Anda di halaman 1dari 5

Penyebab Kecelakaan Kerja

Posted on November 23, 2011 by Q-HSE Department


https://qhseconbloc.wordpress.com/2011/11/23/penyebab-kecelakaan-kerja/
Diakses tgl 2 april 2017 20.15 wib

12 Votes

H.W. Heinrich dengan Teorii Dominonya menggolongkan penyebab


kecelakaan menjadi 2, yaitu:
a. Unsafe Action (Tindakan tidak aman)

Unsafe action adalah suatu tindakan yang memicu terjadinya suatu kecelakaan kerja.
Contohya adalah tidak mengenakan masker, merokok di tempat yang rawan terjadi
kebakaran, tidak mematuhi peraturan dan larangan K3, dan lain-lain. Tindakan ini bisa
berbahaya dan menyebabkan terjadinya kecelakaan.

b. Unsafe Condition (Kondisi tidak aman)


Unsafe condition berkaitan erat dengan kondisi lingkungan kerja yang dapat menyebabkan
terjadinya kecelakaan. Banyak ditemui bahwa penyebab terciptanya kondisi yang tidak aman
ini karena kurang ergonomis. Unsafe condition ini contohnya adalah lantai yang licin, tangga
rusak, udara yang pengap, pencahayaan kurang, terlalu bising, dan lain-lain.
Selanjutnya Frank Bird mengembangkan teori Heinrich tersebut. Frank Bird menggolongkan
penyebab terjadinya kecelakaan adalah sebab langsung (immediate cause) dan faktor dasar
(basic cause). Penyebab langsung kecelakaan adalah pemicu yang langsung menyebabkan
terjadinya kecelakaan tersebut, misalkan terpeleset, kejatuhan suatu benda, dan lain-lain.
Sedangkan penyebab tidak langsung adalah merupakan faktor yang memicu atau memberikan
kontribusi terhadap terjadinya kecelakaan tersebut. Misalnya tumpahan minyak yang
menyebabkan lantai licin, kondisi penerangan yang tidak baik, terburu-buru atau kurangnya
pengawasan, dan lain-lain. Meskipun penyebab tidak langsung hanyalah sebagai penyebab
atau pemicu yang menyebabkan terjadinya kecelakaan, namun sebenarnya hal tersebutlah
yang harus dianalisa secara detail mengapa faktor pemicu tersebut dapat terjadi.
Disamping faktor-faktor yang telah disebutkan diatas, teori-teori modern memasukkan faktor
sistem manajemen sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya kecelakaan. Ketimpangan
dan kurangnya perencanaan, pengawasan, pelaksanaan, Pemantauan dan pembinaan
menyebabkan terjadinya multiple cause sehingga kecelakaan kerja dapat terjadi

Klasifikasi Kecelakaan Kerja


Menurut ILO, kecelakaan kerja diklasifikasikan menjadi 4 golongan, yaitu:
a. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan
Menurut jenis kecelakaan, kecelakaan diklasifikasikan sebagai berikut:

Terjatuh

Tertimpa benda

Tertumbuk

Terjepit

Gerakan melebihi kemampuan

Pengaruh suhu

Terkena arus listrik

Terkena bahan-bahan bernahaya/radiasi

b. Klasifikasi menurut penyebab kecelakaan

Mesin

Alat angkut

Peralatan lain seperti dapur pembakan atau pemanas, instalasi listrik

Bahan-bahan zat kimia atau radiasi

Lingkungan kerja misal di ketinggian atau kedalaman tanah

c. Klasifikasi menurut Sifat Luka / Kelainan

Patah tulang

Dislokasi ( keseleo )

Regang otot (urat)

Memar dan luka dalam yang lain

Amputasi

Luka di permukaan

Geger dan remuk


Luka bakar

Keracunan-keracunan mendadak

Pengaruh radiasi

Lain-lain

d. Klasifikasi menurut letak kelainan atau cacat di tubuh

Kepala

Leher

Badan

Anggota atas

Anggota bawah

Banyak tempat

Letak lain yang tidak termasuk dalam klsifikasi tersebut.

