Oleh :
DITA EVITA HERSAFITRI
1102012069
Dokter Pembimbing:
dr. Dhanny Primantara Johan Santoso Sp.OG
1
IDENTITAS PASIEN
ANAMNESIS
Dikirim oleh : Bidan
Sifat : Rujukan
Keterangan :-
ANAMNESA (SUBYEKTIF)
Keluhan utama : Plasenta belum keluar
Anamnesa khusus : P2A0 Perempuan telah melahirkan di luar RS dibantu oleh bidan 4 jam
yang lalu. OS mengaku plasenta belum keluar setelah ditunggu 30 menit
sehingga bidan memutuskan dirujuk ke RSUD dr Slamet. Perdarahan dari
jalan lahir banyak, sudah ganti pampers 3 kali sejak 4 jam yang lalu OS
merasa pusing dan lemas. OS datang dalam keadaan demam dan
menggigil.
2
Demam dirasakan sejak 1 mg terakhir. Demam hilang timbul dan disertai
dengan menggigil dan berkeringat. Riwayat perjalanan dari daerah lain
diakui sebulan yang lalu pasien menengok keluarga yang sakit di daerah
Pamengpeuk, riwayat keluarga yang mengalami keluhan serupa disangkal.
RIWAYAT OBSTETRI
Cara Cara
Kehamila Tempa Penolon BB Jenis
Kehamila Persalina Usia Keadaan
n ke t g Lahir Kelamin
n n
2900g
II Rumah Bidan Aterm Spontan Laki-laki 1,5 th H
r
3000g
III Rumah Bidan Aterm Spontan Laki-laki 4 jam H
r
KETERANGAN TAMBAHAN
Menikah pertama kali : 21 tahun, SMA, IRT
21 tahun, SMA, Buruh
HPHT : 30 Desember 2015 Siklus: Teratur Lama: 7 hari
Darah: biasa Nyeri: Ya
Menarche : 12 tahun
Taksiran Persalinan : 06 Oktober 2016
Kontrasepsi terakhir : Suntik 3 bulan sejak tahun 2015-2015
: Alasan berhenti KB: karena ada keluhan benjolan di payudara
PNC : Bidan
: Jumlah kunjungan 7 kali.
: Terakhir PNC 3 hari yang lalu
Keluhan selama hamil: -
Riwayat penyakit :-
STATUS PRAESENS
Keadaan Umum : CM
Tensi: 70/50 mmHg N: 110x/mnt R: 22x/mnt S: 38,90C
3
Kepala : Conjuctiva: anemis +/+ Sklera: ikterik -/-
Leher : Tiroid: tidak ada kelainan. KGB: tidak ada kelainan
Thorak : Jantung : BJ I & II murni reguler, G(-), M(-)
Paru : VBS kanan=kiri, Rh(-), Wh(-)
Abdomen : BU (+) NT(-) datar lembut
Hepar: dalam batas normal
Lien : dalam batas normal
Ekstremitas : Edema: -/- Varises: -
STATUS GINEKOLOGI
PEMERIKSAAN LUAR
Inspeksi : Fluksus (+) tampak tali pusat
Palpasi : Fundus Uteri Sepusar
Perkusi/Auskultasi : Dalam batas normal
PEMERIKSAAN DALAM
Vulva : tampak tali pusat
Vagina : tampak tali pusat
Portio : Tebal lunak
OUE : 2 jari sempit
Corpus Uteri : tidak ada kelaianan
Parametrium Kiri : tidak ada kelaianan
Parametrium Kanan : tidak ada kelaianan
Cavum Douglas : tidak ada kelaianan
DIAGNOSIS
P2A0 Post Partum 4 jam di luar RS + Retensio Plasenta + Febris
RENCANA PENGELOLAAN
- Rencana Manual Plasenta
- Infus Ringer Laktat 500 cc labu I guyur, berikutnya 20 tpm
- Observasi KU, TTV, Perdarahan, beri O2
4
- Informed Consent
- Pasang DC
- Cek hematologi rutin, SHDT Malaria
- Transfusi bila Hb <8 gr/dl
- Paracetamol 3 x 500 mg
- Motivasi KB: Pasien setuju untuk dipasang IUD
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Tanggal 04 Oktober 2016 jam 08.26
Hematologi
Preparat Malaria : POSITIF
STADIUM SCHIZONT, PLASMODIUM VIVAX
Darah Rutin
Hemoglobin : 8,7 g/dL (12,0 16,0)
Hematokrit : 27% (35 47)
Leukosit : 24.810/mm3 (3.800 10.600)
Trombosit : 297.000/mm3 (150.000 440.000)
Eritrosit : 3,71 juta/mm3 (3,6 5,8)
Hitung Jenis Leukosit
Basofil :0 (0 1)
Eosinofil :0 (1 6)
Batang :0 (3 5)
Netrofil : 88 (50 70)
Limfosit :7 (30 45)
Monosit :5 (2 10)
5
Kreatinin : 1,1 (0,5 1,3)
Glukosa Darah Sewaktu : 64 < 140
Elektrolit
Natrium : 131 (135 145)
Kalium : 5,4 (3,6 3,5)
Klorida : 97 (98 108)
Kalsium : 4,49 (4,7 3,2)
6
Tanggal 10 Oktober 2016 jam 09.52
Hematologi
Preparat Malaria : NEGATIF
Kesimpulan (Diagnosa Akhir) : P2A0 post partum diluar RS + Manual plasenta a/i
Retensio Plasenta +Insersi IUD + Malaria Vivax
Follow Up
Tanggal Catatan Instruksi
7
5 Oktober 2016 S/ Mules-mules, panas (+), lemas (+), pusing P/
(+) Infus Ringer Laktat 500 cc 20tpm
Cefotaxime 2 x 1 gr/ IV
Metronidazole 3 x 500 mg/ IV
O/ Paracetamol 3 x 500 mg p.r.n
KU: CM SF 1 x 1
TD: 100/60 mmHg
N: 112 x/menit
R: 20 x/menit
S: 37,8 C
8
6 Oktober 2016 S/ - P/
