Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM

DASAR-DASAR PEMULIAAN TANAMAN

ACARA V
HERITABILITAS DAN KEMAJUAN GENETIK

Disusun oleh:
Nama : Olivia Mutiara Larasati
NIM : 15/383452/PN/14283
Gol./Kel. : B4

RUANG MENDEL
LABORATORIUM PEMULIAAN TANAMAN
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2017
ACARA V
HERITABILITAS DAN KEMAJUAN GENETIK

A. Hasil Pengamatan
1. Heritabilitas
2
Varian genotipe ( G ) = 21,72
2
Varian sesatan ( ) E = 19.1
2 2 2
Varian fenotipe ( P ) = varian Genotipe ( G ) + varian sesatan ( E )
Varian fenotipe = 40,83
2
2G
Heritabilitas ( H ) = 2 = 21,72/(21,72+19,1)
P

2
Heritabilitas ( H ) = 0,532

Kesimpulan: Nilai heritabilitasnya tinggi karena nilai H lebih dari 50%, karena heritabilitas
tinggi maka mudah dalam melakukan seleksi.

2. Hasil Seleksi
Perhitungan diferensial seleksi dan intensitas seleksi dengan p=0,03
S= s-0
= 42,40-28,38
= 14,02
I = s/stdev
= 14,02/6,99 = 2,01

Perhitungan diferensial seleksi dan intensitas seleksi dengan p=0,05


S= s-0
= 41,70 -28,38
= 13,32
I = s/stdev
= 13,32/6,99 = 1,91

Perhitungan diferensial seleksi dan intensitas seleksi dengan p=0,10


S= s-0
= 40,50 -28,38
= 12,12
I = s/stdev
= 12,12/6,99 = 1,74

p s o S i

3% 42,40 28,38 14,02 0,64 2,01


5% 41,70 28,38 13,32 0,99 1,91
10% 40,50 28,38 12,12 1,39 1,74
Tabel 1. Nilai Hasil Seleksi

Diagram Distribusi Normal Tinggi Seratus Tanaman

Diagram Diferensial Seleksi dengan p=0,03

Diagram Diferensial Seleksi dengan p=0,05

Diagram Diferensial Seleksi dengan p=0,10


3. Perhitungan Perhitungan Harapan Kemajuan Genetik
Harapan Kemajuan Genetik dengan p=0,03
R = h I stdv p
= 0,532 * 2,01 * 6,99
= 7,46

Harapan Kemajuan Genetik dengan p=0,05


R = h I stdv p
= 0,532 * 1,91 * 6,99
= 7,09

Harapan Kemajuan Genetik dengan p=0,10


R = h I stdv p
= 0,532 * 1,74 * 6,99
= 6,45

p i P H2 R

3% 2,01 0,64 0,532 7,46


5% 1,91 0,99 0,532 7,09
10% 1,74 1,39 0,532 6,45
Tabel 2. Perhitungan Nilai Harapan Kemajuan Genetik