Mengapa Angka Kecelakaan Kerja di Indonesia Masih


Tinggi?

http://www.safetyshoe.com/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-terjadinya-kecelakaan-kerja/

Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja, yaitu unsafe condition
dan unsafe behavior. Unsafe Behavior merupakan perilaku dan kebiasaan yang mengarah
pada terjadinya kecelakaan kerja seperti tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) dan
penggunaan peralatan yang tidak standard sedangkan Unsafe Condition merupakan kondisi
tempat kerja yang tidak aman seperti terlalu gelap, panas dan gangguan-gangguan faktor fisik
lingkungan kerja lainnya. Faktor-faktor kecelakaan kerja tersebut dapat dieliminasi dengan
adanya komitmen perusahaan dalam menetapkan kebijakan dan peraturan K3 serta didukung
oleh kualitas SDM perusahaan dalam pelaksanaannya.
Sayangnya, masih sedikit perusahaan di Indonesia yang berkomitmen untuk melaksanakan
pedoman SMK3 dalam lingkungan kerjanya. Menurut catatan SPSI, baru sekitar 45% dari
total jumlah perusahaan di Indonesia (data Depnaker tahun 2002, perusahaan di bawah
pengawasannya sebanyak 176.713) yang memuat komitmen K3 dalam perjanjian kerja
bersamanya. Jika perusahaan sadar, komitmennya dalam melaksanakan kebijakan K3
sebenarnya dapat membantu mengurangi angka kecelakaan kerja di lingkungan kerja.
Dengan sadar dan berkomitmen, perusahaan akan melakukan berbagai upaya untuk
mewujudkan kondisi kerja yang aman dan sehat. Komitmen perusahaan yang rendah ini
diperburuk lagi dengan masih rendahnya kualitas SDM di Indonesia yang turut memberikan
point dalam kejadian kecelakaan kerja, data dari Badan Pusat Statistik tahun 2003
menunjukkan bahwa hanya 2.7% angkatan kerja di Indonesia yang mempunyai latar belakang
pendidikan perguruan tinggi dan 54.6% angkatan kerja hanya tamatan SD.

Sebenarnya, penerapan K3 dalam sistem


manajemen perusahaan memberikan banyak keuntungan selain peningkatan produktifitas
kerja dan tetap terjaganya kesehatan, keselamatan pekerja, penerapan K3 juga dapat
meningkatkan citra baik perusahaan yang dapat memperkuat posisi bisnis perusahaan. Satu
lagi hal penting bahwa dengan komitmen penerapan K3, angka kecelakaan kerja dapat
ditekan sehingga dapat menekan biaya kompensasi akibat kecelakaan kerja. Perlu diketahui
bahwa nilai kompensasi yang harus dibayar karena kecelakaan kerja di Indonesia tahun 2004
sebesar 102,461 milliar rupiah apalagi jika kita lihat data 2003 yang sebesar 190,607 milliar
rupiah, sungguh suatu nilai yang sangat disayangkan jika harus dibuang percuma!
Sebenarnya keadaan ini tidak jauh berbeda dengan di AS, tahun 1995 pemerintah AS harus
menderita kerugian sebesar 119 milliar dollar karena kecelakaan kerja dengan tingkat
pertumbuhan kerugian sebesar 67,9 milliar dollar dalam kurun waktu 15 tahun sejak tahun
1980.

Usaha pemerhati K3 dunia untuk menurunkan angka kecelakaan kerja melalui suatu pedoman
terhadap pelaksanaan K3 telah ada sejak beberapa tahun yang lalu. Awalnya adalah dengan
penerbitan suatu pendekatan sistem manajemen yaitu Health and Safety Management-
HS(G)65 yang dikembangkan oleh Health and Safety Executive Inggris yang diterbitkan
terakhir pada tahun 1977. Mei 1996 muncul standar pelaksanaan K3,BS 8800 (British
Standard 8800) yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja organisasi K3 melalui
penyediaan pedoman bagaimana manajemen K3 berintegrasi dengan manajemen dari aspek
bisnis yang lain. Hingga tahun 1999 muncul standar baru yaitu OHSAS 18001 yang
dikeluarkan sebagai spesifikasi dan didasarkan pada model yang sama dengan ISO 14001,
bersamaan dengan itu diterbitkan pula OHSAS 18002 sebagai pedoman pada penerapan
OHSAS 18001

Anda mungkin juga menyukai