O/ Infus Ringer Laktat 500 cc 20tpm
KU: CM Cefotaxime 2 x 1 gr/ IV
Metronidazole 3 x 500 mg/IV
TD: 110/60 mmHg Paracetamol 3 x 500 mg p.r.n
N: 90 x/menit SF 1 x 1
Konsul IPD
R: 18 x/menit
S: 37,5 C
Mata: Ca +/+ Si -/-
ASI: (-/-)
Abdomen: datar lembut
TFU: Sepusar
Lokhia: +
BAB/BAK: -/+
A/
P2A0 post partum diluar RS + Manual Plasenta a/i
Retensio Plasenta + Insersi IUD+ Malaria Vivax+
Anemia
P/
7 Oktober 2016 S/ - Infus Ringer Laktat 500 cc 20tpm
O/ Cefotaxime 2 x 1 gr/ IV
Metronidazole 3 x 500 mg/IV
KU: CM
SF 1 x 1
TD: 120/70 mmHg Paracetamol 3 x 500 mg p.r.n
N: 84 x/menit Breast Care
D-Artepp 3x1 tab selama 3 hari
R: 18 x/menit
S: 37,5 C
9
Retensio Plasenta + Insersi IUD+ Malaria Vivax+ Paracetamol 3 x 500 mg p.r.n
Anemia SF 1 x 1
D-Artepp 3x1 tab (hari ke-2)
8 Oktober 2016 S/ -
O/ KU: CM
TD: 110/70 mmHg
N: 80 x/menit
R: 18 x/menit
S: 36,5 C
Mata: Ca +/+ Si -/-
ASI: (+/+)
Abdomen: datar lembut
TFU: 3 jari dibawah pusar
Lokhia: + Coklat, sedikit
BAB/BAK: +/+ P/
A/ Infus Ringer Laktat 500 cc 20tpm
Cefotaxime 2 x 1 gr/ IV
P2A0 post partum diluar RS + Manual Plasenta a/i
Metronidazole 3 x 500 mg/IV
Retensio Plasenta + Insersi IUD+ Malaria Vivax+ Paracetamol 3 x 500 mg p.r.n
Anemia SF 1 x 1
D-Artepp 3x1 tab (hari ke-3)
Konsul IPD
9 Oktober 2016 S/ -
O/
KU: CM
TD: 110/70 mmHg
N: 80 x/menit
R: 16 x/menit
S: 36,5 C
Mata: Ca +/+ Si -/-
ASI: (+/+)
Abdomen: datar lembut
P/
TFU: 3 jari dibawah pusar
Infus Ringer Laktat 500 cc 20tpm
Lokhia: + Coklat Sedikit Cefotaxime 2 x 1 gr/ IV
BAB/BAK: +/+ Metronidazole 3 x 500 mg/IV
Paracetamol 3 x 500 mg p.r.n
A/
10
P2A0 post partum diluar RS + Manual Plasenta a/i SF 1 x 1
Retensio Plasenta + Insersi IUD+ Malaria Vivax+ Cek ulang Malaria, jika negative
Anemia BLPL
10 Oktober 2016 S/ -
O/
KU: CM
TD: 120/80 mmHg
N: 84 x/menit
R: 20 x/menit
S: 36,5 C
P/
11 Oktober 2016 S/ -
O/
KU: CM
TD: 110/70 mmHg
N: 80 x/menit
R: 18 x/menit
S: 36,5 C
11
TFU: Sepusar
Lokhia: Rubra
BAB/BAK: -/+
A/
P2A0 post partum diluar RS + Manual Plasenta a/i
Retensio Plasenta + Insersi IUD+ Malaria Vivax+
Anemia
12
PERMASALAHAN
13
- Karena pemeriksaan SHDT positif malaria vivax maka dikonsulkan ke bagian IPD untuk
mendapatkan penatalaksanaan lebih lanjut
- Pada pasien ini diberikan antibiotik profilaksis berupa metronidazole dan cefotaxime
- Perbaikan KU dengan transfusi darah 3 labu untuk menaikkan Hb
Pada kasus prognosis baik karena telah dilakukan tatalaksana untuk menstabilkan
keadaan umum. Diberikan infus cairan kristaloid untuk mengganti cairan tubuh yang
hilang akibat dari perdarahan. Kemudian dilakukan penatalaksaan untuk malaria dan
anemia dengan memberikan transfusi dan obat malaria D-artepp untuk mencegah
komplikasi. Fungsi reproduksi baik, karena tidak dilakukan histerektomi, hanya dilakukan
tindakan manual plasenta untuk mengeluarkan bayi.
PEMBAHASAN
RETENSIO PLASENTA
14
I. DEFINISI
Retensio plasenta merupakan plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin
lahir. Sedangkan sisa plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam rongga rahim
yang dapat menimbulkan perdarahan postpartum dini (early postpartum hemorrhage) atau
perdarahan post partum lambat (late postpartum hemorrhage) yang biasanya terjadi dalam 6-10
hari pasca persalinan.
Retensio plasenta didiagnosis ketika seorang wanita tidak dapat mengeluarkan plasenta
dalam waktu 30 menit setelah manajemen aktif kala III dan satu jam setelah ketiga tahap
persalinan fisiologis. Retensio plasenta merupakan penyulit dari 1-2% persalinan dan kejadian
ini jauh lebih tinggi pada kelahiran prematur. Dalam banyak kasus retensio plasenta dikaitkan
dengan perdarahan pasca persalinan dan dapat mengakibatkan morbiditas dan mortalitas ibu
yang signifikan. Penggunaan profilaksis oxytocin mengurangi durasi kala III dibandingkan
dengan manajemen fisiologis, tetapi tidak ada perbedaan dalam jumlah yang memerlukan
pengeluaran manual. Angka kejadian dari retensio plasenta lebih besar saat ergometrine
digunakan dibandingkan dengan oksitosin 5 atau 10 unit.