Diagram Harapan Kemajuan Genetik dengan p=0,03

Diagram Harapan Kemajuan Genetik dengan p=0,05


Diagram Harapan Kemajuan Genetik dengan p=0,10
B. Pembahasan

Keragaman suatu tanaman atau fenotipe ditentukan oleh interaksi genotipe dengan faktor
lingkungan. Variasi yang ditimbulkan ada yang langsung dapat dilihat, misalnya ada perbedaan warna
bunga, daun, atau bentuk biji (sifat kualitatif), dan variasi yang memerlukan pengamatan dengan
pengukuran, misalnya tingkat produksi, jumlah anakan, tinggi tanaman dan lainnya (sifat kuantitatif)
(Mangoendidjojo, 2003 cit Fitriani dkk, 2013). Pengamatan sifat kualitatif meliputi: morfologi batang,
daun, bunga, dan buah. Pengamatan sifat kuantitatif meliputi: tinggi tanaman, panjang batang, panjang
tangkai daun, panjang daun, lebar daun, umur berbunga, umur panen, panjang tangkai buah, panjang
buah, diameter buah, jumlah buah per tanaman, berat per buah, berat buah per tanaman, berat buah per
petak, berat buah per hektar, dan berat 1000 biji. Pengamatan sifat kualitatif dianalisa secara deskriptif
berdasarkan pada pedoman tabel Panduan Pengujian Individual (PPI) cabai dan buku morfologi
tumbuhan (Tjitrosoepomo, 1994 cit Fitriani dkk, 2013). Data hasil pengamatan kuantitatif dianalisis
dengan analisis ragam (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95% menggunakan software SAS
(Statistical Analysis System for Windows 9.1.3). Apabila dari hasil analisis ragam terdapat beda nyata,
dilakukan uji lanjut menggunakan Duncans Multiple Range Test (DMRT) dengan tingkat kepercayaan
95% (Fitriani dkk, 2013).
Heritabilitas dapat dijadikan landasan dalam menentukan program seleksi. Seleksi pada
generasi awal dilakukan bila nilai heritabilitas tinggi, sebaliknya jika rendah maka seleksi pada
generasi lanjut akan berhasil karena peluang terjadi peningkatan keragaman dalam populasi (Falconer,
1970 cit Aryana, 2010). Dalam hubungannya dengan seleksi adalah jika heritabilitasnya rendah maka
metode seleksi yang cocok diterapkan adalah metode pedigri, metode penurunan satu biji (singlet seed
descent), uji kekerabatan (sib test) atau uji keturunan (progeny test), bila nilai heritabilitas tinggi maka
metode seleksi masa atau galur murni. Lebih lanjut Dahlan dan Slamet cit Aryana, (2010) menyatakan
bahwa heritabilitas menentukan kemajuan seleksi, makin besar nilai heritabilitas makin besar kemajuan
seleksi yang diraihnya dan sebaliknya semakin rendah nilai heritabilitas arti sempit makin kecil
kemajuan seleksi diperoleh dan semakin lama varietas unggul baru diperoleh.
Heritabilitas dan keuntungan genetik dalam pemilihan karakter yang diinginkan dapat
membantu pembudidaya tanaman dalam memastikan kriteria yang akan digunakan untuk program
pemuliaan (Bello et al., 2012). Menurut Aryana (2010) keberhasilan suatu program pemuliaan
tanaman pada hakekatnya sangat tergantung kepada adanya keragaman genetik dan nilai duga
heritabilitas. Sementara itu Knight (1979) cit Aryana, (2010) menyatakan bahwa pendugaan nilai
keragaman genetik, dan nilai duga heritabilitas bervariasi tergantung kepada faktor lingkungan.
Pemuliaan tanaman bertujuan untuk memperbaiki karakter tanaman sesuai dengan kebutuhan
manusia dengan memanfaatkan potensi genetik dan interaksi genotipe dan lingkungan. Penampilan
suatu tanaman ditentukan oleh faktor genetik, faktor lingkungan dan interaksi antara keduanya (Roy,
2000 cit Syukur dkk, 2010).
Variabilitas genetik untuk karakter agronomi merupakan komponen kunci dari program
pemuliaan untuk memperluas gen pool suatu tanaman. Heritabilitas adalah ukuran varian fenotipik
yang disebabkan oleh penyebab genetik dan memiliki fungsi prediktif dalam pemuliaan tanaman. Ini
memberikan informasi mengenai sejauh mana karakter morfogenetik tertentu dapat ditransmisikan
ke generasi berturut-turut. Pengetahuan tentang heritabilitas mempengaruhi pemilihan prosedur
seleksi yang digunakan oleh peternak tanaman untuk menentukan metode seleksi mana yang paling
berguna untuk memperbaiki karakter, untuk memprediksi keuntungan dari seleksi dan untuk
menentukan kepentingan efek genetik yang penting. Fungsi heritabilitas yang paling penting dalam
penelitian genetika karakter kuantitatif adalah peran prediktifnya untuk menunjukkan reliabilitas
nilai fenotipik sebagai panduan untuk nilai pemuliaan (Bello et al., 2012).
