Anda di halaman 1dari 31

Laporan Kasus

BRONKOPNEUMONIA

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik


di Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSMH Palembang

Oleh:

Dyaz Desimorianiga
04084821517093

Pembimbing:
dr. H. Suwandi Safitra, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP Dr.MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

Topik
BRONKOPNEUMONIA

Oleh
Dyaz Desimorianiga 04084821517093

Pembimbing
dr. H. Suwandi Safitra, Sp.A

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik Senior di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Univesitas
Sriwijaya / Rumah Sakit Umum Daerah Rabain periode 6 Maret 15 Mei 2017.

Muara Enim, Maret 2017


Pembimbing,

dr. H. Suwandi Safitra, Sp.A

2
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Allah swt, karena atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan topik
Bronkopneumonia. Di kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada dr. H. Suwandi Safitra, Sp.A selaku pembimbing
yang telah membantu dalam penyelesaian laporan kasus ini. Laporan kasus ini
merupakan salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik senior di
Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNSRI-RSUD Rabain Muara Enim.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman, dan semua
pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan kasus ini, sehingga
laporan kasus ini dapat diselesaikan oleh penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan. Demikianlah penulisan laporan ini,
semoga bermanfaat, amin.

Muara Enim, April 2017

Penulis

BAB I

STATUS PASIEN

3
I. IDENTIFIKASI
a. Nama : Michael
b. Umur : 1 tahun 11 bulan (05 Mei 2015)
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Nama Ayah : M. Izwan
e. Nama Ibu : Susi Lawati
f. Bangsa : Indonesia
g. Alamat : Dsn. 1 Desa Betong
h. Dikirim Oleh : IGD
i. MRS Tanggal : 13-04-2017

II. ANAMNESIS
Tanggal : 13-04-2017
Diberikan Oleh : Ibu pasien
A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

1. Keluhan Utama : Sesak napas


2. Keluhan Tambahan : Demam
3. Riwayat Perjalanan Penyakit:

3 hari SMRS, pasien mengalami demam tidak terlalu tinggi, terus


menerus. Pasien juga mengalami batuk (+) berdahak, batuk terus-menerus tidak
dipengaruhi waktu ataupun cuaca, batuk panjang tidak diakhiri suara whoop,
pilek(+), sesak(-), nyeri tenggorokan(-), mual(-), muntah(-). Passien belum
berobat.
1 hari SMRS, batuk semakin berat, sesak(+), sesak baru pertamakali
dialami, sesak tidak dipengaruhi aktivitas, cuaca dan posisi, nyeri tenggorokan(-).
Demam(+), pilek(+), mual(-), muntah(-), penurunan berat badan (-), BAB dan
BAK tidak ada kelainan, anak menjadi rewel dan nafsu makan menurun. Pasien di
bawa ke UGD RS Rabain.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan sesak sebelumnya tidak ada
Riwayat Dalam Keluarga
Riwayat dalam keluarga yang mengalami keluhan yang sama ada.
Riwayat kontak positif dengan pasien TB dewasa tidak ada
Riwayat penyakit pertusis dalam keluarga disangkal
Riwayat Sosio Ekonomi
Ayah bekerja sebagai seorang petani, ibu sebagai ibu rumah tangga.
Menanggung 2 orang anak. Penghasilan orang tua berkisaran Rp. 2.500.000 /
bulan. Biaya pengobatan ditanggung oleh BPJS kesehatan.

4
Kesan : Ekonomi menengah bawah

RIWAYAT SEBELUM MASUK RUMAH SAKIT

1. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


Lahir dari ibu G2P1A0
Masa Kehamilan: Cukup Bulan
Partus :Normal
Tempat :Klinik
Ditolong oleh :Bidan
Tanggal :05 Mei 2015
BB :2.800 gram
PB :Ibu pasien lupa
Lingkar kepala :Ibu pasien lupa

2. Riwayat Makanan:

ASI : 0-1,5 tahun


Susu botol : usia 6 bulan sampai sekarang
Bubur susu : 3-7 bulan
Nasi tim/lembek : 8 bulan - sekarang
Nasi biasa : Tidak pernah
Daging : 5x seminggu
Tempe : 4-5x/minggu @ 2 potong
Tahu : 4-5x/minggu @ 1 potong

3. Riwayat Imunisasi

IMUNISASI DASAR ULANGAN


Umur Umur Umur Umur
BCG 1 bln -
DPT 1 2 bln DPT 2 4 bln DPT 3 6 bln 18 bln
HEPATITIS 0 hari HEPATITIS 1 bln HEPATITIS B 6 bln -
B1 B2 3
Hib 1 2 bln Hib 2 4 bln Hib 3 6 bln 15 bln
POLIO 1 0 hari POLIO 2 2 bln POLIO 3 4 bln 18 bln
CAMPAK 9 bln POLIO 4 6 bln
KESAN : Imunisasi lengkap

4. Riwayat Keluarga
Perkawinan : 1 kali
Umur : Ayah : 31 tahun
Ibu : 29 Tahun
Pendidikan : Ayah : Tamatan SMA
Ibu : Tamatan SMA
Penyakit yang pernah diderita : Ayah : -
Ibu : -
5. Riwayat Perkembangan
Gigi Pertama :7 bulan Berdiri : 9 bulan

5
Berbalik : 3 bulan Berjalan : 11
Tengkurap : 3 bulan Berbicara : 10
Merangkak : 7 bulan Kesan :Normal
Duduk : 5 bulan

I. PEMERIKSAAN FISIK ( Objektif / O)


A. PEMERIKSAAN FISIK UMUM
Keadaan Umum :Tampak lemah
Kesadaran :E4M6V5
BB :12 Kg
PB :87 Cm
Status gizi
BB/U :0D
TB (PB)/U : 0 SD
BB/TB (PB) : 0 SD (gizi baik)
Lingkar kepala :47 cm (Normocepali)
Edema (-), sianosis (+), dispnue (+), anemia (-), ikterus (-), dismorfik (-).
Suhu :38,8OC
Respirasi :60 x/menit,
Tekanan Darah:80/50 mmHg
Nadi : 140x/ menit, Isi/kualitas: cukup, Regularitas: reguler
Kulit : Normal