15
Gambar 1. Jenis Retensio Plasenta
Pasien dengan kala III lama memiliki alasan untuk terjadi retensio plasenta dan karena itu
mungkin memerlukan manajemen yang berbeda.
16
III. FAKTOR PREDISPOSISI
Kala III persalinan dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta
dan selaput ketuban.Lama kala tiga pada persalinan normal ditentukan oleh lamanya fase
kontraksi. Segera setelah bayi lahir, tinggi fundus uteri dan konsistensinya hendaknya dipastikan.
Selama uterus tetap kencang dan tidak ada perdarahan yang luar biasa, menunggu dengan
waspada sampai plasenta terlepas biasa dilakukan. Jangan lakukan masase; tangan hanya
diletakkan di atas fundus untuk memastikan bahwa organ tersebut tidak menjadi atonik dan terisi
darah dan menggelembung di belakang plasenta yang sudah terlepas.2
17
Gambar 2. Brandt-Andrews
Setelah lahirnya plasenta, hal ini umum dilakukan (walaupun tidak diaplikasikan pada
seluruh kasus) untuk memberikan oksitosin. Sebelumnya, diberikan 5-10 IU IV setelah 5 menit
untuk mengurangi perdarahan. Kini, lebih sering diberikan 20 IU oksitosin dalam 1000 cc
larutan IV 125-250 cc perjam.
Pencegahan resiko retensio plasenta adalah dengan cara mempercepat proses perpisahan
dan melahirkan plasenta dengan memberikan uterotonika segera setelah bayi lahir ( untuk
mencegah retensio plasenta dapat disuntikkan 0,2 mg methergin i.v. atau 10 IU pitosin i.m.
waktu bahu bayi lahir, dan melakukan penegangan tali pusat terkendali. Usaha ini disebut juga
penatalaksanaan aktif kala III.
3 Melahirkan Plasenta
18
- Upayakan tali pusat tetap kencang dan lakukan dorongan ringan dan melepas
pegangan secara bergantian pada korpus uteri apabila juluran tali pusat bertambah
panjang
- Lakukan gerakan ini berulang kali hingga plasenta tampak pada vulva.
Bila tali pusat bertambah panjang tetapi plasenta belum lahir, pindahkan
kembali klem hingga berjarak 5-10 cm dari vulva dan ulangi kedua
langkah diatas
Bila plasenta belum lahir 30 menit setelah bayi lahir, lakukan upaya
berikut
Plasenta Manual
Rujuk apabila tidak tersedia sumberdaya yang memadai
Histerektomi (plasenta akreta, inkreta atau perkreta)
- Saat terlihat di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan mengangkat tali pusat ke
atas dan menopang plasenta dengan tangan lainnya untuk diletakkan dalam wadah
secara lembut, lalu lahirkan selaput ketuban secara perlahan.
(Bila selaput ketuban robek, gunakan klem untuk menarik sisa selaput amnion)
- Periksa kelengkapan plasenta (lakukan tindakan eksplorasi upaya yang sesuai
apabila ada indikasi plasenta tidak lahir lengkap).
Jika plasenta belum lahir dalam 15 menit, berikan 10 IU oksitosin IM dosis kedua.
V. PATOGENESIS
Penyebab pasti tertundanya pelepasan setelah waktu 30 menit tidak selalu jelas, tetapi
tampaknya cukup sering disebabkan oleh kontraksi uterus yang tidak adekuat. Namun, uterus
tidak harus mengalami distensi selama kala III hingga menyebabkan kontraksi yang tidak
19
adekuat. Distensi sebelum kelahiran bayi, seperti pada kehamilan ganda dan polihidramnion,
juga mempengaruhi kemampuan rahim untuk berkontraksi secara efisien setelah kelahiran bayi,
dan dengan demikian keduanya menjadi faktor risiko lain untuk perdarahan postpartum karena
atonia.
Walaupun sangat jarang, plasenta dapat melekat erat ke tempat implantasi, baik karena
penetrasi berlebihan dari trofoblas maupun desidua basalis yang sedikit (tipis) atau tidak ada
sama sekali dan kelainan perkembangan lapisan fibrinoid (lapisan Nitabuch) secara parsial atau
total, sehingga tidak terdapat garis pemisah fisiologis melalui lapisan spongiosa desidua.
Akibatnya, satu atau lebih kotiledon melekat erat ke desidua basalis yang cacat atau bahkan ke
miometrium. Kasus perlengketan plasenta ini dapat dilihat pada trimester pertama, yang
mengindikasikan bahwa proses patologinya mungkin muncul pada saat implantasi dan bukan
setelah masa gestasional.
Patofisiologi retensio plasenta ini juga bisa berarti plasenta telah terpisah akan tetapi
masih tertinggal akibat ketegangan tali plasenta atau leher rahim yang tertutup. Faktor ini dapat
muncul akibat kesalahan penanganan kala III persalinan dan manipulasi yang
berlebihan.Pemijatan dan penekanan secara terus-menerus terhadap uterus yang sudah
berkontraksi dapat mengganggu mekanisme fisiologis pelepasan plasenta sehingga pemisahan
plasenta tidak sempurna dan pengeluaran darah meningkat.
VI. DIAGNOSIS
A Gejala Klinis
Dari anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi
mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta riwayat multipel
fetus dan polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang dimana plasenta tidak lepas
secara spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.
