NASKAH PUBLIKASI
Oleh:
ABSTRAK
Skripsi ini membahas fenomena pengemis di kota Tanjungpinang, yang mana rumusan
masalahnya adalah keberadaan pengemis kota Tanjungpinang dilihat dari dimensi kultural, structural,
dan jaringan sosial.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana keberadaan pengemis di kota
Tanjungpinang dilihat dari dimensi kutural, sturuktural, dan jaringan sosial. Dimana, masalah
gelandangan dan pengemis merupakan suatu permasalahan yang dihadapi oleh kota Tanjungpinang.
Penelitian ini dilakukan berdasarkan Perda Nomor 8 Tahun 2005 tentang Ketertiban,
Kebersihan dan Keindahan Lingkungan yang mana menyatakan bahwa dilarang mengemis di muka
umum. Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu untuk mengetahui
keberadaan pengemis kota Tanjungpinang dilihat dari dimensi kultural, structural, dan jaringan sosial,
dengan menggunakan tekhnik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan studi documenter
yang selanjutnya dianalisa secara kualitatif.
Adapun hasil penelitian di lapangan ditemukan bahwa tidak semua pengemis di kota
tanjungpinang yang mengalami kondisi fisik yang cacat. Banyak dijumpai pengemis yang kondisi
fisiknya masih kuat untuk mencari pekerjaan yang lain. Selain itu ditemukan juga bahwa ada beberapa
pengemis yang sudah mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa modal usaha (UEP)
Kata Kunci : Fenomena Pengemis Di Kota Tanjungpinang
FENOMENA PENGEMIS DI KOTA TANJUNGPINANG
ABSTRACT
This thesis discusses the phenomenon of beggars in the city of Tanjungpinang, with the
formulation of the problem is the presence of beggars Tanjungpinang city views from the cultural
dimension, structural, and social networks.
This study was conducted to determine how the presence of beggars in the city of
Tanjungpinang seen from the dimensions kutural, sturuktural, and social networks. Where, bums and
beggars problem is a problem faced by the city of Tanjungpinang.
This research was conducted by law No. 8 of 2005 concerning Orderliness, Cleanliness
and Beauty Environment stating that it is forbidden to beg in public. The type of research used in this
research is descriptive research is to determine the presence of beggars Tanjungpinang city views
from the cultural dimension, structural, and social networks, using techniques of collecting data
through observation, interviews, and documentary studies were then analyzed qualitatively.
Based on the results of research in the field found that not all beggars in the city of
Tanjungpinang experiencing physical condition defects. Found many beggars are still strong physical
condition for finding another job. In addition it also found that there are some beggars who have
received assistance from the government in the form of venture capital (UEP).
Keywords: Beggars phenomenon in Tanjungpinang
A. Pendahuluan
Latar Belakang
Kemiskinan dan pengangguran menjadi masalah yang penting saat ini di
berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya. Kemiskinan
adalah sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah; yaitu adanya suatu tingkat
Standar kehidupan yang rendah ini secara langsung nampak pengaruhnya terhadap
tingkat keadaan kesehatan, kehidupan moral dan harga diri dari mereka yang
seseorang yang meminta uang atau barang lain kepada orang lain yang tidak
berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain.
(http://www.academia.edu/8020154/Makalah_tentang_Pengemis)
pengemis tidak hanya terdapat di kota-kota besar tetapi juga banyak terdapat di kota-
kota kecil. Daya tarik yang terdapat di kota-kota besar tidak menyurutkan niat
pengemis. Jarak yang jauh dari kota asal mereka rela ditempuh demi mendapatkan
pekerjaan yang mudah dengan pendapatan yang lebih baik sebagai pengemis seperti
pengemis pendatang dari pulau Sumatra dan Jawa serta pengemis yang sudah
tempat umum tetapi masih dijumpai pengemis yang mengemis di tempat umum
adalah hal yang membuat peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengemis di kota
Tanjungpinang.
