Oleh :
Lara Meiza Anindia
1. Pankreatitis akut
2. Pankreatitis kronik
Pankreatitis Akut
Etiologi
Penyebab pankreatitis akut ditunjukkan pada Tabel 3.1. Batu empedu menjadi
penyebab terbesar dari semua kasus pankreatitis yang ada, menyusul berikutnya
penggunaan alkohol. Namun pada beberapa pasien tidak diketahui penyebabnya
(idiophatic). Pankreatitis akut juga dapat terjadi setelah pasien menjalani
endoscopic retrograde cholangiography (ERCP)ataupun setelah
mengkonsumsi obat-obatan tertentu yang ditunjukkan pada Tabel 3.2.
Tabel 3.1 Penyebab Pankreatitis Akut
Penyebab %
1.Penyakitsystembillier(batu) 38
2.Alkohol 35
3.PostERCP 4
4.Trauma 1,5
5.ObatObatan 1,4
6.Infeksi <1
7.Herediter <1
8.Hiperkalsemia <1
9.Abnormalitaspancreas <1
10.Hipertrigliseridemia <1
11.Tumor <1
12.Toksin <1
13.Postoperatif <1
14.Idiopatik 10
Patofosiologi
3. Iskemia sesaat dapat meningkatkan degradasi enzim pankreas. Keadaan ini dapat
terjadi pada prosedur operatif atau karena aterosklerosis pada arteri di pankreas
Gangguan di sel asini pankreas akan diikuti dengan pelepasan enzim pankreas, yang
selanjutnya akan merangsang sel-sel peradangan (makrofag, neutrofil, sel-sel endotel,
dsb) untuk mengeluarkan mediator inflamasi (bradikinin, platelet activating
factor [PAF]) dan sitokin proinflammatory (TNF- , IL-1 beta, IL-6, IL-8 dan
intercellular adhesive molecules (ICAM 1) dan vascular adhesive
molecules (VCAM) sehingga menyebabkan permeabilitas vaskular meningkat,
teraktivasinya sistem komplemen dan ketidakseimbangan sistem trombo-fibrinolitik.
Kondisi tersebut akhirnya memicu terjadinya gangguan mikrosirkulasi, stasis
mikrosirkulasi, iskemia dan nekrosis sel-sel pankreas. Kejadian di atas tidak saja
terjadi lokal di pankreas tetapi dapat pula terjadi di jaringan/organ vital lainnya
sehingga dapat menyebabkan komplikasi lokal maupun sistemik. Dengan kata lain
pankreatitis akut dimulai oleh adanya keadian yang menginisiasi luka kemudian
diikuti kejadian selanjutnya memperberat luka, yang dapat digambarkan secara lebih
jelas pada skema di bawah ini (Gambar 3.1).
Gambar 3.1 Skema patogenesis Pankreatitis akut
Secara ringkas progresi pankreatitis akut dapat dibagi menjadi 3 fase berurutan, yaitu:
Berat ringannya pankreatitis akut tergantung dari respons inflamasi sistemik yang
diperantarai oleh keseimbangan sitokin proinflammatory dan
antiinflammatory, dan ada tidaknya infeksi baik lokal maupun sistemik. Pada
keadaan dimana
Klasifikasi
Bradley membagi pankreatitis berdasarkan fisiologik, tes laboratorium, dan parameter
klinis menjadi:
1. Gagal organ, apabila dijumpai satu atau lebih, adanya: syok (tekanan
sistolik <90 mmHg), insufisiensi pulmonal (PaO2 <60 mmHg), gagal ginjal
(kreatinin >2 mg/dl),perdarahan gastrointestinal (>500 ml/24 jam); 2.
Komplikasi lokal, seperti: pseudocyst, abses atau pankreatitis nekrotika; 3.
Kriteria Ranson, paling tidak dijumpai 3 dari 11 kriteria (tabel 3);
Komplikasi
Zhu et al, melaporkan frekuensi terjadinya gagal organ pada pasien dengan
pankreatitis akut berat: gagal organ multipel (27%), gagal respirasi (46%), gagal
ginjal (16,2%), gagal jantung (17,6%), gagal hati (18,9%) dan perdarahan saluran
cerna (10,8%), dengan angka mortalitas akibat gagal organ multipel sebesar 45%.
Lebih jelasnya bagaimana komplikasi dapat terjadi diperlihatkan pada Tabel 3.3 dan
Gambar 3.2.
Keluhan yang sangat menyolok adalah rasa nyeri yang timbul tiba-tiba, intens,
terus menerus dan makin lama makin bertambah; lokasinya kebanyakan di
epigastrium, dapat men- jalar ke punggung, kadang-kadang ke perut bagian bawah,
nyeri berlanngsung beberapa hari. Gejala lain yakni mual, muntah- muntah dan
demam.
Pada pemeriksaan jasmani didapatkan nyeri tekan di perut bagian atas, tanda-tanda
peritonitis lokal, kadang-kadang bahkan peritonitis umum.
Diagnosis
Diagnosis: yang paling tepat adalah histologi pankreas, jika tidak diagnosis
berdasarkan faktor etiologi, gejala, tes laboratorium, dan imaging technology.
a. Tes Laboratorium
Amylase
Lipase
Serum lipase assays, spesifik untuk pankreas. Peningkatan Level serum
Tes Lain
b. Imaging test
ERCP (tehnik sinar X yang menunjukan struktur dari saluran empedu dan
saluran pankreas) biasanya dilakukan hanya jika penyebabnya adalah batu
empedu pada saluran empedu yang besar.
Endoskopi dimasukkan melalui mulut pasien dan masuk ke dalam usus halus
lalu menuju ke sfingter Oddi. Kemudian disuntikkan zat warna radioopak ke
dalam saluran tersebut. Zat warna ini terlihat pada foto rontgen. Bila pada
rontgen tampak batu empedu, bisa dikeluarkan dengan menggunakan
endoskop.
Manajemen Cairan
Nutrisi Pendukung
Manajemen nyeri
Selain itu dapat juga dilakukan intervensi radiologi dan ERCP atau terapi
bedah. Manajemen terapi yang diberikan tersebut dibagi dalam terapi
farmakologi dan non farmakologi.
a. Nutrisi Pendukung
Nutrisi enteral diberikan segera setelah dilakukan resusitasi cairan, dapat diberikan 48
jam pertama bila kondisi sudah stabil, dan tidak ada kontraindikasi seperti: adanya
syok, perdarahan gastrointestinal masif, obstruksi intestinal, fistula jejunum atau
enteroparalisis berat. Ada tiga alternatif pemberian nutrisi enteral pada pankreatitis
akut berat:
1. nasojejunal tube
2. gastrostomy/jejunostomy tube
Pemberian secara NJT lebih terpilih karena lebih aman, non-invasif dan lebih
mudah dikerjakan dengan bantuan endoskopi/fluoroskopi.
Mengangkat batu empedu dengan ERCP atau pembedahan biasanya dapat mengatasi
Pankreatitis akut dan mencegah kambuh kembali. Meskipun demikian pada saat ini
terapi pankreatitis akut berat telah bergeserdari tindakan pembedahan awal ke
perawatan intensif agresif. Seiring dengan berkembangnya radiologi dan endoskopi
intervensi, tindakan bedah dapat diminimalisasi.
Tindakan ERCP, drainase endoskopis dan perkutaneus baik dengan panduan USG
maupun CT scan dapat diindikasikan pada komplikasi pankreatitis berat seperti:
timbunan cairan peripankreatik, pseudocyst dan abses lambat. Pseudocyst yang
didefinisikan sebagai adanya timbunan cairan yang menetap
lebih dari 4 minggu, terjadi akibat rupturnya duktus pankreatikus dapat didrainase
secara endoskopis dengan keberhasilan sekitar 83%.
Batu empedu yang bermigrasi dan terjebak di ampula merupakan penyebab tersering
pankreatitis akut (acute biliary pancreatitis). Batu empedu ditemukan pada tinja
sebesar 85-95% pada pasien yang menderita pankreatitis akut. ERCP merupakan
prosedur endoskopik untuk mengevaluasi sistem bilier dan sistem duktus
pankreatikus. Beberapa studi membuktikan bahwa ERCP yang dilakukan pada 2472
jam dari onset klinis pada pasien pankreatitis akut berat yang terbukti dengan
obstruksi bilier, kolangitis dan peningkatan bilirubin dapat menurunkan morbiditas
dan mortalitas.
c. Terapi Bedah
B. Terapi Farmakologi
a. Manajemen Nyeri
Untuk mengatasi nyeri perut diberikan analgesik. Faktor penting yang perlu
diperhatikan dalam memilih analgetik adalah efikasi dan keamanan. Dahulu tritmen
biasanya diawali dengan pemberian meperidine secara parenteral (50-100 mg tiap 3-4
jam), karena tidak mengakibatkan pankreatitis. Sekarang ini, banyak rumah sakit yang
membatasi atau malah tidak menggunakannya lagi karena tidak seefektif narkotik
lainnya dan dikontraindikasikan pada pasien gangguan ginjal. Selain kurang efekif,
juga dibutuhkan dosis dan frekuensi yang lebih tinggi. Hal yang terpenting adalah
bahwa metabolit aktif meperidine berakumulasi pada pasien gagal ginjal dan dapat
menyebabkan kejang atau psikosis.
pump inhibitor
c. Pencegahan Infeksi
Salah satu penyebab kematian pada pankreatitis akut berat adalah karena
pankreatitis nekrotika akut. Pankreas yang mengalami nekrosis dapat bersifat steril
atau terinfeksi. Pankreas yang terinfeksi mempunyai mortalitas lebih tinggi (1050%)
dibandingkan yang steril (10%). Risiko pankreatitis nekrotika akut terinfeksi
tergantung dari luasnya area nekrosis. Semakin luas nekrosis semakin besar risiko
infeksi.
d. Pankreatitis Post-ERCP