20
Atonia uteri
Uterus tidak Syok
berkontraksi dan Bekuan darah
lembek pada serviks atau
Perdarahan segera posisi telentang
setelah anak lahir akan menghambat
aliran darah keluar
Retensio plasenta
Plasenta belum lahir Tali pusat putus
setelah 30 menit akibat traksi
Perdarahan segera berlebihan
Uterus berkontraksi Inversio uteri akibat
dan keras tarikan
Perdarahan lanjutan
Uterus berkontraksi Tertinggalnya sebagian
Plasenta atau tetapi tinggi fundus plasenta atau ketuban
sebagian selaput tidak tidak berkurang
lengkap
Perdarahan segera
Inversio uteri
Uterus tidak teraba Neurogenik syok
Lumen vagina terisi Pucat dan limbung
massa
Tampak tali pusat
(bila plasenta belum
lahir)
B Pemeriksaan pervaginam
Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis
servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus.4 Pada
pemeriksaan plasenta yang lahir menunjukkan bahwa ada bagian tidak ada atau
21
tertinggal, dan pada eksplorasi secara manual terdapat kesulitan dalam pelepasan plasenta
atau ditemukan sisa plasenta.15,18
C Pemeriksaan Penunjang
2 USG
Diagnosis plasenta akreta melalui pemeriksaan USG menjadi lebih mudah bila
implantasi plasenta berada di SBU bagian depan. Lapisan miometrium dibagian basal
plasenta terlihat menipis atau menghilang. Pada plasenta perkreta vena-vena
subplasenta terlihat berada di bagian dinding kandung kemih.
Cox dkk. (1988) melaporkan satu kasus plasenta previa dengan plasenta inkreta
yang diidentifikasi secara USG berdasarkan tidak adanya ruang sonolusen di
subplasenta. Mereka berhipotesis bahwa daerah sonolusen subplasenta yang
normalnya ada ini menggambarkan desidua basalis dan jaringan miometrium di
bawahnya. Diagnosis berdasarkan sonografi antenatal pada plasenta akreta juga telah
dilaporkan. Berdasarkan pada munculnya gambaran Color Doppler.
3 MRI
4
Histologi
22
implantasi plasenta selalu menunjukkan desidua dan lapisan Nitabuch yang
menghilang.
VII. PENANGANAN
Faktor yang paling penting untuk menentukan rencana pengelolaan adalah ada atau
tidaknya perdarahan aktif.
- Pasang DC. Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rektum penuh,
karena itu keduanya harus dikosongkan.
- Catat darah yang keluar dan jika diperlukan lakukan transfusi darah
- Siapkan pasien untuk di rujuk ke center terdekat untuk dilakukan manual plasenta
Tidak ada bukti bahwa mengulang dosis dari bolus oksitosin sebelum lahirnya plasenta
dapat membantu dalam pengeluaran plasenta adhesive. Pengulangan dosis dari uterotonika
mengakibatkan kontraksi dari servix uterus yang mengakibatkan kesulitan melakukan manual
plasenta.
23
Jika plasenta tidak keluar setelah persalinan di rumah maka harus dirujuk ke rumah sakit
untuk manajemen lebih lanjut dan pengeluaran manual. Jika ada perdarahan aktif setelah
melahirkan dirumah maka harus dilakukan protokol umum untuk PPH. Misoprostol 800
microgram dapat dimasukkan perrectal sambil menunggu dirujuk ke rumah sakit. Misoprostol
efektif dalam pengobatan perdarahan pasca persalinan, tetapi efek uterotonika lebih lambat pada
awal daripada oksitosin 30-60 menit) oleh karena itu mungkin untuk mencegah relaksasi uterus
lambat banyak berpengaruh pada hilangnya darah secara akut. Ini sangat berguna dalam kasus-
kasus di mana oksitosin infus sulit untuk di mulai karena sulit mencari akses vena. Misoprostol
dapat menyebabkan demam, mual dan muntah dan di kontraindikasi pada pasien asma dan
jantung.
Masukkan tangan kedalam uterus dengan tehnik aseptik dan tangan lainnya di fundus
24
Tekan perlahan tangan antara plasenta dan corpus uteri dan keluarkan plasenta dengan
tehnik menggergaji (N.B. dalam kasus plasenta akreta plasenta tidak akan terlepas
dengan mudah dan penggunaan kekuatan berlebihan dapat mengancam jiwa
mengakibatkan perdarahan yang mungkin memerlukan histerektomi) Jika sebagian /
total merupakan plasenta adhesive dan tidak dapat dipisahkan, maka dibiarkan dan
menginformasikan konsultan kebidanan yang on-call dan dikelola sesuai pedoman PPH.
Ketika plasenta terlepas seluruhnya, eksplorasi rongga uterus untuk cedera dan sisa dari
plasenta atau membrane
Pijat uterus dengan satu tangan sementara tangan lainnya mengeksplorasi plasenta dan
membrane di cavum uterus
Berikan dosis tunggal Antibiotik IV- 1,2 gr co-amoxiclav kecuali ada keadaan lain yang
kontraindikasi. Jika pasien alergi penisilin berikan cefuroxime 1,5 gr IV dan
metronidazole 500 mg IV.
25
Secara teratur periksa kehilangan darah pervaginam dan tanda pelepasan plasenta
Pasang kanul IV 16 G dan ambil darah untuk periksa hematologi lengkap awasi
risiko PPH
Jika berpengalaman dalam USG on call dokter kandungan lakukan USS untuk
membedakan antara plasenta adhesive atau inkarserata
Plasenta inkarserata dapat diterapi dengan memberikan relaksan uterus akut- pada
wanita diberikan trinitrat gliserol (TNG)- dua puff 400 mg sublingual atau dosis
tunggal dari Terbutaline 250 mikrogram secara subkutan. Di ikuti oleh lahirnya
plasenta yang di kontrol oleh fundus.
(Hati-hati terhadap hipotensi dan PPH dalam mengelola profilaksis infus okstosin 40
IU/250mls/jam setelahnya).
Jika ini tidak berhasil maka harus dilakukan manual plasenta di faskes dengan
analgesia dan antibiotic yang adekuat.
26
TEHNIK PIPINGAS
B Kuretase
Seringkali pelepasan sebagian plasenta dapat dilakukan dengan manual plasenta dan
kuretase digunakan untuk mengeluarkan sebanyak mungkin jaringan yang tersisa. Kuretase
mungkin diperlukan jika perdarahan berlanjut atau pengeluaran manual tidak lengkap.
