OLEH :
T.A 2015
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Pengertian
Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah
tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal
(atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih, dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain selain
vaskuler (Rumantir, 2007). Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi
apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi
perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak
Menurut Christopher (2007), Stroke Hemoragik adalah pecahnya
pembuluh darah otak yang menyebabkan keluarnya darah ke jaringan
parenkim otak, ruang cairan serebrospinalis disekitar otak atau kombinasi
keduanya. Perdarahan tersebut menyebabkan gangguan serabut saraf otak
melalui penekanan struktur otak dan juga oleh hematom yang menyebabkan
iskemia pada jaringan sekitarnya. Peningkatan tekanan intracranial pada
gilirannya akan menimbulkan herniasi jaringan otak dan menekan batang
otak.
Berdasarkan definisi diatas, disimpulkan bahwa stroke hemoragik
adalah stroke yang disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh darah pada
otak. Otak sangat sensitif terhadap perdarahan dan kerusakan dapat terjadi
dengan sangat cepat. Pendarahan di dalam otak dapat mengganggu jaringan
otak, sehinga menyebabkan pembengkakan, mengumpul menjadi sebuah
massa yang disebut hematoma. Pendarahan juga meningkatkan tekanan pada
otak dan menekan tulang tengkorak.
2. Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga dan penyebab utama kecacatan.
Sekitar 0,2% dari populasi barat terkena stroke setiap tahunnya yang
sepertiganya akan meninggal pada tahun berikutnya dan sepertiganya bertahan
hidup dengan kecacatan, dan sepertiga sisanya dapat sembuh kembali seperti
semula. Dari keseluruhan data di dunia, ternyata stroke sebagai penyebab
kematian mencapai 9% (sekitar 4 juta) dari total kematian per tahunnya.
Insidens kejadian stroke di Amerika Serikat yaitu 500.000 pertahunnya
dimana 10-15% merupakan stroke hemoragik kuhusnya perdarahan
intraserebral. Mortalitas dan morbiditas pada stroke hemoragik lebih berat dari
pada stroke iskemik. Dilaporkan hanya sekitar 20% saja pasien yang
mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya. Selain itu, ada sekitar 40-
80% yang akhirnya meninggal pada 30 hari pertama setelah serangan dan
sekitar 50% meninggal pada 48 jam pertama. Penelitian menunjukkan dari
251 penderita stroke, ada 47% wanita dan 53% kali-laki dengan rata-rata umur
69 tahun (78% berumur lebih dari 60 tahun. Pasien dengan umur lebih dari 75
tahun dan berjenis kelamin laki-laki menunjukkan outcome yang lebih buruk.
3. Etiologi
Penyebab stroke hemoragik dibedakan menjadi dua yakni:
1. Hipertensif
Stroke hemoragik paling sering disebabkan oleh tekanan darah tinggi yang
menekan dinding arteri sampai pecah.
2. Non-Hipertensif
Penyebab lain terjadinya stroke hemoragik adalah
a) Aneurisma: yang membuat titik lemah dalam dinding arteri, yang
akhirnya dapat pecah.
b) Kanker: terutama kanker yang menyebar ke otak dari organ jauh seperti
payudara, kulit, dan tiroid.
c) Cerebral amyloid angiopathy (CAA): yang membentuk protein amiloid
dalam dinding arteri di otak, yang membuat kemungkinan terjadi stroke
lebih besar.
d) antikoagulansia / thrombolitik: Kondisi atau obat (seperti aspirin atau
warfarin).
e) Ruptur malformasi arteri dan vena
4. Patofisiologi
Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim otak dan perdarahan
subarachnoid. Insiden perdarahan intrakranial kurang lebih 20% adalah stroke
hemoragik, dimana masing-masing 10% adalah perdarahan subarachnoid dan
perdarahan intraserebral (Caplan, 2000). Perdarahan intraserebral biasanya
timbul karena pecahnya mikroaneurisma (Berry aneurysm) akibat hipertensi
maligna. Hal ini paling sering terjadi di daerah subkortikal, serebelum, dan
batang otak. Pada kebanyakan pasien, peningkatan tekanan darah yang tiba-
tiba menyebabkan rupturnya penetrating arteri yang kecil. Keluarnya darah
dari pembuluh darah kecil membuat efek penekanan pada arteriole dan
pembuluh kapiler yang akhirnya membuat pembuluh ini pecah juga. Hal ini
mengakibatkan volume perdarahan semakin besar (Caplan, 2000). Elemen-
elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya
tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron didaerah yang terkena darah
dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Gejala neurologik timbul karena
ekstravasasi darah ke jaringan otak yang menyebabkan nekrosis (Caplan,
2000). Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah
disekitar permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah keruang
subarachnoid. Perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya
aneurisma sakular atau perdarahan dari arteriovenous malformation (AVM).