B. PEMERIKSAAN KHUSUS
KEPALA :
Mata : Konjungtiva anemis(-), skleraikterik (-), refleks cahaya (+/
+), pupil bulat, isokor, 3mm.
Hidung : Deviasi septum (-), Nafas upung hidung (+).
Mulut : kelainan kongenital (-), bibir sianosis (+)
Lidah : papilatropi (-), glositis (-)
Faring : hiperemis (-)
Tonsil : T1/T1 tenang, hiperemis (-)

LEHER
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

AXILLA
Tidak teraba massa

THORAX
Inspeksi :Simetris kiri dan kanan saat statis dan dinamis, scar (-),
massa (-).
Palpasi :Fraktur (-), krepitasi (-), nyeri tekan (-)

PARU
Inspeksi : Retraksi (+)
Palpasi : nyeri tekan (-), krepitasi (-), stemfremitus sulit nilai.

6
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : vesikuler meningkat, ronkhi (+) basah halus nyaring,
wheezing (-)

JANTUNG
Inspeksi : ictuscordis tidak terlihat
Palpasi : ictuscordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : HR 140/mnt, bunyi jantung I-II (+) normal, murmur (-),
gallop (-)

ABDOMEN
Inspeksi : cembung, scar (-), massa (-), luka (-), pelebaran pembuluh
darah (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), lemas, massa (-)
Perkusi : timpani (+)
Auskultasi : bising usus (+) normal

HEPAR
Tidak teraba pembesaran

LIEN
Tidak teraba pembesaran

GINJAL
Nyeri tekan (-), ballotement (-), nyeri ketok (-)

EKSTREMITAS
Inspeksi
Bentuk : normal
Deformitas : tidak ada
Edema : tidak ada
Trofi : tidak ada
Pergerakan : spastik
Tremor : tidak ada
Chorea : tidak ada
Akral : akral hangat, CRT <3
Palpasi
Nyeri tekan : tidak ada
Fraktur/krepitasi: tidak ada
Edema : tidak ada

INGUINAL
Hernia (-), lesi (-)
Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran

7
GENITALIA

Laki-laki
Phimosis : tidak ada
Testis : dalam batas normal
Scrotum : dalam batas normal
Pemeriksaan Neurologis

Fungsi motorik

Lengan Lengan
Fungsi motorik Kaki kanan Kaki kiri
Kanan Kiri
Gerakan Aktif Aktif Aktif Aktif
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus - - - -
Refleks fisiologis Tidak ada kelainan
Refleks patologis Tidak ada kelainan
Gejala rangsang
Tidak ada kelainan
menigeal
Fungsi motorik Dalam batas normal
Nervi craniales Dalam batas normal

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 12 Maret 2017
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin(Hb)Widal Test Hasil
13,8 gr/dl 14-18 gr/dl
H
Eritrosit (RBC) 5,26.101/160
6
/mm3 4,5 6,0. 106/mm3
AH 1/80
Leukosit (WBC) 18,21.103/mm3 + 5 10. 103/mm3
O
Hematokrit (Ht) 40,9% 1/160 40-52%
Trombosit (PLT) AO 293.1031/80
/L 150 450.103/L
Hitung Jenis BH 1/80
Basofil CH 0,1% 1/80
BO 01
Eosinofil 0,1% 1/160
Netrofil CO 57,5% 1/80 13
Limfosit 31,3% V.
50 70
Monosit 11%*
20 40
28
RESUME

3 hari SMRS, pasien mengalami demam tidak terlalu tinggi, terus


menerus. Pasien juga mengalami batuk (+) berdahak, batuk terus-menerus tidak
dipengaruhi waktu ataupun cuaca , batuk panjang tidak diakhiri suara whoop,
pilek(+), sesak(-), nyeri tenggorokan(-), mual(-), muntah(-).

8
1 hari SMRS, batuk semakin berat, sesak(+), sesak baru pertamakali
dialami, sesak tidak dipengaruhi aktivitas, cuaca dan posisi, nyeri tenggorokan (-).
Demam(+), pilek(+), mual(-), muntah(-), BAB dan BAK tidak ada kelainan, anak
menjadi rewel dan nafsu makan menurun. Riwayat menderita penyakit yang sama
sebelumnya disangkal. Pasien baru pertama kali MRS, sebelumnya tidak pernah
sakit seperti ini. Dari riwayat penyakit keluarga tidak ada yang menderita
penyakit asma, bronkopneumonia ataupun TB.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Nadi 120 x/ menit, RR 45 x/ menit, T
38,8C, terdapat nafas cuping hidung (+), bibir sianosis (+), Retraksi dinding dada
(+), vesikuler meningkat , ronkhi basah halus nyaring (+).

