Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

Masa nifas (puerperium) adalah masa sesudah persalinan yang dimulai setelah plasenta
lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang
berlangusng kira-kira 6 minggu. Infeksi nifas adalah infeksi pada dan melalui traktus genitalis
setelah persalinan (Saifuddin, 2006).
Menurut WHO (World Health Organization), di seluruh dunia setiap menit seorang
perempuan meninggal karena komplikasi yang terkait dengan kehamilan, persalinan,dan nifas.
Dengan kata lain, 1.400 perempuan meninggal setiap hari atau lebih dari 500.000 perempuan
meninggal setiap tahun karena kehamilan, persalinan, dan nifas ( Riswandi, 2005 ).
AKI di Indonesia masih tertinggi di Negara ASEAN yaitu AKI di Malaysia 41 per
100.000 kelahiran hidup, Singapura 6 per 100.000, Thailand 44 per 100.000 kelahiran hidup,
Vietnam 160 per 100.000, Filipina 170 per 100.000 kelahiran hidup. Berdasarkan data SDKI
(Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia) AKI di Indonesia terus mengalami penurunan.
Pada tahun 2003 AKI di Indonesia yaitu 307 per 100.000 kelahiran hidup, tahun 2004 yaitu 270
per 100.00 kelahiran hidup, tahun 2005 yaitu 262 per 100.000 kelahiran hidup, tahun 2006 yaitu
255 per 100.000 kelahiran hidup, dan tahun 2007 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup.
Target Millenium Development Goalds (MDGs) AKI di Indonesia tahun 2015 harus mencapai
125 per 100.000 kelahiran hidup (Barata, 2008).
Tiga penyebab utama Angka Kematian Ibu di Indonesia dalam bidang obstetri adalah
perdarahan (45%), infeksi (15%) dan pre eklampsia (13%) (DepKes RI, 2007). Menurut data
kesehatan Propinsi Jawa Timur terakhir pada tahun 2009 Angka Kematian Ibu sebesar 260 per
100.000 kelahiran hidup dan tiga penyebab Angka Kematian Ibu di Propinsi Jawa Timur yaitu
perdarahan (34,62%), pre eklampsia (14,01%) dan infeksi (3,02%) (DinKes Jatim, 2009).
Infeksi nifas merupakan morbiditas dan mortalitas bagi ibu pasca bersalin. Derajat
komplikasi masa nifas bervariasi. Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode masa nifas
karena merupakan masa kritis baik ibu maupun bayi. Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu
akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam
pertama pasca persalinan (Saifuddin, 2006).
Penanganan umum selama masa nifas antara lain antisipasi setiap kondisi (faktor
predisposisi dan masalah dalam proses persalinan) yang dapat berlanjut menjadi penyulit atau
komplikasi dalam masa nifas; memberikan pengobatan yang rasional dan efektif bagi ibu yang
mengalami infeksi nifas; melanjutkan pengamatan dan pengobatan terhadap masalah atau infeksi
yang dikenali pada saat kehamilan maupun persalinan; jangan pulangkan penderita apabila masa
kritis belum terlampau; memberi catatan atau intruksi untuk asuhan mandiri di rumah, gejala-
gejala yang harus diwaspadai dan harus mendapat pertolongan dengan segera serta memberikan
hidrasi oral atau IV secukupnya (Saifuddin, 2006).
BAB II
PEMBAHASAN

Definisi
Demam pascapersalinan atau demam nifas atau infeksi puerperalis meliputi demam yang
timbul pada masa nifas oleh sebab apa pun. Menurut Joint Committee on Maternal Welfare
demam pascapersalinan ialah kenaikan suhu tubuh 38C yang terjadi selama 2 hari pada 10 hari
pertama pascapersalinan, kecuali pada 24 jam pertama pascapersalinan, dan diukur dari mulut
sekurang-kurangnya 4 kali sehari.

Faktor Resiko
a. Faktor status sosioekonomi
Penderita dengan status sosioekonomi rendah mempunyai resiko timbulnya infeksi nifas
jika dibandingkan dengan penderita dengan status sosioekonomi menengah terutama bila timbul
factor resiko yang lain misalkan ketuban pecah dini dan seksio sesarea. Status ekonomi rendah
ini dihubungkan dengan timbulnya anemia, status gizi , perawatan antenatal yang tidak adekuat,
dan obesitas.
b. Factor proses persalinan
Proses persalinan sangat mempengaruhi resiko timbulnya infeksi nifas, diantaranya
adalah partus lama atau partus kasep, lamanya ketuban pecah, korioamnionitis, pemakaian
monitoring janin intrauterine, jumlah pemeriksaan dalam yang dilakukan selama proses
persalinan, dan perdarahan yang terjadi.
c. Faktor tindakan persalinan
Seksio sesarea merupakan factor utama timbulnya infeksi nifas. Selain itu, beberapa
tindakan pada persalinan misalnya ekstraksi forsep, tindakan episiotomy, laserasi jalan lahir, dan
pelepasan plasenta secara manual juga meningkatkan resiko timbulnya infeksi nifas.

