Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

GAWAT DARURAT
DECOMPENSASI CORDIS

1. Definisi
- Decompensasi cordis atau gagal jantung adalah suatu keadaan ketika jantung tidak mampu
mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi kebutuhan tubuh, meskipun tekanan vena normal
(Muttaqin, 2012).
- Decompensasi cordis atau gagal jantung adalah sindrome klinis (sekumpulan tanda dan gejala)
yang ditandai dengan sesak nafas dan fatik saat istirahat atau saat aktivitas yang disebabkan oleh
kelainan struktur atau fungsi pada jantung (Nurarif dan Kusuma, 2013).
- Gagal jantung adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami kegagalan dalam memompa
darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrien dan okseigen secara adekuat
(Udjiati, 2013).

2. Klasifikasi
a. Klasifikasi gagal jantung menurut letaknya
1) Gagal jantung kiri
Kegagalan ventrikel kiri untuk mengisi atau mengosongkan dengan benar dan dapat lebih lanjut
diklasifikasikan menjadi disfungsi sitolik dan diastolik (Nurarif dan Kusuma, 2013).
2) Gagal jantung kanan
Kegagaln ventrikel kanan untuk memompa darah secara adekuat (Nurarif dan Kusuma, 2013).
3) Gagal jantung kongestif
Kegagalan ventrikel kanan dan kiri secara bersamaan (Udjiati, 2013).
b. Klasifikasi gagal jantung menurut derajat sakitnya
Derajat Keterangan
1 Pasien masih dapat melakukan aktivitas fisik
(Tanpa keluhan)
sehari-hari tanpa disertai kelelahan ataupun sesak
nafas.
2 Aktivitas fisik sedang menyebabakna kelelahan
(Ringan)
atau sesak nafas tetapi jika aktivitas ini dihentikan
maka keluhan akan hilang.
3 Aktivitas fisik ringan menyebabakna kelelahan atau
(Sedang)
sesak nafas, tetapi keluhan akan hilang jika
aktivitas dihentikan.
4 Tidak dapat melakukan aktivitas fisik sehari-hari
(Berat)
bahkan pada saat istirahatpun keluhan masih tetap
ada dan semakin berat jika melakukan aktivitas
walaupun aktifitas ringan.
(Nurarif dan Kusuma, 2013).

3. Etiologi
a. Kelainan mekanis
1) Peningkatan beban tekanan
- Dari sentral (stenosis aorta)
- Dari peripheral (hipertensi sistemik)
2) Peningkatan beban volume
- Regurgitas katup
- Meningkatnya beban awal akibat regurgitas aorta dan cacat septum
3) Obstruksi terhadap pengisian ventrikel
- Stenosis mitral atau trikuspid
4) Temponade perikardium
5) Retriksi endokardium dan miokardium
6) Aneurisma ventrikular
7) Dis-sinergi ventrikel
(Muttaqin, 2012).
b. Kelainan miokardial
1) Primer
- Kardiomiopati
- Ganguan neuromuskular miokarditis
- Metabolik (DM)
- Keracunan (alkohol dan lain-lain)

2) Sekunder
- Iskemik, inflamasi, penyakit infiltratif
- Penyakit sistemik, PPOK
- Obat-obatan yang mendepresi miokard
(Muttaqin, 2012).
c. Gangguan irama jantung
1) Henti jantung
2) Ventrikular fibrilasi
3) Takikardi atau bradikardi yang ekstrim
4) Asinkronik listrik dan gangguan konduksi
(Nurarif dan Kusuma, 2013).

4. Manifestasi Klinis
a. Gagal jantung kiri
1) Letargi dan diaphoresis
2) Dispnea atau orthopnea
3) Palpitasi (berdebar-debar)
4) Pernafasan cheyne-stokes
5) Batuk dan rinki basah
6) Edema paru
7) Oliguria atau anuria
8) Irama gallops
b. Gagal jantung kanan
1) Edema tungkai
2) CVP (central venosus pressure) meningkat
3) Pulsasi vena jugularis
4) JVP meningkat
5) Asites, hepatomegali, dan BB meningkat
6) Splenomegali, distensi abdomen, mual dan anoreksia.
(Udjiati, 2013).

5. Komplikasi
a. Edema paru
b. Gagal ginjal
c. Aritmia
d. Tromboembolisme
e. Kerusakan metabolik
(Kowalak, 2011).

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Ekokardiografi
Digunakan untuk memperkirakan ukuran dan fungsi ventrikel kiri (Muttaqin, 2012).
b. Rontgen dada
Foto sinar-X dada posterior-anterior dapat menunjukkan adanya hipertensi vena, edema paru atau
kardiomegali (Muttaqin, 2012).
c. EKG
Ditemukan adanya LBBB, kelainan ST atau T menunjukkan disfungsi ventrikel kiri kronis.
Gelombang Q menunjukkan infark sebelumnya dan kelainan segmen ST menunjukkan stenosis
aorta dan penyakit jantung hipertensi (Muttaqin, 2012).