VI. DAFTAR MASALAH


1. Sesak nafas
2. Demam
3. Batuk
4. Pilek

VII. DIAGNOSIS BANDING

Bronkopneumonia
Bronkhiolitis Akut
Tuberkulosis
Asma Bronchiale
Pertusis

VIII. DIAGNOSIS KERJA


Bronkopneumonia

IX. TATALAKSANA (Planning / P)


a. PEMERIKSAAN ANJURAN
Rontgen Thorax
Tes PCR untuk B. pertusis

9
b. TERAPI ( SUPORTIFSIMPTOMATIS-CAUSATIF)
FARMAKOLOGIS
Kausal
Inj. Ampisilin 4x 300mg
Dexametasone 3 x cth
Paracetamol syrp 3 x 1cth
Ambroxol 3 x cth

Suportif
IVFD KAEn 3B gtt 10x / makro
O2 nasal 2 liter / menit
Nebulizer Ventoline tiap 12 jam

c. MONITORING
Pantau vital sign (tekanan darah, nadi, frekuensi napas, suhu badan)
setiap 6 jam
Keseimbangan cairan dan elektrolit

d. EDUKASI
1. Menjelaskan tentang gejala dan penyebab penyakit
2. Menjelaskan mengenai pemberian antibiotik, dosis dan efek samping
3. Menjelaskan prognosis dan komplikasi penyakit
4. Bila anak bertambah sesak (RR > 50x/menit) maka sementara anak
dipuasakan telebih dahulu dan dipasang NGT.
5. Bila anak demam, beri makan yang cukup, dan beri obat penurun panas
6. Menjauhkan anak dari polusi udara dan asap rokok

X. PROGNOSIS

a. Quaadvitam :dubia ad bonam


b. Quaadfunctionam :dubia ad bonam
c. Quaadsanationam :dubia ad bonam

FOLLOW UP (Subjektif/Objektif/Assestment/Planning)

10
Tanggal Subjektif, Objektif, &Assesment Penatalaksanaan
13 April S :Sesak nafas (+), demam (+), IVFD KAEN 3B gtt 10x /
Batuk(+), pilek (+) makro
2017
O :Sens : CM, N: 120x/menit, RR: O2 nasal 2 liter / menit
45x/menit, T: 38,8oC Inj. Ampisilin 4x 300mg
KS : kepala : Konjungtiva palpebra
Dexametasone 3 x cth
anemis (-), Sklera Ikterik (-), Refleks
cahaya(+), Nafas cuping hidung (+), Paracetamol syrp 3 x 1cth
bibir sianosis (+). Ambroxol 3 x cth
Leher : pembesaran KGB tidak ada Nebulizer Ventoline tiap 12
Thorax: simetris, retraksi dinding jam
dada(+)
Cor : BJ I-II normal, murmur (-),
gallop (-)
Pulmo : vesikuler meningkat, ronkhi
(+)basah halus nyaring, wheezing (-)
Abdomen : datar, lemas, nyeri tekan
(-), massa (-), bising usus (+) normal,
hepar dan lien tidak teraba.
Inguinal : normal, nyeri tekan (-).
Genitalia : tidak ada kelainan
Ekstremitas: akral hangat, pucat(-)
edema tungkai (-),CRT <3,

A : Bronkopneumonia
14 Maret S :Sesak nafas (-), demam (+), IVFD KAEN 3B gtt 10x /
Batuk(+), pilek (+) makro
2017
O :Sens : CM, N: 115x/menit, RR: Inj. Ampisilin 4x 300mg
34x/menit, T: 37,8oC Dexametasone 3 x cth
KS : kepala : Konjungtiva palpebra
Paracetamol syrp 3 x 1cth
anemis (-), Sklera Ikterik (-), Refleks
cahaya(-), Nafas cuping hidung (-), Ambroxol 3 x cth
bibir sianosis (-). Nebulizer Ventoline tiap 12
Leher : pembesaran KGB tidak ada jam
Thorax: simetris, retraksi dinding
dada(-)
Cor : BJ I-II normal, murmur (-),
gallop (-)
Pulmo : vesikuler meningkat, ronkhi
(+)basah halus nyaring, wheezing (-)
Abdomen : datar, lemas, nyeri tekan
(-), massa (-), bising usus (+) normal,
hepar dan lien tidak teraba.
Inguinal : normal, nyeri tekan (-).
Genitalia : tidak ada kelainan
Ekstremitas: akral hangat, pucat(-)
edema tungkai (-),CRT <3,
A : Bronkopneumonia
15 Maret S :Sesak nafas (-), demam (-), IVFD KAEN 3B gtt 10x /
Batuk(+), pilek (+) makro

11
2017 O :Sens : CM, N: 120x/menit, RR: Inj. Ampisilin 4x 300mg(IV)
34x/menit, T: 36,8oC Paracetamol syrp 3 x 1cth
KS : kepala : Konjungtiva palpebra Ambroxol 3 x cth
anemis (-), Sklera Ikterik (-), Refleks
Nebulizer Ventoline tiap 12
cahaya(-), Nafas cuping hidung (-),
jam
bibir sianosis (-).
Leher : pembesaran KGB tidak ada
Thorax: simetris, retraksi dinding
dada(-)
Cor : BJ I-II normal, murmur (-),
gallop (-)
Pulmo : vesikuler meningkat, ronkhi
(+)basah halus nyaring, wheezing (-)
Abdomen : datar, lemas, nyeri tekan
(-), massa (-), bising usus (+) normal,
hepar dan lien tidak teraba.
Inguinal : normal, nyeri tekan (-).
Genitalia : tidak ada kelainan
Ekstremitas: akral hangat, pucat(-)
edema tungkai (-),CRT <3,
A : Bronkopneumonia

16 April S :Sesak nafas (-), demam (-), IVFD KAEN 3B gtt 10x /
Batuk(+), pilek (+) makro
2017
O :Sens : CM, N: 118x/menit, RR: Inj. Ampisilin 4x 300mg
35x/menit, T: 36,8oC Inj. Klorafenikol 4x300mg
KS : kepala : Konjungtiva palpebra
Dexametasone 3 x cth
anemis (-), Sklera Ikterik (-), Refleks
cahaya(-), Nafas cuping hidung (-), Paracetamol syrp 3 x 1cth
bibir sianosis (-). Ambroxol 3 x cth
Leher : pembesaran KGB tidak ada Nebulizer Ventoline tiap 12
Thorax: simetris, retraksi dinding jam
dada(-)
Cor : BJ I-II normal, murmur (-),
gallop (-)
Pulmo : vesikuler meningkat, ronkhi
(+)basah halus nyaring, wheezing (-)
Abdomen : datar, lemas, nyeri tekan
(-), massa (-), bising usus (+) normal,
hepar dan lien tidak teraba.
Inguinal : normal, nyeri tekan (-).
Genitalia : tidak ada kelainan
Ekstremitas: akral hangat, pucat(-)
edema tungkai (-),CRT <3,
A : Bronkopneumonia