5. Klasifikasi
Stroke Hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dandisebabkan
oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secaraspontan bukan oleh
karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri,
vena, dan kapiler (Djoenaidi Widjaja et.al,1994). Perdarahan otak dibagi dua,
yaitu :
6. Gejala Klinis
Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi pendarahan dan
jumlah jaringan otak yang terkena. Gejala biasanya muncul tiba-tiba, tanpa
peringatan, dan sering selama aktivitas. Gejala mungkin sering muncul dan
menghilang, atau perlahan-lahan menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu.
Gejala stroke hemoragik bisa meliputi:
Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).
Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.
Kesulitan menelan
Kesulitan menulis atau membaca
Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk,
batuk, atau kadang terjadi secara tiba-tiba
Kehilangan koordinasi.
Kehilangan keseimbangan.
Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan
menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan
motorik.
Mual atau muntah
Kejang
Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan
sensasi, baal atau kesemutan.
Kelemahan pada salah satu bagian tubuh.
1. Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus stroke,
terdiri dari 80% di hemisfer otak dan sisanya di batang otak dan
serebelum.
Gejala klinis :
- Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan
aktivitas dan dapat didahului oleh gejala prodromal berupa
peningkatan tekanan darah yaitu nyeri kepala, mual, muntah,
gangguan memori, bingung, perdarhan retina, dan epistaksis.
- Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai
hemiplegia/hemiparese dan dapat disertai kejang fokal / umum.
- Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, refleks
pergerakan bola mata menghilang dan deserebrasi
- Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TIK),
misalnya papiledema dan perdarahan subhialoid
2. Perdarahan subarakhnoid
Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi perdarahan
di ruang subarakhnoid yang timbul secara primer.
Gejala klinis :
- Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak,
dramatis, berlangsung dalam 1 2 detik sampai 1 menit.
- Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah terangsang,
gelisah dan kejang.
- Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam
beberapa menit sampai beberapa jam.
- Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen
- Perdarahan retina berupa perdarahan subhialid merupakan gejala
karakteristik perdarahan subarakhnoid.
- Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi, hipotensi
atau hipertensi, banyak keringat, suhu badan meningkat, atau
gangguan pernafasan.
7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Kesadaran : umumnya mengalami penurunan kesadaran.
Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti,
kadang tidak bisa bicara.
Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi.
b. Pemeriksaan integumen
Kulit : jika klien kekurangan oksigen, kulit akan tampak
pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit
akan buruk. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-
tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol
karena klien stroke hemoragik harus bed rest 2-3
minggu.
Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis.
Rambut : umumnya tidak ada kelainan.
c. Pemeriksaan kepala dan leher
Kepala : bentuk normocephalik.
Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu
sisi.
Leher : kaku kuduk jarang terjadi. (Satyanegara, 1998)
d. Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi,
wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat
penurunan refleks batuk dan menelan.
e. Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan
kadang terdapat kembung.
f. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine.
g. Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
h. Pemeriksaan neurologi
Pemeriksaan nervus cranialis : Umumnya terdapat gangguan nervus
cranialis VII dan XII central.
Pemeriksaan motorik : Hampir selalu terjadi
kelumpuhan/kelemahan pada salah satu
sisi tubuh.
Pemeriksaan sensorik : Dapat terjadi hemihipestesi.
Pemeriksaan refleks : Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang
lumpuh akan menghilang. Setelah
beberapa hari refleks fisiologis akan
muncul kembali didahuli dengan refleks
patologis.(Jusuf Misbach, 1999)
8. Penatalaksanaan
Tindakan Penanganan
a. Lakukan penatalaksanaan jalan napas yang agresif. Pertimbangkan
pra-terapi
dengan pemberian lidokain 1-2 mg/kg secara intravena jika diintubasi
diindikasikan untuk menjaga adanya peningkatan TIK.
b. Lakukan hiperventilasi untuk mengurangi PaCo2 sampai 25-30
mmHg.
c. Pertimbangkan pemberian manitol 1-2 mg/kg IV.
d. Pertimbangkan deksametason 200-100mg IV : mulai timbulnya efek
lebih lambat dari pada tindakan intubasi atau manitol.
e. Pemantauan tekanan intrakranial secara noninvasif seperti MRI, CT
scan, tomografi emisi positron, single-photon emission computed
tomografi, evoked potential, dan oksimetri.
f. Dekompresi secara bedah berdasarkan temuan CT scan mungkin
diperlukan.
Terapi umum:
Untuk merawat keadaan akut perlu diperhatikan faktor faktor kritis
sebagai berikut :
a. Menstabilkan tanda tanda vital
b. Mempertahankan saluran nafas (sering melakukan penghisapan yang
dalam, trakeotomi, pasang alat bantu pernafasan bila batang otak
terkena)
c. Kendalikan tekanan darah sesuai dengan keadaan masing masing
individu; termasuk usaha untuk memperbaiki hipotensi maupun
hipertensi.
d. Deteksi dan memperbaiki aritmia jantung
e. Merawat kandung kemih. Sedapat mungkin jangan memasang kateter
tinggal; cara ini telah diganti dengan kateterisasi keluar masuk
setiap 4 sampai 6 jam.
f. Menempatkan posisi penderita dengan baik secepat mungkin :
Penderita harus dibalik setiap jam dan latihan gerakan pasif setiap 2
jam
Dalam beberapa hari dianjurkan untuk dilakukan gerakan pasif
penuh sebanyak 50 kali per hari; tindakan ini perlu untuk mencegah
tekanan pada daerah tertentu dan untuk mencegah kontraktur
(terutama pada bahu, siku dan mata kaki)
Terapi khusus:s
Ditujukan untuk stroke pada therapeutic window dengan obat anti
agregasi dan neuroprotektan. Obat anti agregasi: golongan pentoxifilin,
tielopidin, low heparin, TPA.
a. Pentoxifilin:
Mempunyai 3 cara kerja:
- Sebagai anti agregasi menghancurkan thrombus
- Meningkatkan deformalitas eritrosit
- Memperbaiki sirkulasi intraselebral
b. Neuroprotektan:
Piracetam: menstabilkan membrane sel neuron. Contohnya neotropil
- Cara kerja dengan menaikkan cAMP ATP dan meningkatkan
sintesis glikogen
Terapi Medis
a. Neuroproteksi
Berfungsi untuk mempertahankan fungsi jaringan. Cara kerja metode
ini adalah menurunkan aktifitas metabolisme dan kebutuhan sel-sel
neuron.
b. Antikoagulasi
Diperlukan antikoagulasi dengan derajat yang lebih tinggi (INR 3,0
4,0) untuk pasien stroke yang memiliki katup prostetik mekanik. Bagi
pasien yang bukan merupakan kandidat untuk terapi warvarin
(coumadin), maka dapat digunakan aspirin tersendiri atau dalam
kombinasi dengan dipiridamol sebagai terapi anti trombotik awal
untuk profilaksis stroke
c. Trombolisis Intravena
Satu-satunya obat yang telah disetujui oleh US Food and Drug
Administration (FDA) untuk terapi stroke iskemik akut adalah
aktivator plasminogen jaringan (TPA) bentuk rekombinan. Terapi
dengan TPA intravena tetap sebagai standar perawatan untuk stroke
akut dalam 3 jam pertama setelah awitan gejala. Risiko terbesar
menggunakan terapi trombolitik adalah perdarahan intraserebrum.
d. Trombolisis Intra arteri
Pemakaian trombolisis intra arteri pada pasien stroke iskemik akut
sedang dalam penelitian, walaupun saat ini belum disetujui oleh FDA.
Pasien yang beresiko besar mengalami perdarahan akibat terapi ini
adalah yang skor National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS)-
nya tinggi, memerlukan waktu lebih lama untuk rekanalisasi
pembuluh, kadar glukosa darah yang lebih tinggi, dan hitung trombosit
yang rendah.
Terapi Perfusi
Untuk memulihkan sirkulasi otak pada kasus vasospasme saat pemulihan
dari perdarahan subarakhnoid.
Pengendalian Oedema dan Terapi Medis Umum
Oedema otak terjadi pada sebagian besar kasus infark kasus serebrum
iskemik, terutama pada keterlibatan pada pembuluh besar di daerah arteria
serebri media. Terapi konservatif dengan membuat pasien sedikit
dehidrasi, dengan natrium serum normal atau sedikit meningkat.