C Tindakan bedah
27
Jika faktor risiko dan gambaran prenatal sangat mendukung diagnosis perlengketan
plasenta, Cesarean hysterectomy umumnya di rencanakan, terutama pada pasien yang tidak
berharap untuk mempertahankan kehamilan. Jika plasenta akreta ditemukan setelah
melahirkan bayi, plasenta sesegera mungkin dikeluarkan untuk mengosongkan cavum
uteri.21 Disisi lain, beberapa usaha dapat dilakukan untuk mempertahankan uterus dengan
tindakan bedah (ligasi arteri hipogastrika) atau secara radiologik (teknik embolisasi dari
arteri uterina).
E Terapi konservatif
28
dipertimbangkan sebagai akreta. Tali pusat dipotong pada insersinya dan plasenta
dibiarkan dalam cavum uteri; insisi uterus di tutup. Terapi antibiotik profilaksis
(amoksisilin dan asam clavulanik) diberikan selama 10 hari.
Dosis dan cara IV : 20 IU dalam 1 L IM atau IV (lambat) : Oral atau rektal 400
pemberian larutan garam fisiologis 0,2 mg g dapat diulang
dengan tetesan cepat sampai 1200 g
IM : 10 IU
Dosis maksimal Tidak lebih dari 3 L larutan Total 1 mg atau 5 Total 1200 g atau
perhari dengan oksitosin dosis 3 dosis
VIII. Komplikasi
Komplikasinya meliputi :
a Perforasi uterus
b Infeksi/Sepsis Puerpurium
c Inversio uteri
d Syok (hipovolemik)
e Perdarahan postpartum
29
Retensio plasenta
Penanganan umum :
Infus transfusi darah
Pertimbangkan untuk rujuk RSU C
Plasenta manual
Indikasi
Perdarahan 400 cc
Pascaoperasi vaginal
Pascanarkose
Habitual HPP
Teknik
Telusuri tali pusat
Dengan ulner tangan
Masase intrauterin
Uterotonika IM-IV
32
Gambar 6. Penatalaksanaan Retensio Plasenta
33
parasit dalam plasentanya. Janin biasanya mengalami gangguan pertumbuhan dan selain itu
menimbulkan gangguan pada daya tahan neonatus.
Seorang ibu yang terinfeksi parasit malaria, parasit tersebut akan mengikuti peredaran
darah sehingga akan ditemukan pada plasenta bagian maternal. Bila terjadi kerusakan pada
plasenta, barulah parasit malaria dapat menembus plasenta dan masuk ke sirkulasi darah janin
sehingga terjadi malaria kongenital. Beberapa peneliti menduga hal ini terjadi karena adanya
kerusakan mekanik, kerusakan patologi oleh parasit, fragilitas dan permeabilitas plasenta yang
meningkat akibat demam akut dan akibat infeksi kronis.
Malaria maternal dapat menyebabkan kematian janin karena terganggunya transfer
makanan secara transplasental, demam yang tinggi (hiperpireksia) atau hipoksia karena
anemia. Kemungkinan lain adalah Tumor Necrosis Factor (TNF) yang dikeluarkan oleh
makrofag bila di aktivasi oleh antigen merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan
berbagai kelainan pada malaria, antara lain demam, kematian janin dan abortus.
Pada semua daerah, malaria maternal dapat dihubungkan dengan berkurangnya
berat badan lahir, terutama pada kelahiran anak pertama. Hal ini mungkin akibat gangguan
pertumbuhan intra-uretrin, persalinan prematur atau keduanya akibat berkurangnya transfer
makanan dan oksigen dari ibu ke janin. Namun patofisiologi pertumbuhan lambat intra-
uretrin pada malaria adalah multifaktor.
Insidens malaria plasenta dipengaruhi oleh paritas ibu yaitu lebih tinggi pada
primipara (persalinan pertama) dan makin rendah sesuai dengan peningkatan paritas ibu.
Demikain pula berat badan lahir dipengaruhi oleh paritas ibu, ini dapat diterangkan bahwa
pada multigravida kekebalan pada ibu telah dibentuk dan meningkat.
34
Gambar 4. Siklus Seksual Plasmodium (Diambil dari kepustakaan 8)
35
imun selama kehamilan berhubungan dengan keadaan hormonal. Konsentrasi hormon
progesteron yang meningkat selama kehamilan berefek menghambat aktifasi limfosit T terhadap
stimulasi antigen. Selain itu efek imunosupresi kortisol juga berperan dalam menghambat respon
imun.
D. HISTOPATOLOGI
Malaria pada kehamilan dipastikan dengan ditemukannya parasit malaria di dalam:
- Darah maternal
- Darah plasenta/melalui biopsi.
Pada wanita hamil yang terinfeksi malaria, eritrosit berparasit dijumpai di plasenta sisi
maternal dari sirkulasi tetapi tidak di sisi fetal, kecuali pada penyakit plasenta. Pada infeksi aktif,
plasenta terlihat hitam atau abu-abu dan sinusoid padat dengan eritrosit terinfeksi. Secara
histologis ditandai oleh sel eritrosit berparasit dan pigmen malaria dalam ruang intervilli
plasenta, monosit mengandung pigmen, infiltrasi mononuklear, simpul sinsitial (syncitial
knotting), nekrosis fibrinoid, kerusakan trofoblas dan penebalan membrana basalis trofoblas.
Gambar 6. Histologi Plasenta Penderita Malaria yang Menunjukkan Bentuk Cincin-cincin yang
Berimpah/Parasitemia Plasmodium falciparum
36
pengurusan mikrovilli fokal menahun. Bila villi plasenta dan sinus venosum mengalami kongesti
dan terisi eritrosit berparasit dan makrofag, maka aliran darah plasenta akan berkurang dan ini
dapat menyebabkan abortus, lahir prematur, lahir mati ataupun berat badan lahir rendah.