B. Rumusan Masalah
yang ada dalam penelitian ini adalah bagaimana keberadaan pengemis di kota
1. Tujuan penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
2. Kegunaan penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan agar dapat menjadi acuan informasi dalam
D. Konsep Operasional
lihat dari aspek kultural, struktural dan jaringan sosial, maka konsep-konsep yang
1. Pengemis
pada umumnya hidup dengan cara mengandalkan belas kasian dari orang lain.
a. Dimensi kultural
yang praktis demi menutup beban ekonominya mereka memilih jalan pintas
b. Dimensi struktural
mempunya skil dalam bekerja ataupun pengetahun mereka lebih memilih jalan
pintas untuk mendapatkan uang dengan cara mengimis dan minta belas kasihan
dari orang lain ditambah lagi mereka mengandalkan ketidak kesempurnaan fisik
c. Jaringan sosial
individu dalam suatu kelompok ataupun antar suatu kelompok dengan kelompok
lainya.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif , yang
bertujuan membuat gambaran dan lukisan secara sistematis, faktual dan akurat
mengenai fakta dan sifat serta hubungan antara fenomena objek yang diselidiki.
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati
2. Lokasi Penelitian
Tanjungpinang merupakan salah satu tujuan wisata yang ada di Kepulauan Riau
yang seharusnya terbebas dari pengemis. Seperti yang telah disebutkan pada latar
pendatang dari pulau Sumatra dan pulau Jawa dan sudah ada perda yang
Tanjungpinang.
3. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah:
a. Data Primer, yaitu data yang di dapatkan langsung dari informan melalui
b. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari obyek
pertimbangan dan tujuan tertentu. Informan yang dipilih sebagai sumber data
pengemis yang cacat dan tidak cacat, pengemis yang ada pada usia 30-65 tahun,
yang bersekolah dan tidak bersekolah dan pengemis yang menerima bantuan
modal usaha dan tidak menerima bantuan modal usaha dari pemerintah.
hal ini beberapa sumber data atau teknik pengumpulan data yang biasa
dan dokumentasi.
1. Observasi
situasi penelitian. Dalam penelitian ini yang diamati tentunya adalah pengemis dan
kesehariannya, seperti bagaimana mereka berinteraksi, bekerja, bagaimana
2. Wawancara
dengan cara langsung bertatap muka dengan informan, dengan maksud mendapatkan
berisikan daftar pertanyaan yang sifatnya terbuka yang digunakan untuk menjadikan
wawancara yang dilakukan agar lebih terarah bertujuan menggali informasi yang
akurat dari informan. Yang akan diwawancarai adalah mengapa banyak dijumpai
pengemis di Tanjungpinang.
3. Dokumentasi
dokumentasi ini dapat melihat, mengabadikan gambar dilokasi penelitian. Selain itu
kota Tanjungpinang
F. Sistematika Penulisan
Pada BAB pertama ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
Pada BAB kedua ini berisikan tinjauan pustaka yang mana literatur berkaitan dengan
judul yang akan diteliti, dan kerangka teori yang akan digunakan penulis.
Pada BAB ketiga ini berisikan tentang gambaran umum tentang lokasi penelitian
Pada BAB keempat ini berisikan hasil penelitian dan pembahasan berupa hasil dari
penelitian dan analisis dengan kesesuaian terhadap teori. Bab ini berisikan tentang
Tanjungpinang.
BAB V PENUTUP
Pada BAB lima berisi kesimpulan dari keseluruhan objek peneitian yang diteliti serta
saran dari hasil penelitian. Peneliti menguraikan mengenai kesimpulan dan saran
G. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengemis
berada di daerah kota Tanjungpinang. Akhir-akhir ini, publik kembali dibuat gelisah
akibat kehadiran anak jalanan (anjal), gelandangan dan pengemis (gepeng),
Ibadah (Masjid). Kehadiran anak jalanan dan pengamen serta gelandangan pengemis
seringkali membuat pengunjung tidak nyaman, dan mereka kerap menggunakan kata-
kata kasar bahkan memaksa masyarakat untuk memberi sedekah atau membayar
vital lainnya membuat publik terusik dengan beragam aksi yang dilakukannya.