7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan non farmakologis
1) Pembatasan natrium
2) Tirah baring
3) Pembatasan lemak
b. Penatalaksanaan farmakologis
1) Pemberian O2
2) Terapi nitrat dan vasodilator
Terapi nitrat berupa salep nitrogliserin sedangkan vasodilator parenteral berupa nitrogliserin
parenteral atau nitropusid natrium
3) Diuretik kuat
Diuretik kuat bekerja pada ansa henle dengan menghambat transport klorida terhadap natrium ke
dalam sirkulasi (menghambat reabsorbsi natrium pasif). Garam natrium dan air akan keluar
bersama dengan kalium, kalsium, dan magnesium. Obat yang termasuk dalam diuretik kuat
adalah furosemid dan asam etakrinat.
4) Digitalis
Digitalis adalah obat utama untuk meningkatkan konraktilitas. Obat yang termasuk dalam
digitalis adalah digoksin dan digitoksi.
5) Inotropik positif
Obat dalam inotropik positif adalah dopamin yang fungsinya meningkatkan denyut jantung pada
keadaan bradikardi disaat atropin tidak menunjukkan kerja yang efektif. Selain itu dobutamin
juga dapat digunakan sebagai peningkat kontraksi miokardium.
6) Sedatif
Phenobarbital dapat diberikan untuk mengurangi kegelisahan sehingga pasien dapat beristirahat
dan memberi relaksasi pada pasien.
(Muttaqin, 2012).
8. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Biodata
Gagal jantung dapat terjadi pada bayi, anak-anak, dan orang dewasa dengan defek kongenital dan
defek jantung akuisita (di dapat). Kurang lebih 1% penduduk pada usia 50 tahun dapat terjadi
gagal jantung, sedangkan 10% penduduk berusia lebih dari 70 tahun berisiko gagal jantung
(Kowalak, 2011).
2) Keluhan utama
Keluhan utama yang paling sering menjadi alasan pasien untuk meminta pertolongan kesehatan
meliputi dispnea, kelemahan fisik, dan edema sistemik (Muttaqin, 2012).
3) Riwayat kesehatan
a) Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian yang di dapat dengan adanya gejala-gejala kongestif vaskular pulmonal adalah
dyspnea, ortopnea, dyspnea nokturnal paroksimal, batuk, dan edema pulmonal akut. Pada
pengkajian dyspnea (dikarakteristikkan oleh pernafasan cepat, dangakal, dan sensasi sulit dalam
mendapatkan udara yang cukup dan menekan pasien) menyebabkan insomnia, gelisah, dan
kelemahan (Muttaqin, 2012).
b) Riwayat penyakit dahulu
Pada pasien gagal jantung biasanya pasien pernah menderita infark miokardium, hipertensi, DM,
atau hiperlipidemia (Muttaqin, 2012).
c) Riwayat penyakit keluarga
Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbul pada usia muda merupakan faktor risiko
utama penyakit jantung iskemik pada keturunannya sehingga meningkatkan risiko terjadinya
gagal jantung (Muttaqin, 2012).
d) Riwayat kebiasaan
Pada penyakit gagal jantung pola kebiasaan biasanya merupakan perokok aktif, meminum
alkohol, dan obat-obatan tertentu (Muttaqin, 2012).
e) Psikososial
Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stres akibat kesulitan
bernafas, dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik (Muttaqin, 2012)
4) Pengkajian primer
A (Airway)
Pada pengkajian airway kaji ada tidaknya sumbatan jalan nafas (Tabrani, 2007).
B (Breathing)
Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oksimeter, untuk mempertahnkan saturasi > 92
%. Pada pasien decompensasi cordis ditemukan adanya sesak nafas sehingga memerlukan
oksigen, bisa dengan nasal kanul, simple mask, atau non rebrithingmask sesuai dengan kebutuhan
oksigen (Mediana, 2012).
C (Circulation)
Pada pasien decompensasi cordis terdengar suara gallop. Pada pasien decompensasai cordis
berikan cairan melalui IV dan pemasangan kateter untuk mengatur keseimbangan cairan dalam
tubuh karena pada pasien dengan decompensasi cordis mengalami kelebihan volume cairan
(Mediana, 2012)
D (Disability)
Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVP atau GCS. Jika pasien mengalami penurunan
kesadaran menunjukkan pasien masuk kondisi ekstrim dan membutuhkan pertolongan medis
segera dan membutuhkan perawatan di ICCU (Mediana, 2012).
E (Exposure)
Jika pasien stabil lakukan pemerksaan riwayat kesehatan dan fisik lainnya (Mediana, 2012).
5) Pengkajina sekunder
Five intervensi atau full of vital sign
Pada pasien dengan decompensasi cordis intervensi yang harus dilakukan adalah pemeriksaan