Nilai heritabilitas (h) berkisar antara 0 sampai 1. Nilai heritabilitas yang didapat 0 maka
menunjukkkan semua keragaman sifat ditentukan oleh pengaruh lingkungan, jika nilai heritabilitas
yang didapat 1 maka menunjukkan semua keragaman sifat ditentukan oleh faktor genetik. Dari
percobaan ini di dapat nilai heritabilitas sebesar 0,532. Dari hasil tersebut mendekati satu sehingga
semua keragaman sifat ditentukan oleh faktor genetik. Nilai batasan heritabilitas ada tiga kelas, yaitu
heretabilitas tinggi, sedang dan rendah. Nilai heretabilitas termasuk tinggi apabila lebih dari 50%.
Heretabilitas sedang apabila nilainya terletak anatak 20-50%. Sedangkan yang termasuk
heretabilitas rendah yaitu yang bernilai kurang dari 20%.
Kemajuan genetik yang dibuat dalam program seleksi berulang sangat penting untuk
menilai evolusi.Program dan mengidentifikasi faktor utama yang berkontribusi terhadap kemajuan
ini (Junior et al., 2015). Kuantitas dari kemajuan yang diperoleh dalam. Periode tertentu, analisis
perolehan genetika juga memungkinkan Agregasi informasi lainnya, seperti perbandingan dari
keuntungan yang didapat dengan penggunaan breeding yang berbeda dan juga Strategi atau
lingkungan yang berbeda (Specht &Williams, 1984 cit Lange,2009).
Heritabilitas dapat dijadikan landasan dalam menentukan program seleksi. Seleksi pada
generasi awal dilakukan bila nilai heritabilitas tinggi, sebaliknya jika rendah maka seleksi pada
generasi lanjut akan berhasil karena peluang terjadi penignkatan keragaman dalam populasi
(Falconer, 1970). Dalam hubungannya dengan seleksi adalah jika heritabilitasnya rendah maka
metode seleksi yang cocok diterapkan adalah metode pedigri, metode prnurunan satu biji (singlet
seed descent), uji kekerabatan (sib test) atau uji keturunan (progeny test), bila nilai heritabilitas
tinggi maka metode seleksi masa atau galur murni. Makin besar heritabilitas, makin besar kemajuan
seleksi yang diraihnya dan makin cepat varietas unggul dilepas. Sebaliknya semakin rendh nilai
heritabilitas arti sempit makin kecil kemajuan seleksi diperolah dan semakin lama varietas unggul
dilepas .
Fungsi seleksi adalah mengubah frekuensi gen, di mana frekuensi gen-gen yang diinginkan
akan meningkat sedangkan frekuensi gen-gen yang tidak diinginkan akan menurun. Perubahan
frekuensi gen-gen ini tentunya akan mengakibatkan rataan fenotipe dari populasi terseleksi akan
lebih baik dibandingkan dari rataan fenotipe populasi sebelumnya. Perbedaan antara rataan
performans dari ternak yang terseleksi dengan rataan performans populasi sebelum diadakannya
seleksi disebut sebagai diferensial seleksi, yang dinyatakan dengan rumus (Becker, 1985):
S = XS - X
di mana :S = diferensial seleksi
X = rataan fenotipe populasi
XS = rataan fenotipe sesudah adanyaseleksi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi nilai diferensial seleksi, yaitu (1) pada seleksi
untuk satu sifat, semakin sedikit populasi yang dipilih semakin besar diferensial seleksinya; (2)
diferensial seleksi dapat lebih besar pada kelompok populasi tanaman dengan jumlah yang besar,
sebab pada populasi yang besar akan semakin besar pula kemungkinan dijumpai tanaman yang
performansnya di atas atau di bawah rataan (Noor, 1996).
Dari nilai diferensial seleksi dan intensitas seleksi pada p= 0,03 , p= 0,05 dan p= 0,10 semuanya
menunjukkan kecenderungan bahwa semakin sedikit rerata populasi yang diambil maka nilai
diferensial populasinya pun semakin besar. Hasil intensitas seleksi bahwa semakin sedikit rerata
populasi yang diambil nilai intensitas seleksinya pun makin besar.Hasil yang diperoleh dari percobaan
S 14,02 pada p= 0,03 > nilai S 13,32 pada p= 0,05 > nilai S 12,12 pada p=0,10. Selanjutnya nilai i=
2,01 pada p= 0,03 > nilai i= 1,91 pada p= 0,05 > nilai i= 1,74 pada p=0,10. Bagan nilai diferensial
seleksi atau S menunjukkan luaran area yang berwarna biru dengan p= 0,03> p = 0,05> p = 0,10.
Luasan area yang berwarna biru sejatinya menunjukkan jumlah tanaman yang terseleksi. Dengan
demikian semuanya menunjukkan kecenderungan bahwa semakin sedikit rerata populasi yang diambil
maka nilai diferensial populasinya pun semakin besar. Sama dengan hasil intensitas seleksi bahwa
semakin sedikit rerata populasi yang diambil nilai intensitas seleksinya pun makin besar.
Selain kemajuan genetik dan intensitas seleksi ada juga nilai yang didapatkan yaitu, varian

genotype 2G sebesar 21,72, sedangkan varian sesatan 2E 19,1, disamping itu varian fenotipe

didapatkan dari hasil penjumlahan varian genotipe dengan varian sesatan, didapatkan 40,83. Dari hasil
diatas dapat didapatkan nilai heritabilitas sebesar 0,532 atau sama dengan 53,2%. Dengan nilai
heritabilitas tersebut dapat dikatakan nilai heritabilitas bernilai besar. Kenampakan fenotipe yaitu tinggi
tanaman pada berbagai jenis padi yang diseleksi dipengaruhi besar oleh faktor genetik sedangkan dari
faktor lingkungannya rendah, dalam hal ini yang mempengaruhi tinggi tanaman pada berbagai varietas
tanaman padi yang diseleksi tidak berasal dari lingkungan namun berasal dari genetik atau dari tetua
sebelumnya.
Tidak seluruhnya perbedaan performans diturunkan ke generasi selanjutnya, proporsi dari
diferensial seleksi yang dapat diwariskan kepada generasi berikutnya adalah hanya yang bersifat
genetik saja, yaitu sebesar angka pewarisannya (heritabilitas). Dengan demikian besarnya diferensial
seleksi yang diwariskan yang merupakan tanggapan seleksi yang akan muncul pada generasi
berikutnya adalah sebesar (Hardjosubroto, 1994):
R = h2 . S
di mana :R = tanggapan seleksi atau tanggapanseleksi per generasi
h2 = heritabilitas sifat yang diseleksi
S = diferensial seleksi
Rumus di atas hanya dapat digunakan untuk menghitung tanggapan seleksi sebagai akibat
dari seleksi yang telah atau sedang dilakukan sekarang dan tidak dapat digunakan untuk keperluan
perencanaan, karena sukar untuk menghitung nilai S. Untuk suatu perencanaan maka tanggapan
seleksi dapat dihitung dengan rumus (Hardjosubroto, 1994) :
R = i.h2.p
di mana :i = intensitas seleksi = S/p
p = simpangan baku dari fenotipe
Dari persamaan di atas maka dapat diketahui bahwa tanggapan seleksi atau kemajuan
genetik akibat seleksi dipengaruhi oleh (1) akurasi/kecermatan seleksi; (2) intensitas seleksi; (3)
variasi genetik; dan (4) interval generasi (Bourdon, 1997). Kecermatan seleksi sangat berkaitan
langsung dengan nilai heritabilitas.
Menurut Warwick et al. (1990) beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menaikkan
kecermatan seleksi adalah (1) membakukan prosedur pengelolaan semaksimal mungkin dan
membuat penyesuaian terhadap pengelolaan atau lingkungan yang tidak mungkin dikendalikan
(mengurangi ragam lingkungan); (2) jika memungkinkan, melakukan pengukuran berulang terhadap
suatu sifat; dan (3) penggunaan informasi performans individu dan saudara secara optimal.
Intensitas seleksi yang tinggi, populasi yang sangat bervariasi dan interval generasi yang lebih
pendek dapat meningkatkan laju kemajuan genetik. Idealnya keempat faktor tersebut dibuat
maksimaluntuk mempertinggi kemajuan genetik, yaitu kecermatan seleksi, intensitas seleksi dan
variasi genetik dimaksimalkan dan interval generasi dibuat minimal. Namun demikian tidak
mungkin semua faktor dibuat maksimal karena perubahan pada satu faktor terkadang mempengaruhi
faktor yang lain (Bourdon, 1997). Dengan demikian, yang dapat dilakukan adalah menentukan
kombinasi terbaik dari keempat faktor tersebut yang dapat memperoleh kemajuan genetik yang
optimal.

Kesimpulan

1. Heritabilitas menyatakan perbandingan atau proporsi varian genetik terhadap varian total (varian
fenotipe), yang biasanya dinyatakan dalam persen (%) atau pun desimal.
2. Kemajuan genetik adalah perkiraan peningkatan hasil akibat dilakukannya seleksi.
3. Heritabilitas dan kemajuan genetik berpengaruh terhadap hasil seleksi.
Daftar Pustaka

Aryana, M. 2010. Uji keseragaman, heritabilitas dan kemajuan genetik galur padi beras merah hasil
seleksi silang balik di lingkungan gogo. Jurnal Agroteknologi 3 : 12-20.

Becker, W. A. 1985. Manual of Quantitative Genetics. Fourth Edition. Academic Enterprises. Pullman,
Washington.

Bello, O. B., Ige S. A, Azeez M. A, Afolabi M. S, Abdulmaliq S. Y, Mahamood J. 2012. Heritability


and Genetic Advance for Grain Yield and its Component Characters in Maize (Zea Mays L.).
International Journal of Plant Research 2(5): 138-145.

Bourdon, R. M. 1997. Understanding Animal Breeding. Prentice-Hall, Inc. New Jersey.

Fitriani, L, Toekidjo, dan S. Purwanti. 2013. Keragaman lima kultivar cabai (Capsicum annuum L.) di
dataran medium. Jurnal Vegetalika 2: 50-63.

Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. PT. Gramedia Widiasarana


Indonesia, Jakarta.

Junior, M. O. P., M. P. G. S. Meto., O. P. Morais., A. P. Castro., F. Breseglhello., M. M Utumi., J. A.


Pereira., F. J. Wruck., J. M. C. Filho. 2015. Genetic Progress After Cycles of Upload Rice
Recurrentt Selection. Sci.agri. Vol 72: 2014- 0137.

Noor, R. R. 1996. Genetika Ternak. PT. PenebarSwadaya, Jakarta.

Syukur, M., S. Sujiprihati, dan R. Yunianti. 2012. Teknik Pemuliaan Tanaman. Penebar Swadaya,
Jakarta.

Warwick, E. J., J. M. Astuti, dan W. Hardjosubroto. 1990. Pemuliaan Ternak. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Lampiran