Lingkungan, namun anak jalanan dan gelandangan pengemis masih saja berkeliaran
di kota Tanjungpinang. Dalam hal ini, Pemerintah Dinas Sosial kota Tanjungpinang
selalu mengimbau kepada masyarakat untuk tidak memberi uang kepada anak
jalanan. Imbauan tersebut sangat beralasan karena dengan memberikan uang kepada
anjal atau gepeng (gelandangan dan pengemis), akan mematikan kreativitas mereka
terhadap orang lain. Pekerjaan ini bersifat rutin dan dilakukan untuk memenuhi
meminta uang atau barang lain kepada orang lain yang tidak mempunyai kewajiban
(https://sudarianto.wordpress.com/2008/02/08/apa-itu-pengemis/ )
B. Kemiskinan
signifikan. Jumlah penduduk miskin pada tahun 2015 diprediksi mencapai 30,25 juta
orang atau sekitar 12,25 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Kenaikan jumlah
penduduk miskin ini disebabkan beberapa faktor, termasuk kenaikan harga BBM,
inflasi, dan pelemahan dolar. Jika berdasarkan data BPS, jumlah penduduk miskin
pada tahun 2014, presentase penduduk miskin di Indonesia mencapai 11,25 persen
atau 28,28 juta jiwa, maka pada 2015 ada tambahan penduduk miskin sekitar 1,9 juta
jiwa.(http://www.republika.co.id/berita/koran/pareto/15/01/02/nhjny6-tantangan-
kemiskinan-pada-2015)
pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok seperti
yaitu:
1. Kemiskinan Kultural.
2. Kemiskinan Struktural
merata.
3. Kemiskinan Alamiah
kemiskinan yang timbul sebagai akibat sumber daya yang langka jumlahnya,
pesat ditengah-tengah sumber daya alam yang tetap. ( Pheni Chalid, 2006:
6.3 )
C. Jaringan Sosial
Di dunia ini bisa dikatakan bahwa tidak ada manusia yang tidak
didalam masyarakatnya. Dengan kata lain, manusia di bumi ini selalu membina
hubungan sosial dengan siapa pun, manusia lain dimana dia tinggal dan hidup
sebab manusia pada dasarnya tidak dapat/sanggup hidup sendiri. Berdasarkan hal
ini maka sebuah masyarakat bisa dipandang sebagai jaringan hubungan sosial
jaringan sosial yang ada dalam masyarakat , dapat dibedakan menjadi tiga jenis
sosial yang bermakna pada tujuan-tujuan tertentu atau khusus yang ingin
dicapai oleh pelaku. Bila tujuan-tujuan tersebut sifatnya spesifik dan konkret
berkelanjutan.
dalamnya disengaja atau di atur. Tipe jaringan sosial ini muncul bila
pencapaian tujuan-tujuan yang telah di targetkan membutuhkan tindakan
serta yang berdekatan dengan negara Singapura dan Malaysia menjadikan kota
kelurahan.
1. Keadaan Geografis
2. Keadaan Demografi
Kota Tanjungpinang berada di salah satu tanjung dan teluk pulau Bintan
yang merupakan bagian dari Kepulauan Riau, yang berdekatan dengan pulau
batam sebagai pusat petumbuhan baru Indonesia bagian barat dan Kepulauan
cukup signifikan dari setiap tahunnya. Salah satu dari penyebab terjadinya
A. Karakteristik Informan
dianggap mampu memberikan informasi seputar masalah yang sedang diteliti. Dalam
penelitian ini, informan yang dipilih adalah pengemis yang memang beroprasi di kota
1. Berdasarkan Umur
40 tahun yaitu sebanyak 6 orang. Penentuan informan terbanyak dalam rentang usia
ini, sengaja dilakukan peneliti, mengingat bahwa pengemis dalam usia ini karena
banyak dijumpai di kota Tanjungpinang dan pada umumnya masih kuat untuk
yang berasal dari daerah jawa yaitu berjumlah 4 orang, dan yang berasal dari
kota padang yaitu berjumlah 4 orang, dan pengemis yang peneliti temukan yang
daerah asal informan dapat dikatakan dominan berasal dari daerah Pulau Jawa
dan Padang.
informan yang sudah menikah berjumlah 5 orang, informan yang belum menikah
yaitu berjumlah 2 orang, dan informan yang duda berjumlah 2 orang, sedangkan
informan yang sudah janda berjumlah 1 orang. Dengan melihat table di atas
dominan dibandingkan dengan yang lainnya, hal ini sangat berpengaruh untuk
masyarakat lainnya yang bekerja mengunakan tenaga dan pikiran agar bisa
masih mempunyai tenaga kerja yang cukup kuat untuk bekerja dan memperoleh
uang dengan hasil keringat sendiri tanpa harus mengulurkan tangan kepada orang
yang berasal dari luar daerah yang melakukan kegiatan / aktivitas meminta-minta
gepeng sangat tidak layak untuk dihuni dikarenakan tempat tinggal mereka
sangat kumuh dan tidak layak untuk ditempati. Mereka tinggal di kota
Kelurahan Tanjungpinang Kota yang terdiri dari 9 kamar yang dihuni oleh
gepeng.
Dapat dilihat bahwa gepeng merupakan orang-orang yang berasal dari luar
daerah seperti dari Padang, Medan dan Jawa. Mereka melakukan kegiatan
mengemis atau meminta-minta pada pagi hari sampai sore hari jam 5, dan
yang melakukan aktifitasnya tidak melakukan pada tempat yang sama setiap
berada dipasar dan disinag harinya berada di Jalan Raya atau di Persimpangan
KUD, di Simpang Lampu Merah di depan Museum dan di Pinang Lestari batu 9
Kota Tanjugpinang. Pada setiap hari jumat jam 11.00 mereka biasanya
oleh Kasi Pelayanan dan Rehabilitas Sosial Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota
bulan.
Menurut perhtungan rata-rata yang ditentukan dari pusat, dalam satu jam ada
60 menit dimana setiap lampu merah berhenti selama dua menit. Dalam waktu
dua menit tersebut, seorang pengemis bisa meminta-minta ketiga hingga lima
mobil dan didapat hasil rata-rata Rp 3.000 dan didapat hasil Rp 90.000.
sementara itu jam kerja pengemis dimulai dari jam 08.00-16.00, itu berarti setiap
dikalikan selama enam jam didapat hasil Rp 540.000. Pendapatan yang cukup
per bulan dengan cara satu bulan ada 30 hari, dipotong dengan hari tidak
produktif mereka selama 10 hari. Jadi hari produktif selama 20 hari tersebut
Dengan demikian dari pihak Instansi yang terkait seperti Dinsosnaker Kota
berarti menghilangkan rasa sosial antar sesama, namun dengan cara memberikan
uang justru menjadikan mereka untuk malas bekerja dan meningkatkan angka
pengemis dijalanan.
Setelah diadakan Tanya jawab kepada gepeng ada sebagian dari mereka
mendapatkan uang bantuan dari pemerintah ada juga yang belum pernah
Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang terhadap gepeng belum cukup
baik.
a. Dimensi Kultural
ketidakcakapan bekerja, dan tingkat tabungan rendah, serta adanya sikap pasrah
dirinya apa adanya, bahkan tidak merespons usaha-usaha pihak lain yang
secara fisik untuk melakukan pekerjaan lain selain menjadi pengemis. Tetapi
mereka lebih memilih menjadi pengemis dengan alasan tidak ada pekerjaan lain
yang bisa mereka lakukan. Selain itu alasan menjadi pengemis adalah karena
pekerjaan yang mudah dan penghasilan yang lumayan besar membuat mereka
dilihat dari dimensi kultural, terdapat alasan menjadi pengemis yang terindikasi
1. Malas
Rasa malas sejatinya merupakan sejenis penyakit mental. Siapa pun yang
dihinggapi rasa malas akan kacau kinerjanya dan ini jelas-jelas sangat
merugikan. Sukses dalam karir, bisnis, dan kehidupan umumnya tidak pernah
datang pada orang yang malas. Rasa malas juga menggambarkan hilangnya
motivasi seseorang untuk melakukan pekerjaan atau apa yang sesungguhnya dia
inginkan.
