rebana Penggabungan antara kedua istilah itu
menjadi sebutan untuk jenis muzik Islami Minangkabau iaitu Dikia rabano.

Teks utama pertunjukan Dikia rabano dalam budaya surau adalah Kitab Barzanji dalam bahasa
Arab. Kitab ini sangat popular di kalangan kaum Muslimin yaitu kitab Majmuatu Mawalid wa-
Adiyyah yang merupakan kelompok dari beberapa tulisan seperti: Qoshidah Burdah, Maulid
Syarafil Anam, Maulid Barzanji, Aqidatul Awwam, Rotib al-Haddad, Maulid Dibai dan
lainnya. Keseluruhnya merunutkan kisah Nabi Muhammad s.a.w, mulai saat-saat menjelang
Nabi dilahirkan hingga masa-masa tatkala beliau mendapat tugas kenabian.

Dalam perkembangannya, kesenian Dikia Rabano sudah menggunakan bahasa lokal


(Minangkabau) sebagai upaya memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang persoalan
yang disampaikan,

*salawat dulang

Kesenian salawat dulang dewasa ini mengalami perkembangan pesat. Pertunjukannya selalu
bertanding antara dua kelompok memperagakan kemahiran berpantun secara bergantian tentang
persoalan-persoalan keagamaan, adat, dan sosial budaya lainnya.
Pertunjukan Salawat dulang selalu menampilakan dua kelompok yang bertanding dalam uji
kemampuan bertanya dan menjawab persoalan-persoalan keagamaan, dan adat istiadat. Masing-
masing grup terdiri dari dua orang yang biasa disebut Induak dan Anak (induk dan anak). Setiap
grup mendapat giliran tiga hingga empat kali penampilan untuk satu malam pertunjukan. Satu
kali atau satu siklus penampilan oleh satu grup disebut Salawat dulang.

Dalam pertunjukannya, Induak dan Anak bermain dalam posisi duduk bersila secara
berdampingan menghadap ke penonton. Induak duduk di sebelah kanan dari posisi duduk Anak.
Selama penyajian berlangsung Tukang Salawat dulang selalu memejamkan mata agar tingkat
kekhusyukannya dapat tercapai dengan baik, atau supaya jangan terganggu konsentrasinya oleh
penonton, karena mereka harus menggarap materi teks yang bertema dakwah dan hiburan secara
spontan untuk setengah jam pertunjukan.

Setiap kelompok mendapat giliran tiga hingga empat kali penampilan untuk satu malam
pertunjukan. Walaupun nilai-nilai religius masih cukup kuat dalam pertunjukan salawat
dulang, seperti terlihat pada lagu-lagu khutbah, himbauan khutbah, lagu batang, dan ya molai.
Namun, sudah banyak pula mamasukan unsur musikalitas dendang Minangkabau, yaitu
kemunculan dendang cancang. Pada lagucancang ini, kreatifitas seniman salawat
dulang dituntun untuk terampil meniciptakan pantun-pantun dan syair-syair dalam bertanya dan
menjawab soalan-soalan keagamaan dan persitiwa aktual yang dipermaalahkan oleh kedua
kelompok.

Materi pertunjukan, baik segi melodi, maupun teks syair yang dibawakan juga berkembang
dengan lebih berfariasi guna menjawab kecenderungan selera masyarakat penikmatnya terhadap
lagu-lagu yang sedang populer. Walaupun perkembangan materi musikal Salawat
dulang sekarang ini telah terpengaruh oleh lagu-lagu modern (lagu pop, dangdut, rock dan
sebagainya), namun kehadirannya bertambah penting sebagai media yang berfungsi sosial
terhadap kehidupan masyarakat Minangakabau di era modern, yaitu pada saat perkembagan
kesenian Barat. Kondisi seperti ini membuat kesenianSalawat dulang menjadi lebih komunikatif
dalam kalangan tua, muda dan anak-anak. Akhirnya kesenianSalawat dulang memiliki potensi
sebagai media dakwah, media hiburan dan media penyampaian pelbagai peristiwa kehidupan
yang aktual.

Anda mungkin juga menyukai