E. GAMBARAN KLINIS
Selama kehamilan, lebih dari setengahnya memberikan manifestasi klinik yang atipik,
yaitu berupa:
- DEMAM
Pasien dapat mengeluhkan bermacam-macam pola demam mulai dari tanpa demam,
demam tidak terlalu tinggi yang terus-menerus hingga hiperpireksia. Pada trimester
kedua kehamilan gambaran manifestasi klinik yang atipik lebih sering terjadi karena
proses imunosupresi.
- ANEMIA
Di negara berkembang yang biasanya merupakan daerah endemis malaria, anemia
merupakan gejala yang paling sering ditemui secara kehamilan. Penyebab utama
anemianya adalah karena malnutrisi dan penyakit cacing. Dalam kondisi seperti ini
penyakit malaria akan menambah berat keadaan anemianya. Penyakit malaria sendiri
biasanya memberikan gejala dengan manifestasi anemia sehingga semua kasus anemia
harus diperiksa kemungkinan ke arah penyakit anemia
- SPLENOMEGALI
Pembesaran limfa biasa terjadi pada penyakit malaria dan keadaan ini akan menghilang
pada trimester kedua kehamilan. Bahkan, splenomegali yang menetap pada keadaan
sebelum hamil bisa mengecil selama kehamilan.
Gejala utama infeksi malaria adalah demam yang diduga berhubungan dengan proses
skizogoni (pecahnya merozoit/skizon) dan terbentuknya sitokin dan atau toksin lainnya. Pada
daerah hiperendemik sering ditemukan penderita dengan parasitemia tanpa gejala demam.
Gambaran karakteristik dari malaria ialah demam periodik, anemia dan splenomegali. Sering
terdapat gejala prodromal seperti malaise, sakit kepala, nyeri pada tulang/otot, anoreksi dan diare
ringan. Namun sebenarnya efek klinik malaria pada ibu hamil lebih tergantung pada tingkat
kekebalan ibu hamil terhadap penyakit itu sedangkan kekebalan terhadap malaria lebih banyak
ditentukan dari tingkat transmisi malaria tempat wanita hamil tinggal/berasal.
37
Penyakit malaria memiliki 4 jenis dan masing-masing disebabkan oleh spesies parasit
yang berbeda. Gejala tiap-tiap jenis biasanya berupa meriang, panas dingin menggigil, dan
keringat dingin. Jenis malaria paling ringan adalah malaria tertian yang disebabkan oleh
Plasmodium vivax, dengan gejala demam dapat terjadi setiap dua hari sekali setelah gejala
pertama terjadi (dapat terjadi 2 minggu setelah infeksi.
Demam rimba (jungle fever), malaria aestivo-autumnal atau disebut malaria tropika,
disebabkan oleh Plasmodium falsiparum merupakan penyebab sebagian besar kematian akibat
malaria. Organisme bentuk ini sering menghalangi jalan darah ke otak, menyebabkan koma,
mengigau, serta kematian. Pada masa inkubasi malaria, protozoa tumbuh di dalam sel hati;
beberapa hari sebelum gejala pertama terjadi, organisme tersebut menyerang dan menghancurkan
sel darah merah sejalan dengan perkembangan mereka, sehingga menyebabkan demam.
Parasit malaria dapat di identifikasi dengan pemeriksaan mikroskopis apus darah tepi
dengan pewarnaan Giemsa, pemeriksaan ini merupakan baku emas untuk penyakit malaria. Cara
lain pemeriksaan laboratorium adalah dengan deteksi antigen yaitu dengan cara mendeteksi
antigen dari parasit malaria. Pemeriksaan ini menggunakan Dipstick dengan hasil dapat dibaca
langsung 2-15 menit, dikenal dengan nama Rapid Diagnostic Test (RDT). Cara diagnosis lainnya
dengan pemeriksaan asam nukleat parasit dengan cara Polymerase Chain Reaction (PCR).
Hasilnya lebih akurat tetapi harganya mahal dan membutuhkan peralatan laboratorium yang
kompleks.
Pemeriksaan Laboratorium
Pada umumnya apusan darah tepi dan tebal harus dilakukan. Jika apusan darah awal
negatif, spesimen baru harus diperiksa dalam interval 6 jam. Diantara pasien malaria, 57%
terinfeksi lebih dari satu spesies Plasmodium.
Pemeriksaan dengan mikroskop:
- Pewarnaan Giemsa pada sediaan apusan darah untuk melihat parasit
- Pewarnaan Acridin Orange untuk melihat eritrosit yang terinfeksi
- Pemeriksaan Fluoresensi Quantitative Buffy Coat (QBC)
38
Gambar 7. Merozoit pada Darah Perifer. Beberapa merozoit telah berpenetrasi ke membran eritrosit dan
memasuki sel (Diambil dari kepustakaan 2)
2. Hipoglikemia
Keadaan ini merupakan komplikasi yang cukup sering terjadi dalam kehamilan dengan
penyakit malaria. Faktor-faktor yang mendukung terjadinya hipoglikemia adalah sebagai berikut:
- Meningkatnya kebutuhan glukosa karena keadaan hiperkatabolik dan infeksi parasit.
- Sebagai respon terhadap starvasi/kelaparan.
- Peningkatan respons pulau-pulau pankreas terhadap stimulasi sekresi (misalnya quinine)
menyebabkan terjadinya hiperinsulinemia dan hipoglikemia.
Keadaan hipoglikemia pada pasien-pasien malaria tersebut dapat bersifat asimptomatik
dan dapat luput terdeteksi karena gejala-gejala pada hipoglikemia juga menyerupai gejala infeksi
malaria, yaitu takikardi, berkeringat, menggigil dan lain-lain. Pada sebagian pasien dapat
menunjukkan gejala tingkah laku yang abnormal seperti kejang, penurunan kesadaran, dan
pingsan yang hampir menyerupai gejala malaria serebral. Oleh karena itu, semua perempuan
hamil yang terinfeksi malaria falsiparum, khususnya yang mendapat terapi quinine harus
dimonitor kadar gula darahnya setiap 4-6 jam sekali. Kadang-kadang hipoglikemia dapat
berhubungan dengan laktat asidosis dan pada keadaan seperti ini risiko mortalitas akan sangat
40
meningkat. Hipoglikemia maternal juga dapat menyebabkan gawat janin tanpa ada tanda-tanda
yang spesifik.