Rasa malas didalam penelitian ini adalah rasa malas mencari pekerjaan lain
selain mengemis karena mengemis adalah pekerjaan yang paling mudah dan
pengemis betah menjadi pengemis karena dianggap mudah dan banyak orang
Dari hasil wawancara dari salah satu key informan mengatakan bahwasanya
menjadi pengemis karena uang yang didapat lumayan banyak. Sikap mental
memberi maka semakin banyak uang yang diperoleh dari hasil mengemis.
kondisi fisiknya tidak cacat atau masih muda dan masih mampu bekerja lebih
bantuan usaha ini disebut dengan Usaha Ekonomi Produktif ( UEP ) yang mana
2011, untuk bantuan UEP BWPN sebanyak 10 orang, besar bantuannya adalah
Rp. 2.000.000 (dua juta rupiah) dan bantuan untuk Gelandangan dan Pengemis
sebanyak 11 orang, besar bantuannya Rp. 2.000.000 (dua juta rupiah) perorang,
sedikit manusia terlahir dengan kurangnya anggota badan atau cacat. Hal ini
Sehingga akhirnya orang-orang penyandang cacat banyak yang tidak tau harus
pengemis.
Selain cacat fisik faktor umur dan kesehatan juga mendorong seseorang
untuk menjadi pengemis karena beralasan bahwa tidak ada orang yang akan
mempekerjakan orang yang sudah tua dan sakit-sakitan sementara untuk berobat
tidak ada biaya jadi akhirnya menjadi pengemis untuk menutupi biaya hidup dan
untuk berobat.
mereka berhasil kabur dari batu 15 dan terpaksa menjadi pengemis untuk
b. Dimensi Strutural
hegemoni dan kebijakan negara serta pemerintah atau orang-orang yang berkuasa,
dan pembangunan yang tidak merata. Bantuan dari pemerintah sangat penting dalam
kesenjangan sosial sehingga masyarakat miskin yang tidak merasakan dampak dari
apa saja demi mempertahankan hidupnya dan untuk memenuhi kebutuhan sehari-
hari. Salah satu yang dilakukan oleh masyarakat miskin yang menjadi dampak dari
tidak merasakan kebijakan pemerintah adalah dengan menjadi pengemis. Salah satu
pemerintah yang mereka rasakan. Karena kemiskinan yang terlalu lama membuat
yang diinginkan. Tetapi untuk mendapatkan pendidikan diperlukan biaya yang tidak
sedikit. Bagi masyarakat miskin sangat sulit mendapatkan akses pendidikan karena
tidak memiliki biaya dan dulu belum ada kebijakan pemerintah berupa beasiswa
Saat ini persaingan didalam dunia kerja sanggat ketat. Semua orang
keterampilan yang bagus dan mempunyai relasi maka orang tersebut akan dengan
yang tidak memiliki pendidikan, keterampilan, dan relasi kerja. Mereka akan
terasingan atau tersingkirkan dari persaingan dunia kerja. Apalagi seseorang yang
memiliki keterbatasan fisik atau cacat. Saat ini sangat jarang lapangan ekerjaan yang
membuka kesempatan untuk menerima seseorang yang kekurangan fisik atau cacat
sehingga mereka yang tersingkirkan didalam dunia kerja ni memilih kerja apa saja
Tetapi hal ini tidak bisa dilakukan oleh pengemis karena keterbatasan ekonomi dan
fisik. Dalam hal ini pemeintah berperan penting dalam menyediakan pelatihan
dan gelandangan.
c. Jaringan Sosial
hubungan sosial dengan manusia lainnya didalam masyarakatnya. Dengan kata lain,
manusia di bumi ini selalu membina hubungan sosial dengan siapa pun, manusia
lain dimana dia tinggal dan hidup sebab manusia pada dasarnya tidak dapat/sanggup
hidup sendiri. Berdasarkan hal ini maka sebuah masyarakat bisa dipandang sebagai
jaringan hubungan sosial antar individu yang sangat kompleks. Jaringan sosial yang
tecermin dari pengemis di kota Tanjungpinang adalah mereka saling berbagi tempat
untuk mengemis dan saling memberi hasil mengemis kepada teman sesame
memberikan informasi disaat ada razia dari dinsos atau satpol PP. Hal ini seperti
yang diungkapkan oleh Ruddy Agusyanto yaitu suatu jaringan tipe khusus, dimana
ikatan yang menghubungkan satu titik ke titik lain dalam jaringan adalah hubungan
sosial. Berpijak pada jenis ikatan ini, maka secara langsung atau tidak langsung
yang menjadi anggota suatu jaringan sosial adalah manusia.( Jaringan Sosial Dalam
J. PENUTUP
1. Kesimpulan
pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok seperti
pangan, pakaian, tempat berteduh, dan lain-lain. Saat ini sudah banyak kebijakan-
kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tidak dilaksanakan secara merata sehingga
sebagian masyarakat ada yang belum merasakan dampak positif dari kebijakan
pemerintah tersebut. Masyarakat yang belum bisa merasakan dampak dari kebijakan
terhadap kemiskinan, tidak respon tehadap bantuan dari pihak-pihak yang berusaha
mengeluarkannya dari kemiskinan, pola pikir seperti inilah yang membuat pengemis
Tanjungpinang yang masih memiliki kondisi fisik yang segar dan mampu untuk
memiliki pekerjaan lain selain menjadi pengemis, tetapi karena pola fikir mereka
yang kultural maka terlalu sulit untuk mereka berenti dari pekerjaan mereka
mengemis. Pola ikir seperti ini didukung pula oleh masyarakat Tanjungpinang
dengan cara memberi pengemis uang atas dasar rasa kasihan dan untuk bersedekah
Tentu saja pengemis kultural tidak akan ada jika kemiskinan struktural tidak
ada. Peran pemerintah juga sangat penting guna meminimalisir munculnya pengemis
dinilai terlalu sedikit dengan hanya memberikan modal usaha senilai 2 juta rupiah
dan bantuan itu tidak diberikan secara terus menerus melainkan hanya sekali.Tidak
antar pengemis. Jaringan sosial ini berjenis jaringan sentiment (jaringan emosi)
hubungan sosial itu sendiri menjadi tujuan tindakan sosial misalnya dalam
pertemanan, kekerabatan, saling membantu dan memberi informasi apabila ada razia.
2. Saran
yang telah diberikan dengan membuka usaha kecil seperti adanya pembelajaran
membuat kue, anyaman, menjahit, dan lain-lain, maka dengan demikian bantuan
Chalid pheni, Teori dan Isu Pembangunan. Jakarta: 2006, Penerbit Universitas
Terbuka
Dieter evers, hans, Sosiologi Perkotaan. Jakarta: 1982, PT. Pustaka LP3ES Indonesia
Dr. M. Munandar Soelaeman, Ilmu Sosial Dasar, bandung: 1986, Refika Aditama
Narwoko j. dwi, Suyanto Bagong, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, Jakarta :
kencana 2010, Prenada Media Group
Prof. Dr. R. Nasrullah Nazsir, Drs., M.S, Sosiologi Kajian Lengkap Konsep dan Teori
Sosiologi Sebagai Ilmu Sosial, Bandung: 2008, Widya Padjadjaran
Rustiadi, Ernan dkk, Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta :2009,
Crestpent Press
SUMBER INTERNET
https://sudarianto.wordpress.com/2008/02/08/apa-itu-pengemis/
http://fokedki.blogspot.com/2012/08/kriteria-kemiskinan-di-indonesia.html
http://ahok.org/berita/news/larangan-memberi-pengemis-ada-di-perda-no-8-
2007/
xa.yimg.com/.../Gepeng+dan+Wajah+Pekanbaru.doc
JURNAL
Skripsi Suryaningsing Pengemis Suku Minangkabau di Tanjungpinang 1994