EKG, dan pemesangan kateter untuk mengetahui adanya kelebihan volume cairan (Mediana,
2012).
Give comfort
Pada pasien dengan decompensasi cordis harus diberi posisi senyaman mungkin untuk
mengurangi rasa sesak pasien.
6) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
Keadaan umum pasien gagal jantung biasanya di dapatkan kesadaran yang baik atau
composmetis dan akan berubah sesuai dengan tingkat gangguan yang melibatkan perfusi sistem
saraf pusat (Muttaqin, 2012).
b) Pemeriksaan fisik (B1-B6)
B1 (Breathing)
Pengkajian yang didapatkan dengan adanya tanda kongesti vaskular pulmonal adalah dispnea,
ortopnea, dispnea nokturnal paroksimal, batuk dan edema pulmonal akut. Crackles atau ronkhi
basah halus secara umum terdengar pada dasar posterior paru. Hal ini dikenalsebagai bukti
kegagalan ventrikel kiri (Muttaqin, 2012).
B2 (Blood)
Inspeksi
Pasien dapat mengeluh lemah, mudah lelah, dan apatis. Gejala ini merupakan tanda dari
penurunan curah jantung. Selain itu sulit berkonsentrasi, defisit memori, dan penurunan toleransi
latihan juga merupakan tanda dari penurunan cuah jantung. Pada inspeksi juga ditemukan distensi
vena jugularis akibat kegagalan ventrikel ventrikel kanan dalam memompa darah. Dan tanda
yang terakhir adalah edema tungkai dan terlihat pitting edema (Muttaqin, 2012).
Palpasi
Adanya perubahan nadi, dapat terjadi takikardi yang mencerminkan respon terhadap
perangsangan saraf simpatis. Penurunan yang bermakna dari curah sekuncup dan adanya
vasokonstriksi perifer menyebabkan bradikardi. Hipertensi sistolik dapat ditemukan pada gagal
jantung yang lebih berat. Selain itu pada gagal jantung kiri dapat timbul pulsus alternans
(perubahan kekuatan denyut arteri) (Muttaqin, 2012).
Auskultasi
Tekanan darah biasanay menurun akibat penurunan isi sekuncup. Tanda fisik yang berakitan
dengan gagal jantung kiri adalah adanya bunyi jantung ke 3 dan ke empat (S3, S4) serta cracles
pada paru-paru (Muttaqin, 2012).
Perkusi
Batas jantung ada pergeseran yang menandakan adanya hipertrofi jantung atau kardiomegali
(Muttaqin, 2012).
B3 (Brain)
Kesadaran composmetis, didapatkan sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat,
wajah meringis, menangis, merintih, dan mereganag (Muttaqin, 2012).
B4 (Bladder)
Adanya oliguria yang merupakan tanda syok kardiogenik dan adanya edema ekstremitas
merupakan tanda adanya retensi cairan yang parah (Muttawin, 2012).
B5 (Bowel)
Pasien biasanyanmual dan muntah, anoreksia akibat pembesaran vena dan statis vena di dalam
rongga abdomen, serta penurunan berat badan. Selain itu dapat terjadi hepatomegali akibat
pembesaran vena di hepar dan pada akhirnya menyebabkan asites (Muttaqin, 2012).
B6 (Bone)
Pada pengkajian B6 di dapatkan kulit dingin dan mudah lelah (Muttaqin, 2012).
b. Diagnosa Keperawatan
1) Penurunan curah jantung b.d penurunan kontraktilitas ventrikel kiri, peningkatan afterload dan
konduksi elektrikal.
2) Ketidakefetifan pola nafas b.d pengembangan paru tidak optimal, dan edema paru.
3) Kelebiham volume cairan b.d retensi natrium dan air, serta penurunan perfusi renal.
4) Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen ke otak dan jaringan dengan
kebutuhan sekunder penurunan curah jantung.
5) Gangguan pertukaran gas b.d edema pulmonal
6) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan intake nutrisi, mual,
muntah dan anoreksia.
7) Ansietas b.d penurunan status kesehatan dan sesak nafas.
8) Gangguan pemenuhan istirahat tidur b.d batuk, penumpukan sekret.
c. Intervensi
1) Penurunan curah jantung b.d penurunan kontraktilitas ventrikel kiri, peningkatan afterload dan
konduksi elektrikal.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 3 x 24 jam penurunan curah jantung dapat
teratasi.
Kriteria hasil :
a) Pasien akan melaporkan penurunan episode sesak nafas
b) Tanda-tanda vital dalam batas normal
c) CRT < 2 detik dan produksi urine > 30 ml/jam
d) Irama jantung teratur
Intervensi :
a) Beri penjelasana mengenai prosedur tindakan yang akan dilakukan pada pasien
Rasional : mencegah kesalahfahaman antara perawat dan
pasien serta meningkatkan pengetahuan pasien.
b) Observasi tekanan darah
Rasional : perbandingan tekanan darah dapat memberikan