4. Imunosupresi
Imunosupresi dalam kehamilan menyebabkan infeksi malaria yang terjadi menjadi lebih
sering dan lebih berat. Lebih buruk lagi, infeksi malaria sendiri dapat menekan respon imun.
Perubahan hormonal selama kehamilan menurunkan sintesis imunoglobulin.Penurunan fungsi
sistem retikuloendotelial adalah penyebab imunosupresi dalam kehamilan. Hal ini menyebabkan
hilangnya imunitas didapat terhadap malaria sehingga ibu hamil lebih rentan terinfeksi malaria.
Infeksi malaria yang diderita lebih berat dengan parasitemia yang tinggi. Pasien juga lebih sering
mengalami demam paroksismal dan relaps.
Infeksi sekunder (infeksi saluran kencing dan pneumonia) dan pneumonia algid (syok
septikemia) juga lebih sering terjadi dalam kehamilan karena imunosupresi ini.
5. Gagal Ginjal
Hemoglobinuri (blackwater fever) merupakan kondisi urin yang berwarna gelap akibat
hemolisis sel darah merah dan parasitemia yang berat dan sering merupakan tanda gagal ginjal.
Penanganannya meliputi pemberian cairan yang saksama, diuretic, dan dialisis bila diperlukan.
41
vs 33%). Akibatnya dapat terjadi abortus spontan, persalinan prematur, kematian janin dalam
rahim, insufisiensi plasenta, gangguan pertumbuhan janin (kronik/temporer), berat badan lahir
rendah dan gawat janin. Selain itu penyebaran infeksi secara transplasental ke janin dapat
menyebabkan malaria kongenital.1,14
7. Malaria kongenital
Malaria kongenital sangat jarang terjadi, diperkirakan timbul pada <5% kehamilan.
Barier plasenta dan antibodi Ig G maternal yang menembus plasenta dapat melindungi janin dari
keadaan ini. Akan tetapi pada populasi non imun dapat terjadi malaria kongenital, khususnya
pada keadaan epidemi malaria. Kadar quinine plasma janin dan klorokuin sekitar l/3 dari
kadarnya dalam plasma ibu sehingga kadar subterapeutik ini tidak dapat menyembuhkan infeksi
pada janin. Keempat spesies plasmodium dapat menyebabkan malaria kongenital, tetapi yang
lebih sering adalah P. malariae. Neonatus dapat menunjukan adanya demam, iritabilitas,
masalah minum, hepatosplenomegali, anemia, ikterus dll. Diagnosis dapat ditegakkan dengan
melakukan apus darah tebal dari darah umbilikus atau tusukan di tumit, kapan saja dalam satu
minggu pascanatal. Diferensial diagnosisnya adalah inkompatibilitas Rh, infeksi CMV, Herpes,
Rubella, Toksoplasmosis dan sifilis.
42
Pemakaian kelambu, insektisida, atau keduanya dinilai efektif untuk
menurunkan jumlah kasus malaria pada ibu hamil dan neonatus khususnya densitas
tinggi, insidens klinis dan mortalitas malaria. Penelitian di Afrika menunjukkan bahwa
pemakaian kelambu setiap malam menurunkan kejadian berat badan lahir rendah atau
bayi prematur sebanyak 25%. Adapun pada wanita hamil di Thailand dilaporkan bahwa
pemakaian kelambu efektif dalam mengurangi anemia maternal dan parasitemia densitas
tinggi. Kelambu sangat disarankan terutama pada kehamilan dini dan bila memungkinkan
selama kehamilan.1,3,5,13
c) Vaksinasi
Target vaksin malaria antara lain mengidentifikasi antigen protektif pada ketiga
permukaan stadium parasit malaria yang terdiri dari sporozoit, merozoit, dan gametosit.
Sampai saat ini belum ditemukan vaksin yang aman dan efektif untuk penanggulangan
malaria. Kemungkinan penggunaan vaksin yang efektif selama kehamilan baru muncul
dan perlu pertimbangan yang kompleks. Tiga hal yang perlu dipertimbangkan dalam
penggunaan vaksin untuk mencegah malaria selama kehamilan, yaitu:
a. Tingkat imunitas sebelum kehamilan
b. Tahap siklus hidup parasit
c. Waktu pemberian vaksin
2. Terapi Malaria
Pemberian obat anti malaria tergantung pada diagnosis dini dan pengobatan klinis
segera. Kecuali pada wanita yang tidak kebal, efektifitas kemoterapi pada wanita hamil
tampak kurang memuaskan karena pada wanita dengan imun infeksi berlangsung tanpa
gejala. Pada wanita dengan kekebalan rendah, walaupun dilakukan diagnosis dini dan
pengobatan segera ternyata belum dapat mencegah perkembanagan anemia pada ibu dan
juga berkurangnya berat badan lahir bayi. Beberapa obat anti malaria yang lebih baru
memiliki aktivitas antifolat sehingga secara teoritis dapat berperan menyebabkan anemia
megaloblastik dan kecacatan pada kehamilan dini. Akan tetapi, perlu dipikirkan pada daerah
dengan resisten klorokuin, kesehatan ibu adalah yang utama sehingga pemakaian obat yang
efektif membunuh parasit tetap dianjurkan bila kondisi ibu memburuk.
43
Bagi wanita hamil yang didiagnosis dengan malaria tanpa komplikasi yang
disebabkan oleh P. malariae, P. vivax, P. ovale, atau infeksi P. falciparum chloroquine-
sensitif, pengobatan yang dianjurkan adalah klorokuin atau hidroksiklorokuin dapat
diberikan sebagai gantinya.