> a=read.table("clipboard",header=T)
>a
Kultivar Ulangan Sampel T

1 Ciherang 1 1 23.8
2 Ciherang 1 2 26.0
3 Ciherang 1 3 25.1
4 Ciherang 1 4 22.2
5 Ciherang 1 5 24.1
6 Ciherang 1 6 24.7
7 Ciherang 1 7 21.9
8 Ciherang 1 8 22.9
9 Ciherang 2 1 22.0
10 Ciherang 2 2 31.0
11 Ciherang 2 3 26.2
12 Ciherang 2 4 27.1
13 Ciherang 2 5 28.4
14 Ciherang 2 6 24.7
15 Ciherang 2 7 29.8
16 Ciherang 2 8 29.4
17 Ciherang 3 1 25.6
18 Ciherang 3 2 34.4
19 Ciherang 3 3 21.0
20 Ciherang 3 4 36.8
21 Ciherang 3 5 35.0
22 Ciherang 3 6 36.3
23 Ciherang 3 7 35.9
24 Ciherang 3 8 35.6
25 Ciherang 4 1 24.8
26 Ciherang 4 2 28.6
27 Ciherang 4 3 28.7
28 Ciherang 4 4 29.8
29 Ciherang 4 5 30.1
30 Ciherang 4 6 29.5
31 Ciherang 4 7 28.3
32 Ciherang 4 8 28.9
33 PP 1 1 31.8
34 PP 1 2 32.0
35 PP 1 3 23.1
36 PP 1 4 33.5
37 PP 1 5 26.2
38 PP 1 6 29.8
39 PP 1 7 35.6
40 PP 1 8 33.1
41 PP 2 1 35.8
42 PP 2 2 38.1
43 PP 2 3 41.4
44 PP 2 4 30.7
45 PP 2 5 35.8
46 PP 2 6 24.9
47 PP 2 7 33.2
48 PP 2 8 46.2
49 PP 3 1 41.2
50 PP 3 2 43.1
51 PP 3 3 43.9
52 PP 3 4 32.5
53 PP 3 5 36.3
54 PP 3 6 38.8
55 PP 3 7 44.6
56 PP 3 8 35.6
57 PP 4 1 33.4
58 PP 4 2 27.7
59 PP 4 3 44.3
60 PP 4 4 41.6
61 PP 4 5 34.6
62 PP 4 6 35.7
63 PP 4 7 37.5
64 PP 4 8 42.1
65 Rojolele 1 1 24.1
66 Rojolele 1 2 26.4
67 Rojolele 1 3 19.3
68 Rojolele 1 4 18.8
69 Rojolele 1 5 26.4
70 Rojolele 1 6 22.0
71 Rojolele 1 7 25.6
72 Rojolele 1 8 20.8
73 Rojolele 2 1 22.0
74 Rojolele 2 2 19.7
75 Rojolele 2 3 26.4
76 Rojolele 2 4 25.8
77 Rojolele 2 5 23.5
78 Rojolele 2 6 27.0
79 Rojolele 2 7 32.0
80 Rojolele 2 8 29.7
81 Rojolele 3 1 17.0
82 Rojolele 3 2 29.5
83 Rojolele 3 3 23.6
84 Rojolele 3 4 23.8
85 Rojolele 3 5 26.1
86 Rojolele 3 6 38.3
87 Rojolele 3 7 24.3
88 Rojolele 3 8 17.9
89 Rojolele 4 1 34.4
90 Rojolele 4 2 31.8
91 Rojolele 4 3 19.1
92 Rojolele 4 4 27.1
93 Rojolele 4 5 28.5
94 Rojolele 4 6 28.0
95 Rojolele 4 7 22.8
96 Rojolele 4 8 24.5
97 Logawa 1 1 21.0
98 Logawa 1 2 31.0
99 Logawa 1 3 27.8
100 Logawa 1 4 25.5
101 Logawa 1 5 20.0
102 Logawa 1 6 29.9
103 Logawa 1 7 30.1
104 Logawa 1 8 31.4
105 Logawa 2 1 37.0
106 Logawa 2 2 26.5
107 Logawa 2 3 28.3
108 Logawa 2 4 23.2
109 Logawa 2 5 29.0
110 Logawa 2 6 28.0
111 Logawa 2 7 22.0
112 Logawa 2 8 30.1
113 Logawa 3 1 27.9
114 Logawa 3 2 22.4
115 Logawa 3 3 30.9
116 Logawa 3 4 35.8
117 Logawa 3 5 24.2
118 Logawa 3 6 32.2
119 Logawa 3 7 20.8
120 Logawa 3 8 27.8
121 Logawa 4 1 29.9
122 Logawa 4 2 29.5
123 Logawa 4 3 30.0
124 Logawa 4 4 34.1
125 Logawa 4 5 37.3
126 Logawa 4 6 32.6
127 Logawa 4 7 34.8
128 Logawa 4 8 40.4
129 IR64 1 1 22.0
130 IR64 1 2 18.0
131 IR64 1 3 21.1
132 IR64 1 4 20.2
133 IR64 1 5 25.4
134 IR64 1 6 17.8
135 IR64 1 7 17.6
136 IR64 1 8 23.5
137 IR64 2 1 23.4
138 IR64 2 2 21.5
139 IR64 2 3 22.9
140 IR64 2 4 23.7
141 IR64 2 5 25.5
142 IR64 2 6 21.0
143 IR64 2 7 18.4
144 IR64 2 8 17.8
145 IR64 3 1 23.9
146 IR64 3 2 26.3
147 IR64 3 3 17.6
148 IR64 3 4 30.5
149 IR64 3 5 30.8
150 IR64 3 6 22.8
151 IR64 3 7 19.1
152 IR64 3 8 29.8
153 IR64 4 1 23.8
154 IR64 4 2 19.0
155 IR64 4 3 23.0
156 IR64 4 4 25.9
157 IR64 4 5 22.3
158 IR64 4 6 24.4
159 IR64 4 7 27.0
160 IR64 4 8 25.3
> str(a)
'data.frame': 160 obs. of 4 variables:
$ Kultivar: Factor w/ 5 levels "Ciherang","IR64",..: 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 ...
$ Ulangan : int 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 ...
$ Sampel : int 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 ...
$ TT : num 23.8 26 25.1 22.2 24.1 24.7 21.9 22.9 22 31 ...
> a$Ulangan=as.factor(a$Ulangan)
> str(a)
'data.frame': 160 obs. of 4 variables:
$ Kultivar: Factor w/ 5 levels "Ciherang","IR64",..: 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 ...
$ Ulangan : Factor w/ 4 levels "1","2","3","4": 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 ...
$ Sampel : int 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 ...
$ TT : num 23.8 26 25.1 22.2 24.1 24.7 21.9 22.9 22 31 ...
> anova=aov(TT~Kultivar+Kultivar:Ulangan,data=a)
> summary(anova)
Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F)
Kultivar 4 3056 764.1 39.974 < 2e-16 ***
Kultivar:Ulangan 15 1031 68.7 3.594 2.9e-05 ***
Residuals 140 2676 19.1
---
Signif. codes: 0 *** 0.001 ** 0.01 * 0.05 . 0.1 1

Anda mungkin juga menyukai