gambaran yang lengkap tentang keterlibatan masalah vaskular.
c) Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
Rasional : dengan mencatat keberadaan, kulaitas denyutan
sentral dan perifer akan diketahui adanya vasokonstriksi pada pembuluh darah.
d) Kaji bunyi jantung
Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya
kerja pompa, irama gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah ke ventrikel yang
mengalami distensi murmur.
e) Anjuran pasien untuk istirahat atau tirah baring optimal
Rasional : melalui inaktivitas, kebutuhan pemompaan jantung
diturunkan sehingga terjadi penurunan tekanan darah.
f) Beri posisi semi fowler atau fowler
Rasional : mengurangi jumlah darah darah yang kembali ke
jantung sehingga mengurangi kongesti paru.
g) Berikan lingkungan yang tenang
Rasional : stres emosi menghasilkan vasokontrikasi sehingga
dapat meningkatkan tekanan tekanan darah dan kerja jantung.
h) Kolaborasi dengan dokter pemberian digoksin
Rasional : meningkatkan kontraksi miokardium dan
memperlambat frekuensi jantung dengan menurunkan volume sirkulasi dan tahanan vaskular
sistemik dan kerja ventrikel.
2) Ketidakefetifan pola nafas b.d pengembangan paru tidak optimal, dan edema paru.
Tujuan :
Setelah dilakuka tidakan keperawatan dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi perubahan pola nafas.
Kriteria hasil :
a) Pasien tidak sesak nafas
b) RR dalam batas normal (16-20 x/menit)
c) Respon batuk berkurang
Intervensi :
a) Beri penjelasan mengenai prosedur tindakan yang akan dilakukan oleh perawat pada pasien
Rasional : mencegah kesalahfahaman antara perawat dan
pasien serta meningkatkan pengetahuan pasien.
b) Observasi tanda-tanda vital
Rasional : peningkatan pernafasan dapat menunnjukkan
adanya ketidakefektifan pengembangan ekspansi paru.
c) Kaji bunyi nafas (cracles)
Rasional : indikasi adanya edema paru sekunder akibat
decompensasi jantung.
d) Beri posisi semi fowler atau fowler
Rasional : meningkatkan kemampuan usaha nafas sehingga
sesak nafas berkurang.
e) Kolaborasi dengan dokter pemberian O2
Rasional : meningkatkan intake O2 dalam tubuh sehingga
kebutuhan O2 dalam tubuh terpenuhi.
3) Kelebiham volume cairan b.d retensi natrium dan air, serta penurunan perfusi renal.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 3 24 jam tidak terjadi kelebihan volume
cairan sistemik.
Kriteri hasil :
a) Tidak terjadi edema ekstremitas
b) Tidak terjadi pitting edema dan sesak nafas berkurang
c) Produksi urine > 600 ml/hari
Intervensi :
a) Beri penjelasan mengenai prosedur tindakan yang akan dilakukan oleh perawat pada pasien
Rasional : mencegah kesalahfahaman antara perawat dan
pasien serta meningkatkan pengetahuan pasien.
b) Observasi TTV
Rasional : takikardi dan peningkatan tekanan darah
menunnjukan kegagalan fungsi jantung serta mengetahui peningkatan beban jantung.
c) Kaji distensi vena jugularis
Rasional : peningkatan cairan dapat membebani fungsi
ventrikel kanan yang dapat di pantu melalui pemeriksaan vena jugularis.
d) Kaji intake dan output
Rasional : penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan
perfusi ginjal sehingga menurunkan haluaran urine.
e) Batasi cairan sesuai indikasi
Rasional : mengurangi kelebihan volume cairan dalam tubuh.
f) Kolaborasi dengan dokter pemberian diuretik
Rasional : menurunkan volume plasma dan menurunkan
rentensi cairan di jaringan sehingga menurunkan terjadinya edema paru.
d. Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun
pada tahap perencanaan (Effendi, 1995). Implementasi keperawatan decompensasi cordis sesuai
dengan intervensi yang telah dibuat sebelumnya.

e. Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan pasien dengan
tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan, dengan melibatkan
pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya (Lynda Juall Capenito, 1999:28).
DAFTAR PUSTAKA
Kowalak, M.W. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Muttaqin, A. 2012. Buku Ajar : Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular
dan Hematologi. Jakarta : Salemba Medika.
Nurarif, A.H. dan Kusuma, H. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Media Action.

Udjiati, W. 2013. Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai