Anda di halaman 1dari 18

PANKREATITIS AKUT HEMORAGIK

Oleh :
Lara Meiza Anindia

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU BEDAH


RSIJ PONDOK KOPI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2017
PANKREATITIS AKUT

Pankreatitis adalah suatu penyakit inflamasi pankreas yang identik


menyebabkan nyeri perut dan terkait dengan fungsinya sebagai kelenjar eksokrin,
(meskipun pada akhirnya fungsi sebagai kelenjar endokrin juga terganggu akibat
kerusakan organ pankreas).

The Second International Symposium on The Classification of Pancreatitis,


(Marseille,1980) membuat klasifikasi sebagai berikut:

1. Pankreatitis akut

2. Pankreatitis kronik

Pankreatitis Akut

Pankreatitis akut adalah pankreatitis yang dikarakterisasi oleh nyeri berat di


perut bagian atas dan meningkatnya level enzim pankreas di dalam darah. Pankreatitis
akut bisa ringan ataupun berat tergantung manifestasi klinis, tes laboratorium, dan
diagnosa. Perjalanan penyakit dari ringan self limited sampai berat yang disertai
renjatan gangguan ginjal dan paru-paru yang bisa berakibat fatal.

Pankreatitis yang berat, enzim-enzim pankreas, bahan-bahan vasoaktif dan


bahan-bahan toksik lainnya keluar dari saluran- saluran pankreas dan masuk ke dalam
ruang pararenal anterior dan ruang-ruang lain seperti ruang-ruang pararenal posterior,
lesser sac dan rongga peritoneum. Bahan ini mengakibatkan iritasi kimiawi yang
luas. Bahan-bahan tersebut memasuki sirkulasi umum melalui saluran getah bening
retroperitoneal dan jalur vena dan mengakibatkan berbagai penyulit sistemik seperti
gagal pernapasan, gagal ginjal dan kolaps kardio- vaskuler.

Etiologi

Penyebab pankreatitis akut ditunjukkan pada Tabel 3.1. Batu empedu menjadi
penyebab terbesar dari semua kasus pankreatitis yang ada, menyusul berikutnya
penggunaan alkohol. Namun pada beberapa pasien tidak diketahui penyebabnya
(idiophatic). Pankreatitis akut juga dapat terjadi setelah pasien menjalani
endoscopic retrograde cholangiography (ERCP)ataupun setelah
mengkonsumsi obat-obatan tertentu yang ditunjukkan pada Tabel 3.2.
Tabel 3.1 Penyebab Pankreatitis Akut

Penyebab %

1.Penyakitsystembillier(batu) 38

2.Alkohol 35

3.PostERCP 4

4.Trauma 1,5

5.ObatObatan 1,4

6.Infeksi <1

7.Herediter <1

8.Hiperkalsemia <1

9.Abnormalitaspancreas <1

10.Hipertrigliseridemia <1

11.Tumor <1

12.Toksin <1

13.Postoperatif <1

14.Idiopatik 10

Patofosiologi

Pankreatitis akut dimulai sebagai suatu proses autodigesti di dalam kelenjar


akibat aktivasi prematur zimogen (prekursor dari enzim digestif) dalam sel-sel
sekretor pankreas (asinar), sistem saluran atau ruang interstisial. Gangguan sel asini
pankreas dapat terjadi karena beberapa sebab:

1. Obstruksi duktus pankreatikus. Penyebab tersering obstruksi adalah batu empedu


kecil (microlithiasis) yang terjebak dalam duktus. Sebab lain adalah karena plug
protein (stone protein) dan spasme sfingter Oddi pada kasus pankreatitis akibat
konsumsi alkohol,
2. Stimulasi hormon cholecystokinin (CCK) sehingga akan mengaktivasi enzim
pankreas. Hormon CCK terstimulasi akibat diet tinggi protein dan lemak
(hipertrigliseridemia) dapat juga karena alkohol,

3. Iskemia sesaat dapat meningkatkan degradasi enzim pankreas. Keadaan ini dapat
terjadi pada prosedur operatif atau karena aterosklerosis pada arteri di pankreas

Gangguan di sel asini pankreas akan diikuti dengan pelepasan enzim pankreas, yang
selanjutnya akan merangsang sel-sel peradangan (makrofag, neutrofil, sel-sel endotel,
dsb) untuk mengeluarkan mediator inflamasi (bradikinin, platelet activating
factor [PAF]) dan sitokin proinflammatory (TNF- , IL-1 beta, IL-6, IL-8 dan
intercellular adhesive molecules (ICAM 1) dan vascular adhesive
molecules (VCAM) sehingga menyebabkan permeabilitas vaskular meningkat,
teraktivasinya sistem komplemen dan ketidakseimbangan sistem trombo-fibrinolitik.
Kondisi tersebut akhirnya memicu terjadinya gangguan mikrosirkulasi, stasis
mikrosirkulasi, iskemia dan nekrosis sel-sel pankreas. Kejadian di atas tidak saja
terjadi lokal di pankreas tetapi dapat pula terjadi di jaringan/organ vital lainnya
sehingga dapat menyebabkan komplikasi lokal maupun sistemik. Dengan kata lain
pankreatitis akut dimulai oleh adanya keadian yang menginisiasi luka kemudian
diikuti kejadian selanjutnya memperberat luka, yang dapat digambarkan secara lebih
jelas pada skema di bawah ini (Gambar 3.1).
Gambar 3.1 Skema patogenesis Pankreatitis akut

Secara ringkas progresi pankreatitis akut dapat dibagi menjadi 3 fase berurutan, yaitu:

1. inflamasi lokal pankreas,

2. peradangan sistemik (systemic inflammatory response syndrome


[SIRS]),

3. disfungsi multi organ (multiorgan dysfunctions [MODS]).

Berat ringannya pankreatitis akut tergantung dari respons inflamasi sistemik yang
diperantarai oleh keseimbangan sitokin proinflammatory dan
antiinflammatory, dan ada tidaknya infeksi baik lokal maupun sistemik. Pada
keadaan dimana

Universitas Sumatera Utara

sitokin proinflammatory lebih dominan daripada sitokin antiinflammatory


(IL-10, IL-1 receptor antagonist (IL- 1ra) dan soluble TNF receptor (sTNFR)
keadaan yang terjadi adalah pankreatitis akut berat.

Klasifikasi
Bradley membagi pankreatitis berdasarkan fisiologik, tes laboratorium, dan parameter
klinis menjadi:

Pankreatitis Akut Ringan; Biasanya tidak disertai komplikasi atau disfungsi


organ

Pankreatitis Akut Berat; disertai gangguan fungsi pankreas, terjadi


komplikasi lokal atau sistemik

Pankreatitis akut berat dapat didefinisikan sebagai pankreatitis akut yang


disertai dengan gagal organ dan atau dengan komplikasi lokal (pembentukan
abses, nekrosis dan pseudocyst). Menurut klasifikasi Atlanta, pankreatitis
akut dikategorikan sebagai pankreatitis akut berat apabila memenuhi beberapa
kriteria dari 4 kriteria:

1. Gagal organ, apabila dijumpai satu atau lebih, adanya: syok (tekanan
sistolik <90 mmHg), insufisiensi pulmonal (PaO2 <60 mmHg), gagal ginjal
(kreatinin >2 mg/dl),perdarahan gastrointestinal (>500 ml/24 jam); 2.
Komplikasi lokal, seperti: pseudocyst, abses atau pankreatitis nekrotika; 3.
Kriteria Ranson, paling tidak dijumpai 3 dari 11 kriteria (tabel 3);

4. APACHE II, paling tidak nilai skor >8 (tabel 3).

Berdasarkan patologi dibedakan menjadi:

1. Pankreatitis Akut Interstisial. Secara makroskopik pankreas


membengkak secara difus dan pucat. Tidak terdapat nekrosis atau perdarahan,
bila ada, minimal sekali. Secara mikroskopik, daerah interstisial melebar
karena adanya edema ekstrasel, disertai sebaran sel leukosit PMN. Saluran
pankreas diisi bahan purulen. Tidak didapatkan destruksi asinus.