Terapi Bedah
Dekompresi bedah adalah suatu intervensi drastis yang masih menjalani
uji klinis yang dicadangkan untuk stroke yang paling masif.
11. Prognosis
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi
serta ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah
berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih
tinggi.Apabila terdapat volume darah yang besar dan pertumbuhan dari
volumehematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga
sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam
ventrikel bisameningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang
menggunakan antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan
intraserebral juga memiliki outcome fungsional yang buruk dan tingkat
mortilitas yang tinggi. Penelitian de Jong, dkk (2002) pada 333 pasien
memperlihatkan bahwa pasien stroke dengan lebih dari 1 infark lakuner
memiliki prognosis yang lebih buruk daripada pasien dengan 1 infark lakuner.
Angka moralitas yang lebih tinggi (33% VS 21%), angka rekurensi stroke
yang lebih tinggi (21% VS 11%), dan nilai status fungsional yang lebih
rendah dihubungkan dengan infark lakuner yang lebih dari satu. Pada kasus
stroke perdarahan, angka mortalitas relatif lebih tinggi. Penelitian Larsen, dkk
(1984) pada 53 pasien stroke perdarahan menunjukkan bahwa angka
mortalitas akut adalah 27%.
12. Komplikasi
Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling
ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering
mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Pada pasien yang dalam
keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan kesadaran dalam 24 jam
pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-halyang telah
disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas
permanen. Komplikasi lain yang dapat terjadi ialah perdarahan ulang,
vasospasme dan hidrosefalus akut.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Kesadaran : umumnya mengalami penurunan kesadaran.
Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti,
kadang tidak bisa bicara.
Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi.
b. Pemeriksaan integumen
Kulit : jika klien kekurangan oksigen, kulit akan tampak
pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit
akan buruk. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-
tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol
karena klien stroke hemoragik harus bed rest 2-3
minggu.
Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis.
Rambut : umumnya tidak ada kelainan.
c. Pemeriksaan kepala dan leher
Kepala : bentuk normocephalik.
Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu
sisi.
Leher : kaku kuduk jarang terjadi. (Satyanegara, 1998)
d. Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi,
wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat
penurunan refleks batuk dan menelan.
e. Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan
kadang terdapat kembung.
f. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine.
g. Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
h. Pemeriksaan neurologi
Pemeriksaan nervus cranialis : Umumnya terdapat gangguan nervus
cranialis VII dan XII central.
Pemeriksaan motorik : Hampir selalu terjadi
kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
Pemeriksaan sensorik : Dapat terjadi hemihipestesi.
Pemeriksaan refleks : Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang
lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan
muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.(Jusuf Misbach, 1999)
3. Diagnosa Keperawatan
1. Perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan subdural
hematoma akibat perdarahan ditandai dengan gangguan aliran darah ke otak,
terjadi perubahan dalam fungsi sensorik dan motorik, perubahan status mental
klien dan perubahan tingkat kesadaran klien.
2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan faktor fisiologis:
disfungsi neuromuscular ditandai dengan klien tampak tidak sadar, suara
napas ronchi (+), napas irreguler.
3. Nyeri akut berhubungan dengan pembuluh darah pada otak tertekan ditandai
dengan sakit kepala.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
disfagia sekunder akibat paralisis serebral ditandai dengan menurunnya
asupan makanan, penurunan berat badan, kelemahan otot-otot mengunyah,
muntah proyektil, albumin menurun.
5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular
ditandai dengan terjadi hemiparese pada ekstremitas.
6. Sindrom kurang perawatan diri berhubungan dengan deficit motorik ditandai
dengan ketidak mampuan merawat diri akibat penurunan kesadaran.
7. Risiko cedera berhubungan dengan perubahan mobilitas sekunder akibat
spasme otot.
8. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol otot
facial atau oral ditandai dengan klien tampak tidak mampu berbicara.
4. Intervensi
1. Perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan subdural
hematoma akibat perdarahan ditandai dengan gangguan aliran darah ke
otak, terjadi perubahan dalam fungsi sensorik dan motorik, perubahan
status mental klien dan perubahan tingkat kesadaran klien.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama .x 24 jam, diharapkan perfusi
jaringan serebral kembali efektif, dengan kriteria hasil:
- Perbaikan tingkat kesadaran
- Perbaikan status mental dan fungsi motorik/sensori
- tanda-tanda vital dalam rentang normal
Intervensi
Mandiri:
a. Tentukan faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu atau yang
menyebabkan penurunan perfusi jaringan otak.