Bagi wanita hamil yang didiagnosis dengan malaria tanpa komplikasi yang
disebabkan oleh infeksi P. falciparum chloroquine-resistant, pengobatan yang tepat dengan
baik meflokuin atau kombinasi kina sulfat dan klindamisin. Pengobatan kina harus terus
selama 7 hari untuk infeksi yang diperoleh di Asia Tenggara dan selama 3 hari untuk infeksi
yang didapat di tempat lain; pengobatan klindamisin harus terus selama 7 hari terlepas dari
mana infeksi diakuisisi. Bagi wanita hamil yang didiagnosis dengan malaria tanpa
komplikasi yang disebabkan oleh infeksi P. vivax chloroquine-resistant, pengobatan yang
tepat dengan meflokuin.Doxycycline dan tetrasiklin umumnya tidak diindikasikan untuk
penggunaan pada wanita hamil. Kecuali manfaatnya dinilai lebih besar daripada risiko.
Pengobatan intermiten dengan sulfadoksin-pirimetamin secara luas
direkomendasikan untuk pencegahan malaria pada ibu hamil di Afrika. Namun, dengan
penyebaran resistensi untuk sulfadoksin-pirimetamin, intervensi baru yang diperlukan.
Malaria selama kehamilan dikaitkan dengan malaria plasenta, yang merugikan kelahiran,
dan komplikasi kematian baik pada ibu dan infant. Mengingat risiko tinggi malaria pada
populasi rentan ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan pelaksanaan
rutin pencegahan malaria-p pada perempuan hamil di semua negara di Afrika di mana P.
falciparum tetap endemis. Langkah-langkah ini termasuk penggunaan insektisida, kelambu
dan intermiten pengobatan pencegahan dengan sulfadoxine- pyrimethamine selama
kehamilan.
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa intermittent pengobatan
pencegahan dengan sulfadoksin-pirimetamin selama kehamilan adalah efektif dalam
mengurangi risiko malaria plasenta, berat badan lahir rendah, dan illness. Namun,
perlawanan terhadap sulfadoksin-pirimetamin telah menyebar luas, terutama di Afrika
Timur dan selatan Afrika, studi yang lebih baru telah menyarankan bahwa efektivitas
kombinasi pengobatan ini merupakan pencegahan intermiten selama kehamilan; dengan
demikian, ada butuhkan untuk evaluasi alternatif untuk sulfadoxine- pirimetamin untuk
pengobatan tersebut selama kehamilan.
44
Studi amodiakuin dan mefloquine belum menunjukkan bukti yang meyakinkan dari
superior manfaat, dan obat-obatan ini ditemukan memiliki lebih banyak efek samping yang
merugikan dari sulfadoksin-pirimetamin. Terapi kombinasi berbasis artemisinin telah
terbukti efektif untuk pengobatan malaria selama kehamilan. Namun, data yang terbatas
untuk mengevaluasi rejimen tersebut digunakan sebagai pengobatan pencegahan intermiten
selama kehamilan. Dihydroartemisinin-piperaquine adalah terapi kombinasi utama,
mengingat berkepanjangan efek pasca perawatan.
Untuk infeksi P. vivax atau P. ovale, primakuin fosfat untuk pengobatan radikal
hipnozoit tidak dianjurkan selama kehamilan. pasien hamil dengan infeksi P. vivax atau
ovale P. harus dipertahankan pada profilaksis klorokuin selama kehamilan mereka. Dosis
kemoprofilaksis dari klorokuin fosfat 300 mg basa (= 500 garam mg) per oral sekali per
minggu. Setelah melahirkan, pasien hamil dengan P. vivax atau P. ovale infeksi yang tidak
memiliki defisiensi G6PD harus ditangani dengan primakuin.
45
demam. Gawat janin sering terjadi dan seringkali tidak terdeteksi. Oleh karena itu perlu
dilakukan monitoring terhadap kontraksi uterus dan denyut jantung janin untuk menilai
adanya ancaman persalinan prematur dan takikardia, serta bradikardia atau deselerasi
lambat pada janin yang berhubungan dengan kontraksi uterus karena hal ini menunjukkan
adanya gawat janin. Harus diupayakan segala cara untuk menurunkan suhu tubuh
dengancepat, baik dengan kompres, pemberian antipiretika seperti parasetamol, dll.
Pemberian cairan dengan seksama juga merupakan hal penting. Hal ini disebabkan
baik dehidrasi maupun overhidrasi harus dicegah karena kedua keadaan tadi dapat
membahayakan baik bagi ibu maupun janin. Pada kasus parasitemia berat, harus
dipertimbangkan tindakan transfusi ganti.
Bila diperlukan, dapat dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan. Kala II
harus dipercepat dengan persalinan buatan bila terdapat indikasi pada ibu atau janin. Seksio
sesarea ditentukan berdasarkan indikasi obstetrik.
DAFTAR PUSTAKA
Centers for Disease Control and Prevention. 2013. Alternative for pregnant Woman and
Treatmant of Severe Malaria. Diakses tanggal 22 Oktober 2016
https://www.cdc.gov/malaria/diagnosis_treatment/clinicians2.html
46
Harijanto, N Paul. Malaria. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV.
Jakarta: 2007. p. 1732-44.
Management of Retained Placenta. 2010. Acute Hospital NHS Trust. Diakses pada 16
Oktober 2016
http://nationalwomenshealth.adhb.govt.nz/Portals/0/Documents/Policies/Retained
%20Placenta%20Management_.pdf
Surya I.G.P .Penyakit Infeksi : Infeksi Malaria. Ilmu Kandungan Edisi IV. Jakarta : P.T.
Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo; 2012. p912-17.
Souza, RM. 2013. Placental histopathological changes associated with Plasmodium vivax
infection during pregnancy. Diakses tanggal 21 Oktober 2016.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23459254
WHO. 2012. WHO recommendations for the prevention and treatment of postpartum
haemorrhage. Diakses tanggal 15 Oktober 2016.
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/75411/1/9789241548502_eng.pdf
47