17 April S :Sesak nafas (-), demam (-), IVFD KAEN 3B gtt 10x /
Batuk(+), pilek (-) makro
2017
O :Sens : CM, N: 115x/menit, RR: Inj. Ampisilin 4x 300mg

12
28x/menit, T: 36,5oC Inj.Klorafenikol 2x300mg
KS : kepala : Konjungtiva palpebra Dexametasone 3 x cth
anemis (-), Sklera Ikterik (-), Refleks Paracetamol syrp 3 x 1cth
cahaya(-), Nafas cuping hidung (-), jika T>38,5
bibir sianosis (-).
Ambroxol 3 x cth
Leher : pembesaran KGB tidak ada
Thorax: simetris, retraksi dinding Nebulizer Ventoline tiap 12
dada(-) jam
Cor : BJ I-II normal, murmur (-),
gallop (-)
Pulmo : vesikuler meningkat, ronkhi
(-)basah halus nyaring, wheezing (-)
Abdomen : datar, lemas, nyeri tekan
(-), massa (-), bising usus (+) normal,
hepar dan lien tidak teraba.
Inguinal : normal, nyeri tekan (-).
Genitalia : tidak ada kelainan
Ekstremitas: akral hangat, pucat(-)
edema tungkai (-),CRT <3,
A : Bronkopneumonia

18 April S :Sesak nafas (-), demam (-), IVFD KAEN 3B gtt 10x /
Batuk(-), pilek (-) makro
2017
O :Sens : CM, N: 109x/menit, RR: Dexametasone 3 x cth
24x/menit, T: 36,7oC Cefixim Sirup 2x1cth
KS : kepala : Konjungtiva palpebra
Paracetamol syrp 3 x 1cth
anemis (-), Sklera Ikterik (-), Refleks
jika T>38,5
cahaya(-), Nafas cuping hidung (-),
bibir sianosis (-). Ambroxol 3 x cth
Leher : pembesaran KGB tidak ada Nebulizer Ventoline tiap 12
Thorax: simetris, retraksi dinding jam
dada(-) R/Pulang
Cor : BJ I-II normal, murmur (-),
gallop (-)
Pulmo : vesikuler meningkat, ronkhi
(-)basah halus nyaring, wheezing (-)
Abdomen : datar, lemas, nyeri tekan
(-), massa (-), bising usus (+) normal,
hepar dan lien tidak teraba.
Inguinal : normal, nyeri tekan (-).
Genitalia : tidak ada kelainan
Ekstremitas: akral hangat, pucat(-)
edema tungkai (-),CRT <3,
A : Bronkopneumonia

BAB II

13
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Pneumonia merupakan infeksi yang mengenai parenkim paru yang disebabkan
oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing. Bronkopneumonia didefinisikan
sebagai peradangan akut dari parenkim paru pada bagian distal bronkiolus terminalis
dan meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, sakus alveolaris, dan
alveoli.1

2.2 Epidemiologi
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama
pada anak di Negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas anak berusia dibawah lima tahun (balita). Diperkirakan
hampir seperlima kematian anak di seluruh dunia, lebih kurang dua juta anak balita,
meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia
Tenggara. Menurut survey kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% angka kematian
bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit system
respiratori, terutama pneumonia.2
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di
bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika
pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di
bawah umur 2 tahun Insiden pneumonia pada anak 5 tahun di negara maju adalah
2-4 kasus/100 anak/tahun, sedangkan dinegara berkembang 10-20 kasus/100
anak/tahun. Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian pertahun pada anak
balita di negara berkembang.2

2.3. Etiologi
Usia pasien merupakan peranan penting pada perbedaan dan kekhasan
pneumonia anak, terutama dalam spectrum etiologi, gambaran klinis dan strategi
pengobatan. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi
Streptococcus grup B dan bakteri gram negatif seperti E.colli, pseudomonas sp, atau
Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan balita pneumoni sering disebabkan
oleh Streptococcus pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A, S. aureus,
sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga
ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae 2
Penyebab utama virus adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV) yang
mencakup 15-40% kasus diikuti virus influenza A dan B, parainfluenza, human

14
metapneumovirus dan adenovirus. Nair, et al 2010 melaporkan estimasi insidens
global pneumonia RSV anak-balita adalah 33.8 juta episode baru di seluruh dunia
dengan 3.4 juta episode pneumonia berat yang perlu rawat-inap. Diperkirakan tahun
2005 terjadi kematian 66.000 -199.000 anak balita karena pneumonia RSV, 99% di
antaranya terjadi di negara berkembang. Data di atas mempertegas kembali peran
RSV sebagai etiologi potensial dan signifikan pada pneumonia anak-balita baik
sebagai penyebab tunggal maupun bersama dengan infeksi lain.2
Daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan usia yang bersumber dari
data di Negara maju dapat dilihat di tabel.
Tabel 1. Etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di negara maju.
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang
Lahir - 20 hari Bakteri Bakteri
E.colli Bakteri anaerob
Streptococcus grup B Streptococcus grup D
Listeria monocytogenes Haemophillus influenza
Streptococcus pneumonie
Virus
CMV
HMV
3 miggu 3 bulan Bakteri Bakteri
Clamydia trachomatis Bordetella pertusis
Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenza tipe B
Virus Moraxella catharalis
Adenovirus Staphylococcus aureus
Influenza Virus
Parainfluenza 1,2,3 CMV
4 bulan 5 tahun Bakteri Bakteri
Clamydia pneumonia Haemophillus influenza tipe B
Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis
Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus Neisseria meningitides
Adenovirus Virus
Rinovirus Varisela Zoster
Influenza
Parainfluenza
tahun remaja Bakteri Bakteri
Clamydia pneumonia Haemophillus influenza
Mycoplasma pneumoniae Legionella sp
Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus
Adenovirus
Epstein-Barr
Rinovirus
Varisela zoster
Influenza / Parainfluenza
2.4. Klasifikasi
WHO merekomendasikan penggunaan peningkatan frekuensi napas dan
retraksi subkosta untuk mengklasifikasikan pneumonia di negara berkembang.
Namun demikian, kriteria tersebut mempunyai sensitivitas yang buruk untuk anak
malnutrisi dan sering overlapping dengan gejala malaria.
Klasifikasi pneumonia berdasarkan WHO dijelaskan pada tabel berikut: 2
Tabel 2. Klasifikasi beratnya pneumonia berdasarkan WHO.2
Klasifikasi Anak usia < 2 bulan Anak usia 2 bulan 5 tahun