Pencegahan
a. Selama kehamilan: perbaikan status gizi, pencegahan anemia, dan antenatal care yang
adekuat merupakan upaya pencegahan timbulnya infeksi nifas. Oleh karenanya,
pemberian makanan yang bergizi dalam jenis dan jumlah yang cukup sangat diperlukan.
Selain itu perlu ditambahkan senam/olahraga yang sesuai untuk meningkatkan kebugaran
ibu hamil.
b. Selama persalinan: proses persalinan dan tindakan pada saat itu sangat berpengaruh
terhadap terjadinya infeksi nifas. Oleh karena itu pencegahan infeksi selama persalinan
merupakan langkah yang sangat pentig dalam mencegah timbulnya infeksi nifas.
c. Selama nifas: sesudah partus terdapat luka-luka di beberapa tempat pada jalan lahir. Pada
hari-hari pertama pascapersalinan harus dijaga agar luka-luka ini tidak dimasuki kuman-
kuman dari luar. Oleh karena itu perawatan luka jalan lahir wajib dilakukan. Tiap
penderita dengan tanda infeksi nifas tidak rawat bersama dengan penderita nifas sehat

Macam-Macam Infeksi Puerperalis


A. Metritis
Infeksi pada saat persalinan dikenal sebagai endometritis, endomiometritis dan endopara
metritis. Karena infeksi yang timbul tidak hanya mengenai desidua, miometrium dan
parametrium maka terminology yang lebih disukai ialah metritis disertai selulitis pelvis.
Infeksi uterus pada persalinan pervaginam terutama terjadi pada tempat implantasi plasenta,
desidua dan miometrium yang berdekatan. Bakteri yang berkoloni di serviks dan vagina
mendapatkan akses ke cairan ketuban pada waktu persalinan, dan pada saat pascapersalinan akan
menginvasi tempat implantasi plasenta yang saat itu biasanya merupakan sebuah luka dengan
diameter 4 cm dengan permukaan luka yang berbenjol-benjol karena banyaknya vena yang
ditutupi thrombus. Daerah ini merupakan tempat yang baik untuk tumbuhnya kuman-kuman
pathogen. Infeksi uterus pasca operasi sesar umumnya akibat infeksi pada luka operasi selain
infeksi yang terjadi pada tempat implantasi plasenta.

Tanda tanda dan gejala


a. Takikardi
b. Suhu, 38 40 derajat celcius
c. Menggigil
d. Nyeri tekan uterus
e. subinvolusi
f. distensi abdomen
g. lokea sedikit dan tidak berbau, atau banyak, berbau busuk, mengandung darah, dan
seropuralen
h. jumlah sel darah putih meningkat

Penanganan metritis ringan pascapersalinan normal dapat diberikan antibiotika oral. Pada
metritis sedang dan berat perlu diberikan antibiotika dengan spectrum luas secara intravena dan
biasanya penderita membaik dalam waktu 48-72 jam. Bila setelah 72 jam demam tidak membaik
perlu dicari dengan lebih teliti penyebabnya, karena demam yang menetap ini jarang disebabkan
oleh resistensi antibiotic atau suatu efek samping obat.

B. Infeksi Luka Operasi (Dehisensi Luka Operasi)


Yang dimaksud dengan dehisensi ialah terbukanya jahitan pada fascia abdomen. Biasanya
terjadi pada hari ke lima pascaoperasi disertai dengan keluarnya cairan serosanguinus. Umumnya
disebabkan oleh infeksi pada fascia dan nekrosis jaringan. Pemberian antibiotika yang adekuat
disertai penjahitan ulang dinding abdomen merupakan pengobatan utama.

C. Abses Adneksa dan Peritonitis


Abses adneksa jarang terjadi. Abses biasanya unilateral dan secara khas terjadi setelah 1
sampai 2 minggu pascasalin. Rupture biasanya dapat terjadi dan dapat timbul peritonitis berat.
Peritonitis tidak biasa terjadi setelah bedah sesar.
Peritonitis hampir selalu diawali dengan metritis dan nekrosis insisi uterus serta
perenggangan. Peritonitis jarang terjadi setelah persalinan pervaginam. Peritonitis mungkin
disebabkan cedera usus karena kurang hati-hati saat bedah sesar. Pada ibu setelah melahirkan
terdapat hal penting yang perlu diingat yaitu kekakuan dinding abdomen dapat tidak menonjol
pada peritonitis puerperalis karena kelemahan dinding abdomen akibat melahirkan. Nyeri
mungkin berat namun seringkali gejala pertama peritonitis adalah ileus adinamik. Distensi usus
yang jelas dapat terjadi dan temuan ini tidak biasa terjadi setelah bedah sesar yang tidak
mengalami komplikasi. Jika infeksi dimulai pada uterus yang intak dan meluas ke peritoneum
terapi antimicrobial saja biasanya cukup. Sebaliknya, peritonitis yang disebabkan oleh nekrosis
insisi abdomen atau perforasi usus harus ditangani secara bedah.