Rasional: menentukan pilihan intervensi.
b. Pantau/catat status neurologi secara teratur dan bandingkan dengan nilai
standar.
Rasional: mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran.
c. Evaluasi kemampuan membuka mata, seperti spontan, membuka hanya
jika diberi rangsangan nyeri atau tetap tertutup.
Rasional: menentukan tingkat kesadaran
d. Pantau tanda vital seperti tekanan darah. Catat serangan dari/hipertensi
sistolik yang terus-menerus dan tekanan nadi yang melebar.
Rasional : Kerusakan vaskuler serebral meninbulkan peningkatan TIK
yang di tunjukkan oleh peningkatan tekanan darah sistemik yang
bersamaan dengan penurunan tekanan darah diastolic (tekanan nadi yang
melebar).
Kolaborasi
e. Pantau gas darah arteri. Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan .
Rasional : Terjadi Asidosis dapat menghambat masuknya oksigen pada
tingkat sel yang memburuk/meningkatkan iskemia serebral.
5. Implementasi
Implementasi dilaksanakan berdasarkan rencana keperawatan yang telah dibuat.
6. Evaluasi
No.
Diagnosa Keperawatan Evaluasi
Dx
Perfusi jaringan serebral tidak efektif Perfusi jaringan serebral kembali
berhubungan dengan subdural efektif :
hematoma akibat perdarahan ditandai - Perbaikan tingkat kesadaran
dengan gangguan aliran darah ke otak, - Perbaikan status mental dan fungsi
terjadi perubahan dalam fungsi sensorik motorik/sensori
dan motorik, perubahan status mental - tanda-tanda vital dalam rentang
klien dan perubahan tingkat kesadaran normal
klien.
2. Bersihan jalan napas tidak efektif Bersihan jalan nafas efektif :
- Klien mampu batuk dan
berhubungan dengan faktor fisiologis:
mengeluarkan sputum dengan
disfungsi neuromuscular ditandai
efektif.
dengan klien tampak tidak sadar, suara
- Bunyi napas klien normal
napas ronchi (+), napas irreguler. - Ronchi (-)
- Frekuensi, irama, dan
kedalaman pernapasan normal
dengan RR : 12-20 x/menit.
- Pola napas normal.
- Pergerakan dada simetris, bunyi
napas normal.
Carpenito, L.J. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Marilynn E, Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Donna D. Ignatavicius, dkk. (1999). Medical Surgical Nursing :Across the Health
Care Continum. (Edisi III).
Philadelphia: Wb Sounders Company.Black and matasarin Jacobs. (1997). Medical
Surgical Nursing :
Clinical management for continuity of care. (Edisi V). Philadelphia: Wb Sounders
Company.
Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis: Pendekatan holistic.(Edisi VI).
Jakarta: EGC Kumpulan Makalah Kursus Keperawatan Neurologi, 1997.
Jakarta
Mansjoer dkk. 2000. Kapita selekta kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid 2. Media
Aesculapius.Jakarta.
Price & Wilson. 2006. Patofisiologi:konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6.
Volume II. EGC.Jakarta
Smeltzer & Bare. 2002. Buku ajar keperawatan medikal bedah. Edisi 8. Volume 3.
EGC. Jakarta. Rumantir, 2007, Christopher
Rumantir CU. Gangguan peredaran darah otak. Pekanbaru : SMF Saraf RSUD Arifin
Achmad/FK UNRI. Pekanbaru. 2007.
Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of Clinical
Neurology, 3rd ed. Philadelphia : Saunders. 2007.
Rumantir CU. Pola Penderita Stroke Di Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung
Periode 1984-1985.
Ropper AH, Brown RH. Cerebrovascular Diseases. In : Adam and Victors Priciples
of Neurology. Eight edition. New York : Mc Graw-Hill. 2005.
Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. Pencegahan Primer Stroke. Dalam : Guideline
Stroke 2007. Jakarta
Lombardo,M.C., 1995, Penyakit Degeneratif dan Gangguan Lain Pada Sistem Saraf,
dalam S.A. Price, L.M. Wilson, (eds), Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit 4th ed., EGC, Jakarta