15
Pneumonia Kesadaran turun, Kesadaran turun, letargis
Sangat Berat letargis Tidak mau minum
Tidak mau menetek / Kejang
minum Sianosis
Kejang Malnutrisi
Demam atau
hipotermia
Bradipnea atau
pernapasan ireguler
Pneumonia Napas cepat Retraksi (+)
Berat Retraksi yang berat Masih dapat minum
Sianosis (-)
Pneumonia Takipnea
Ringan Retraksi (-)

Sedangkan dalam MTBS/IMCI, derajat keparahan dalam diagnosa pneumonia


dapat dibagi menjadi pneumonia berat yang harus dirawat inap dan pneumonia
ringan yang bisa rawat jalan.
Tabel 3. Hubungan antara diagnosisi klinis dan Klasifikasi-Pneumonia (MTBS).3
Diagnosis Klinis Klasifikasi (MTBS)
Pneumonia berat (rawat inap):
tanpa gejala hipoksemia Penyakit sangat berat
dengan gejala hipoksemia (Pneumonia berat)
dengan komplikasi
Pneumonia ringan (rawat jalan) Pneumonia
Infeksi respiratorik akut atas Batuk: bukan pneumonis

2.5. Patogenesis1,4
Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan
mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru.
Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan
tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya
infeksi penyakit. Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat
melalui berbagai cara, antara lain:
1. Inhalasi langsung dari udara
2. Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring.
3. Perluasan langsung dari tempat-tempat lain.
4. Penyebaran secara hematogen.
Mekanisme daya tahan traktus respiratorius sangat efisien untuk mencegah
infeksi yang terdiri dari:
1. Susunan anatomis rongga hidung.
2. Jaringan limfoid di nasofaring.

16
3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret
lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut.
4. Refleks batuk.
5. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi.
6. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.
7. Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama dari Ig A.
8. Sekresi enzim enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja
sebagai antimikroba yang non spesifik.
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan
nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan
sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses
peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu:
a. Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia
ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast
setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut
mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan
jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin
untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas
kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam
ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan
alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak
yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini
dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi
oksigen hemoglobin.
b. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari
reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah
dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau
sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung
sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
c. Stadium III (3 8 hari)

17
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat
karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler
darah tidak lagi mengalami kongesti.
d. Stadium IV (7 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag
sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

Gambar 1. Patofisiologi4

2.6. Patofisiologi

18
Gambar 2. Algoritma Patofisiologi bronkhopneomonia4
2.7. Gejala Klinis
Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan
hingga sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang berat,
mengancam kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan
perawatan dirumah sakit. Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis
pneumonia pada anak adalah imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme
penyebab yang luas, gejala klinis yang kadang-kadang tidak khas terutama pada
bayi, dan faktor patogenesis. Disamping itu, kelompok usia pada anak merupakan
faktor penting yang menyebabkan karakteristik penyakit berbeda-beda, sehingga
perlu dipertimbangkan dalam tatalaksana pneumonia.
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat
ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut:
- Gejala infeksi umum, yaitu: demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan
nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti: mual, muntah atau diare; kadang-
kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner.
- Gejala gangguan respiratori, yaitu: batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea,
napas cuping hidung, merintih, dan sianosis.

2.8. Pemeriksaan Fisik

19
Dalam pemeriksaan fisik penderita pneumonia ditemukan hal-hal sebagai
berikut:
- Pada nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan
pernapasan cuping hidung.
- Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.
- Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran
fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi
paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.
Pada perkusi tidak terdapat kelainan dan pada auskultasi ditemukan crackles
sedang nyaring.
Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan
berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi
ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi),
keras atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak
(tergantung jumlah crackles individual) halus atau kasar (tergantung dari
mekanisme terjadinya). Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara
yang melalui sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.

2.9. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit.
Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial.
Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm2
dengan limfosit predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000
/mm2 dengan neutrofil yang predominan. Pada hitung jenis leukosit terdapat
pergeseran ke kiri serta peningkatan LED.Analisa gas darah menunjukkan
hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis
respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah bersifat
invasif sehingga tidak rutin dilakukan.

Pemeriksaan radiologi
Foto rontgen toraks pada pneumonia ringan tidak rutin dilakukan, hanya
direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat. Kelainan foto rontgen
toraks pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis.
Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis
pneumonia hanyalah pemeriksaan posisi AP. Lynch dkk mendapatkan bahwa

20
tambahan posisi lateral pada foto rontgen toraks tidak meningkatkan
sensitivitas dan spesifisitas penegakkan diagnosis.

Gambar 3. Rontgen infiltrat alveoler di lobus kanan bawah ec. S pneumoniae6


Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari:
- Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular,
peribronchial cuffing dan hiperaerasi
- Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.
Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris
atau terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk
sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas dan menyerupai lesi tumor paru
disebut sebagai round pneumonia
- Bronkopneumonia ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua
paru berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah
perifer paru disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.
Gambaran foto rontgen toraks dapat membantu mengarahkan
kecenderungan etiologi. Penebalan peribronkial, infiltrat interstitial merata dan
hiperinflasi cenderung terlihat pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar berupa
konsolidasi segmen atau lobar, bronkopneumonia dan air bronchogram sangat
mungkin disebabkan oleh bakteri.

C-Reactive Protein (CRP)


Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan
antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi
bakteri superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada
infeksi virus dan infeksi bakteri superfisialis daripada infeksi bakteri profunda.
CRP kadang digunakan untuk evaluasi respons terhadap terapi antibiotik.

Pemeriksaan Mikrobiologis

21
Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin
dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di rumah sakit. Untuk
pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap tenggorok,
sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura, atau aspirasi paru

2.10. Diagnosis
Pneumonia Ringan
Disamping batuk atau kesulitan bernapas, hanya terdapat napas cepat saja. Dan
dipastikan anak tidak memiliki tanda tanda pneumonia berat.
Kriteria napas cepat:
- pada anak umur 2 bulan 11 bulan: > 50 kali/menit
- pada anak umur 1 tahun 5 tahun: > 40 kali/menit
Pneumonia Berat
Terdapat batuk dan/atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal
berikut:
- Kepala terangguk angguk
- Pernapasan cuping hidung
- Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
- Foto rontgen dada menunjukan gambaran pneumonia (infilrat luas,
konsolidasi, dll)
Selain itu dapat ditemukan pula hal berikut ini:
- Napas cepat:
o Anak umur < 2 bulan: > 60 kali /menit
o Anak umur 2 11 bulan: > 50 kali/menit
o Anak umur 1 5 tahun: > 40 kali/menit
o Anak umur > 5 tahun: > 30 kali/menit
- Suara merintih (grunting) pada bayi muda
- Pada auskultasi terdengar:
o Crackles (ronki)
o Suara pernapasan menurun
o Suara pernapasan bronkial
Dalam keadaan yang sangat berat dapat dijumpai:
- Tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya
- Kejang, letargis atau tidak sadar
- Sianosis
- Distres pernapasan berat

2.11. Diagnosis Banding

22
Tabel 5. Diagnosis banding anak yang datang dengan keluhan batuk dan atau
kesulitan bernafas
Diagnosis Gejala klinis yang ditemukan
Bronkopneumoni - Batuk
a - Sesak nafas
- Demam
- Biru disekitar mulut
- Menggigil pada anak
- Kejang pada bayi
- Nyeri dada
- Dispneu yang ditandai dengan pernafasan
cepat(takipneu), pernafasan cuping hidung, retraksi
dan sianosis
- Suara nafas vesikuler meningkat sampai broncial
- Suara nafas tambahan ronkhi basah halus nyaring
Bronkhiolitis Akut - Episode pertama wheezing pada anak umur < 2 tahun
- Demam atau riwayat demam, namun jarang terjadi
demam tinggi
- Sesak nafas dengan tanda-tanda obstruksi saluran
nafas
- Hiperinflasi dinding dada
- Ekspirasi memanjang, dan mungkin terdengar
wheezing saat ekspirasi
Tuberculosis - demam ( 2 minggu) tanpa sebab yang jelas
(TB) - riwayat kontak positif dengan pasien TB dewasa
- uji tuberculin positif (10 mm, pada keadaan
imunosupresi 5 mm)
- pertumbuhan buruk/kurus atau berat badan menurun
- batuk kronis ( 3 minggu)
pembengkakan kelenjar limfe leher, aksila, inguinal
yang spesifik. Pembengkakan tulang/sendi punggung,
panggul, lutut, falang.
Asma Bronchial - Batuk kronik berulang atau dan wheezing bersifat
berulang
- Sering pada malam hari, musiman
- Sesak nafas yang paroksimal dengan ada atau tidak
foktor pencetus
- Ada atau tidak ada gejala atopi dalam keluarga
Batuk Pertusis - Batuk,terutama malam hari
- Batuk panjang, tidak ada inspirasi diantaranya dan
diakhiri dengan whoop saat inspirasi.
- Pilek
- Serak
- Anoreksisa
- Demam ringan

2.12. Penatalaksanaan

23
Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi
perawatan terutama berdasarkan berat-ringannya penyakit, misalnya toksis, distres
pernapasan, tidak mau makan/minum, atau ada penyakit dasar yang lain, komplikasi,
dan terutama mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi kecil dengan
kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap.

Tabel 6. Kriteria rawat inap pneumonia


Bayi Anak
Saturasi oksigen < 92%, sianosis Saturasi oksigen <92%, sianosis
Frekuensi napas > 60 kali/menit Frekuensi napas > 50 kali/menit
Distres pernapasan, apnea intermiten, Distres pernapasan
atau grunting
Tidak mau minum/menetek Grunting
Keluarga tidak bisa merawat di rumah Terdapat tanda dehidrasi
Keluarga tidak bisa merawat di
rumah

Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan


antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi
pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan
keseimbangan asam basa, elektrolit, dan gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat
diberikan analgetik/antipiretik. Penyakit penyerta harus ditanggulangi dengan
adekuat.
Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan
pengobatan. Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia
yang diduga disebabkan oleh bakteri.
Identifikasi dini mikroorganisme penyebab tidak dapt dilakukan karena tidak
tersedianya uji mikrobiologis cepat. Oleh karena itu, dipilih berdasarkan pengalaman
empiris yakni didasrkan pada kemungkinan etiologi penyebab dengan
mempertimbangkan usia dan keadaan klinis pasien serta epidemiologis.
Pneumonia rawat jalan
Pada pneumonia rawat jalan dapat diberikan antibiotik lini pertama secara
oral, misalnya amoksisilin atau kotrimoksazol. Pada pneumonia ringan berobat
jalan, dapat diberikan antibiotik tunggal oral dengan efektifitas yang mencapai
90%. Dosis yang digunakan adalah Kotrimoksazol (4mg TMP/kgBB/kali) 2 kali
sehari selama 3 hari atau Amoksisilin (25mg/kgBB/kali) 2 kali sehari selama 3
hari. Untuk pasien HIV diberikan selama 5 hari.

24
Anjurkan Ibu untuk memberi makan anak. Nasihati Ibu untuk kontrol ulang
anaknya setelah 2 hari ke RS, atau lebih cepat jika keadaan anak memburuk, tidak
bisa minum atau menyusu.
Ketika anak kembali:
-Jika pernapasannya membaik (melambat), demam berkurang, nafsu makan
membaik, lanjutkan pengobatan sampai seluruhnya 3 hari
-Jika frekuensi pernapasan, demam, dan nafsu makan tidak ada perubahan, ganti
ke antibiotik ke lini kedua dan nasihati ibu untuk kembali lagi.
-Jika ada tanda pneumonia berat, rawat anak di rumah sakit dan tangani sesuai
pedoman di bawah ini.
Pneumonia rawat inap
Beri ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam),
harus dipantau 24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak memberikan respons
yang baik maka diberikan selama 5 hari. Selanjutnya terapi dilanjutkan di rumah
atau di rumah sakit dengan amoksisilin oral (15mg/kgBB/kali diberikan 3 kali
sehari) untuk 5 hari berikutnya.
Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam atau terdapat keadaan yang
berat (tidak dapat menyusu atau minum/makan, ata memuntahkan semuanya,
kejang, letargis atau tidak sadar, sianosis, distress pernapasan berat) maka
ditambahkan kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali IM atau IV setiap 8 jam).
Bila pasien datang dengan keadaan klinis berat, segera berikan oksigen dan
pengobatan kombinasi ampisilin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin.
Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100 mg/kgBB IM atau IV sekali sehari).
Apabila diduga pneumonia stafilokokal, ganti antibiotik dengan gentamisin
(7,5 mg/kgBB IM sekali sehari) dan kloksasiklin (50 mg/kgBB IM atau IV setiap
6 jam) atau klindamisin (15 mg/kgBB/hari-3 kali pemberian). Bila keadaan anak
membaik, lanjutkan klosasiklin (atau diklosasiklin) secara oral 4 kali sehari
sampai secara keseluruhan mencapai 3 minggu, atau klindamisin secara oral
selama 2 minggu.

Tatalaksana Umum
Pasien dengan saturasi oksigen < 92% pada saat bernapas dengan udara
kamar, harus diberikan terapi oksigen dengan kanul nasal, head box, atau sungkup
untuk mempertahankan saturasi oksigen >92%

25
- Pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang, diberikan cairan intravena
dan dilakukan balans cairan ketat
- Fisioterapi dada tidak bermanfaat dan tidak direkomendasikan untuk anak
dengan pneumonia
- Anitipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyaman pasien
(Paracetamol 10-15 mg/kgBB/kali)
- Nebulisasi dengan 2 agonis dan/atau NaCl dapat diberikan untuk
memperbaiki mucocilliary clearance
- Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus diobservasi setidaknya setiap 4
jam sekali, termasuk pemerikaan saturasi oksigen
Nutrisi
-Pada anak dengan distres pernapasan berat, pemberian makanan per oral, harus
dihindari. Makanan dapat diberikan lewat nasogastric tube (NGT) atau
intravena. Tetapi harus diingat bahwa pemasangan NGT dapat menekan
pernapasan, khusunya pada bayi/anak dengan ukuran lubang hidung kecil. Jika
memang dibutuhkan sebaiknya menggunakan yang terkecil.
- Perlu dilakukan pemantauan balans cairan agar anak tidak mengalami
overhidrasi karena pada pneumonia berat terjadi peningkatan sekresi hormon
antidiuretik
Kriteria pulang:
- Gejala dan tanda pneumonia menghilang
- Asupan peroral adekuat
- Pemberian antibiotik dapat diteruskan dirumah (peroral)
- Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol dan
kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan dirumah.
2.13. Komplikasi
Komplikasi dari pneumonia adalah:
Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps
paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
Empiema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura
terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
Infeksi sitemik
- Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
- Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
2.14. Prognosis
Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi
didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang
terlambat untuk pengobatan.

26
Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi
berat dapat memperburuk keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan
hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan
pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja
sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif
yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi
apabila berdiri sendiri.
2.15. Pencegahan
Pneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita atau
mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya
bronkopneumonia ini.
Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya
tahan tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti cara hidup sehat,
makan makanan bergizi dan teratur, menjaga kebersihan, beristirahat yang cukup,
rajin berolahraga, dan lainnya. Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat
mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain.
Vaksinasi pneumokokus
Dapat diberikan pada umur 2,4,6, 12-15 bulan. Pada umur 17-12 bulan diberikan
2 kali dengan interval 2 bulan ; pada usia > 1 tahun di berikan 1 kali, namun
keduanya perlu dosis ulangan 1 kali pada usia 12 bulan atau minimal 2 bulan
setelah dosis terakhir. Pada anak umur di atas 2 tahun PCV diberikan cukup 1
kali.

BAB III
ANALISIS KASUS

3 hari SMRS, pasien mengalami demam tidak terlalu tinggi, terus


menerus. Pasien juga mengalami batuk (+) berdahak, batuk terus-menerus tidak
dipengaruhi waktu ataupun cuaca, batuk panjang tidak diakhiri suara whoop,
pilek(+), sesak(-), nyeri tenggorokan(-), mual(-), muntah(-).
1 hari SMRS, batuk semakin berat, sesak(+), sesak baru pertamakali
dialami, sesak tidak dipengaruhi aktivitas, cuaca dan posisi, nyeri tenggorokan (-).
Demam(+), pilek(+), mual(-), muntah(-), penurunan berat badan drastis(-), BAB
dan BAK tidak ada kelainan, anak menjadi rewel dan nafsu makan menurun.

27
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaaan fisik, diagnosis banding yang
dapat dipikirkan adalah bronkopneumonia, bronkhiolitis akut, tuberkulosis, asma
bronkial, dan batuk pertusis. Diagnosis tuberkulosis dapat disingkirkan karena
tidak adanya demam ( 2 minggu) tanpa sebab yang jelas, tidak terdapat riwayat
kontak dengan pasien TB dewasa. Tidak adanya pertumbuhan buruk/kurus atau
berat badan menurun dan tidak ada batuk kronis ( 3 minggu).
Pada diagnosis asma bronkial juga dapat disingkirkan karena tidak batuk
kronik berulang, sesak nafas tidak ada faktor pencetus seperti dipengaruhi
aktivitas, cuaca dan posisi, dan tidak adanya riwayat atau gejala atopi dalam
keluarga. Diagnosis batuk pertusis dapat disingkirkan karena batuk terus-terusan,
tidak muncul turutama pada malam hari, tidak ada batuk panjang yang tidak ada
inspirasi diantaranya dan diakhiri dengan whoop saat inspirasi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan, suhu 38.8 OC, Respirasi 45 x/menit,
nafas upung hidung(+), bibir sianosis(+), retraksi sidinding dada(+) vesikuler
meningkat, ronkhi(+) basah halus nyaring. Sehingga dapat menyingkirkan
diagnosis bronkhiolitis akut, pada bronkhiolitis akut ekspirasi memanjang dan
dapat terdengar wheezing saat ekspirasi. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan
fisik dapat didiagnosis bronkopneumoni karena pada pasien ini terdapat batuk,
sesak nafas, demam, Dispneu yang ditandai dengan pernafasan cepat(takipneu),
pernafasan cuping hidung, retraksi dinding dada dan bibir sianosis. Vesikuler
meningkat sampai broncial. Terdapat ronkhi basah halus nyaring.
Penatalaksanaan pada pasien ini berdasarkan panduan praktik klinik
(PPK) kasus bonkopneumonia antara lain yaitu terapi oksigen, pemberian cairan
sesuai kebutuhan. Untuk terapi antibiotik, diberikan berdasarkan umur, keadaan
umum penderita dan etiologi penyakit yang di evaluasi setiap 48-72 jam.
Lama pemberian antibiotik diberikan tergantung pada kemajuan klinis
penderita, evaluasi hasil pemeriksaan penunjang (darah dan foto thoraks) dan
jenis kuman penyebab, pada umumnya membutuhkan waktu 10-14 hari, kecuali
untuk kuman staphylococcus dapat diberikan selam 6 minggu. Atasi penyakit
penyerta yang lain jika ada.
Diberikan sesuai protokol terapi pneumonia pada pasien usia >2 bulan, lini
pertama ampisilin bila dalam 3 hari tidak terdapat perbaikan, maka diberikan
kloramfenikol dengan dosis 50-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 kali

28
pemberian. Atau dengan menggunakan lini kedua yaitu ceftriaxone dengan dosis
50-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 1-2 kali dosis pemberian.
Jika terdapat demam, maka diberikan paracetamol dengan dosis 10-15
mg/kgBB/kali. Pemberian kortikosteroid dexamethasone untuk mencegah
pelepasan zat-zat di dalam tubuh yang menyebabkan peradangan. Ambroxol
adalah salah satu obat yang masuk ke dalam golongan mukolitik, yaitu obat yang
fungsinya adalah mengencerkan dahak. Ambroxol sirup untuk anak usia s/d 2
tahunn diberi 2,5 ml ( sendok takaran) 2 kali sehari, untuk anak usia 2-5 tahun
siberi 2,5 ml( sendok takaran) 3 kali sehari. Nebulizer untuk pemberian
bronkodilator (ventolin) pada kondisi dahak yang kental.
Prognosis pada bronkopneumonia ini adalah sembuh total, mortalitas
kurang dari 1%, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dengan
keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk pengobatan.
Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui.
Infeksi berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan
peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan
memberikan pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-
duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi
dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi
dan malnutrisi apabila berdiri sendiri.
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak
dengan penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat
menyebabkan terjadinya pneumonia ini. Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan
adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh kaita terhadap berbagai penyakit
saluran nafas seperti cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur,
menjaga kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dll. Melakukan
vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Garna, Herry, dkk. 2005. Pedoman diagnosis dan terapi. Bandung: UNPAD
2. Hegar, Badriul. 2010. Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta: IDAI.
3. Latief, Abdul, dkk. 2009. Pelayanan Kesehatan anak di rumah sakit standar
WHO. Jakarta: Depkes
4. Price, Sylvia Anderson.1994. Pathophysiology: Clinical Concepts Of Disease
Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta: EGC
5. Sastroasmoro, Sudigdo, dkk. 2009. Panduan pelayanan medis dept. IKA.
Jakarta: RSCM
6. Rahajoe, Nastini.N., dkk. 2008. Buku Ajar Respirologi, Edisi 1. Jakarta: IDAI
7. Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15,Volume 2.Jakarta:EGC.

30
8. Opstapchuk M, Roberts DM, haddy R. community-acquired pneumonia in
infants and children. Am fam physician 2004;20:899-908

31

Anda mungkin juga menyukai