2. Pankreatitis Akut Nekrosis Hemoragik. Secara makroskopik,


tampak nekrosis jaringan pankreas (lemak di tepi pankreas, parenkim) disertai
perdarahan dan inflamasi yang dapat mengisi ruang retroperitoneal. Bila
penyakit berlanjut, tampak abses dan timbulnya bakteri di jaringan nekrosis
yang berdinding (abses purulen). Secara mikroskopik, adanya nekrosis lemak
dan jaringan pankreas, kantong infiltrat yang meradang dan berdarah.
Pembuluh darah di dalam dan di sekitar daerah nekrotik menunjukkan
kerusakan mulai dari inflamasi perivaskular, vaskulitis, dan trombosis
pembuluh darah. Bentuk pankreatitis ini lebih fatal dibanding pankreatitis akut
interstisial

Komplikasi

Komplikasi yang terjadi dapat bersifat lokal maupun sistemik, komplikasi


lokal meliputi kumpulan cairan akut, nekrosis,abses, dan pseudosit (kumpulan getah
pankreas dan pecahan jaringan yang selaputi dengan dinding berserat atau jaringan
berbentuk granul) yang berkembang sekitar 4 6 minggu setelah serangan awal.
Abses pankreatik biasanya merupakan infeksi sekunder dari nekrosis jaringan atau
pseudosit dan terkait dengan keparahan penyakit. Kematian biasanya disebabkan
nekrosis infeksi dan sepsis. Asites pankreatik terjadi ketika sekresi pankreas menyebar
ke rongga peritoneal.

Komplikasi sistemik meliputi gangguan kardiovaskular, renal, pulmonary,


metabolik, hemoragik, abnormalitas sistem saraf pusat. Shock adalah penyebab utama
kematian. Hipotensi terjadi akibat hipovolemia, hypoalbuminemia, da rilis kinin serta
sepsis. Komplikasi renal biasanya disebabkan hipovolemia. Komplikasi pulmonary
berkembang ketika terjadi akumulasi cairan diantara rongga pleura dan menekan paru,
acute respiratory distress syndrome (ARDS) ini akan menahan pertukaran gas, yang
dapat menyebabkan hipoksemia. Pendarahan gastrointestinal terjadi akibat ruptur
pseudosit. Pankreatitis akut berat biasanya diserta kebingungan dan koma.

Zhu et al, melaporkan frekuensi terjadinya gagal organ pada pasien dengan
pankreatitis akut berat: gagal organ multipel (27%), gagal respirasi (46%), gagal
ginjal (16,2%), gagal jantung (17,6%), gagal hati (18,9%) dan perdarahan saluran
cerna (10,8%), dengan angka mortalitas akibat gagal organ multipel sebesar 45%.
Lebih jelasnya bagaimana komplikasi dapat terjadi diperlihatkan pada Tabel 3.3 dan
Gambar 3.2.

Tabel 3.3 Mekanisme terjadinya komplikasi pankreatitis akut


berat
Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis bervariasi tergantung keparahan penyakit dan bagian yang


mengalami keruskan, meskipun demikian pada umumnya terdapat gejala klasik yaitu
nyeri midepigastrik, mual dan muntah.

Keluhan yang sangat menyolok adalah rasa nyeri yang timbul tiba-tiba, intens,
terus menerus dan makin lama makin bertambah; lokasinya kebanyakan di
epigastrium, dapat men- jalar ke punggung, kadang-kadang ke perut bagian bawah,
nyeri berlanngsung beberapa hari. Gejala lain yakni mual, muntah- muntah dan
demam.

Pada pemeriksaan jasmani didapatkan nyeri tekan di perut bagian atas, tanda-tanda
peritonitis lokal, kadang-kadang bahkan peritonitis umum.

Diagnosis

Diagnosis: yang paling tepat adalah histologi pankreas, jika tidak diagnosis
berdasarkan faktor etiologi, gejala, tes laboratorium, dan imaging technology.
a. Tes Laboratorium

Amylase

Total serum amylase adalah tes yang paling sering digunakan.

Nilainya meningkat pada 6 - 12 jam setelah onset of symptoms dan tetap


tinggi selama 3 - 5 hari pd kebanyakan kasus, kembali normal setelah 8-14
hari. Jika tetap tinggi kemungkinan terjadi nekrosis pankreas dan komplikasi
lain

Lipase
Serum lipase assays, spesifik untuk pankreas. Peningkatan Level serum

lipase bertahan lebih lama dibanding amilase

Tes Lain

Serum immunoreactive cationic trypsin, elastase, dan phospholipase ,trypsin


activation peptide dan serum anionic trypsinogen

Diagnosis urin: rasio amylase dan creatinine clearance ratio (Cam/Ccr)


tidak memberikan keuntungan

Leukocytosis; lebih dari 25,000 cells/terdapat pada 80% pasien

Hypocalcemia terjadi pada lebih dari 30% pasien akibat kombinasi

hypoalbuminemia dan pengendapa kalsium di area nekrosis lemak.


Berbagai jenis pemeriksaan laboratorium tersebut memiliki sensitivitas yang
beragam.

b. Imaging test

Pemeriksaan foto rontgen perut standar bisa memperlihatkan


pelebaran usus atau memperlihatkan satu atau lebih batu empedu.
Pemeriksaan USG bisa menunjukkan adanya batu empedu di
kandung empedu dan kadang-kadang dalam saluran empedu, selain itu
USG juga bisa menemukan adanya pembengkakan pankreas.

CT scan bisa menunjukkan perubahan ukuran dari pankreas dan digunakan


pada kasus-kasus yang berat dan kasus-kasus dengan komplikasi (misalnya
penurunan tekanan darah yang hebat).

ERCP (tehnik sinar X yang menunjukan struktur dari saluran empedu dan
saluran pankreas) biasanya dilakukan hanya jika penyebabnya adalah batu
empedu pada saluran empedu yang besar.

Endoskopi dimasukkan melalui mulut pasien dan masuk ke dalam usus halus
lalu menuju ke sfingter Oddi. Kemudian disuntikkan zat warna radioopak ke
dalam saluran tersebut. Zat warna ini terlihat pada foto rontgen. Bila pada
rontgen tampak batu empedu, bisa dikeluarkan dengan menggunakan
endoskop.

MANAJEMEN TERAPI PANKREATITIS AKUT

Tujuan pengobatan adalah menghentikan proses peradangan dan antodigesti atau


menstabilkan sedikitnya keadaan klinis sehingga memberi kesempatan resolusi
penyakit. Pasien pankreatitis menerima terapi suportif yang teridiri dari kontrol nyeri
secara efektif, penggantian cairan, dan nutrisi pendukung. Oleh karena itu manajemen
pankreatitis akut, biasanya terdiri dari:

Manajemen Cairan

Nutrisi Pendukung

o Untuk mengistirahatkan saluran cerna

o Diberikan nutrisi secara enteral maupun parenteral

Manajemen nyeri
Selain itu dapat juga dilakukan intervensi radiologi dan ERCP atau terapi
bedah. Manajemen terapi yang diberikan tersebut dibagi dalam terapi
farmakologi dan non farmakologi.

Terapi Non Farmakologi

a. Nutrisi Pendukung

Pemberian nutrisi pendukung dilakukan untuk mengistirahatkan


saluran cerna sehingga mengurangi stimulasi terhadap pankreas juga karena
terjadinya malnutrisi. Malnutrisi diakibatkan metabolisme pada pasien dengan
pankreatitis akut berat menyerupai keadaan sepsis, yang ditandai dengan
hiperdinamik, hipermetabolik, dan hiperkatabolik.

Dalam beberapa tahun lalu pemberian nutrisi yang direkomendasikan


adalah nutrisi parenteral melalui vena sentral. Hal ini didasarkan pada
pemikiran bahwa pemberian nutrisi per-oral akan merangsang produksi enzim
pankreas sehingga justru akan memperberat penyakit. Namun seiring dengan
penelitian klinis konsep telah berubah, justru sebaiknya nutrisi diberikan
secara enteral.

Berdasarkan penelitian, pemberian nutrisi parenteral dapat


mengakibatkan:

1. Atrofi jaringan limfoid usus (GALT/gut associated lymphoid


tissue) yang merupakan sumber utama imunitas mukosa,

2. Terganggunya fungsi limfosit Sel T dan sel B, menurunnya aktivitas


kemotaksis leukosit dan fungsi fagositosis sehingga memudahkan
pertumbuhan bakteri (bacterial overgrowth),

3. Meningkatnya permeabilitas dinding usus yang dapat mempermudah


terjadinya translokasi bakteri, endotoksin, dan antigen masuk ke dalam
sirkulasi.
Pemberian nutrisi enteral berdasarkan penelitian lebih menguntungkan
karena:
1. Dapat melindungi fungsi barrier usus,

2. Menurunkan produksi mediator proinflamatori sehingga risiko


translokasi bakterial dan endotoksin menurun.

Nutrisi yang diberikan secara oral, nasogatrik maupun melalui duodenum


dapat meningkatkan produksi enzim pankreas. Namun nutrisi enteral melalui
nasojejunal tube (NJT) tidak merangsang produksi enzim. Hal ini dibuktikan oleh
Zhao et al, pada pasien dengan pankreatitis akut berat, pemberian nutrisi enteral
dikombinasi dengan nutrisi parenteral vs dengan nutrisi parenteral saja disimpulkan:
kadar TNF- , IL-6, kadar CRP lebih rendah pada kelompok nutrisi enteral, dan kadar
enzim pankreas tidak terpacu dengan pemberian nutrisi enteral.

Nutrisi enteral diberikan segera setelah dilakukan resusitasi cairan, dapat diberikan 48
jam pertama bila kondisi sudah stabil, dan tidak ada kontraindikasi seperti: adanya
syok, perdarahan gastrointestinal masif, obstruksi intestinal, fistula jejunum atau
enteroparalisis berat. Ada tiga alternatif pemberian nutrisi enteral pada pankreatitis
akut berat:

1. nasojejunal tube

2. gastrostomy/jejunostomy tube

3. jejunostomi secara bedah

Pemberian secara NJT lebih terpilih karena lebih aman, non-invasif dan lebih
mudah dikerjakan dengan bantuan endoskopi/fluoroskopi.

b. Intervensi radiologi dan ERCP

Mengangkat batu empedu dengan ERCP atau pembedahan biasanya dapat mengatasi
Pankreatitis akut dan mencegah kambuh kembali. Meskipun demikian pada saat ini
terapi pankreatitis akut berat telah bergeserdari tindakan pembedahan awal ke
perawatan intensif agresif. Seiring dengan berkembangnya radiologi dan endoskopi
intervensi, tindakan bedah dapat diminimalisasi.

Tindakan ERCP, drainase endoskopis dan perkutaneus baik dengan panduan USG
maupun CT scan dapat diindikasikan pada komplikasi pankreatitis berat seperti:
timbunan cairan peripankreatik, pseudocyst dan abses lambat. Pseudocyst yang
didefinisikan sebagai adanya timbunan cairan yang menetap

Universitas Sumatera Utara

lebih dari 4 minggu, terjadi akibat rupturnya duktus pankreatikus dapat didrainase
secara endoskopis dengan keberhasilan sekitar 83%.

Batu empedu yang bermigrasi dan terjebak di ampula merupakan penyebab tersering
pankreatitis akut (acute biliary pancreatitis). Batu empedu ditemukan pada tinja
sebesar 85-95% pada pasien yang menderita pankreatitis akut. ERCP merupakan
prosedur endoskopik untuk mengevaluasi sistem bilier dan sistem duktus
pankreatikus. Beberapa studi membuktikan bahwa ERCP yang dilakukan pada 2472
jam dari onset klinis pada pasien pankreatitis akut berat yang terbukti dengan
obstruksi bilier, kolangitis dan peningkatan bilirubin dapat menurunkan morbiditas
dan mortalitas.

Pasien yang menjalani ERCP seringkali dikombinasi dengan tindakan sfingterotomi


endoskopis tanpa memandang ada/tidaknya batu di duktus biliaris. Pada pasien
dengan kolangitis memerlukan tindakan sfingterotomi endoskopis atau drainase
duktus dengan stent perlu dilakukan untuk menghilangkan obstruksi bilier.

c. Terapi Bedah

Tindakan bedah diindikasikan pada pankreatitis akut berat:


1. Pankreatitis nekrotik akut terinfeksi,

2. Pankreatitis nekrotik steril dengan pankreatitis akut fulminan (ditandai dengan


menurunnya kondisi pasien akibat gagal organ multipel yang muncul dalam beberapa
hari sejak onset gejala),
3. Pankreatitis akut dengan perdarahan usus.

Tujuan tindakan bedah adalah untuk membersihkan jaringan nekrotik sebersih


mungkin dengan menyisakan jaringan pankreas yang masih viabel. Tindakan
debridement (necrotomy) merupakan gold standard pada pankreatitis nekrosis
akut terinfeksi dan nekrosis peripankreatik. Pankreatitis nekrotik akut steril tidak
perlu tindakan bedah, cukup konservatif kecuali terjadi pankreatitis akut fulminan.
Berdasarkan penelitian, dari 172 pasien dengan nekrosis steril mortalitas terjadi
sebanyak 13,1% pada kelompok yang menjalani pembedahan dibandingkan yang
konservatif hanya 6,2%. Tindakan bedah dilakukan pada minggu ke 3-4 setelah
onset gejala karena intervensi pada minggu awal meningkatkan risiko mortalitas
>65% karena komplikasi pulmonal/kardial.

B. Terapi Farmakologi

a. Manajemen Nyeri

Untuk mengatasi nyeri perut diberikan analgesik. Faktor penting yang perlu
diperhatikan dalam memilih analgetik adalah efikasi dan keamanan. Dahulu tritmen
biasanya diawali dengan pemberian meperidine secara parenteral (50-100 mg tiap 3-4
jam), karena tidak mengakibatkan pankreatitis. Sekarang ini, banyak rumah sakit yang
membatasi atau malah tidak menggunakannya lagi karena tidak seefektif narkotik
lainnya dan dikontraindikasikan pada pasien gangguan ginjal. Selain kurang efekif,
juga dibutuhkan dosis dan frekuensi yang lebih tinggi. Hal yang terpenting adalah
bahwa metabolit aktif meperidine berakumulasi pada pasien gagal ginjal dan dapat
menyebabkan kejang atau psikosis.

Parenteral morfin lebih direkomendasikan. Tetapi penggunaannya terkadang harus


dihindari karena dapat menyebabkan spasm sphincter of Oddi, meningkatkan
serum amylase, dan (jarang) pankreatitis. Hidromorfon lebih disukai karena memiliki
waktu paruh yang lebih panjang. Belum ada bukti bahwa obat antsekretori dapat
mencegah eksaserbasi nyeri perut.

b. Pembatasan Komplikasi Sistemik Dan Pencegahan


Nekrosis Pankres Manajemen Cairan
Penggantian cairan dan suport sistem pernafasan, kariovaskular, hepatobiliary dapat
mengurangi komplikasi. Meskipun belum ada bukti metode untuk mencegah
komplikasi, terdapat hubungan erat antara hemokonsentrasi dengan nekrosis pankreas.
Oleh karena itu penggantian cairan sangat penting utuk mengkoreksi volume
intravaskular. Selain itu prognosis pasien sangat tergantung dengan restorasi cairan
yang cepat dan adekuat, sesuai dengan jumlah cairan yang masuk ke rongga
peritoneal. Pasien pankreatitis akut mungkin terjadi penyisipan cairan 4-12 L ke
rongga peritoneal akibat inflamasi.

Vasodilatasi akibat respons inflamasi, muntah, dan nasogastrik juga menyebabkan


hypovolemia dan kehilangan cairan dan elektrolit. Pada pankreatitis berat pembuluh
darah di dan sekitar pankreas mungkin ruptur dan menyebabkan perdarahan.
Pemberian koloid secara intravena mungkin diperlukan untuk mempertahankan
volume dan tekanan darah karena kehilangan cairan kaya protein.
Obat-obatan

Sejumlah obat diteliti efikasinya dalam mencegah komplikasi pankreas diantaranya


adalah:

pump inhibitor

protease inhibitor: gabexate, aprotinin

platelet-activating factor antagonist: lexipafant

Somatostatin dan Octreotide

o Inhibitor potent sekresi enzim pankreas

o Mengurangi kematian tetapi tidak mengurangi komplikasi

c. Pencegahan Infeksi

Salah satu penyebab kematian pada pankreatitis akut berat adalah karena
pankreatitis nekrotika akut. Pankreas yang mengalami nekrosis dapat bersifat steril
atau terinfeksi. Pankreas yang terinfeksi mempunyai mortalitas lebih tinggi (1050%)
dibandingkan yang steril (10%). Risiko pankreatitis nekrotika akut terinfeksi
tergantung dari luasnya area nekrosis. Semakin luas nekrosis semakin besar risiko
infeksi.

Penyebab infeksi terbanyak adalah: Echerichia coli (32%), Enterococcus


(25%), Klebsiella (15%), Staphylococcus epidermidis (15%), Staphylococcus aureus
(14%), Pseudomonas (7%) dan Candida (11%). Infeksi lebih banyak
bersifatmonomikrobial (66%) dibandingkan polimikrobial (34%). Invasi bakterial ke
jaringan pankreas dapat terjadi melalui beberapa cara: translokasi bakterial dari colon,
refluks cairan bilier melalui duodenum, penyebaran secara hematogen atau melalui
saluran limfatika. Saat ini diketahui translokasi bakteri dari lumen saluran cerna
merupakan sumber utama bakteri yang mencapai dan menyebabkan nekrosis
pankreas/abses yang merupakan salah satu bentuk komplikas lokal. Hal ini
disebabkan penurunan motilitas saluran cerna sehingga memperlama eliminasi bakteri
dan memungkinkan bakteri berproliferasi di intestin. Integritas mukosa, yang
dipertahankan oleh normal enterik di villi adalah salah satu faktor utama mekanisme
perlindungan saluran cerna. Kegagalan barier intestinal dan juga pertumbuhan bakteri
yang sangat besar akibat perubahan motilitas tersebut dan imunosupresi akan
meningkatkan kontaminasi pankreas oleh translokasi bakteri pada pasien pankreatitis
akut berat.

Pemberian antibiotika profilaksis pada pankreatitis nekrotika akut masih


kontroversial. Salah satu keberatannya adalah meningkatnya resistensi mikroba dan
risiko meningkatnya infeksi nosokomial akibat organisme nonenterik. melaporkan
pemberian antibiotika awal pada pasien yang mengalami nekrosis pankreas akut
dengan cefuroxime 4,5 g/hari dibandingkan dengan plasebo dapat menurunkan
mortalitas dan risiko sepsis (p=0,01).

Untuk efektivitas pengobatan antibiotika yang diberika adalah antibiotika broad


spectrum yang dapat menembus barier sehingga mencapai tempat infeksi, seperti
metronidazole, cefotaxime, piperacillin, mezlocillin,ofloxacin, and ciprofloxacin.
Apabila diberikan secara profilaktik disarankan lama pemberian berkisar antara 7-14
hari.
Pemeriksaan aspirasi jarum halus yang dipandu dengan USG/CT scan sebaiknya
dilakukan untuk membedakan nekrosis pankreas akut bersifat steril atau terinfeksi dan
melakukan kultur dan sensitivitas sebagai pedoman pemberian antibiotika yang tepat.
Aspirasi jarum halus relatif aman dan memberikan hasil yang akurat, dengan tingkat
sensitivitas dan spesifisitas untuk menegakkan nekrosis pankreas terinfeksi sebesar
masing masing 90% dan 96%.

d. Pankreatitis Post-ERCP

Pankreatitis yang terjadi akibat trauma setelah ERCP (Endoscopic Retrograde


Cholangiopancreatography) biasanya ringan dan dapat sembuh

Universitas Sumatera Utara

sendiri. Jika memerlukan pengobatan yang diberikan adalah Somatostatin dan


gabexate

Anda mungkin juga menyukai