D. Selulitis Parametrium
Pada beberapa penderita yang mengalami metritis pascaseksio sesarea dapat terjadi selulitis
parametrium yang biasanya terjadi unilateral. Selulitis parametrium ringan dapat menyebabkan
suhu yang meninggi dalam nifas. Bila suhu menetap lebih dari satu minggu disertai dengan rasa
nyeri di perut bagian bawah kiri atau kanan dan nyeri pada pemeriksaan dalam hal ini perlu
dicurigai terhadap kemungkinan selulitis parametrium. Pada pemeriksaan dalam dapat diraba
tahanan padat dan nyeri disebelah uterus dan tahanan ini yang berhubungan erat dengan tulang
panggul, dapat meluas keberbagai jurusan. Ditengah tengah jaringan yang meradang itu bisa
tumbuh abses.

E. Tromboflebitis Pelvik Septik


Merupakan komplikasi umum pada era pra-antibiotik. Dengan munculnya terapi antimikroba
angka mortalitas dan indikasi bedah untuk infeksi ini berkurang. Infeksi nifas dapat meluas
sepanjang jalur vena dan menyebabkan thrombosis. Tromboflebitis septic puerperalis
kemungkinan besar melibatkan satu atau kedua plexus vena ovarica. Bekuan dapat meluas ke
vena cava superior dan terkadang ke vena renalis.
Pasien biasanya mengalami perbaikan klinis infeksi pelvic dengan terapi antimikroba tetapi
pasien terus mengalami demam. Biasanya asimptomatis, namun kadang ada yang mengeluh
nyeri pada satu atau kedua kuadran bawah. Diagnosis dapat dipastikan dengan CT pelvic atau
MRI.

F. Infeksi Perineum, Vagina dan Serviks


Infeksi pada luka episiotomy merupakan kejadian yang cukup jarang, terutama sejak
diperkenalkannya panduan asuhan persalinan normal dimana tindakan episiotomy bukan
merupakan tindakan yang rutin dikerjakan pada persalinan pervaginam.gejala klinis yang dapat
ditemukan antara lain demam, fluor purulen, dan nyeri. Tata laksana dapat dilakukan drainase
dan pemberian antibiotic oral.

G. Mastitis
Pada masa nifas dapat terjadi infeksi dan peradangan parenkim kelenjar payudara. Mastitis
bernanah dapat terjadi setelah minggu pertama pascasalin tetapi biasanya tidak sampai melewati
minggu ketiga atau ke empat. Gejala awal mastitis adalah demam yang disertai menggigil,
mialgia, nyeri dan takikardia. Pada pemeriksaan payudara membengkan, meneras, lebih hangat,
kemerahan dengan batas tegas dan disertai rasa nyeri. Mastitis biasanya terjadi unilateral dan
dapat terjadi 3 bulan pertama menyusui. Predisposisi dan factor resiko adalah primipara, stress,
teknik menyusui yang tidak benar, penggunaan pakaian dalam terlalu ketat dan pengisapan bayi
kurang kuat juga dapat menyebabkan stasis dan obstruksi payudara. Adanya luka pada putting
payudara juga dapat sebagai factor resiko terjadinya mastitis.
Penanganan utama mastitis adalah memulihkan keadaan dan mencegah terjadinya komplikasi
yaitu abses dan sepsis. Laktasi dapat terus dilanjutkan dan pengosongan payudara sangat penting
untuk keberhasilan terou. Tterapi suportif seperti bed rest, pemberian cairan yang cukup,
antinyeri dan antiinflamasi sangat dianjurkan. Dapat juga diberikan antibiotic yaitu dengan
penisilin atau sefalosporin. Untuk yang alergi penisilin dapat menggunakan eritromisin atau
sulfa.

H. Sindrom Syok Toksik

Penyakit demam akut dengan kekacauan multisystem yang berat. Biasanya terdapat demam,
sakit kepala, kebingungan mental, ruam eritematosa macular difus, edema subkutan, mual,
muntah, diare cair dan hemokonsentrasi yang jelas. Gagal ginjal yang diikuti dengan gagal hati,
DIC, dan kolaps kardiovaskular dapat menyertai dalam urutan yang sangat cepat. Selama
penyembuhan, daerah yang tertutup ruam mengalami deskuamasi.

Diagnosis dan terapi yang terlambat dapat menyebabkan mortalitas maternal dan fetal.
Prinsip terapi syok septic bersifat suportif. Diberikan antimikroba yang mencakup stafilokokus
dan streptokokus. Pasien dengan infeksi-infeksi tersebut sering memerlukan debridement luka
ekstensif dan kemungkinan histerektomi.

I.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Infeksi nifas merupakan morbiditas dan mortalitas bagi ibu pasca bersalin. Derajat
komplikasi masa nifas bervariasi. Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode masa
nifas karena merupakan masa kritis baik ibu maupun bayi.

B. Saran
Penyusun menyadari bahwa refreshing ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu,
saran kritik yang membangun sangat dibutuhkan untuk membuat refreshing yang lebih
baik di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham, F Garry, et al. 2012. Obstetri Williams Edisi 23 Volume 1. Jakarta: EGC
2. Prawirohardjo, Pror. Dr. dr. Sarwono, Sp.OG. 2008. Ilmu Kebidanan Ed. 4, Cet. 1.
Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai