BAB I
PENDAHULUAN
eksploitasi terus berjalan saat ini, menerapkan perencanaan eksplorasi dan good
meningkatkan angka produksi pada tahun yang akan datang, PT. MHU Coal
saat ini dan juga melakukan kegiatan eksplorasi di sejumlah area lainnya, salah
tahap, yaitu tahap eksplorasi umum, tahap eksplorasi pendahuluan dan tahap
kepastian tentang endapan bahan galian tersebut yang meliputi bentuk, ukuran,
letak kedudukan, kualitas (kadar) endapan bahan galian serta karakteristik fisik
endapan bahan galian dan batuan samping (Thomas, 2002). Hal tersebut akan
batubara, yaitu berdasarkan tingkat kerapatan dan kualitas titik informasi geologi
Blok Beruaq merupakan bagian dari Cekungan Kutai yang memiliki nilai
Neogen yang menyusun cekungan ini antara lain adalah : Formasi Pamaluan,
Balikpapan merupakan beberapa formasi yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan
dikenal sebagai coal bearing formation atau formasi pembawa lapisan batubara
eksplorasi pendahuluan ini, yaitu pemetaan geologi. Tahap ini bertujuan untuk
batubara, kualitas batubara, jurus dan kemiringan lapisan batuan, struktur lapisan,
struktur geologi dan kondisi medan. Pengolahan data hasil pemetaan geologi
pertambangan yang nantinya dapat menjadi informasi penting bagi tim mining
Lokasi penelitian dilakukan di Area Blok Beruaq, PT. MHU Coal yang
29 km2.
melewati jalan batu dengan kondisi yang berlubang, kemudian melewati jalan
hauling PT. Bara Kumala Sakti. Untuk menuju basecamp yang terletak di Dusun
Beruaq, Desa Sungai Payang, perjalanan dilanjutkan dari hauling PT. Bara
Kumala Sakti menuju hauling PT. ASTA, kemudian ke arah barat laut sekitar
Beruaq?
dan spasi titik bor prioritas pemboran batubara di Sub-blok A Area Blok
Beruaq dilakukan?
conto batuan.
c) Data yang digunakan untuk penelitian berasal dari data hasil drilling dan
logging dengan spasi titik bor 250 m. Data tersebut diperoleh dari hasil
pengeboran milik PT. MHU Coal sebelumnya dan data pemetaan geologi
B area penelitian, yaitu data poin topografi, data lokasi lubang bor,
A, dimana pada blok ini belum ada data pemboran, jadi difokuskan untuk
cropline).
seam berkisar antara tipis (0,5-1,5 m) hingga sangat tebal (>25 m),
Penentuan titik bor yang dilakukan dengan jarak spasi titik bor 250
bentuk, sebaran, kuantitas dan kualitas endapan batubara yang ada di daerah
penelitian.
Beruaq.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Kutai terbagi menjadi 2 bagian, yaitu Cekungan Kutai bagian atas dan Cekungan
Kutai bagian bawah. Cekungan Kutai bagian atas terdapat di bagian barat laut
yang merupakan area yang terangkat karena proses tektonik pada Miosen Bawah,
sedangkan Cekungan Kutai bagian bawah terdapat di bagian timur dan lebih
Cekungan Kutai bagian bawah dibatasi oleh 2 sesar berarah timur laut barat
daya. Sesar-sesar tersebut adalah Sesar Adang di bagian selatan dan Sesar
Kutai terbagi dalam 3 fase tektonik, yaitu : Fase Syn-rift pada Eosen Tengah
Eosen Akhir, Fase Sagging pada Eosen Akhir Oligosen, Fase Pengangkatan dan
regangan berarah timur laut - barat daya pada Kala Eosen Tengah. Regangan
selatan dan membentuk Selat Makasar sebagai akibat adanya kolisi mikrokontinen
Kalimantan Tengah. Pada fase ini dengan cepat terendapkan sedimen syn-rift.
Regangan ini membentuk seri half graben (Moss & Chambers, 1999). Pengisian
graben graben ini terdiri 2 tipe, yaitu endapan asal darat pada bagian barat dan
endapan asal laut pada bagian timur. Pengisian graben oleh material asal laut ini
akibat dari graben yang berada di bawah muka air laut. Graben di bagian barat
mungkin terisi oleh endapan-endapan kasar yg berasal dari kipas alluvial (Gambar
2.1).
asal laut. fase ini secara regional yang menghasilkan sedimen laut dalam yang
didominasi oleh shale yang cukup tebal, dan tinggian basement dan batas margin
adanya gaya ekstensi baru yang berorientasi tegak lurus terhadap ekstensi pada
Kala Eosen (Gambar 2.1). Hal ini menunjukkan adanya arah gaya pembentuk
sesar yang berbeda di kedua kala tersebut (Moss & Chambers, 1999).
Pada awal Miosen ini terjadi tektonik inversi pada cekungan sehingga
terjadi pendangkalan dan dengan dimulainya progradasi delta ke arah timur. Fase
inversi ini terus berlangsung hingga saat ini. Inversi ini terjadi akibat ekstensi
Laut Cina Selatan pada 14 juta tahun yang lalu serta adanya kolisi blok Palawan
barat laut tenggara (McClay et al., 2000). Rotasi pulau Kalimantan dengan arah
putaran berlawanan arah jarum jam pada 20 juta tahun yang lalu juga
juta tahun yang lalu. Kolisi pada 10 juta tahun yang lalu ini menyebabkan
Mahakam. Rezim kontraksi dengan arah barat laut tenggara berlangsung hingga
saat ini, diikuti dengan adanya pergerakan lempeng Indo-Australia ke arah utara
Kutai secara fisiografis dibagi menjadi 3 zona geomorfologi yang memanjang dari
relatif timur laut barat daya. Puncak-puncak bukit dan gunung di zona
ini memiliki ketinggian antara 300 - 400 meter yang tersusun seluruhnya
bergelombang sedang hingga kuat. Zona ini berada pada bagian tengah
ekstensional dan pengisian cekungan (syn-rift) dimulai pada Kala Eosen Awal.
Pada masa ini merupakan awal dari proses pembentukan Cekungan Barito, Kutai
(Chambers dan Moss, 2000). Pada Kala Eosen hingga Kala Oligosen Bawah
terjadi penurunan cekungan yang menyebabkan terjadinya kenaikan muka air laut
(transgresi). Pada saat transgresi ini terjadi pengendapan sedimen laut dari arah
Proses sedimentasi Paleogen mencapai puncak pada fase pengisian pada saat
serpih laut secara regional dan batuan karbonat pada Oligosen Akhir. Pada akhir
berlanjut hingga sekarang. Penurunan muka air laut yang terjadi pada saat
Progradasi terjadi dari arah barat ke timur menuju laut terbuka Selat
Makasar. Pada fase ini di Cekungan Kutai terbentuk formasi lapisan sedimen yang
dominan ditemukan di cekungan ini. Tiap siklus endapan dimulai dengan endapan
paparan delta (delta plain) yang terdiri dari endapan rawa (marsh), endapan alur
sungai (channel), point bar, tanggul-tanggul sungai (natural levees) dan crevasse
splay. Di tempat yang lebih dalam diendapkan sedimen delta front dan prodelta.
stratigrafi Cekungan Kutai dibagi dari tua ke muda menjadi Formasi Pamaluan,
bersifat karbonan dan gampingan dengan struktur sedimen berupa silang-siur dan
Ketebalan lapisan batupasir kuarsa ini berkisar antara 1-2 meter, lapisan
batulempung sekitar 45 cm, lapisan serpih berkisar antara 10-20 cm dan. Secara
umum pada bagian bawah formasi ini bersifat lebih gampingan dan lebih banyak
keseluruhan formasi ini kurang lebih 2000 meter. Pengendapan formasi ini
dimulai sejak Miosen Awal di batimetri Neritik Luar hingga Neritik Dalam.
dan bagian atas formasi ini berhubungan menjemari dengan Formasi Bebuluh.
menunjukkan umur Miosen Awal hingga Miosen Tengah. Formasi ini mengalami
Formasi ini terdiri dari litologi berupa perselingan antara graywacke dan
dasit. Graywacke berwarna kelabu kehijauan dan padat. Tebal lapisan antara 50
100 cm. Batupasir kuarsa berwarna kelabu kemerahan, setempat bersifat tufan dan
17
batubara dengan tebal hingga 4 m secara setempat. Tufa dasit yang berwarna
besar antara lain : Austrotrilina howchini, Borelis sp., Lepidocyclina sp., dan
Miogypsina sp. yang menunjukkan umur Miosen Tengah dengan batimetri laut
dangkal. Ditemukannya fragmen batubara pada batuan yang ada pada formasi ini
Formasi Balikpapan terdiri dari beberapa siklus endapan delta yang terdiri
dari perselingan batupasir dan lempung dengan sisipan lanau, serpih, batugamping
bersusun dan silang siur. Tebal lapisan batupasir ini berkisar antara 20 40 cm,
dalam bentuk lapisan tipis. Batuserpih juga muncul dalam bentuk lapisan tipis.
18
menunjukkan umur Miosen Tengah bagian atas hingga Miosen Akhir bagian
bawah. Lingkungan pengendapan formasi ini terletak pada perengan paras delta
dataran delta. Tebal formasi sekitar 1000 1500 meter. Formasi ini memiliki
serpih, batulanau, dan lignit. Batupasir umumnya berwarna putih, lepas - lepas,
setempat mengandung lapisan tipis oksida besi, konkresi, tuf lanauan, batupasir
konglomeratan, dan konglomerat. Formasi ini terbentuk pada Miosen Akhir dan
dangkal, dengan ketebalan sedimen >500 m. Formasi ini terbentuk di atas Formasi
6. Aluvium (Qa)
Alluvium ini terdiri dari kerikil, pasir dan lumpur yang terendapkan secara
tidak selaras di atas Formasi Kampung Baru pada lingkungan sungai, rawa, delta
dan pantai. Pengendapan formasi ini masih terus berlangsung hingga sekarang.
19
Gambar 2.3. Kolom Stratigrafi Cekungan Kutai (modifikasi dari Supriatna et al., 1995).
bahwa Blok Beruaq termasuk ke dalam Formasi Pulau Balang di bagian timur dan
Struktur geologi yang paling jelas terlihat pada Cekungan Kutai berupa
Mahakam (Gambar 2.5, Gambar 2.6 dan Gambar 2.7). Sabuk lipatan ini terdapat
pada area darat dengan sangat intensif dan berkurang intensitasnya ke arah timur.
Antiklin yang terdapat pada cekungan ini umumnya asimetris, panjang, dan
panjang sekitar 50 km. Antiklin antiklin ini dipisahkan oleh adanya sinklin yang
luas dan terbuka (McClay et al., 2000). Bagian barat dari sabuk lipatan Mahakam
Gambar 2.5. Peta struktur geologi Cekungan Kutai bagian bawah yang menunjukkan adanya
sabuk lipatan Mahakam. Daerah penelitian terletak di sekitar Sinklin Gitan yang
tergambar dalam kotak merah (modifikasi dari McClay et al., 2000).
22
Gambar 2.6. Sayatan geologi dari peta struktur geologi pada Gambar 2.8 (warna menunjukkan
adanya perlapisan batuan tanpa nama formasi). Daerah penelitian terletak di sekitar
Gitan (modifikasi dari McClay et al., 2000).
Gambar 2.7. A) Area penelitian merupakan bagian dari Antiklinorium Samarinda dengan
orientasi struktur perlipatan searah dengan garis pantai, yaitu timur laut-barat
daya (NNE-SSW). B) Tampak perbukitan dan lembah di bagian tengah
cekungan, yaitu kenampakan perlipatan asimetris antiklin dan sinklin yang
berasosiasi dengan sesar naik, sesar turun dan sesar mendatar (Cloke et al., 1999).
23
(Ward, 1984). Penyelidikan geologi berkaitan dengan kegiatan pemetaan geologi dan
keberadaan, ukuran, bentuk, sebaran, kuantitas, serta kualitas dari suatu endapan
batubara (Kang, 2010). Hal tersebut sebagai dasar untuk menentukan tingkat
pendahuluan dan eksplorasi rinci (Tabel 3.1). Berikut penjelasan mengenai kegiatan
eksplorasi tersebut:
bagi keterdapatan endapan batubara pada skala regional berdasarkan hasil studi
geologi regional (Merrit, 1986). Eksplorasi umum pada kegiatan eksplorasi terbagi
penjelasannya:
24
a. Studi Pustaka
Pada tahap studi pustaka dilakukan kompilasi data-data geologi regional area
yang terkait dan melakukan interpretasi kondisi geologi yang mengontrol secara
regional. Studi tersebut dapat berasal dari literatur yang dipublikasi maupun yang
tidak dipublikasi, peta geologi regional, peta dasar topografi, citra satelit maupun foto
udara. Pengumpulan semua literatur yang berhubungan dengan daerah yang akan
diselidiki, termasuk mempelajari peta-peta dasar seperti peta geologi, peta topografi
maupun sumberdaya yang ada. Tahap ini berguna untuk membantu dalam kegiatan
mana saja yang dianggap menarik untuk dilakukan pengecekan lapangan, baik
ditentukan langkah berikutnya, studi faktor-faktor geologi regional dari peta geologi
endapan bahan galian dipengaruhi dan tergantung pada proses-proses geologi yang
lokasi dan infra-struktur secara umum terutama kesampaian daerahnya serta perijinan
dan koordinasi dengan aparatur pemerintah desa. Kegiatan yang dilakukan, yaitu
beberapa singkapan yang tersebar secara merata, hal tersebut dilakukan untuk melihat
seam batubara di area penelitian. Pengecekan ini juga berguna dalam perencanaan
Pengeboran pada tahap ini dilakukan untuk melihat persebaran litologi baik
non batubara maupun batubara di bawah permukaan area penelitian. Menurut Noppe
(1992), pengeboran yang dilakukan pada tahap ini dengan spasi jarak titik bor yang
lebar (wide-spaced grid) dengan spasi berkisar antara 3 - 5 km atau pengeboran juga
dapat dilakukan pada titik tertentu yang dianggap menarik berdasarkan hasil
interpretasi geologi regional, pola pengeboran ini disebut juga selectively placed
yang ada di area penelitian melalui analisis kimia di laboratorium. Sampel batubara
yang telah direncanakan atau disebut tahap target identification and investigation
pemetaan geologi (surface mapping) dan subsurface investigation yang terdiri dari
pemboran dan geophysical logging. Berikut penjelasan mengenai kegiatan pada tahap
eksplorasi pendahuluan:
pengamatan singkapan pada beberapa titik yang tersebar dan measuring section pada
jalur yang telah direncanakan. Data-data yang dikumpul dari kegiatan pemetaan
geologi ini berupa jenis litologi, deskripsi litologi, kemiringan perlapisan, struktur
laporan pemetaan geologi yang berisikan peta-peta, seperti peta geologi, peta
dengan data sebelumnya dapat digunakan untuk perencanaan pemboran yang lebih
b. Subsurface Investigation
logging. Kegiatan pemboran dan logging di dalam eksplorasi batubara menjadi hal
yang sangat penting untuk mengetahui kondisi persebaran lapisan batubara di bawah
geologi dari aspek geologi. Hasil dari kegiatan ini akan diperoleh data mengenai
kondisi batubara yang terdapat di bawah permukaan, antara lain meliputi ketebalan,
jumlah seam batubara, kedalaman batubara dari permukaan, kekerasan lapisan batuan
28
Metode pemboran yang dilakukan dengan spasi antar titik bor yang lebih
rapat (closer spaced drilling), yaitu spasi titik bor 1 km. Untuk nilai yang lebih
(Tabel 3.1). Pola persebaran titik bor dengan pola grid space yang teratur dan berjajar
atau disebut fence line drilling, namun dapat juga digabung dengan pola specific area
drilling. Pengeboran dengan pola specific area drilling dilakukan pada zona tertentu
dianggap menarik untuk diselidiki lebih lanjut, seperti zona sesar, zona patahan, zona
intrusi dll. Metode geofisika atau logging membantu dalam hal interpretasi data
mengenai persebaran litologi yang ada, yaitu melalui log gamma ray dan density.
Data yang diperoleh melalui logging memiliki kelebihannya tersendiri, yaitu dapat
merekam variasi litologi yang ada di bawah permukaan, keberadaan dan ketebalan
seam batubara dan juga membantu dalam melakukan korelasi seam batubara.
hal ini memberikan alasan untuk penetapan apakah daerah survei yang bersangkutan
memberikan harapan baik (prospek) atau tidak. Jika daerah tersebut mempunyai
prospek yang baik, maka dapat diteruskan dengan tahap eksplorasi selanjutnya.
29
Tahap eksplorasi rinci juga disebut sebagai tahap prospective selection and
secara rinci dalam 3 dimensi terhadap endapan batubara yang telah diketahui dari
pengambilan conto dari singkapan, paritan, lubang bor dan bukaan tambang. Jarak
sampling yang rapat, sehingga ukuran, bentuk, sebaran, kemenerusan, kuantitas dan
kualitas dari endapan batubara tersebut dapat ditentukan dengan tingkat ketelitian
yang tinggi (Noppe, 1992). Menurut Merrit (1987), hasil akhir dari kegiatan
eksplorasi rinci juga dapat mendukung mine plan engineer dalam mendesign dan/atau
Evaluasi yang dilakukan terkait area target yang telah dipilih, yaitu area yang
memenuhi syarat untuk evalusi lebih lanjut (prospective selection area). Area yang
dipilih berdasarkan hasil interpretasi pada tahap eksplorasi pendahuluan dan juga
pemodelan sumberdaya. Area yang menjadi target, yaitu area yang terdapat
yang jelas, kualitas > lignit, bernilai ekonomis untuk proses penambangan (berkaitan
dengan kemiringan seam dan overburdence). Model fisik persebaran yang diproses
sangat membantu dalam proses melihat area mana yang sangat prospek untuk
ditambang nantinya, karena dengan adanya model fisik persebaran seam batubara,
30
dan juga section stratigraphic, kontur struktur, coal cropline, kualitas dan kuantitas
dan logging yang lebih rinci. Metode pemboran yang dilakukan yaitu dengan jarak
antar titik bor yang lebih rapat, yaitu dengan grid space 500 m (closer spaced
drilling), namun untuk jarak yang lebih spesifik perlu ditinjau kembali tingkat
kompleksitas geologi yang mengontrol (Tabel 3.1). Kedalaman lubang bor harus
lebih dalam 5 m dari kedalaman target yang ditentukan. Core drilling pada tahap
pemboran ini sangat diperlukan untuk pengambilan sampel uji geotek, selain sampel
seam batubara yang ditargetkan. Open-hole logging yang dilakukan untuk merekam
Data yang didapatkan pada tahap sebelum evaluasi harus akurat mengenai
tambang, lebar/ukuran bahwa bukaan atau kemiringan lereng tambang. Juga penting
II.2.2. Batubara
dibutuhkan selain minyak dan gas. Batubara merupakan batuan sedimen yang
batuan sedimen yang ada di sekitarnya. Endapan Batubara merupakan endapan hasil
akumulasi material organik yang berasal dari bekas tumbuhan yang telah melalui
batubara. Material tersebut telah mengalami kompaksi, ubahan kimia dan proses
metamorphosis oleh peningkatan panas dan tekanan selama periode geologis. Bahan-
bahan organik yang terkandung dalam lapisan batubara mempunyai berat lebih dari
50% atau volume bahan organik tersebut, termasuk kandungan lengas bawaan
rawa paralis, terutama lingkungan pengendapan delta. Menurut Horne dkk (1978),
lingkungan pengendapan batubara di delta (Gambar 2.6) dapat dibagi menjadi empat
bagian, yaitu:
tipis, penyebaran lateral tidak menerus dan memiliki kandungan sulfur yang
tinggi.
33
lapisan yang tipis, penyebaran luas dan distribusi kandungan sulfur bervariasi.
3. Lingkungan transisi antara lower dan upper delta plain, memiliki ciri-ciri
endapan batubara dengan lapisan tebal, penyebaran lateral luas, serta rendah
sulfur.
dengan lapisan cukup tebal, setempat dan umumnya penyebaran lateral tidak
Gambar. 2.8. Lingkungan pengendapan batubara pada daerah delta (Horne dkk, 1978).
34
Geometri lapisan batubara merupakan aspek dimensi atau ukuran dari suatu
keteraturan, sebaran, bentuk, kondisi roof dan floor, cleat, dan pelapukan (Kuncoro,
dengan kegiatan eksplorasi dan penambangan batubara. Pada tahap eksplorasi akan
nanti akan sangat membantu untuk evaluasi pada setiap tahap eksplorasi, perencanaan
teratur, pelamparan yang terbatas, sebaran tidak teratur, tidak menerus, menebal,
geometri lapisan batubara yang demikian, dapat dipahami jika hubungannya dengan
dengan proses tektonik yang mempengaruhinya (Horne, 1978). Agar geometri lapisan
batubara menjadi berarti dan menunjang pada tahap perhitungan cadangan, bahkan
yaitu:
a. Ketebalan
terjadi selama proses pengendapan, antara lain akibat perbedaan kecepatan akumulasi
batubara, perbedaan morfologi dasar cekungan, hadirnya channel, sesar dan proses
karst atau terjadi setelah pengendapan, antara lain karena sesar atau erosi permukaan.
Ketebalan lapisan batubara tersebut termasuk parting (gross coal thickness), tebal
lapisan batubara tidak termasuk parting (net coal thickness), atau tebal lapisan
pembagian kategori ketebalan lapisan batubara adalah (a) sangat tipis, apabila
tebalnya kurang dari 0,5 m, (b) tipis 0,5-1,5 m, (c) sedang 1,5-3,5 m, (d) tebal 3,5-25
b. Kemiringan
Pola kemiringan suatu perlapisan batubara dapat berbentuk pola linier, pola lengkung,
atau pola luasan (area) dan pola kemiringan lapisan batubara tersebut dapat bersifat
36
menerus dan sama besarnya sepanjang cross strike maupun on strike atau hanya
bersifat setempat. Menurut Jeremic (1985), kemiringan lapisan batubara: (a) lapisan
horisontal, (b) lapisan landai, bila kemiringannya kurang dari 25o, (c) lapisan miring,
kemiringannya berkisar 25o-45o, (d) lapisan miring curam, kemiringannya berkisar 45o-75o,
perhitungan cadangan dan pembagian blok penambangan. Oleh karena itu, faktor
(antiklin, sinklin, menunjam), homoklin, struktur sesar dengan pola tertentu atau
dengan pensesaran kuat (Diessel, 1992). Menurut Jeremic (1985), pembagian pola
kedudukan lapisan batubara atau sebarannya adalah (a) teratur dan (b) tidak teratur.
Menurut Kuncoro (2000) pada parameter ini yang perlu diketahui adalah
apakah kemenerusannya dibatasi oleh proses pengendapan, split, sesar, intrusi, atau
erosi. Oleh karena itu, pemahaman yang baik tentang split akan sangat membantu
pada kegiatan eksplorasi untuk menentukan sebaran lapisan batubara dan penentuan
(a) ratusan meter, (b) ribuan meter 5-10 km, dan (c) menerus sampai lebih dari 200
km.
37
kedudukan lapisan batubara (jurus dan kemiringan), artinya apakah pola lapisan
lurus, melengkung/meliuk pada elevasi yang hampir sama) atau membentuk pola
melengkung/meliuk pada elevasi yang tidak sama) dan apakah bidang lapisan
batubara membentuk bidang permukaan yang hampir rata, bergelombang lemah, atau
bergelombang).
- Horse back
Bentuk ini dicirikan oleh lapisan batubara dan lapisan batuan sedimen
Makin kuat gaya kompresi yang berpengaruh, maka makin besar pula tingkat
- Pinch
Pada umumnya bagian bawah (dasar) dari lapisan batubara merupakan batuan
batupasir yang mengisi pada alur-alur tersebut tidak terhindar ikut tergali,
- Clay Vein
urat lempung ataupun pasir. Bentuk ini terjadi apabila pada satu seri lapisan
batubaranya ditambang, bentukan clay vein ini dipastikan ikut tertambang dan
- Burried Hill
pada bagian yang terintrusi tersebut dapat mengalami penipisan atau bahkan
hilang sama sekali. Bentukan intrusi mempunyai ukuran dari beberapa meter
sampai puluhan meter. Data hasil pemboran inti pada saat eksplorasi akan
- Fault
anorganik.
40
- Fold
sehingga terjadi perlipatan. Lipatan tersebut berupa antiklin dan sinklin yang
kompresi yang bekerja juga intensif. Pada umumnya lapisan batubara yang
Gambar 2.9. Bentuk perlapisan batubara menurut Sukandarumidi (1995) adalah A) horse
Kondisi roof dan floor. Kontak batubara dengan roof dan floor merupakan
fungsi dari proses pengendapannya (Kuncoro, 2000). Pada kontak yang tegas
proses pengendapan yang berlangsung secara lambat diperlihatkan oleh kontak yang
(Thomas, 1994). Kualitas suatu batubara dapat ditentukan dengan cara analisa
parameter tertentu baik secara fisik maupun secara kimia. Parameter yang ditentukan
dari suatu analisa batubara tergantung tujuan untuk apa batubara tersebut digunakan.
terdiri dari: Total Moisture, Proximate, Total Sulfur, Calorific Value, Ultimate
Kadar air (moisture), yaitu kandungan air yang terdapat pada batubara. Tinggi
rendahnya total moisture akan tergantung pada peringkat batubara, ukuran distribusi
dan kondisi pada saat sampling. Peringkat batubara adalah perubahan batubara dari
batubara muda ke batubara tua (Schweinfurth, 2009). Semakin tinggi peringkat suatu
batubara semakin kecil porositas batubara tersebut atau semakin padat batubara
tersebut. Dengan demikian akan semakin kecil juga moisture yang dapat diserap atau
42
ditampung dalam pori batubara tersebut. Kadar air sendiri dapat dibedakan menjadi 3
Kadar air bebas (free surface moisture), yaitu air yang menempel pada
permukaan batubara yang berasal dari air hujan dan juga permukaan
batubara yang berasal dari air hujan dan juga air semprotan yang mana
Kadar air bawaan (inherent moisture), yaitu yang terdapat pada rongga
(pori) dan mineral yang terdapat dalam batubara. Air ini dapat dihilangkan
Kadar air total (total moisture), merupakan jumlah dari kadar air bebas
ditambah dengan kadar air bawaan. Total Moisture dapat dipengaruhi oleh
distribusi sample batubara yang diambil terlalu besar atau terlalu kecil dan
b. Analisis Proksimat
Analisis proksimat adalah rangkaian analisis yang terdiri dari air dried moisture, ash,
Kadar abu (ash content), yaitu kandungan bahan inorganik yang tertinggal
atau tidak terbakar sewaktu batubara dibakar pada suhu 815C. Abu pada
pembakaran batubara dapat berupa fly ash maupun bottom ash. Semakin
tinggi kadar abu pada jenis batubara yang sama, semakin rendah nilai
kalorinya.
yang dapat lepas atau menguap pada saat dipanaskan di ruang hampa
udara pada suhu 900C. Zat terbang ini meliputi zat terbang mineral
(volatile mineral matter) dan zat terbang organic (volatile organic matter).
terbangnya dihilangkan.
44
c. Sulfur
Di dalam batubara, sulfur dapat merupakan bagian dari mineral sulfat dan
sulfida. Dengan sifatnya yang mudah bersenyawa dengan unsur hidrogen dan oksigen
seminimal mungkin karena sifat tersebut yang merupakan pemicu polusi (Anonim,
2011a). Batubara dengan kadar sulfur yang tinggi menimbulkan banyak masalah
dalam pemanfaatannya. Salah satu senyawa yang umum dijumpai pada endapan
batubara adalah sulfur. Beberapa jenis sulfur yang umum dijumpai pada batubara,
yaitu:
Sulfur organik, umumnya dijumpai berupa kalsium sulfat dan besi sulfat
Sulfur sulfat, umunya dijumpai berupa kalsium sulfat dan besi sulfat
Calorific value adalah nilai energi yang dapat dihasilkan dari pembakaran
batubara. Nilai Kalori batubara bergantung pada peringkat batubara. Semakin tinggi
peringkat batubara, semakin tinggi nilai kalorinya. Pada batubara yang sama Nilai
kalori dapat dipengaruhi oleh moisture dan juga Abu. Semakin tinggi moisture atau
e. Analsis ultimat
pembentuk yang penting dan mengabaikan keberadaan senyawa kompleks yang ada
di dalam batubara. Unsur-unsur penyusun batubara, yaitu Karbon (C), Hydrogen (H),
f. Ash analysis
batubara, dan juga dipengaruhi oleh abu yang berasal dari luar seperti dilusi atau
Penentuan klasifikasi batubara di daerah penelitian didasarkan atas salah satu atau
lebih sifat fisik, kimia dan kombinasinya, yang menentukan kualitas batubara, yaitu
kandungan karbon tertambat (fixed carbon), nilai kalori (calorific value), kandungan
zat terbang (volatile matter) dan kandungan air (moisture). Berikut beberapa
adalah:
46
Klasifikasi ASTM yang bersifat komersil dan didasarkan atas jumlah unsur
(volatile matter).
pada basis pelaporan air dried basis (adb). Pada basis adb ini, conto batubara
ditempatkan pada ruangan terbuka, sehingga secara perlahan kadar airnya akan
berdasarkan nilai kalori pada basis pelaporan dry mineral matter free (dmmf).
Analisis dengan menggunakan basis dmmf ini akan memberikan Gambaran mengenai
komposisi organic murni pada batubara. Untuk mengkonversi nilai kalori dalam basis
adb menjadi dmmf digunakan Parr Formulas (Wood dkk, 1983) dengan rumus
sebagai berikut:
47
(
(
(
( (
(
(
(
Keterangan:
FC : % Fixed Carbon (adb)
VM : % Volatile matter (adb)
M : % Moisture (adb)
A : % Ash (adb)
S : % Sulphur (adb)
Btu: British Termal Unit; per pound = 1,8185 x CV (adb)
Tabel 2.2. Klasifikasi peringkat batubara oleh ASTM (Wood dkk, 1983).
48
tertambat (fixed carbon) dan persentase zat terbang (volatile matter) dengan rumus:
untuk mengetahui kesempurnaan pembakaran, sehingga makin tinggi nilai fuel ratio,
maka semakin banyak unsur karbon yang tidak terbakar. Klasifikasi batubara
dperlukan berupa data topografi dan data lubang bor. Dari data-data tersebut dapat
dibuat data turunan untuk perhitungan sumberdaya, yaitu peta kontur struktur roof
data-data dasar sebagai berikut (Tambunan, 2009), data topografi, data penyebaran
singkapan batubara (data survei), data dan sebaran titik bor, data analisis kualitas
sampel batubara dan peta geologi lokal (meliputi litologi, stratigrafi, dan struktur
geologi). Pengolahan data dasar yang dilakukan yaitu memasukkan data ke dalam
Minescape berupa data topografi, rekapitulasi data lubang bor (baik data litologi
Pada setiap data rekapitulasi lubang bor, terdapat suatu posisi lubang bor yang
disebut dengan seam. Seam adalah lapisan batubara yang terdapat di antara batas roof
dan floor. Tiap seam ini nantinya akan dibuat pemodelan, baik model kontur, kualitas
dan perhitungan resources. Prinsip yang digunakan adalah prinsip stratigrafi terutama
tentang urutan lapisan yang diendapkan pada suatu periode tertentu yang menerus
atau selaras. Sesuai dengan prinsip stratigrafi tersebut, pembuatan model endapan
batubara dengan menggunakan kedua perangkat lunak ini dilakukan dengan cara
Data yang digunakan untuk korelasi, dapat berasal dari hasil pemboran,
survey dsb. Model yang dibuat atau dihasilkan akan dikontrol oleh suatu definisi
yang disebut schema atau block model. Pembuatan schema atau block model itu
sendiri, harus melalui beberapa rangkaian proses. Setelah proses tersebut selesai
dilaksanakan, maka schema atau block model dapat digunakan untuk dasar
pembuatan model, sehingga pada akhirnya data output atau hasil akhir dapat
Dari pemboran diperoleh hasil berupa data elevasi roof dan floor batubara. Peta
akan dihasilkan suatu data keluaran, yaitu data dasar yang diolah untuk menghasilkan
batubara dan perencaaan tambang. Prinsip dasar pemodelan dalam perangkat lunak
ini adalah menggunakan suatu metode yang disebut dengan metode grid. Grid-grid
51
menyimpan data spatial pada grid node dalam form biasa. Nilai grid dibuat oleh
interpolasi data original ke dalam jaringan grid node. Selain grid node, juga terdapat
tempat menyimpan untuk data regular pada lokasi X, Y, dan Z tertentu. Tempat
menyimpan data lokasi tersebut dinamakan dengan grid file. Semakin banyak nilai
unsur grid (baris dan kolom) yang dibuat maka hasil dari pemodelan yang
poligon ini merupakan metoda perhitungan yang konvensional. Metoda ini umum
yang sederhana. Kadar pada suatu luasan di dalam poligon ditaksir dengan suatu
model geologi yang berada di tengah-tengah poligon sehingga metoda ini sering
pengaruh dibuat dengan membagi beberapa jarak antara daerah pengaruh yang telah
Dalam perangkat lunak ini seorang geologist akan menggunakan salah satu
berikut.
52
b. Stratmodel
Stratmodel adalah salah satu aplikasi dari minescape yang dirancang untuk
membuat dan mengolah model dua dimensi dan tiga dimensi suatu endapan geologi
yang berlapis terutama batubara atau endapan-endapan geologi lainnya seperti posfat
atau bauksit (Azizy, 2011). Stratmodel telah dirancang untuk menyediakan geologist
atau mining engineer dengan fasilitas untuk memodel dan memeriksa depositnya
stratigrafi terutama tentang urutan lapisan yang diendapkan pada suatu periode
tertentu yang menerus atau selaras. Urutan lapisan selaras dalam stratmodel dikenal
struktural yang sama. Sesuai dengan prinsip stratigrafi tersebut, stratmodel membuat
model satu atau lebih conformable sequence dengan mengikuti pola kecenderungan
struktur regional yang mempengaruhi seluruh bentuk lapisan. Susunan lapisan dalam
suatu conformable sequence dimodel sedemikian rupa satu dengan yang lainnya
sehingga tidak saling berpotongan. Stratmodel dapat membuat suatu model geologi
yang terdiri dari beberapa conformable sequence yang selaras maupun tidak satu
susunan satu atau lebih interval (lapisan batubara) atau surface (bentuk permukaan
mempunyai ketebalan dan terdiri dari dua buah surface, yaitu roof dan floor. Interval
dan surface dalam stratmodel termasuk sebagai bagian dari suatu istilah yang disebut
1. Elemental unit, berupa lapisan tunggal, spliting dari seam atau surface.
2. Compound unit, berupa interval yang analog dengan parent seam dari seam yang
split.
parameter geologi lainnya didefinisikan dalam suatu istilah yang disebut schema.
Schema adalah suatu diagram sistematik dari stratigrafi yang menyimpan informasi
yang digunakan untuk membuat suatu model geologi. Stratmodel menggunakan data
lubang bor sebagai dasar pembuatan model stratigrafi. Pada saat pembuatan model
dilakukan, data lubang bor dimasukkan ke dalam sebuah form model yang telah
54
Gambar 2.11. Penampang seam batubara hasil pemodelan minescape (Tambunan, 2009).
stratmodel juga dapat menyertakan patahan pada model baik vertikal maupun miring
yang didefinisikan oleh pengguna. Sumber data yang dipergunakan sebagai dasar
pembuatan model adalah data litologi hasil pemboran maupun pemetaan dan data
hasil pengukuran survey baik untuk titik bor maupun topografi. Kedalam model
stratigrafi yang dihasilkan dapat pula ditambahkan data hasil analisis kualitas,
sehingga model yang dihasilkan tersebut merupakan suatu model geologi yang
lengkap. Contoh dari hasil pemodelan yang dibuat menggunakan minescape, dapat
Optimasi pit adalah usaha untuk menentukan batas tambang terbaik (ultimate
pit limit) dan memberikan keuntungan yang maksimal atau bernilai ekonomis
(Sasongko, 2009). Metode yang digunakan pada pit tambang terbuka adalah metode
penambahan ekspansi pit. Metode ini dilakukan dengan trial and error, sehingga
perlu dilakukan beberapa simulasi. Metode incremental pit expansion juga dipadukan
dengan model aliran kas (cash flow model). Metode ini menggunakan beberapa
parameter kunci yang akan berpengaruh terhadap penentuan batas tambang terbuka
Tabel 2.4. Parameter kunci dalam penentuan batas tambang terbuka terbaik (Sasongko, 2009).
kualitas batubara juga ikut mempengaruhi batas tambang terbaik tersebut. Oleh
karena itu, metode ini juga harus didukung dengan model geologi yang pada
batubara dan perhitungan sumberdaya batubara. Hal tersebut akan diproses secara
manual dengan menerapkan metode incremental pit expansion dan cash flow model
untuk mendapatkan batas tambang terbaik. Cara ini dianggap lebih efesien
56
secara komputerisasi.
Gambar 2.12. Penentuan batas tambang terbaik dengan menggunakan simulasi a, b, c, dan d.
Pada Gambar 2.12. diterapkan metode trial and error pada beberapa simulasi
batas tambang, sehingga pada simulasi tertentu akan didapatkan batas tambang
ekspansi pit, juga menggunakan model aliran kas dengan memasukkan parameter
kunci (Tabel 2.4.). Model aliran kas pada penentuan batas tambang terbaik ini
(
BESR = [ ]
Keterangan:
BESR : Break even stripping ratio
x : Iuaran produksi (16,9 %)
s : Harga jual batubara (fob), $/ton
c : Biaya penambangan batubara, $/ton
w : Biaya pemindahan overburden, $/bcm
57
Gambar 2.13. Metode incremental pit expansion dengan beberapa simulasi terbaik.
akan memberikan nilai perbandingan batubara dan overburden yang diambil sama
dengan 0, sehingga untuk penentuan batas tambang harus dengan nilai perbandingan
yang lebih besar. Misalkan BESR menunjukkan nilai 16 : 1, maka untuk batas
tambang terbaik adalah lebih besar dari 16 : 1, contohnya 14 : 1. Contoh lain, yaitu
pada Gambar 2.13., dimana simulasi a dengan posisi block-strip paling dekat dengan
tersebut akan memberikan keuntungan pada proses tambang terbuka, sedangkan pada
simulasi d dengan posisi block-strip terjauh dengan seam akan memberikan nilai SR
tersebut merugikan. Oleh karena itu, metode penambahan ekspansi pit dan model
BAB III
III.1. Hipotesis
1. Kondisi geologi
Balikpapan di bagian barat laut, yang terdiri dari perselingan batupasir dan
di bagian tengah area penelitian, serta pensesaran berupa sesar naik, sesar
tebal.
batuan yang ada relatif muda (Kala Miosen Tengah) dan lingkungan
rendah sulfur.
hasil studi pustaka menunjukkan bahwa Area Beruaq dikontrol oleh perlipatan
kondisi struktur geologi dan kenampakan citra DEM pada Gambar 3.2. menunjukkan
bahwa jurus perlapisan relatif berorientasi barat daya - timur laut, sehingga untuk
pola pengeboran yang dilakukan akan tegak lurus terhadap jurus perlapisan seam
pola fence line drilling dengan orientasi barat laut - tenggara. Spasi antar titik bor
persiapan), tahapan pekerjaan lapangan (tahap pengambilan data) dan tahapan pasca
merupakan bagian dari tahap awal eksplorasi umum, yaitu studi pustaka dan survei
tinjau (reconnaissance detail). Metode studi pustaka yang dipakai pada tahap
persiapan, yaitu penaksiran regional (planning & literature review). Pada tahap ini,
peneliti melakukan kompilasi data-data geologi regional terkait area penelitian dan
juga bantuan citra satelit maupun foto udara untuk menghasilkan suatu interpretasi
geologi mengenai kondisi area penelitian. Berikut data-data sekunder yang dipakai
untuk penaksiran regional Peta Geologi Regional Lembar Samarinda, citra satelit dan
citra foto udara, peta topografi, paper atau karya tulis yang berkaitan dengan wilayah
pemetaan yang telah dilakukan sebelumnya dan data administratif area penelitian
tahap eksplorasi umum, yaitu untuk melihat secara umum kondisi geologi di lapangan
dan juga untuk melakukan perencanaan kegiatan lapangan pada tahap pemetaan
63
geologi dan pemboran serta geophysical logging. Kegiatan pengambilan data pada
batuan dll.
ketebalan seam batubara dan pengambilan sampel core dan cutting. Kegiatan
ini dilakukan hanya untuk melihat kondisi bawah permukaan secara umum di
area penelitian. Data hasil pengeboran berupa sampel core dan data
geophysical logging.
c. Pengambilan sampel
batubara yang tersebar di area penelitian. Sampel ini diambil baik dari
singkapan batuan yang masih segar maupun sampel core hasil pengeboran.
64
berikut:
a. Pemetaan geologi
beberapa titik yang tersebar secara rinci dan measuring section pada jalur
yang telah direncanakan. Berikut data-data primer yang didapatkan pada saat
melihat kondisi geologi di bawah permukaan secara rinci yaitu data variasi
sampel core.
65
Data hasil pengeboran dan logging serta analisis sampel telah disediakan oleh
pihak PT. Multi Harapan Utama untuk Sub-blok B Area Blok Beruaq. Data
pengeboran yang diberikan termasuk bagian dari eksplorasi rinci, hal ini dikarenakan
untuk grid space dari titik bor pengeboran yang dilakukan dengan jarak 250 m antar
Tahap ini dilakukan setelah data-data sekunder dan primer telah didapatkan.
Pengolahan data dibagi menjadi dua bagian, yaitu untuk Sub-blok A dan Sub-blok B
Area Blok Beruaq. Analisi data yang dilakukan untuk keperluan interpretasi kondisi
area di Sub-blok B.
a. Sub-blok A
tersebut ke dalam bentuk peta dan juga laporan dalam bentuk paragraf.
seam batubara. Hasil dari korelasi ini berupa peta cropline batubara.
sebagai berikut:
- Pola sebaran titik bor: fence line drilling dan/ specific area drilling
b. Sub-blok B
pengeboran yang telah dilakukan oleh PT. Multi Harapan Utama Coal.
68
peta dan juga laporan dalam bentuk paragraf seperti halnya di Sub-blok A.
Minescape. Proses ini disebut Minescape core, yaitu tahap awal untuk
mana saja persebaran titik singkapan dan titik bor yang ada di Area
Beruaq.
permukaan.
- Membuat cropline batubara melalui titik singkapan dan titik bor yang
Penentuan batas area prospek (boundary prospect area), yaitu area yang
lapisan jelas dan pola kedudukan perlapisan teratur. Penentuan batas area
(Sasongko, 2009).
Metode penelitian yang dilakukan, yaitu berorientasi pemecahan masalah dengan cara
pembuatan laporan akhir yang berisikan jawaban dari permasalahan yang dihadapi
dan rekomendasi berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan. Beberapa metode yang
dilakukan dalam penelitian ini, yaitu metode pemetaan geologi, metode korelasi
metode incremental pit expansion and cash flow (Sasongko, 2009). Berikut
Area Beruaq, metode yang digunakan dalam pemetaan ini antara lain :
batuan dengan lebih rinci dan lebih akurat. Metode ini digunakan pada jalur-
jalur yang memiliki data singkapan batuan yang cukup baik, seperti di jalan
titik yang ada pada daerah pemetaan. Pembuatan rencana stasiun pengamatan
(STA) ini diusahakan menyebar di area pemetaan, terutama pada daerah yang
71
mengetahui hubungan atau posisi secara stratigrafis terhadap stasiun yang lain
Sampel batubara yang diambil merupakan sampel batuan yang segar dengan
laboratorium.
ketebalan lapisan batubara, roof dan floor dari singkapan batubara, lapisan pengotor
pada lapisan batubara, struktur geologi yang dijumpai di lapangan, topografi yang
antar unit unit stratigrafi. Beberapa konsep mengenai korelasi antara lain adalah
fosil penciri umur yang menjadi kunci korelasinya, sehingga menjadi dasar yang
korelasi litostratigafi, dengan kunci korelasi berupa kesamaan atau kemiripan litologi
Metode pengeboran pada penelitian ini membahas mengenai lokasi titik bor di
area penelitian. Penentuan lokasi titik bor berdasarkan tahap eksplorasi yang
pendahuluan dengan spasi antar titik bor yang lebih rapat (closer spaced drilling),
yaitu spasi titik bor 250 500 m. Untuk nilai yang lebih spesifik akan tergantung
komplesitas geologi yang mengontrol di area penelitian. Pola persebaran titik bor
dengan pola grid space yang teratur dan berjajar atau disebut fence line drilling,
namun dapat juga digabung dengan pola specific area drilling. Pengeboran dengan
pola specific area drilling dilakukan pada zona tertentu yang berdasarkan hasil
diselidiki lebih lanjut, seperti zona sesar, zona patahan, zona intrusi dll.
73
data mengenai persebaran litologi yang ada, yaitu melalui log gamma ray dan density.
Data yang diperoleh melalui logging memiliki kelebihannya tersendiri, yaitu dapat
merekam variasi litologi yang ada di bawah permukaan, keberadaan dan ketebalan
seam batubara dan juga membantu dalam melakukan korelasi seam batubara.
software Minescape. Minescape merupakan salah satu software yang paling umum
dipakai di dunia pertambangan batubara, yaitu salah satunya untuk input dan
pemodelan data untuk perhitungan resource, reserve dan desain pit. Secara umum
pemrosesan hanya menggunakan Minescape core untuk proses input data dan
data-data dasar sebagai berikut (Syafrizal dalam Tambunan, 2009), yaitu data
topografi, data penyebaran singkapan batubara (data survei), data dan sebaran titik
bor, data analisis kualitas sampel batubara, peta geologi lokal (meliputi litologi,
b. Langkah-langkah
1) Validasi data
sebelum data-data yang tersedia di input kedalam perangkat lunak, baik data
rekapitulasi lubang bor dan data analisis kualitas sampel. Tujuannya adalah
2) Minescape core
dalam Minescape core berupa data topografi, rekapitulasi data lubang bor
(baik data litologi maupun data survei) dan data analisis sampel.
berupa titik singkapan, titik bor dan data topografi. Pada tahap ini akan
3) Stratmodel
untuk membuat dan mengolah model 2 dimensi dan 3 dimensi suatu endapan
schema, yaitu data yang diolah melalui Minescape yaitu berupa data lokasi
batubara, roof dan floor batubara tersebut serta dikorelasikan dengan data
Metode ini digunakan untuk menentukan batas area prospek (optimasi pit)
ditambang. Metode yang digunakan pada pit tambang terbuka adalah metode
penambahan ekspansi pit. Metode ini dilakukan dengan trial and error, sehingga
perlu dilakukan beberapa simulasi. Metode incremental pit expansion juga dipadukan
dengan model aliran kas (cash flow model). Metode ini menggunakan beberapa
parameter kunci yang akan berpengaruh terhadap penentuan batas tambang terbuka
(overburden), biaya penambangan batubara (coal mining), harga jual batubara (coal
kualitas batubara juga ikut mempengaruhi batas tambang terbaik tersebut. Oleh
karena itu, metode ini juga harus didukung dengan model geologi yang pada
batubara dan perhitungan sumberdaya batubara. Hal tersebut akan diproses secara
manual dengan menerapkan metode incremental pit expansion dan cash flow model
untuk mendapatkan batas tambang terbaik. Cara ini dianggap lebih efesien
secara komputerisasi.
77
Tahap
1
Persiapan
Tahap
2 Pengambilan
Data
Tahap
3 Analisis
Data
4 Pembahasan
5 Kesimpulan
79
BAB IV
PENGOLAHAN DATA
primer dan data sekunder yang ada (Tabel 4.1). Data primer berupa data hasil
pemetaan geologi, sampel dari lapangan dan data pemboran, sedangkan data sekunder
berupa Peta Geologi Regional Lembar Samarinda, citra satelit dan citra foto udara,
peta topografi, paper atau karya tulis yang berkaitan dengan wilayah pemetaan yang
Data
Primer Sekunder
Data hasil pemetaan geologi Peta Geologi Regional Lembar Samarinda
Data sumberdaya batubara Citra satelit dan citra foto udara
Peta topografi
Paper atau karya tulis
Data administratif area penelitian
Data Pengeboran
Data hasil laboratorium sampel batubara
dan juga informasi mengenai keterdapatan sumberdaya batubara. Data hasil pemetaan
morfologi, variasi litologi melalui pengamatan singkapan pada beberapa titik yang
80
struktur geologi berupa kekar, sesar dan lipatan, pencatatan potensi batubara,
Data sumberdaya batubara juga didapatkan dari hasil pemetaan geologi, yaitu berupa
dan floor, serta deskripsi megaskopis batubara. Kegiatan pemetaan geologi dilakukan
dengan mengamati singkapan pada beberapa titik yang tersebar di Blok Beruaq
secara rinci dan juga melakukan pengukuran jalur stratigrafi terukur (measuring
Data hasil pemboran dan geophysical logging serta analisis sampel telah
disediakan oleh pihak PT. Multi Harapan Utama Coal untuk Sub-blok B Area Blok
Beruaq. Data pengeboran yang diberikan termasuk bagian dari eksplorasi rinci, hal
ini dikarenakan untuk grid space dari titik bor pengeboran yang dilakukan dengan
jarak interval 250 m. Pengeboran dan logging dilakukan pada tahap ini untuk melihat
kondisi geologi di bawah permukaan secara rinci, yaitu keberadaan seam batubara,
ketebalan seam batubara, pengambilan sampel core dan cutting. Data sekunder yang
telah disebutkan pada Tabel 4.1. digunakan untuk pembuatan peta tentatif dan
data-data sekunder, maka tahap selanjutnya adalah pengolahan data yang dibagi
81
menjadi dua bagian, yaitu Sub-blok A dan Sub-blok B Area Blok Beruaq. Analisis
data yang dilakukan untuk keperluan interpretasi kondisi geologi dan sumberdaya
batubara untuk seluruh bagian Blok Beruaq, sedangkan pemodelan sumberdaya dan
Subjek
No Subjek Data Hasil Analisis
Analisis
Pola penyaluran, satuan
Geomorfologi Kelerengan, DEM
geomorfologi, stadia daerah
Satuan batuan, kolom
stratigrafi, rekonstruksi
Analisis Stratigrafi Persebaran litologi, MS
penampang, peta geologi,
1 kondisi
sejarah pengendapan
geologi
Jenis struktur geologi, arah
Pola jurus, pola
Struktur gaya, mekanisme
kelurusan, kekar, sesar,
geologi pembentukan struktur
lipatan
geologi
Profil batubara (MS), Ketebalan, kemiringan, pola
Analisis Geometri pengukuran strike dip dan kedudukan, kemenerusan,
kondisi ketebalan, deskripsi keteraturan, sebaran seam
2
sumberdaya
batubara Persebaran Keberadaan singkapan, Persebaran batubara di
singkapan korelasi singkapan permukaan (Coal cropline)
Data lapangan yang diperoleh merupakan data hasil pemetaan geologi di Blok
sedimen, pengamatan struktur geologi (kekar, sesar dan lipatan), pengukuran lereng
IV.2.1. Geomorfologi
penilaian aspek tersebut. Data yang digunakan untuk pembagian zona morfologi,
yaitu data kelerengan, data persebaran pola penyaluran dan stadia daerah Blok
proses eksogenik yang bekerja. Pengolahan data tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pola penyaluran
dan differential erosion dari persebaran batuan yang ada. Struktur geologi yang
83
aliran sungai parenial dan aliran sungai intermiten yang ada pada saat ini (Gambar
4.1).
Secara keseluruhan, pola penyaluran yang ada pada Blok Beruaq adalah pola
penyaluran subdendritik. Pola penyaluran ini hadir dengan ciri berupa sungai yang
bercabang menyerupai tulang daun, namun dipengaruhi oleh kontrol struktur geologi
yang ada.
b. Satuan geomorfologi
topografi, citra DEM dan citra TIN Blok Beruaq serta pengukuran lereng secara
aspek-aspek tersebut:
- Aspek morfografi
Blok Beruaq (Lampiran 3). Hal tersebut menunjukkan bahwa Blok Beruaq
didominasi oleh tipe area berupa perbukitan cuesta dan hogback, dengan
hogback dominan di bagian barat laut Blok Beruaq. Hanya di bagian utara-
- Aspek morfometri
Aspek morfometri merupakan aspek kuantitatif yang ada pada suatu area
menggunakan citra DEM dan TIN, maka Blok Beruaq di dominasi oleh
kuat di bagian barat laut dan berupa daratan pada sumbu antiklin di bagian
- Aspek morfogensa
sebagai perbukitan melengkung di bagian timur, tengah dan barat daya daerah
pemetaan. Kondisi tersebut dikontrol oleh 2 hal, yaitu litologi dan proses
geomorfik.
terlihat seperti saat ini. Zona barat Blok Beruaq dipengaruhi oleh litologi yang
tingkat resistensi batuan relatif tinggi dan proses geomorfik yang relatif tidak
yang terjal. Zona timur Blok Beruaq dikontrol oleh litologi yang tingkat
resistensi batuan relatif rendah dan proses geomorfik yang sangat intensif,
gaya endogen, yaitu berupa pembentukan struktur geologi berupa perlipatan dan
struktur geologi lainnya serta proses pengendapan batuan dan. Kemudian proses
86
perusakan lahan awal yang sudah terbentuk. Proses tersebut berupa proses eksogenik.
sehingga zona lemah yang telah terbentuk menghasilkan suatu bentukan baru akibat
Tabel 4.3. Pengolahan data geomorfologi berdasarkan aspek morfografi, morfometri dan
morfogenesa untuk penentuan satuan geomorfologi.
c. Stadia daerah
dataran dan stadia sungai. Struktur geomorfologi yang tersebar di Blok Beruaq
87
berupa perbukitan hampir di seluruh area, hanya sebagian kecil berupa daratan.
Bentuk puncak relatif runcing, bentuk lembah relatif sempit yang diapit oleh
sedangkan bagian barat relatif bergelombang kuat. Luasan daratan relatif tidak luas,
yaitu hanya 12,8 % dari luasan Blok Beruaq dan keterdapatan sungai intermiten yang
sangat dominan, serta proses erosi yang terus berlanjut hingga saat ini hingga
umum stadia daerah Blok Beruaq termasuk dalam kategori stadia dewasa (mature),
seperti terlihat pada Gambar 4.2. di bagian tengah. Kenampakan morfologi sisa dari
ubahan bentang alam konstruksional (stadia muda) berupa perlipatan terubah menjadi
bentang alam destruksional (stadia dewasa) seperti terlihat pada Gambar di bawah
(Gambar 4.2).
Gambar 4.2. Blok Beruaq berstadia dewasa dengan bentukan lipatan yang telah mengalami
proses eksogenik pada sebagian bentukan lipatannya.
Satuan geomorfologi ini memiliki pelamparan kurang lebih 66,4% dari luasan
total daerah penelitian di bagian timur daerah pemetaan. Pada peta geomorfologi,
satuan ini ditandai dengan warna kuning. Berdasarkan aspek morfografi, satuan ini
termasuk suatu perbukitan. Titik tertinggi yang ada pada satuan ini berada pada
elevasi 115 mdpl, sedangkan titik terendahnya berada pada elevasi 15 mdpl.
sedang dengan nilai kelerengan sekitar 15 70%. Litologi yang tersebar di satuan ini
didominasi oleh batuan berbutir halus, yaitu berupa batupasir halus, batupasir
Peta topografi dan citra DEM (Digital Elevation Model) menunjukkan adanya
morfologi cuesta dan hogback serta pola - pola kelurusan yang menunjukkan adanya
Satuan geomorfologi ini memiliki pelamparan kurang lebih 20,8% dari luasan
total daerah penelitian. Satuan ini terletak di bagian barat daerah pemetaan dan
ditandai dengan warna merah jambu pada peta geomorfologi. Berdasarkan aspek
morfografi, satuan ini termasuk dalam morfografi perbukitan. Titik tertinggi di satuan
ini berada pada elevasi 140 mdpl dan titik terendahnya berada pada elevasi 23 mdpl.
kuat, dengan kemiringan lereng sekitar 70%. Kelerengan yang terjal ini dapat terlihat
jelas dari peta topografi dengan kontur yang cukup rapat pada lereng perbukitan.
Satuan ini terbentuk lebih dikarenakan adanya kontrol struktur geologi berupa lipatan
dan kemiringan perlapisan batuan yang bersifat resisten pada satuan ini. Morfologi
yang dominan ditemukan di bagian barat laut Blok Beruaq berupa hogback.
Satuan geomorfologi ini memiliki pelamparan kurang lebih 12,8% dari luasan
total daerah penelitian. Satuan ini terdapat di bagian barat daerah pemetaan dan
ditandai dengan warna hijau tua pada peta geomorfologi. Berdasarkan aspek
morfografi, satuan ini termasuk topografi datar. Titik tertinggi di satuan ini berada
pada elevasi 24 mdpl dan titik terendahnya berada pada elevasi 9 mdpl. Berdasarkan
aspek morfometri, satuan ini termasuk morfometri dataran dengan kelerengan sekitar
proses eksogenik dibandingkan proses endogenik. Proses eksogenik yang terjadi yaitu
pelapukan, erosi, transportasi, dan pengendapan material hasil erosi dan transportasi
batuan di sekitarnya. Struktur geologi yang terdapat di bawah satuan ini berupa
denudasional processes.
90
91
IV.2.2. Stratigrafi
litologi jalur stratigrafi terukur (Gambar 4.4) dan persebaran batuan tiap stasiun
dari jalur startigrafi terukur dengan pengamatan pada tiap stasiun pengamatan
dilakukan dengan cara korelasi litostratigrafi, namun juga dibantu dengan data hasil
konsep biostratigrafi dapat memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan
yang menjadi kunci korelasinya, sehingga menjadi dasar yang lebih kuat
biostratigrafi tidak dapat digunakan sepenuhnya karena hanya pada jalur 3 didapatkan
fosil penciri umur yang pendek. Tidak adanya kandungan fosil pada jalur lain
dengan kunci korelasi berupa kesamaan atau kemiripan litologi dan posisi
stratigrafinya.
Adanya struktur geologi berupa antiklin, sinklin dan sesar naik pada daerah
yang ada. Jalur pengukuran stratigrafi 1 dan 2 memanjang dari barat daya ke timur
laut, terletak pada dari sayap sinklin bagian timur ke arah barat. Jalur pengukuran
stratigrafi 3 dan 4 terletak pada bagian barat daerah penelitian (Lampiran 4). Korelasi
92
merupakan korelasi strike section, karena posisi jalur pengukuran stratigrafi 1 dan 2
terletak pada garis jurus yang relatif sama. Korelasi antara jalur pengukuran
bed atau lapisan kunci korelasi pada jalur pengukuran stratigrafi 1 dan 2 (Gambar
4.40). Marker 1 dan Marker 4 didasarkan adanya lapisan batubara yang dijumpai
pada jalur pengukuran stratigrafi 1 dan 2. Lapisan batubara ini diperkirakan menerus
batubara sebagai marker ini didasarkan pada posisi stratigrafi antar batubara yang
terletak relatif pada jurus yang sama. Marker 2 dan Marker 3 berupa batupasir
scouring sebagai marker bed didasarkan pada posisi stratigrafis antar batupasir yang
Operculina sp., dan Austrotrilina howchini (Rizkiawan, 2015). Umur dari jalur
berupa penelitian yang dilakukan oleh Rudianto (2015). Penelitian ini dilakukan
dengan lokasi yang dekat dengan daerah penelitian, bersambung dengan daerah
93
(2015) cukup dekat dengan satuan perselingan batupasir - batulanau yang berada di
bagian barat daerah penelitian dan memiliki posisi stratigrafis yang relatif sama.
Berdasarkan penelitian oleh Rudianto (2015) tersebut, umur dari satuan perselingan
jalur pengukuran stratigrafi 2 menunjukkan rentang umur yang relatif panjang. Umur
yang didapatkan dari spora/pollen ini adalah Miosen Tengah Miosen Akhir atau
meridionalis.
pengukuran stratigrafi 1 dan 2 merupakan bagian dari Formasi Pulau Balang. Jalur
Gambar 4.4. Korelasi antar jalur pengukuran stratigrafi. Korelasi ini mempertimbangkan kesamaan
litologi dan posisi stratigrafis antar jalur dengan marker berupa lapisan batubara,
batupasir dengan struktur sedimen scouring, dan umur batuan (Rizkiawan, 2015).
95
Blok Beruaq dapat dibagi menjadi beberapa satuan batuan. Berikut urutan dari yang
a. Satuan batulanau
Satuan ini tersebar di bagian barat, dekat dengan antiklin yang ada pada
daerah penelitian. Satuan ini dicirikan dengan adanya batulanau yang tersementasi
dengan kuat (well cemented siltstone). Selain batuan yang bersifat keras, perbedaan
lain satuan batulauan dengan satuan perselingan batupasir batulanau adalah tidak
ditemukannya lapisan batubara pada satuan ini. Satuan batulanau ini secara
stratigrafis menjemari dengan satuan batugamping yang berumur Miosen Awal (N5
N8) (Rizkiawan, 2015). Berdasarkan hubungan stratigrafis yang saling menjari ini,
diperkirakan umur dari satuan batulanau ini juga Miosen Awal. Satuan batulanau ini
lebih mengarah kepada Formasi Pamaluan atau Formasi Bebulu berdasarkan umur
satuan ini.
b. Satuan batugamping
dengan orientasi memanjang dengan arah barat daya tenggara, menempati satuan
terumbu atau batugamping tersebut antara lain: platy coral reef, massive coral reef,
96
Bebulu yang memiliki hubungan stratigrafis yang menjari dengan satuan batulanau
ditemukan pada satuan ini adalah perselingan batupasir batulanau dengan sisipan
ketebalan yang bervariasi. Satuan ini tersingkap di bagian barat dan timur daerah
Formasi Pulau Balang, pada bagian bawah satuan ini berhubungan menjari dengan
Formasi Balikpapan yang tersebar di bagian ujung barat laut Blok Beruaq.
Beruaq dikontrol oleh struktur geologi berupa perlipatan asimetris antiklin dan sinklin
pengulangan. Selain itu juga terdapat sesar naik sinistral yang diperkirakan di bagian
tengah utara blok. Kontrol sesar tersebut tidak banyak mengontrol persebaran
satuan batuan yang ada, namun kontrol sesar dapat terlihat jelas pada kenampakan
morfologi di citra DEM. Pada Peta Geologi Blok Beruaq (Gambar 4.6) dapat terlihat
Struktur geologi terdapat pada Blok Beruaq cukup beragam. Struktur geologi
ini didapatkan baik langsung dari lapangan seperti kekar dan zona patahan maupun
hasil analisis seperti pola kelurusan, rekonstruksi lipatan dan pola jurus. Berikut
penjelasannya:
a. Pola jurus
Pola jurus yang berada pada daerah pemetaan didapatkan dari hasil interpolasi
jurus-jurus perlapisan batuan yang berdekatan. Pola jurus ini bertujuan untuk melihat
bagaimana kontrol tektonik terhadap arah kemiringan dan kelurusan dari persebaran
lapisan di Blok Beruaq. Pola jurus yang tersebar, yaitu pola tenggara-barat laut di
bagian timur Blok Beruaq dan pola timur laut-barat daya di bagian selatan, barat daya
b. Pola Kelurusan
Pola kelurusan yang terdapat pada daerah pemetaan didapatkan dari hasil
interpretasi adanya kelurusan-kelurusan lembah yang terlihat jelas pada citra DEM
memiliki orientasi yang bervariasi dan muncul hampir di seluruh daerah pemetaan.
Secara umum, pola kelurusan yang terdapat pada daerah pemetaan dapat dibagi
menjadi beberapa zona. Berdasarkan arah dari pola kelurusan yang ada, zona tersebut
Zona Timur memiliki pola kelurusan yang didominasi oleh arah tenggara
barat laut dengan bentukan melengkung ke arah barat daya. Pada Zona Selatan
100
Tengah, pola kelurusan didominasi oleh arah utara selatan yang berbentuk
melengkung ke arah barat laut di ujung bagian utara dari kelurusan ini. Zona Barat
Laut dicirikan dengan pola kelurusan didominasi oleh arah timur laut-barat daya. Pola
c. Kekar
Tabel 4.4. Data pengukuran kekar kompresi di lapangan serta hasil analisis kekar.
STRIKE/ KEKAR
NO STA X Y
DIP KOMPRESI ROSENET MEAN
Rose Diagram
N
Kekar N 155 E,
N 150 E, N 180
E, N 130 E, N
STA N 126
1 494351 9925354 200 E, N 155 E. W E
-19.52
124 E/30
Riedl dextral
movement N 20
E
S
Kekar N 311 E,
STA N 158
2 493545 9925364 N 60 E, N 60 E, W E
-37.84
34 E/18
N 205 E
Rose Diagram
S
N
Kekar N 55 E,
STA N 225 N 137 E, N 56
3 491560 9923543 W E
-1.48
47 E/16 E, N 130 E, N
110 E, N 60 E
Kekar yang terdapat pada daerah penelitian terdiri dari kekar ekstensi dan
kekar kompresi. Kekar ekstensi dicirikan dengan kenampakan kekar yang saling
sejajar, sedangkan kekar-kekar kompresi dicirikan dengan adanya kekar yang saling
memotong dan membentuk sudut lancip antar keduanya. Kekar ekstensi yang terdapat
101
pada daerah pemetaan relatif lebih banyak dijumpai dibandingkan dengan kekar
Kekar kompresi dengan trend tenggara barat laut dijumpai di STA 124, STA
34 dan STA 47 Blok Beruaq. Arah trend tersebut menunjukkan bahwa gaya kompresi
Tabel 4.5. Data pengukuran kekar ekstensi di lapangan serta hasil analisis kekar.
STRIKE/ KEKAR
NO STA X Y
DIP EKSTENSI ROSENET MEAN
Rose Diagram
N
Kekar N 330 E, N
STA 300 E, N 340 E, N
1 493638 9926064 N 165 E/20 W E -41.88
83 330 E, N 280 E, N
320 E
Rose Diagram
N
N 47 E, N 115 E,
N 100 E, N 48 E,
STA
4 487525 9924520 N 290 E/35 N 200 E, N 200 E W E -42.04
42
Rose Diagram
(22,5)
N
Kekar N 20E, N
25 E, N 20 E, N
STA
5 489167 9923356 N 35 E/13 20 E, N 23 E, N W E 22.49
118
30 E, N 17 E, N
25 E
d. Sesar
Sesar adalah struktur rekahan yang mengalami pergeseran. Sesar yang ada di
Blok Beruaq didapatkan dari hasil pengamatan langsung di lapangan dan analisis citra
DEM Blok Beruaq. Pola-pola kelurusan dikombinasikan dengan data lapangan, yaitu
102
berupa kemiringan batuan, pola jurus dan adanya zona-zona hancuran di lapangan.
Data tersebut menunjukkan bahwa pada bagian tengah utara Blok Beruaq terganggu
oleh sesar. Sesar naik sinistral diperkirakan memiliki orientasi tenggara barat laut.
Sesar ini menyebabkan adanya pelengkungan morfologi, pola jurus dan pola
kelurusan di bagian tengah Blok Beruaq, mendorong bagian tengah Blok Beruaq
e. Lipatan
Jenis Persebaran
No Keterangan
Lipatan Lipatan
Orientasi sumbu yang memanjang dari arah selatan ke
Sinklin Area Tengah
1 timur laut, melengkung di bagian tengah menuju ke
menunjam Blok Beruaq
barat
Lipatan adalah deformasi lapisan yang terjadi akibat dari gaya tegasan,
Berdasarkan bentuk lengkungannya lipatan dapat dibagi dua, yaitu lipatan sinklin dan
lipatan antiklin. Lipatan sinklin adalah bentuk lipatan yang cekung ke arah atas,
sedangkan lipatan antiklin adalah lipatan cembung ke arah atas. Lipatan yang terdapat
pada Blok Beruaq berupa lipatan asimetris sinklin menunjam, antiklin dan homoklin
103
kemiringan perlapisan batuan yang ada di Blok Beruaq dan citra DEM.
di Blok Beruaq berupa lipatan asimetris sinklin menunjam, antiklin dan homoklin.
Interpretasi tersebut berdasarkan hasil rekonstruksi jurus dan kemiringan lapisan yang
ada, serta analisis citra DEM. Persebaran lipatan tersebut, yaitu homoklin di bagian
timur, dengan arah kemiringan lapisan relatif ke barat daya. Lipatan antiklin
terbentuk di bagian barat dengan sumbu berorientasi barat daya timur laut. Lipatan
antiklin tersebut dicirikan oleh adanya perbedaan arah jurus dan kemiringan lapisan
batuan. Bagian atas dari sumbu antiklin merupakan zona lemah yang sangat
tengah blok. Lipatan sinklin menyebabkan dimensi batuan yang berbentuk seperti
mangkok, dengan arah kemiringan yang relatif saling menutup. Pada bagian tengah
utara terdapat sesar naik yang berorientasi tenggara - barat laut. Pada sumbu lipatan
antiklin diinterpretasikan terdapant sesar naik berdasarkan adanya strike dip perlapisan pada
sesar naik.
105
Blok Beruaq diperoleh melalui kegiatan pemetaan geologi. Data tersebut dianalisis
batubara yang tersebar, geometri batubara, kualitas batubara dan jenis batubara yang
Beruaq:
a. Penyebaran batubara
singkapan batubara. Batubara pada Blok Beruaq dominan tersebar secara merata di
bagian timur, tengah dan di bagian ujung barat laut. Terdapat 22 titik singkapan
batubara di Sub-blok B, yaitu di bagian timur Blok Beruaq dan 23 titik singkapan di
Sub-blok A, yaitu di bagian tengah dan barat Blok Beruaq (Gambar 4.8).
b. Karakteristik batubara
hampir sama di bagian timur laut, barat daya dan barat laut, namun berbeda dengan
106
batubara berwarna hitam, dengan kondisi yang umum tampak cukup segar di bagian
tengah blok, namun pada beberapa tempat mengalami pelapukan cukup intensif di
bagian timur laut dan barat laut blok. Cleat yang cukup intensif umumnya terisi oleh
material lempung, lanau, oksida dan sulfida. Kilap batubara bervariasi dari bright di
bagian tengah blok, kilap dull semibright di bagian timur dan barat, dengan
Komposisi utama berupa karbon dan pengotor berupa sulfida dan oksida.
.
Gambar 4.8. Peta Persebaran Batubara Blok Beruaq.
107
108
c. Geometri
Geometri lapisan batubara merupakan aspek dimensi atau ukuran dari suatu
lapisan batubara. Data mengenai geometri didapatkan dari hasil pengukuran dan
keteraturan lapisan batubara, kemenerusan lapisan batubara dan roof dan floor.
Kondisi geometri batubara secara jelas dapat dilihat pada korelasi seam batubara
Beruaq:
- Ketebalan
Variabel
Kategori
No. Ketebalan Jumlah Area Sebaran
Ketebalan
(m)*
Sangat timur, utara, tenggara, timur laut, tengah,
1 < 0,5 20
tipis barat laut,
4 Tebal 3,5 - 25 0 -
Sangat
5 > 25 0
tebal -
*Acuan: jeremic (1985)
Beruaq, yaitu di bagian tengah, tenggara, timur, utara, selatan, timur laut
tersebar di tenggara, timur laut, selatan, barat laut dan barat daya. Di Blok
- Kemiringan
bervariasi, mulai dari yang landai hingga yang vertikal. Kemiringan seam
dominan ditemukan di bagian timur laut dan barat daya Blok Beruaq,
110
curam ditemukan sebanyak 8 seam yang dominan di timur laut dan barat
- Pola sebaran
lipatan dan sesar yang intensif. Lipatan yang terdapat pada Blok Beruaq
bagian timur Blok Beruaq dengan arah orientasi memanjang barat laut -
daya dan 3 seam di bagian barat laut memanjang dengan orientasi timur
teratur, dengan kedudukan seam yang memanjang timur laut - barat daya.
Pada bagian barat daya, menunjukkan pola yang melengkung. Pada bagian
111
laut-barat daya. Pada bagian timur laut, menunjukkan pola yang seam
blok, sebaran seam tersebut dikontrol oleh struktur perlipatan antiklin dan
logging.
pecahan uneven, cleat kurang intensif hingga cukup intensif, kilap dull,
Kondisi kontak roof dan floor dengan batubara yang ditemukan bervariasi
seam batubara dan juga zona yang berpotensi akan keberadaan seam batubara yang
tidak terekam pada saat pemetaan geologi. Kegiatan pengeboran yang akan dilakukan
korelasi seam batubara dan persebaran seam di permukaan, maka dapat dibagi 4 zona
Beruaq. Pemboran dilakukan sebanyak 385 titik yang memiliki jarak antar bor sejauh
250 m, dengan pola pemboran fence line drilling. Data pemboran tersebut digunakan
dilakukan dengan cara menginput data titik singkapan, titik bor dan topografi di
Minescape. Proses ini disebut Minescape core, yaitu tahap awal untuk memulai
113
pemodelan. Hasil dari proses tersebut untuk mengetahui di mana saja persebaran titik
bor yang ada di Blok Beruaq. Langkah selanjutnya adalah membuat kontur Blok
Beruaq, dengan kenampakan 3D. Model kontur ini nanti akan digunakan untuk
pemodelan dalam pembuatan schema dan kontur struktur subcrop pada tahap
stramodel.
Awal dari tahap stratmodel adalah membuat schema. Tahap ini selanjutnya diproses
menggunakan data lubang bor dan data litologi hasil pengeboran sebagai dasar
selanjutnya yaitu pembuatan peta persebaran subcrop seam batubara dan kontur
struktur dengan cara memproses gridding seluruh data seam yang ada. Pembuatan
topografi.
dengan jarak 500 m dan sumberdaya terukur (measured) dengan jarak 250 m.
dijadikan sebagai dasar dalam penentuan batas area prospek di Sub-blok B. Dalam
penentuan batas area prospek ini, akan ditampilkan beberapa model analog untuk
membantu menilai area prospek. Model analog tersebut adalah persebaran seam
prospek dan penampang seam batubara di Sub-blok B. Pemberian batas area prospek
terhadap suatu seam yang ekonomis menggunakan metode incremental pit expansion
and cash flow (Sasongko, 2009). Parameter yang digunakan dalam metode cash flow
Model analog akan dibagi menjadi beberapa pit limit yang layak untuk
incremental pit expansion and cash flow akan dikaitkan dengan parameter lain,
seperti kondisi geometri seam batubara dan kualitas seam batubara. Berikut
perhitungan dalam penentuan batas area pit yang layak untuk ditambang pada Sub-
( )
BESR = [ ]
BESR = 14,43 14
overburden dan batubara yang layak untuk ditambang, namun tidak memberikan
keuntungan, sehingga ratio pada perhitungan untuk penentuan batas area pit prospek
harus dengan perbandingan yang lebih kecil. Berikut adalah hasil perhitungan pit
Tabel 4.10 tersebut menunjukkan bahwa dari setiap pit yang telah ditentukan,
dengan menerapkan metode incremental pit expansion and cash flow dan
menggunakan data mengenai kondisi geometri seam batubara dan kualitas seam
batubara, maka didapatkan beberapa pit limit (Tabel 4.10) sebagai batas area prospek
kualitas batubara (Tabel 4.11). Sampel batubara yang dianalisa dibagi menjadi 2,
yaitu sampel hasil pemetaan geologi (sampel primer) dan sampel core hasil pemboran
(sampel sekunder). Analisis kualitas yang dilakukan adalah proximate analysis dan
yaitu kadar air total, kadar air bawaan, kadar abu, zat terbang, kadar sulfur total,
karbon tertambat dan nilai kalori (Tabel 4.11). Berikut penjelasan mengenai kualitas
No. Hasil Analisa yang dilakukan oleh PT. MHU Coal Jenis Sampel
1 Kadar air total atau total moisture (TM)
2 Kadar air bawaan atau inherent moisture (IM)
Sampel hasil pemetaan
3 Kadar abu atau ash content (AC) geologi
4 Zat terbang atau volatile matter (VM) &
5 Kadar sulfur total atau total sulphur (TS) Sampel hasil Pemboran PT.
MHU Coal
6 Karbon tertambat atau fixed carbon (FC)
7 Nilai kalori atau calorific value (CV)
a. Primer
ujung barat laut Blok Beruaq. Sampel batuan yang dianalisis pada daerah
Sampel tersebut berbasis air-dried basis (adb) untuk nilai IM, AC, VM, FC,
Seam
Air-dried basis (adb) Kcal/kg
berkorelasi
Seam Tebal RD TM
CV dengan
IM AC VM FC TS CV STA
(gar)
STA_078_LP2 0,80 1,36 7,95 6,94 5,66 42,99 44,41 5,09 6.748 6.674 078_LP2
STA_079 1,80 1,31 7,72 6,76 2,00 44,30 46,94 2,20 7.236 7.161 079
Tabel 4.13. Hasil pengolahan data kualitas batubara sampel hasil pemetaan geologi Blok Beruaq.
Parameter Penilaian
No Nilai
Kualitas Parameter
Kadar air total atau Relatif
1 Minimum 7,72 % wt dan maksimum 7,95 % wt
total moisture (TM) rendah
Kadar air bawaan
Relatif
2 atau inherent Minimum 2,00 % wt dan maksimum 5,66 % wt
rendah
moisture (IM)
Kadar abu atau ash Relatif
3 Minimum 42,99 % wt dan maksimum 44,30 % wt
content (AC) rendah
Zat terbang atau
Relatif
4 volatile matter Minimum 44,41 % wt dan maksimun 46,94 % wt
tinggi
(VM)
Kadar sulfur total
Relatif
5 atau total Sulphur Minimum 2,20 % wt dan maksimum 5,09 % wt
tinggi
(TS)
Nilai kalori atau Relatif
6 Minimum 6.748 kcal/kg dan maksimum 7.085,85 kcal/kg
calorific value (CV) tinggi
Acuan: Thompson (1994)
(1994), maka disimpulkan bahwa kualitas batubara sampel primer relatif baik.
Berikut penilaian parameter tersebut, yaitu kadar air total relatif rendah, kadar
air bawaan relatif rendah, kadar abu relatif rendah, zat terbang relatif tinggi,
kadar sulfur total relatif tinggi dan nilai kalori relatif tinggi (Tabel 4.13).
119
6.748 kcal/kg dan 7.085,85 kcal/kg, maka dapat disimpulkan bahwa peringkat
Tabel 4.14. Jenis batubara berdasarkan Klasifikasi ASTM sampel hasil pemetaan geologi.
CV Jenis Batubara
STA Seam
(kkal/kg) Kelas Grup
078_LP2 STA_078_LP2 6.748 High Volatile C
Bituminous Coal
079 STA_079 7.236 High Volatile B
Acuan: Klasifikasi ASTM (1981)
dianalisis memiliki nilai fuel ratio 1,03 dan 1,06. Hal tersebut menunjukkan
bahwa sampel tersebut termasuk ke dalam kelas bituminous dan jenis lower
Tabel 4.15. Fuel Ratio Batubara sampel hasil pemetaan geologi Blok Beruaq.
b. Sekunder
sampel batubara inti (coal core sample) yang akan digunakan sebagai
kualitas batubara yang baik akan bernilai ekonomis. Sampel sekunder juga
geologi dengan seam hasil pengolahan data pemboran, sehingga data kualitas
tidak seluruh seam hasil pemetaan dapat diketahui kualitasnya. Berikut data
analisis proksimat 19 seam yang diketahui dari data pemboran yang dibagi
Tabel 4.16. Analisis kualitas sampel batubara pada satuan perselingan batupasir - batulanau
bagian atas.
Air-dried basis (adb) Kcal/kg Seam
Tebal
Seam RD TM berkorelasi
(m) CV CV
IM AC VM FC TS dengan STA
(adb) (gar)
S28 0,7 1,3 26,13 22,1 7,4 36,1 34,4 1,71 4.855 4.604 004_LP2
S24U 2,5 1,3 29,71 25,4 3,8 36,6 34,2 0,73 4.877 4.595 004_LP3
S31L 0,15 1,3 28,17 22,3 7,1 35,3 35,3 0,45 4.691 4.337 007_S1
S13U 0,4 1,3 29,67 22,9 1,9 38,5 36,7 0,36 5.083 4.637 018
S33U 1 1,3 28,02 23,4 4,4 36,4 35,8 0,46 5.092 4.785 024
S34U 0,7 1,3 27,31 24,2 4,4 36,4 35 1,8 4.954 4.751 035
S32U 0,4 1,3 28,41 23,7 7,9 34,7 33,7 1,22 4.748 4.455 036
S19 0,5 1,3 29,43 24,2 2,5 35,7 37,6 0,14 4.920 4.581 084_S1
S19 0,3 1,3 29,43 24,2 2,5 35,7 37,6 0,14 4.920 4.581 084_S2
S24 >1,60 1,3 28,35 23,6 3,8 37,3 35,3 0,69 5.060 4.745 106
S24 1,5 1,3 28,35 23,6 3,8 37,3 35,3 0,69 5.060 4.745 108
S01L >0,6 1,3 33,63 23,3 6,1 36,2 34,4 0,23 4.704 4.070 109
S03 1 1,3 31,59 24,4 12,8 34,1 28,7 0,23 4.173 3.776 110_LP2
S28 1,4 1,3 29,06 21,9 4,8 37,1 36,2 0,44 5.048 4.585 121
Batubara muncul sebagai sisipan di antara batupasir kuarsa, dibatasi oleh roof
dan floor berupa carbonaceous mudstone, shaly coal dan coaly shale. Berikut
Tabel 4.17. Hasil pengolahan data kualitas batubara sampel pada satuan perselingan batupasir
batulanau bagian atas.
Penilaian
No Parameter Nilai
Parameter
Kadar air total atau
1 Minimum 26,13 % wt dan maksimum 33,63 % wt Relatif tinggi
total moisture (TM)
Kadar air bawaan
Relatif rendah
2 atau inherent Minimum 2,5% wt dan maksimum 7,4% wt
hingga sedang
moisture (IM)
Kadar abu atau ash Relatif rendah
3 Minimum 34,7 % wt dan maksimum 37,3 % wt
content (AC) hingga sedang
Zat terbang atau
4 volatile matter Minimum 33,70 % wt dan maksimun 38,70 % wt Relatif tinggi
(VM)
Kadar sulfur total
5 atau total Sulphur Minimum 0,14 % wt dan maksimum 1,71 % wt Relatif sedang
(TS)
Nilai kalori atau Minimum 4.573 kcal/kg dan maksimum 5.092
6 Relatif rendah
calorific value (CV) kcal/kg
Acuan: Thompson (1994)
perselingan batupasir - batulanau bagian atas relatif tidak begitu baik (kualitas
sedang). Berikut penilaian parameter tersebut, yaitu kadar air total relatif
tinggi, kadar air bawaan relatif rendah hingga sedang, kadar abu relatif rendah
hingga sedang, zat terbang relatif tinggi, kadar sulfur total relatif sedang dan
4.573 kcal/kg dan maksimum 5.092 kcal/kg, maka dapat disimpulkan bahwa
123
peringkat batubara (coal rank) sampel tersebut termasuk ke dalam kelas lignit
Tabel 4.18. Peringkat batubara berdasarkan Klasifikasi ASTM sampel batubara pada satuan
perselingan batupasir batulanau bagian atas.
Subbituminous C
Subbituminous C
007_S1 S31L 4.691 106 S24 5.060
Lignit
Lignit
18 S13U 5.083 108 S24 5.060
dianalisis memiliki nilai fuel ratio minimum 0,84 dan maksimum 1,05. Nilai
kelas lignite dan bituminous, jenis black lignite dan lower bituminous coal
(Tabel 4.19).
Tabel 4.19. Fuel Ratio Batubara sampel pada satuan perselingan batupasir - batulanau bagian
atas.
carbonaceous mudstone, shaly coal dan coaly shale. Batubara pada satuan ini
(Tabel 4.20):
Tabel 4.20. Analisis kualitas sampel satuan perselingan batupasir-batulanau bagian bawah..
Penilaian
No Parameter Nilai
Parameter
Kadar air total atau total Minimum 22,09 % wt dan maksimum 26,68 %
1 Relatif tinggi
moisture (TM) wt
Kadar air bawaan atau Minimum 6,70 % wt dan maksimum 13,90 %
2 Relatif sedang
inherent moisture (IM) wt
Kadar abu atau ash
3 Minimum 28,6 % wt dan maksimum 37,3 % wt Relatif sedang
content (AC)
Zat terbang atau volatile
4 Minimum 33,80 % wt dan maksimun 39 % wt. Relatif tinggi
matter (VM)
Kadar sulfur total atau Relatif sangat
5 Minimum 1,67 % wt dan maksimum 2,32 % wt
total Sulphur (TS) tinggi
Nilai kalori atau Minimum 4.492 kcal/kg dan maksimum 5.328
6 Relatif rendah
calorific value (CV) kcal/kg
125
Tabel 4.21. Hasil pengolahan data kualitas batubara sampel satuan perselingan batupasir-
batulanau bagian bawah.
S55 1,4 1,3 22,94 18 9,2 37,3 35,5 1,98 5.328 5.007 028_LP2
S54U 0,5 1,3 22,09 17,8 8,2 38,5 35,5 4,32 5.320 5.042 030_S2
S53L 0,2 1,3 25,2 20,7 6,7 33,6 39 1,83 4.933 4.653 032
S49 0,5 1,3 26,67 20,7 13,9 28,6 36,8 1,67 4.499 4.160 083
parameter tersebut, yaitu kadar air total relatif tinggi, kadar air bawaan relatif
sedang, kadar abu relatif sedang, zat terbang relatif tinggi, kadar sulfur total
relatif sangat tinggi dan nilai kalori relatif rendah (Tabel 4.21).
4.492 kcal/kg dan maksimum 5.328 kcal/kg, maka dapat disimpulkan bahwa
126
peringkat batubara (coal rank) sampel tersebut termasuk ke dalam kelas lignit
Tabel 4.22. Jenis batubara berdasarkan Klasifikasi ASTM sampel batubara pada satuan
perselingan batupasir-batulanau bagian bawah.
dianalisis memiliki nilai fuel ratio minimum 0,92 dan maksimum 1,29. Nilai
kelas lignite dan bituminous (jenis black lignite dan lower bituminous coal)
(Tabel 4.23).
Tabel 4.23. Fuel Ratio Batubara sampel pada satuan perselingan batupasir-batulanau bagian
bawah.
BAB V
PEMBAHASAN
termasuk ke dalam kondisi geologi yang kompleks. Kondisi ini dipengaruhi oleh
oleh aktivitas tektonik tersebut umum dijumpai dan bersifat rapat, sehingga
faktor batuan sedimen penusun dan struktur geologi yang ada di Blok Beruaq,
Antiklinorium Samarinda. Zona ini terbentuk akibat adanya sabuk lipatan yang
dengan arah relatif timur laut barat daya. Bentukan geomorfologi ini dapat
secara jelas diamati dari Foto udara atau citra satelit. Berdasarkan aspek
luasan total daerah penelitian di bagian timur daerah pemetaan. Pada peta
morfografi, satuan ini termasuk suatu perbukitan. Titik tertinggi yang ada pada
satuan ini berada pada elevasi 115 mdpl, sedangkan titik terendahnya berada pada
elevasi 15 mdpl.
yang berkembang pada satuan ini adalah pola penyaluran subdendritik dengan
geomorfologi dapat dilihat pada Foto 5.1A. Peta topografi dan citra DEM (Digital
Elevation Model) menunjukkan adanya morfologi cuesta dan hogback serta pola -
pola kelurusan yang menunjukkan adanya morfogenesa struktural pada satuan ini.
cuesta dan bagian sedikit ke timur dan bagian barat daya berupa hogback. Secara
yaitu berupa homoklin dari sayap sinklin yang terdapat di Blok Beruaq. Morfologi
cuesta merupakan bagian dari Gunung Meranti yang memiliki dip slope ke arah
129
relatif timur dan barat laut dengan kemiringan < 30, sedangkan back slope yang
yang miring ke arah barat laut - barat di bagian tengah, sedangkan hogback yang
berada di bagian barat daya miring ke arah timur laut. Morfologi memanjang
searah jurus perlapisan dengan orientasi retalif utara selatan di bagian tengah
dan orientasi barat laut tenggara di bagian barat daya Blok Beruaq. Hogback ini
memiliki kemiringan back slope dan dip slope yang relatif sama besar (bukit yang
luasan total daerah penelitian. Satuan ini terletak di bagian barat daerah pemetaan
dan ditandai dengan warna merah jambu pada peta geomorfologi. Berdasarkan
aspek morfografi, satuan ini termasuk dalam morfografi perbukitan. Titik tertinggi
di satuan ini berada pada elevasi 140 mdpl dan titik terendahnya berada pada
Kelerengan yang terjal ini dapat terlihat jelas dari peta topografi dengan kontur
yang cukup rapat pada lereng perbukitan (Foto 5.1B). Pada satuan ini tampak
perbukitan dengan kelerengan yang simetris memanjang relatif barat daya timur
dikontrol oleh tektonik, yaitu di sayap bagian barat laut sumbu lipatan antiklin di
yang terdapat di Blok Beruaq. Bentuk morfologi hogback dengan lapisan batuan
yang miring ke arah barat laut. Morfologi memanjang searah jurus perlapisan
dengan orientasi barat daya timur laut. Hogback ini memiliki kemiringan back
slope dan dip slope yang relatif sama besar (bukit yang simetris) serta kemiringan
luasan total daerah penelitian. Satuan ini terdapat di bagian barat daerah pemetaan
dan ditandai dengan warna hijau tua pada peta geomorfologi. Berdasarkan aspek
morfografi, satuan ini termasuk topografi datar. Titik tertinggi di satuan ini berada
pada elevasi 24 mdpl dan titik terendahnya berada pada elevasi 9 mdpl.
yaitu pelapukan, erosi, transportasi, dan pengendapan material hasil erosi dan
ini berupa antiklin, menutupi sumbu antiklin yang telah mengalami penelanjangan
d. Pola penyaluran
Secara keseluruhan, pola penyaluran yang ada pada Blok Beruaq adalah
pola penyaluran subdendritik (Gambar 4.1). Pola penyaluran ini hadir dengan ciri
berupa sungai yang bercabang menyerupai tulang daun namun dipengaruhi oleh
kontrol struktur geologi yang ada. Pengaruh kontrol struktur geologi ini terbukti
dengan adanya lipatan, kekar dan sesar yang ditemukan dan dianalisis pada Blok
Beruaq ini.
- timur laut ini menjadi zona lemah dan dialiri oleh sungai parenial. Sungai ini
mengalir dari barat daya ke timur laut. Sumbu sinklin menunjam yang terletak di
132
bagian tengah daerah pemetaan juga merupakan zona lemah yang dialiri oleh
sungai parenial yang mengalir dari selatan ke utara. Keterdapatan sesar naik
sinistral di bagian utara daerah pemetaan ikut mengontrol aliran sungai parenial
yang mengalir dari selatan ke utara. Keberadaan zona lemah tersebut menjadi
aliran sungai parenial dan aliran sungai intermiter yang ada pada saat ini.
e. Stadia daerah
Stadia daerah di Blok Beruaq dikontrol oleh dua gaya, yaitu gaya endogen
dan gaya eksogen. Gaya endogen ini menyebabkan terbentuknya struktur geologi
berupa perlipatan antiklin dan sinklin serta sesar di Blok Beruaq. Proses tersebut
erosi, luasan dataran dan stadia sungai menunjukkan bahwa Blok Beruaq telah
relatif runcing, bentuk lembah relatif sempit yang diapit oleh perbukitan-
133
sedangkan bagian barat relatif bergelombang kuat. Luasan daratan relatif tidak
luas, yaitu hanya 12,8 % dari luasan Blok Beruaq dan keterdapatan sungai
intermiten yang sangat dominan, serta proses erosi yang terus berlanjut hingga
saat ini hingga menghasilkan inverted topography dari perlipatan yang ada.
Secara umum, stadia daerah pemetaan ini adalah daerah dengan stadia
yang dewasa (mature) dengan adanya erosi yang sudah cukup dominan, namun
ternyata erosi vertikal masih terjadi dan erosi lateral mulai berkembang dengan
cukup baik. Contoh rekonstruksi stadia dewasa dapat dilihat pada Gambar 4.2
f. Morfogenesa
melengkung di bagian timur, tengah dan barat daya daerah pemetaan. Terdapat
geologi. Akibat adanya kontrol struktur geologi yang cukup intensif, batuan pada
area pemetaan menjadi retak, terlipat, dan patah, menyebabkan batuan menjadi
mudah terkena proses eksogenik. Resistensi batuan di bagian barat Blok Beruaq
yang relatif lebih tinggi menyebabkan daerah ini lebih sulit dihancurkan oleh
proses geomorfik dan pada akhirnya menghasilkan perbukitan yang lebih terjal.
Pada bagian timur area penelitian, batuan relatif lebih tidak resisten terhadap
134
Sifat batuan yang getas (brittle) menyebabkan batuan terlipat oleh adanya
gaya kompresi. Sinklin menunjam pada Blok Beruaq bersifat asimetris dengan
sumbu melengkung akibat adanya kontrol sesar naik sinistral yang memotong
sinklin menunjam ini. Ekspresi morfologi pada sinklin menunjam ini juga terlihat
bahwa telah terjadi pelengkungan dan pergeseran di bagian utara. Antiklin pada
Blok Beruaq bersifat asimetris dengan sumbu barat daya - timur laut. Pada area
ini, bentukan antiklin tercermin pada kelurusan sungai dan perbukitan yang juga
dan Formasi Balikpapan yang berumur Miosen Tengah hingga Miosen Akhir
(Gambar 2.4) (Supriatna et al., 1995). Hal yang berbeda diketahui setelah
135
tersebut, diketahui bahwa daerah penelitian tidak hanya tersusun oleh Formasi
Pulau Balang dan Formasi Balikpapan seperti yang tergambar pada Peta Geologi
dijumpai pada daerah penelitian, yaitu Formasi Pamaluan dan Formasi Bebulu.
Formasi formasi tersebut secara umum terwakili oleh satuan batuan yang
dapat dibagi menjadi beberapa satuan, antara lain satuan batulanau, satuan
a. Satuan batulanau
Satuan ini tersebar di bagian barat, dekat dengan antiklin yang ada pada
daerah penelitian. Satuan ini dicirikan dengan adanya batulanau yang tersementasi
dengan kuat (well cemented siltstone). Selain batuan yang bersifat keras,
lapangan dari satuan ini dapat dilihat pada Foto 5.2. Satuan batulanau ini secara
menjari ini, diperkirakan umur dari satuan batulanau ini juga Miosen Awal.
136
Foto 5.2. Kenampakan salah satu singkapan satuan batulanau. Terlihat adanya batulanau
tersementasi kuat di bagian bawah dan batugamping terumbu (bindstone) di bagian atas
(azimuth kamera N 250 E) (kiri). Terkadang dijumpai adanya fragmen batubara pada
batulanau (kanan).
(Supriatna et al., 1995), bagian timur dari satuan ini termasuk ke dalam Formasi
Pulau Balang, sedangkan bagian barat dari satuan termasuk ke dalam Formasi
Balikpapan yang keduanya berumur Miosen Tengah Miosen Akhir. Hal ini
berbeda dengan umur satuan batulanau di daerah penelitian yang berumur Miosen
Awal. Kolom stratigrafi yang dibuat oleh Supriatna et al. (1995) menunjukkan
bahwa formasi yang terendapkan pada kisaran umur Miosen Awal adalah Formasi
Pamaluan dan Formasi Bebulu, sehingga satuan batulanau ini bukan merupakan
bagian dari Formasi Pulau Balang atau Formasi Balikpapan berdasarkan kolom
sisipan batugamping pasiran dan serpih. Berdasarkan umur satuan dan variasi
137
litologi dari satuan batulanau ini, maka satuan batulanau ini merupakan bagian
dari Formasi Pamaluan, bukan Formasi Pulau Balang atau Formasi Balikpapan
b. Satuan batugamping
kristalin. Kenampakan lapangan dari satuan ini dapat dilihat pada Foto 5.3.
Foto 5.3. Kenampakan salah satu singkapan batugamping terumbu yang ditemukan pada satuan
batugamping. Pada foto ini terlihat adanya bindstone dengan adanya terumbu berbentuk
pipih (platy-like coral) (azimuth Kamera N 320 E).
menyusun satuan batugamping ini secara lateral dapat dibagi menjadi beberapa
138
terumbu ini tidak dapat terpetakan dalam peta geologi skala 1:25.000. Jenis
terumbu atau batugamping tersebut antara lain: platy coral reef, massive coral
Gambar 5.2. Gambaran skematis distribusi lateral jenis batugamping yang menyusun satuan
batugamping (tanpa skala). Platy coral reef terdapat di bagian selatan dan barat
daya satuan, massive coral reef terdapat di bagian tengah satuan, batugamping
kristalin di bagian timur laut dan timur satuan (Rizkiawan, 2015).
Platy coral reef (Bindstone) dicirikan dengan adanya koloni terumbu yang
berbentuk pipih dan koloni alga yang membentuk pita - pita pipih memanjang di
bagian selatan dan barat daya satuan. Terumbu pipih yang terdapat pada fasies ini
berupa koloni dari Porites sp., sedangkan koloni alga yang terdapat pada fasies ini
berupa koloni Foralgalith (Novak et al., 2013). Massive coral reef (Framestone)
Echinospora sp. (Novak et al., 2013) dan dijumpai di bagian selatan dan bagian
timur timur laut satuan (Gambar 5.2). Karakter batugamping pada fasies ini
umur Miosen Awal (N5 N8) (Rizkiawan, 2015). Pola sebaran formasi yang
(Supriatna et al., 1995) menunjukkan bahwa satuan ini sebagian besar termasuk
ke dalam Formasi Pulau Balang dan sebagian kecil masuk ke dalam Formasi
Balikpapan yang keduanya berumur Miosen Tegah Miosen Akhir. Hal ini
Miosen Awal. Kolom stratigrafi yang dibuat oleh Supriatna et al. (1995) yang
menunjukkan bahwa formasi yang terendapkan pada kisaran umur Miosen Awal
oleh Supriatna et al. (1995) serta variasi litologi formasi, maka satuan
merupakan bagian dari Formasi Bebulu ini memiliki hubungan stratigrafis yang
menjari dengan satuan batulanau yang merupakan bagian dari Formasi Pamaluan.
Hal ini cukup sesuai dengan kolom stratigrafi oleh Supriatna et al. (1995) yang
hubungan stratgrafis yang saling menjari (Gambar 4.5 dan Gambar 4.6).
140
yang ditemukan pada satuan ini adalah perselingan batupasir batulanau dengan
batubara dengan ketebalan yang bervariasi. Satuan ini tersingkap di bagian barat
dan timur daerah penelitian (Gambar 4.6). Kenampakan lapangan dari satuan ini
Foto 5.4. Kenampakan beberapa singkapan pada satuan perselingan batupasir batulanau. a)
Struktur sedimen lentikuler pada serpih (azimuth kamera N 165E). b) Struktur
sedimen laminasi silang siur pada batupasir (azimuth kamera N 45E). c) fragmen
batubara berukuran kerikil - berangkal pada batupasir kuarsa (azimuth kamera N 10E).
d) fosil cetakan daun yang terkarbonisasi (azimuth kamera N 135E).
(Supriatna et al., 1995), satuan ini termasuk ke dalam Formasi Pulau Balang,
141
namun perulangan satuan yang muncul di bagian barat daerah penelitian termasuk
Miosen Tengah Miosen Akhir (N9 N16) berdasarkan fosil pollen Florshuetzia
meridionalis (Rizkiawan, 2015). Umur dari satuan ini sesuai dengan umur
Formasi Pulau Balang dan Balikpapan, yaitu Miosen Tengah Miosen Akhir
geologi yang berkembang di Cekungan Kutai adalah antiklin yang dibatasi oleh
yang lebar. Hal ini agak berbeda dengan struktur geologi yang dijumpai di daerah
menunjam karena sinklin tersebut dibatasi oleh 2 sesar anjak. Struktur geologi lain
berupa kekar dan pola kelurusan juga ditemukan di daerah penelitian. Peta
1. Pola Kelurusan
Pola kelurusan yang terdapat pada daerah pemetaan didapatkan dari hasil
interpretasi adanya kelurusan - kelurusan lembah yang terlihat jelas pada citra
bahwa daerah pemetaan memiliki pola kelurusan yang cukup bervariasi dan
Pola kelurusan dengan arah tenggara barat laut terdapat di bagian timur
daerah penelitian. Pola kelurusan dengan arah relatif utara - selatan terdapat di
bagian selatan daerah penelitian. Pola kelurusan dengan arah timur laut - barat
daya terdapat di bagian barat daerah penelitian. Pola pola kelurusan ini secara
umum mengikuti pola jurus yang ada di daerah penelitian. Hasil analisis dari pola
namun didominasi oleh pola tenggara barat laut dan barat daya timur laut.
2. Kekar
Kekar yang terdapat pada daerah penelitian terdiri dari kekar ekstensi dan
kekar kompresi. Kekar ekstensi dicirikan dengan kenampakan kekar yang saling
Pola kekar yang berada di bagian timur daerah penelitian relatif lebih acak
penelitian. Pada STA 124, dijumpai kekar kompresi yang membentuk sudut lancip
ke arah tenggara barat laut. Pada STA 92 yang terletak di bagian selatan daerah
143
penelitian, kekar yang terbentuk memiliki jurus dengan arah tenggara barat laut
Rose Diagram
N
W E
Gambar 5.3. Kenampakan kekar pada STA 92. Jurus kekar relatif sejajar dan mengarah ke
tenggara barat laut. Arah gaya pembentuk kekar berarah tenggara barat laut.
didominasi oleh 2 pola utama yaitu pola tenggara barat laut dan barat daya
timur laut. Kedua pola ini diinterpretasikan terbentuk akibat adanya gaya utama
3. Lipatan
dan antiklin (Gambar 4.7). Sinklin menunjam terdapat pada area tengah daerah
Berdasarkan rekonstruksi, sinklin menunjam yang ada pada daerah penelitian ini
memiliki orientasi sumbu yang memanjang dari arah selatan ke timur laut. Sinklin
ini bersifat asimetris dengan sayap sinklin yang lebih landai di bagian timur
memanjang dari arah barat daya menuju ke timur laut. Antiklin ini merupakan
antiklin asimetris dengan sayap bagian barat yang lebih terjal dibandingkan
4. Sesar
langsung di lapangan serta analisis laboratorium. Sesar naik yang berada di bagian
tengah daerah penelitian didapatkan dari adanya pola kelurusan yang jelas terkihat
pada citra dan kemiringan batuan. Kemiringan batuan yang sangat besar di daerah
ini (78) mengindikasikan bahwa sesar ini berjenis sesar anjak (thrust fault) yang
Sesar naik yang terdapat di bagian barat daerah penelitian didapatkan dari
hasil analisa paleontologi yang menunjukkan adanya umur yang berbeda antara
dan kekar (Tabel 5.1), maka disimpulkan bahwa karakter struktur geologi di Blok
asimetris antiklin dan sinkilin menunjam dengan orientasi sumbu lipatan relatif
timur laut-barat daya. Selain itu, juga terbentuk sesar naik sinistral diperkirakan
145
Beruaq, dapat dimodelkan sesaui dengan Model Harding (1974) (Gambar 5.4).
Karakter Struktur
Bagian Timur Bagian Selatan Bagian Barat
Geologi
Pola Kelurusan Tenggara barat laut Utara selatan Timur laut barat daya
Kekar Tenggara barat laut Tenggara barat laut Timur laut barat daya
Kemiringan Batuan Barat daya Barat daya, timur laut Timur laut, barat daya
Mahakam yang dikontrol oleh gaya kompresional berarah relatif barat laut
tenggara yang bekerja pada Kala Miosen Awal. Proses tersebut menyebabkan
5.5):
Satuan ini merupakan satuan tertua di Blok Beruaq. Satuan ini dicirikan dengan
adanya batulanau yang memiliki ciri warna abu-abu, tersementasi kuat, keras,
cemented, keras, struktur sedimen masif dan berlapis. Satuan ini terendapkan di
Sedimen yang masuk pada lingkungan ini hanya sedimen berbutir halus dengan
pertumbuhan terumbu di reef. Kondisi laut yang cukup tenang, tanpa gangguan
147
sedimen yang cukup intensif dan cukup nutrisi serta cahaya matahari, sehingga
pertumbuhan karbonat terumbu. Hal ini menunjukkan kondisi laut yang cukup
dangkal dengan intensitas cahaya dan nutrien yang cukup bagi terumbu untuk
dapat tumbuh. Suplai sedimen yang masuk ke dalam cekungan tidak banyak,
tumbuhnya terumbu. Satuan batugamping yang terdiri dari carbonate reef ini
secara lateral dapat dibagi lagi menjadi 3 fasies, namun tidak terpetakan dalam
peta geologi skala 1:25.000. Fasies fasies tersebut antara lain: platy coral reef,
bahwa proses sedimentasi pada Kala Miosen Awal mengarah ke arah tenggara,
batupasir batulanau di atas satuan batulanau secara selaras. Bagian bawah satuan
terendapkan di bagian ujung barat laut Blok Beruaq ini terendapkan karena
adanya penurunan muka air laut relatif, yaitu dari lingkungan shallow marine
148
menjadi delta plain. Pengendapan di bagian bawah satuan ini terjadi di sub-
lingkungan lower delta plain. Sekuen litologi yang terbentuk dicirikan dengan
antara 30 - 300 cm. Struktur sedimen berupa flaser, laminasi dan coarsening
upward. Kehadiran batubara di bagian bawah satuan ini sebagai sisipan yang
Bagian atas satuan ini terbentuk karena penurunan muka air laut relatif
delta plain. Satuan ini dicirikan dengan hadirnya batupasir kuarsa yang relatif
cukup tebal dengan ketebalan berkisar antara 30 - 700 cm. Selain itu, satuan ini
karbonan, serta yang paling dominan adalah batulanau. Secara umum struktur
sedimen yang berkembang pada tubuh batupasir kuarsa adalah masif dengan
terdapatnya laminasi dan silang siur di beberapa bagian Sekuen litologi yang
20 - 300 cm dengan persebaran yang cukup melimpah di bagian tengah satuan ini,
dari Formasi Pulau balang. Satuan ini berhubungan menjari dengan batuan yang
tersebar di bagian ujung barat laut Blok Beruaq. Sekuen litologinya relatif mirip
paleontologi, satuan ini terbentuk pada Kala Miosen Tengah - Miosen Akhir
Arah tersebut relatif sesuai dengan arah progradasi Delta Mahakam di Cekungan
perkembangan reef ke arah timur hingga tenggara. Hal ini menunjukkan bahwa
relatif ke arah barat lingkungan yang berkembang adalah dataran delta, sehingga
terdiri dari perlipatan asimetri antiklin sinklin serta sesar naik, sesar turun dan
perubahan yang terjadi pada saat proses sedimentasi berlangsung atau pada pasca
pengendapan seperti pembelahan atau kerusakan lapisan (wash out). Perlipatan dan
pergeseran yang ditimbulkan oleh aktivitas tektonik, umumnya dijumpai dan sifatnya
Blok Beruaq:
singkapan batubara yang terdapat di bagian sungai intermitten dan tebing jalan
pada daerah pemetaan, terutama di bagian hulu sungai intermitten. Pengamatan yang
sangat baik dilakukan di jalan hauling akibat adanya pemotongan tebing. Kondisi
153
batubara di jalan hauling umumnya cukup segar, sedangkan pada sungai intermitten
batubara yang ada umumnya cukup lapuk dan tertutup air. Kenampakan singkapan
a b
c d
e f g
Foto 5.5. Kenampakan singkapan batubara pada berbagai STA. a) Kenampakan batubara pada STA
83 (Azimuth Foto N 30 E). b) Kenampakan batubara pada STA 4/2 (Azimuth Foto N
230 E). c) Kenampakan batubara pada STA 108 (Azimuth Foto N 290 E). d)
Kenampakan batubara pada STA 106 (Azimuth Foto N 135 E). e) Kenampakan batubara
pada STA 120 (Azimuth Foto N 240 E). f) Kenampakan batubara pada STA 127
(Azimuth Foto N 110 E). g) Kenampakan batubara pada STA 114 (Azimuth Foto N 10
E).
154
Batubara pada Blok Beruaq dominan tersebar secara merata di bagian timur,
tengah dan di bagian ujung barat laut. Terdapat 22 titik singkapan batubara di Sub-
blok B, yaitu di bagian timur Blok Beruaq dan 23 titik singkapan di Sub-blok A, yaitu
di bagian tengah dan barat Blok Beruaq (Gambar 4.8). Kondisi geologi Blok Beruaq
dikontol oleh stuktur geologi berupa perlipatan asimetris sinklin menunjam, antiklin
dan homoklin. Hal tersebut memungkinkan terjadinya pengulangan seam yang sama,
yaitu seam yang ada di salah satu sayap lipatan akan dijumpai kembali di bagian
sayap yang lain, sehingga karakteristik dari batubara yang ada dimungkinkan akan
sama.
didapatkan 40 seam batubara di Blok Beruaq. Seam tersebut hanya berdasarkan data
hasil pemetaan geologi yang tersebar dominan di bagian timur Blok Beruaq dengan
arah orientasi memanjang barat laut - tenggara sebanyak 31 seam batubara, 6 seam di
bagian barat daya memanjang dengan orientasi barat laut - tenggara dan timur laut -
barat daya dan 3 seam di bagian barat laut memanjang dengan orientasi timur laut -
barat daya.
hampir sama di bagian timur laut, barat daya dan barat laut, namun berbeda dengan
batubara berwarna hitam, dengan kondisi yang umum tampak cukup segar di bagian
tengah blok, namun pada beberapa tempat mengalami pelapukan cukup intensif di
bagian timur laut dan barat laut blok. Cleat yang cukup intensif umumnya terisi oleh
material lempung, lanau, oksida dan sulfida. Kilap batubara bervariasi dari bright di
bagian tengah blok, kilap dull semibright di bagian timur dan barat, dengan
Komposisi utama berupa karbon dan pengotor berupa sulfida dan oksida.
Beruaq telah dijelaskan bahwa adanya proses pengendapan satuan batuan pada
bahwa lingkungan lower delta plain memiliki ciri-ciri lapisan batubara yang
channel bentuk lapisan batubara. Endapan pada daerah ini didominasi oleh
urutan butiran yang mengkasar ke atas yang tebal. Pada bagian atasnya
Gambar 5.7. Sekuen litologi pada satuan perselingan batupasir batulanau bagian
bawah menunjukkan lingkungan pengendapan lower delta plain.
bawah terbentuk di lingkungan lower delta plain (Gambar 5.7). Batubara yang
tersebar di bagian timur, barat daya dan barat laut di Blok Beruaq terbentuk di
157
lower delta plain memiliki ciri-ciri endapan batubara dengan lapisan yang
tipis, penyebaran luas dan distribusi kandungan sulfur bervariasi. Hal tersebut
dipengaruhi oleh kontrol pasang-surut air laut. Ketika air laut pasang, maka
air laut akan membawa berbagai nutrisi ke dalam rawa gambut, sehingga
air laut menyebabkan lingkungan yang relatif luas ini mengalami proses
sedimentasi yang luas dan terjadi terus menerus. Hal tersebut mengakibatkan
gambut yang tidak begitu tebal. Pasang air laut ini juga akan membawa
material sedimen klastik halus yang kemudian akan terendapkan pada rawa
terbentuk pada lingkungan ini umumnya akan memiliki kandungan pirit yang
berasal dari reduksi sulfat pada air laut yang terbawa ke lingkungan ini.
pada bagian bay fill sequences lebih tipis daripada di bagian lower delta plain.
Pada zona ini terdapat fauna air payau sampai laut dan banyak ditemui
burrowing.
Gambar 5.8. Sekuen litologi pada satuan perselingan batupasir batulanau bagian atas
menunjukkan lingkungan pengendapan transitional lower delta plain.
159
Zona diantara lower dan upper delta plain dijumpai zona transisi yang
bay fill tidak sama dengan sekuen upper delta plain ditinjau dari kandungan
fauna air payau sampai laut terbuka serta struktur burrowed yang meluas.
accretion menjadi channel pada upper delta plain. Channel pada transitional
delta plain ini berbutir halus daripada di upper delta plain dan migrasi
lateralnya hanya satu arah. Batupasir tipis crevasse spaly umum terdapat pada
endapan ini, tetapi lebih sedikit banyak daripada di lower delta plain, namun
akibat adanya penurunan muka air laut relatif. Hal ini menyebabkan
bar dan channel. Distributary mouth bar pada satuan ini agak berbeda dengan
mouth bar satuan ini tidak dijumpai perselingan batupasir batulanau seperti
pada satuan batuan sebelumnya. Penurunan muka air laut relatif secara terus
160
dengan batubara pada lower delta plain. Lingkungan ini transisi antara lower
dan upper delta plain, memiliki ciri-ciri endapan batubara dengan lapisan
tebal, penyebaran lateral luas, serta rendah sulfur (Horne et al., 1979).
Gambar 5.9. Menurut model lingkungan pengendapan batubara (Horne et al, 1978), batubara di Blok
Beruaq terbentuk di lingkungan lower delta plain dan transitional lower delta plain
(kotak merak).
Berdasarkan hasil analisis fasies menurut Coleman (1976) dan model sekuen
menurut Horne et al, (1978), maka lingkungan pengendapan batubara di Blok Beruaq
adalah lower delta plain dan transitional lower delta plain (Gambar 5.9).
Geometri lapisan batubara merupakan aspek dimensi atau ukuran dari suatu
lapisan batubara yang sangat penting dalam kegiatan eksplorasi batubara. Pada
Blok Beruaq (eksplorasi pendahuluan) dan penentuan batas area prospek (boundary
batubara dengan lapisan batuan yang berasosiasi lainnya, baik itu lingkungan
diketahui untuk melihat kondisi sumberdaya batubara yang ada, hal tersebut berarti
hingga ke tahap penjualannya. Oleh karena itu perlu untuk diketahui parameter
parameter geometri dan juga pengontrol kondisi geometri tersebut. Berikut penjelasan
Beruaq:
Kondisi geometri batubara yang ada saat ini merupakan hasil dari aktivitas
geologi dan kegiatan manusia. Kontrol dari aktivitas geologi, yaitu paleogeografi
162
a. Paleogeografi
b. Proses sedimentasi
Horne dkk (1978), pada lingkungan lower delta plain, batubara memiliki
persebaran yang luas dan ketebalan yang relatif tipis, sedangkan lingkungan
trantisional delta plain, batubara tersebar luas dengan ketebalan yang relatif
tebal.
c. Aktivitas tektonik
pemekaran Selat Makassar yang bergerak mekar relatif ke arah barat laut dan
tenggara pada Kala Eosen tengah. Selain itu, juga terjadi pengangkatan
163
berarah tenggara barat laut. Seperti tampak pada saat ini, Blok Beruaq
serta sesar naik sinistral. Hal tersebut menyebabkan kondisi geometri di Blok
d. Aktivitas geomorfik
erat dengan iklim dan bentukan geografi. Area penelitian sendiri dikontrol
oleh iklim tropis, dimana proses eksogenik bekerja dengan sangat intensif,
sehingga zona lemah yang ada akan mengalami pengerusakan oleh proses
seperti pada sumbu antiklin, zona sesar, zona kekar dan lain-lain.
e. Aktivitas manusia
termasuk hal yang negatif. Hal tersebut dikarenakan aktivitas manusia yang
164
kondisi roof dan floor. Berikut penjelasan mengenai geometri batubara di Blok
Beruaq:
a. Ketebalan
cekungan, hadirnya channel, sesar dan/ atau proses karst atau proses yang
terjadi setelah pengendapan, antara lain karena sesar atau erosi permukaan.
Blok Beruaq, batubara yang tersebar di blok bagian timur laut dan timur
lingkungan lower delta plain dipengaruhi oleh pasang air laut terhadap proses
sedimentasinya. Ketika air laut pasang, maka akan membawa berbagai nutrisi
tanaman di lingkungan ini. Akibat pasang air laut ini juga akan membawa
material sedimen klastik halus yang kemudian akan terendapkan pada rawa
Gambar 5.10. Ketebalan seam batubara di lower delta plain relatif tipis.
166
memiliki penyebaran lateral yang luas, tetapi ketebalannya relatif tipis. Pada
lembar korelasi seam batubara di Blok Beruaq (Lampiran 7), dapat dilihat
bahwa persebaran seam pada lingkungan lower delta plain relatif tipis
pada channel. Seam pada channel tersebut relatif tebal, tetapi persebarannya
tidak luas, karena pola bentuk seam berupa lentikuler (Gambar 5.11).
Gambar 5.11. Ketebalan seam batubara yang tebal di lower delta plain dikontrol
oleh endapan channel.
Pada bagian tengah blok, batubara yang termasuk bagian dari satuan
delta plain terkena pengaruh pasang air laut dan juga kontrol dari dari darat,
lower delta plain dan juga upper delta plain. Pada lembar korelasi seam
endapan batubara yang memiliki ketebalan yang relatif tebal dan juga
Gambar 5.12. Pada lingkungan transitional lower delta plain berkembang rawa-rawa yang
membentuk batubara yang relatif tebal dan persebarannya luas.
168
b. Kemiringan
merata dan terdapat juga yang tersebar di area spesifik saja. Hal tersebut
sinklin menunjam, antiklin dan homoklin. Pada bagian timur laut dan timur,
seam batubara miring ke arah barat daya. Kemiringan pada area timur Blok
Beruaq dikontrol oleh homoklin. Pada bagian tenggara, seam batubara relatif
kemiringan ke arah barat dan barat laut. Kemiringan pada bagian tenggara
struktur sinklin menunjam yang berada di bagian tengah blok. Pada bagian
selatan, seam batubara miring ke barat laut. Pada bagian arah utara,
kemiringan seam juga terbagi 2, yaitu pada sisi barat sumbu sinklin seam
miring ke arah tenggara, sedangkan pada sisi timur sumbu sinklin seam
169
miring ke arah barat laut. Pada area selatan dan utara, secara keseluruhan
dikontrol oleh struktur sinklin menunjam. Pada bagian barat daya, kemiringan
- Proses sedimentasi
beda pada setiap lingkungan. Pada lingkungan lower delta plain, proses
dengan pola sebaran mengikuti orientasi paralel pola distributary yang ada.
Namun, terdapat pola sebaran batubara yang relatif tersebar setempat, yaitu
plain, akumulasi material organik yang tebal dapat terjadi di channel. Pola
lebih luas dibandingkan lower delta plain, hal tersebut dikarenakan rawa-rawa
Pada lembar korelasi seam batubara Blok Beruaq dapat dilihat bahwa
bagian bawah terdapat beberapa seam batubara yang relatif tipis. Seam
dengan pola sebaran paralel terhadap pola endapan distributary yang ada.
Pada bagian atas satuan tersebut terdapat beberapa seam batubara yang relatif
banyak terbentuk seam batubara yang relatif tebal. Seam tersebut tersebar
secara luas, yaitu seam batubara yang ditemukan di sayap sinklin bagian barat
- Struktur geologi
lipatan dan sesar yang intensif. Lipatan yang terdapat pada Blok Beruaq
pada area tengah blok, sedangkan antiklin terdapat pada bagian barat Blok
seharusnya batubara yang ada di bagian timur blok dapat dijumpai kembali di
bagian barat blok, namun ternyata batubara di bagian barat sangat jarang
tenggara barat laut mengubah arah sebaran batubara. Pada bagian timur
Blok Beruaq, pola sebaran batubara relatif tenggara barat laut. Pola sebaran
bagian dari sayap antiklin yang berada di luar blok, tepatnya di timur laut
Blok Beruaq. Pada bagian tengah, pola sebaran batubara dikontrol oleh
arah barat laut. Orientasi sumbu tersebut relatif barat daya timur laut. Hal
daya timur laut juga, namun sebaran batubara pada sisi barat sumbu (pada
tenggara barat laut. Pada bagian barat, pola sebaran batubara di kontrol oleh
struktur antiklin. Sumbu antiklin memiliki orientasi relatif barat daya timur
laut. Pada ujung barat laut, batubara memiliki pola sebaran dengan orientasi
yang sama dengan sumbu relatif barat daya timur laut, namun pada ujung
barat daya, pola sebaran melengkung ke arah barat laut (Lmapiran 8).
laut dan influx material organi dari darat, dan kontrol dari aktivitas tektonik.
Dalam skala yang kecil, bentukan lapisan batubara dapat diamati pada
lembar korelasi seam di Blok Beruaq. Bentukan seam yang ada menunjukkan
Bentukan seam yang diamati tentu sudah mengalami kontrol dari 4 hal di atas,
bentukan seam yang ada pada saat ini. Dalam skala besar, dapat dijelaskan
bahwa seam tersebut dikontrol oleh proses sedimentasi dan proses tektonik.
arah timur. Bentukan lapisan batubara yang terbentuk kemudian terkena gaya
menunjam, antiklin dan homoklin. Selain itu terdapat struktur sesar naik
batubara yang terkena struktur. Pada bagian timur, lapisan batubara dikontrol
oleh homoklin yang miring ke arah barat daya. Pada bagian tengah blok,
melalui pemodelan.
Kondisi kontak roof dan floor dengan batubara merupakan fungsi dari
proses pengendapan (Kuncoro, 2000). Kontak batubara dengan roof dan floor
kontak roof dan floor dengan batubara yang ditemukan bervariasi, ada yang
kandungan karbonannya.
Roof dan floor berupa carbonaceous shale, coaly shale dan shaly coal
hanya carbonaceous shale, coaly shale dan shaly coal. Kontak carbonaceous
shale, coaly shale dan shaly coal dengan batubara di Blok Beruaq relatif
terbentuk dengan ketebalan yang relatif tebal. Batuan Roof dan floor terbentuk
pengendapan, split, sesar, intrusi, atau erosi. Seam batubara pada Blok Beruaq
batubara.
176
Pada lembar korelasi seam Blok Beruaq (Lampiran 7), dapat diamati
terbagi 2, yaitu pada bagian bawah dan atas satuan perselingan batupasir
batulanau. Pada bagian bawah satuan tersebut, seam batubara relatif tersebar
luas. Seam tersebut menerus mengikuti pola paralel distributary. Pada bagian
pola lentikuler.
batubara yang cukup tebal dengan persebaran yang relatif luas. Seam relatif
menerus pada area yang cukup luas. Seam tersebut terbentuk di rawa-rawa
sinklin bagian timur dapat dikorelasikan dengan seam batubara yang terdapat
yang berbeda-beda. Pada bagian barat laut, menunjukkan pola yang relatif
177
teratur, dengan kedudukan seam yang memanjang timur laut-barat daya. Pada
menunjukkan pola yang relatif teratur. Pada bagian utara, menunjukkan pola
yang teratur, dengan orientasi seam memanjang timur laut-barat daya. Pada
bagian timur laut, menunjukkan pola yang seam tidak teratur dan meliuk-liuk.
kimiawi batubara dikontrol oleh komposisi yang menyusun batubara, yaitu maseral,
kualitas batubara oleh Thompson (1994), maka analisis yang dilakukan adalah untuk
mengetahui kadar air total, kadar abu, zat terbang, kadar sulfur total, karbon tertambat
dan nilai kalori sampel batubara primer dan sekunder. Kualitas batubara juga
batubara dan kualitas batubara tersebut akan menjadi hal penting untuk menjual
batubara, sehingga sangat penting untuk dibahas. Berikut pembahasan mengenai hasil
disimpulkan bahwa kualitas batubara sampel primer relatif baik. Berikut penilaian
parameter tersebut, yaitu kadar air total relatif rendah, kandungan abu relatif rendah,
zat terbang relatif tinggi, kadar sulfur total relatif tinggi, karbon tertambat relatif
rendah dan nilai kalori relatif tinggi. Berikut penjelasan mengenai kualitas sampel
menunjukkan nilai 7,79 % wt. Kandungan air yang terdapat pada batubara
pada bagian barat laut beruaq relatif rendah. Rendahnya total moisture
kadar air telah menguap ke udara. Berdasarkan teori, kadar air dikontrol oleh
umur batuan dan roof floor dari batubara. Berdasarkan data geologi regional,
sampel primer batubara tergolong batubara muda. Seharusnya kadar air pada
2,00 % wt dan nilai maksimum 5,66 % wt. Kandungan abu yang bernilai
lepas atau menguap relatif tinggi, yaitu meliputi zat terbang mineral (volatile
mineral matter) dan zat terbang organik (volatile organic matter). Nilai zat
terbang yang tinggi akan memberikan efek negatif terhadap kualitas batubara,
yaitu semakin rendah tingkatan batubara jika kadar zat terbangnya tinggi.
geologi ini relatif rendah, yaitu dengan nilai minimum 44,41 % wt dan nilai
maksimun 46,94 % wt. Jumlah karbon yang tertambat pada batubara ini
terbangnya dihilangkan.
blok menunjukkan nilai yang relatif tinggi, yaitu nilai minimum 2,20 % wt
180
dan nilai maksimum 5,09 % wt. Sulfur yang terdapat di batubara ini berasal
dari mineral sulfida. Keberadaan mineral sulfida ini akan mudah bereaksi
sulfur dalam kadar yang tinggi akan sangat beresiko akan terjadinya polusi.
Batubara sampel primer mengandung sulfur yang tinggi, hal tersebut sesuai
Nilai kalori pada sampel batubara primer ini relatif tinggi, yaitu
dengan nilai minimum 6.748 kcal/kg dan nilai maksimum 7.085,85 kcal/kg.
Nilai kalori ini dapat dipengaruhi oleh nilai kandungan air dan abu di dalam
batubara. Semakin rendah nilai kandungan air dan abu, maka nilai kalori pada
batubara tersebut akan semakin tinggi. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan
benar, dimana nilai kandungan air dan abu pada sampel ini relatif rendah,
sehingga mempengaruhi nilai kalori yang juga tinggi. Nilai kalori berkaitan
Satuan ini tersebar di bagian tengah blok. Batubara di satuan ini terendapkan
di lingkungan transitional lower delta plain, sehingga kualitas batubara di bagian ini
akan dipengaruhi oleh lingkungan rawa-rawa yang berkembang sangat baik. Kualitas
batubara sampel sekunder pada satuan perselingan batupasir batulanau bagian atas
relatif tidak begitu baik (kualitas sedang). Berikut penilaian parameter tersebut, yaitu
kadar air total relatif tinggi, kadar abu relatif rendah hingga sedang, zat terbang relatif
tinggi, karbon tertambat relatif sangat rendah, kadar sulfur total relatif sedang dan
nilai kalori relatif rendah. Berikut penjelasan mengenai kualitas batubara pada sampel
Kadar air (total moisture) pada sampel batubara ini menunjukkan nilai
% wt. Kandungan air yang terdapat pada batubara bagian ini relatif tinggi.
Tingginya kandungan air tersebut dipengaruhi oleh umur batubara, roof dan
muda, yaitu berdasarkan pembentukan satuan ini pada Kala Miosen Tengah,
sehingga kandungan air masih dominan. Roof dan floor yang dominan
ditemukan pada daerah ini adalah shaly coal dan coaly shale. Sifat kedua
182
batuan relatif impermeable, sehingga air yang terkandung pada batubara tidak
2,5% wt dan nilai maksimum 7,4% wt dengan ratu-rata 4.7% wt. Kandungan
abu pada sampel ini relatif rendah hingga sedang. Kandungan komposisi abu
maupun material organik yang ikut terendapkan tidak intensif. Hal tersebut
nilai kalori batubara, sehingga batubara akan lebih bernilai dengan kandungan
dalam batubara yang dapat lepas atau menguap relatif tinggi, namun lebih
tersebut termasuk zat terbang mineral (volatile mineral matter) dan zat
terbang organik (volatile organic matter). Nilai zat terbang yang tinggi akan
183
Jumlah karbon yang tertambat pada sampel batubara sampel ini relatif
sangat rendah, lebih rendah daripada nilai karbon yang tertambat pada sampel
di bagian barat laut Blok Beruaq, yaitu nilai minimum 33,70 % wt dan nilai
maksimun 38,70 % wt. Jumlah karbon yang tertambat pada batubara ini
terbangnya dihilangkan.
nilai yang bervariasi dari yang terendah 0,14 % wt hingga tertinggi 1,71 % wt,
namun rata-rata menunjukkan nilai kadar sulfur yang relatif sedang, yaitu 0,66
% wt. Sulfur yang terdapat di batubara ini berasal dari mineral sulfida.
terbentuk tidak kontak langsung dengan air laut, dan menghasilkan gambut
dengan pH yang relatif tidak tinggi. Keberadaan mineral sulfida ini akan
Nilai kalori pada sampel batubara di satuan ini relatif rendah, yaitu
dengan nilai minimum 4.573 kcal/kg dan nilai maksimum 5.092 kcal/kg
dengan rata-rata 4.899 kcal/kg. Nilai kalori ini dipengaruhi oleh nilai
kandungan air yang tinggi, namun dengan kandungan abu yang tidak begitu
tinggi atau nilainya relatif rendah hingga tinggi. Nilai kalori berkaitan dengan
Satuan ini tersebar di bagian timur blok. Batubara di satuan ini terendapkan di
lingkungan lower delta plain, sehingga kualitas batubara di bagian ini akan
dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Analisis kualitas batubara yang dilakukan
sampel sekunder pada satuan perselingan batupasir batulanau bagian bawah relatif
tidak begitu baik (kualitas sedang). Berikut penilaian parameter tersebut, yaitu kadar
air total relatif tinggi, kadar abu relatif sedang, zat terbang relatif tinggi, kadar sulfur
total relatif sangat tinggi dan nilai kalori relatif rendah. Berikut penjelasan mengenai
batulanau bawah:
185
Kadar air (total moisture) pada sampel batubara ini menunjukkan nilai
% wt. Kandungan air yang terdapat pada batubara bagian ini relatif tinggi,
namun lebih rendah daripada kandungan air pada satuan batupasir kuarsa
batubara yang relatif lebih tua, sehingga lebih banyak air yang dapat keluar
Kandungan abu pada sampel ini relatif sedang. Kandungan komposisi abu
pasang-surut air laut yang suplai sedimen yang intensif. Kandungan abu akan
buruk.
dalam batubara yang dapat lepas atau menguap relatif tinggi, namun lebih
rendah dibandingkan dengan sampel primer. Zat terbang tersebut termasuk zat
terbang mineral (volatile mineral matter) dan zat terbang organik (volatile
organic matter). Nilai zat terbang yang tinggi akan memberikan efek negatif
terhadap kualitas batubara, yaitu semakin rendah tingkatan batubara jika kadar
Jumlah karbon yang tertambat pada sampel batubara sampel ini relatif
sangat rendah, lebih rendah daripada nilai karbon yang tertambat pada sampel
di bagian barat laut Blok Beruaq, yaitu nilai minimum 33,80 % wt dan nilai
maksimun 39,00 % wt. Jumlah karbon yang tertambat pada batubara ini
terbangnya dihilangkan.
nilai yang relatif sangat tinggi, yaitu nilai minimum 1,67 % wt dan nilai
satuan ini, yaitu di lingkungan lower delta plain yang mendapatkan pengaruh
air laut pada saat air pasang. Akumulasi sulfur di laut sangat tinggi, sehingga
187
terbentuk di lower delta plain. Sulfur yang terdapat di batubara ini berasal
dari mineral sulfida. Keberadaan mineral sulfida ini akan mudah bereaksi
sulfur dalam kadar yang sangat tinggi akan menyebabkan tingginya resiko
Nilai kalori pada sampel batubara sampel ini relatif rendah, yaitu
dengan nilai minimum 4.492 kcal/kg dan nilai maksimum 5.328 kcal/kg
dengan rata-rata 5.016 kcal/kg. Nilai kalori ini dipengaruhi oleh nilai
kandungan air yang relatif tinggi dan kandungan abu yang relatif sedang,
sehingga nilai kalori pada batubara di satuan ini relatif rendah. Nilai kalori
kualitas batubara juga digunakan untuk menentukan peringkat batubara (coal rank)
ASTM dan fuel ratio. Penentuan klasifikasi batubara di daerah penelitian didasarkan
atas salah satu atau lebih sifat fisik, kimia dan kombinasinya, yang menentukan
188
kualitas batubara, yaitu karbon tertambat (fixed carbon), nilai kalori (calorific value),
6.748 kcal/kg dan 7.085,85 kcal/kg, maka dapat disimpulkan bahwa peringkat
Berdasarkan nilai fuel ratio, dapat diketahui bahwa sampel yang dianalisis
memiliki nilai fuel ratio 1,03 dan 1,06. Hal tersebut menunjukkan bahwa
pembakaran yang tidak begitu baik, yaitu dengan ignition temperature sekitar
(fixed carbon) 69%. Peringkat batubara pada bagian tengah Blok Beruaq
Berdasarkan nilai fuel ratio, dapat diketahui bahwa sampel yang dianalisis
memiliki nilai fuel ratio minimum 0,84 dan maksimum 1,05. Nilai fuel ratio
dan bituminous, jenis black lignite dan lower bituminous coal. Nilai fuel ratio
baik, yaitu dengan ignition temperature sekitar 250 - 450 C dan combustion
pada Blok Beruaq menggunakan nilai kalori (calorific value), karena nilai
karbon tertambat (fixed carbon) 69%. Tingkat batubara pada bagian timur
Berdasarkan nilai fuel ratio, dapat diketahui bahwa sampel yang dianalisis
memiliki nilai fuel ratio minimum 0,92 dan maksimum 1,29. Nilai fuel ratio
dan bituminous, jenis black lignite dan lower bituminous coal. Nilai fuel ratio
baik, yaitu dengan ignition temperature sekitar 250 - 450 C dan combustion
Tahapan ini merupakan tahap awal evaluasi target sumberdaya batubara yang telah
geologi secara rinci (surface geological mapping) dan pengeboran investigasi bawah
rinci telah dilakukan pada Blok Beruaq. Namun, kegiatan pengeboran belum
blok B, yang terletak di bagian timur Blok Beruaq (Gambar 3.3). Pada Sub-blok A
terdiri dari kegiatan pengeboran dan geophysical logging. Kegiatan pengeboran dan
logging di dalam eksplorasi batubara menjadi hal yang sangat penting untuk
1994). Data hasil pengeboran dapat meningkatkan keyakinan geologi dari aspek
geologi. Hasil dari kegiatan ini akan diperoleh data mengenai kondisi batubara yang
terdapat di bawah permukaan, antara lain meliputi ketebalan, jumlah seam batubara,
192
sample berupa core dan cutting. Metode pengeboran yang dilakukan pada Sub-blok A
dengan spasi antar titik bor yang lebih rapat (closer spaced drilling), yaitu spasi titik
mengenai persebaran litologi yang ada, yaitu melalui log gamma ray dan density.
Data yang diperoleh melalui logging memiliki kelebihannya tersendiri, yaitu dapat
merekam variasi litologi yang ada di bawah permukaan, keberadaan dan ketebalan
seam batubara dan juga membantu dalam melakukan korelasi seam batubara.
Dari kegiatan pengeboran ini akan dihasilkan data untuk pemodelan fisik
memberikan harapan baik (prospek) atau tidak. Jika daerah tersebut mempunyai
prospek yang baik, maka dapat diteruskan dengan tahap eksplorasi selanjutnya.
geologi secara rinci. Informasi tersebut akan menjadi acuan dimanakah titik bor akan
batubara di permukaan (coal cropline), kemiringan seam batubara dan juga zona yang
berpotensi akan keberadaan seam batubara yang tidak terekam pada saat pemetaan
beberapa zona. Pembagian zona tersebut berdasarkan persebaran seam batubara yang
persebaran seam di permukaan, maka dapat dibagi 4 zona di Sub-blok A, yaitu Zona
A, Zona B, Zona C dan Zona D. Zona A terletak di ujung barat laut Blok Beruaq
permukaan. Zona D terletak di bagian ujung timur laut Blok Beruaq dengan
pemetaan geologi, maka terdapat 4 zona yang akan dilakukan pengeboran (Gambar
5.13.)
korelasi seam batubara, penerusan arah jurus batubara dan kemiringan dengan
penjelasan mengenai persebaran seam batubara di setiap zona yang akan dilakukan
pengeboran:
termasuk ke dalam zona A. Seam tersebut, yaitu seam 1 (STA 78), seam 2
(STA 78) dan seam STA 79 dengan ketebalan berturut-turut 0,4 m, 0,5 m dan
1,8 m. Kemiringan seam tersebut relatif terjal, yaitu seam STA 78 dengan
dip) seam tersebut ke arah barat laut. Pola persebaran seam di permukaan
relatif teratur, yaitu memanjang dengan orientasi barat daya timur laut
(Gambar 5.14).
untuk menilai kualitas batubara tersebut, sedangkan pada zona yang lain
ketiga seam, yaitu kadar air total relatif rendah, kandungan abu relatif rendah,
zat terbang relatif tinggi, kadar sulfur total relatif tinggi, karbon tertambat
relatif rendah dan nilai kalori relatif tinggi. Peringkat batubara (coal rank)
sampel tersebut termasuk ke dalam kelas bituminous (grup high volatile B dan
C) (Klasifikasi ASTM). Pada hasil analisis nilai fuel ratio juga menunjukkan
195
termasuk ke dalam Zona B. Seam tersebut, yaitu seam STA 125 dan seam
STA 119 dengan ketebalan berturut-turut 0,45 m dan 0,5 m. Kemiringan seam
tersebut relatif landai, yaitu seam STA 125 dengan kemiringan 18 dan seam
STA 119 dengan kemiringan 20. Kemiringan (down dip) seam tersebut
relatif ke arah timur. Pola persebaran seam tersebut melengkung. Hal tersebut
dikarenakan kontrol dari struktur geologi lipatan yang ada. Seam tersebut
merupakan area yang dikontrol oleh struktur geologi sinklin, sehingga pada
Pertama, pada bagian barat daya Zona C, terdapat 4 seam batubara, yaitu
seam STA 90, seam STA 89/1, seam STA 89/2 dan seam STA 87 dengan
relatif landai, yaitu seam STA 89 dengan kemiringan 18 dan seam STA 87
dengan kemiringan 16. Namun, seam STA 90 relatif miring, yaitu 37.
196
Kemiringan (down dip) seam tersebut ke arah timur laut. Pola persebaran
tersebar di permukaan, yaitu seam 1 (STA 50), seam 2 (STA 50), seam 1
(STA 108), seam 2 (STA 108), seam STA 47/2 dan seam STA 86 dengan
ketebalan berturut-turut, yaitu 0,5 m, 0,6 m, 0,2 m, 1,5 m, 1,5 m dan 0,7 m.
(down dip) seam tersebut ke arah barat laut. Pola persebaran seam di
permukaan. Seam tersebut adalah seam STA 113, seam STA 109 STA 127
dan seam STA 18 dengan ketebalan berturut-turut, yaitu 0,6 m, 0,7 m dan 0,4
diantara seam tersebut. Seam STA 113 dan seam STA 109 STA 127 berada
pada sayap barat laut sinklin, sehingga kemiringan (down dip) seam tersebut
ke arah tenggara. Kemiringan seam STA 113 sangat terjal, yaitu 78,
sedangkan seam STA 109 STA 127 kemiringan relatif landai, yaitu di
laut Blok Beruaq. Seam tersebut dikontrol oleh struktur homoklin yang
merupakan sayap lipatan antiklin yang berada di luar Blok Beruaq bagian
timur laut. Terdapat 8 seam yang tersebar di Zona D ini, yaitu seam 1 (STA
80), seam 2 (STA 80), seam 3 (STA 80), seam STA 81, seam 1 (STA 82),
seam 2 (STA 82), seam 3 (STA 82) dan seam 4 (STA 82) dengan ketebalan
seam tersebut berturut-turut 0,5 m, 0,5 m, 0,15 m, 0,8 m, 0,1 m, 0,9 m, 1,6 m
dan 0,4 m. Kemiringan (down dip) seam tersebut ke arah barat daya, dengan
kemiringan yang relatif miring hingga terjal, yaitu 25 hingga 57. Pola
Gambar. 5.13. Peta zona rencana pengeboran (eksplorasi pendahuluan) di Sub-blok A Blok Beruaq.
199
Gambar. 5.14. Peta persebaran seam batubara di permukaan (coal cropline) Blok Beruaq.
200
matang. Pada tahap awal perencanaan, hal terpenting yang direncanakan adalah
yaitu di Zona A, Zona B, Zona C dan Zona D. Kemudian hal yang perlu direncanakan
adalah jarak spasi antar titik bor. Jarak spasi antar titik bor pada tahap eksplorasi
sangat rapat dan melimpah, maka perlu dilakukan pengeboran dengan jarak spasi
antar titik bor yang lebih rapat, yaitu antara 250 500 meter. Perencanaan
selanjutnya adalah pola titik bor. Pola titik bor yang akan dilakukan adalah fence line
permukaan. Pola fence line drilling dibuat tegak lurus terhadap jurus seam batubara
barat laut Blok Beruaq. Target pengeboran dilakukan pada 3 seam batubara,
yaitu seam 1 (STA 78), seam 2 (STA 78) dan seam STA 79. Pengeboran di
seam lainnya yang berada di sekitar seam tersebut. Kemiringan seam target
pengeboran relatif terjal, yaitu 67 dan 74, sehingga perencanaan titik bor
yang direncanakan harus rapat pada kemiringan seam (down dip). Jarak spasi
antar titik bor 250 m orientasi barat laut tenggara (down dip) seam batubara
dan jarak 500 m orientasi barat daya timur laut (strike) seam batubara.
bor. Jumlah tersebut disesuaikan area pelamparan seam yang menjadi target
pengeboran dan juga area di sekitar target seam yang memungkinkan terdapat
202
seam batubara, yaitu di antara ketiga seam tersebut dan juga di bagian
fence line drilling, yaitu titiktitik bor memanjang dengan orientasi barat laut
barat daya Blok Beruaq. Target pengeboran dilakukan pada 2 seam batubara,
yaitu seam STA 125 dan seam STA 119. Pengeboran di Zona A dilakukan
berada di sekitar seam tersebut. Kemiringan seam tersebut relatif landai, yaitu
18 dan 20. Jarak spasi antar titik bor 250 m orientasi barat laut tenggara
(down dip) seam batubara. Hal tersebut dikarenakan jarak antar kedua seam
relatif jauh (down dip), sehingga perlu penyelidikan yang rinci pada area di
antara kedua seam. Jarak titik bor 500 m pada orientasi barat daya timur laut
disesuaikan area pelamparan seam yang menjadi target pengeboran dan juga
area di sekitar target seam yang memungkinkan terdapat seam batubara, yaitu
203
seam. Pola pengeboran yang digunakan adalah pola fence line drilling, yaitu
5.16).
Blok Beruaq. Target pengeboran yang dilakukan pada Zona A dibagi menjadi
3 area, yaitu area barat daya Zona C, area tenggara Zona C dan area utara
204
tersebut:
90, seam STA 89/1, seam STA 89/2 dan seam STA 87. Kemiringan
seam tersebut relatif landai, yaitu 18 dan 16, tetapi kemiringan seam
permukaan, yaitu seam 1 (STA 50), seam 2 (STA 50), seam 1 (STA
108), seam 2 (STA 108), seam STA 47/2 dan seam STA 86.
tersebut adalah seam STA 113, seam STA 109 STA 127 dan seam
STA 18. Kemiringan seam STA 113 sangat terjal, yaitu 78,
sedangkan seam STA 109 STA 127 kemiringan relatif landai, yaitu
206
sinklin. Kemiringan (down dip) seam tersebut ke arah barat laut, yaitu
laut.
keberadaan seam lainnya yang berada di sekitar seam tersebut. Jarak spasi
yang menjadi target pengeboran dan juga area di sekitar target seam yang
adalah pola fence line drilling, yaitu titik titik bor memanjang dengan
orientasi barat laut tenggara pada bagian utara dan tenggara Zona C,
sedangkan pada barat daya Zona C pengeboran dengan pola berorientasi barat
timur laut Blok Beruaq. Target pengeboran dilakukan pada 8 seam yang
tersebar di Zona D ini, yaitu seam 1 (STA 80), seam 2 (STA 80), seam 3
(STA 80), seam STA 81, seam 1 (STA 82), seam 2 (STA 82), seam 3 (STA
berada di sekitar seam tersebut. Kemiringan (down dip) seam tersebut ke arah
barat daya, dengan kemiringan yang relatif miring hingga terjal, yaitu 25
hingga 57.
bor 250 m. Hal tersebut dikarenakan kemiringan seam yang relatif tidak
208
landai, sehingga dibutuhkan spasi antar titik bor yang rapat. Perencanaan
disesuaikan area pelamparan seam yang menjadi target pengeboran dan juga
area di sekitar target seam yang memungkinkan terdapat seam batubara, yaitu
seam. Pola pengeboran yang digunakan adalah pola fence line drilling, yaitu
titik titik bor memanjang dengan orientasi barat daya timur laut (Gambar
seam.
Gambar 5.19. Peta Rencana Titik Pengeboran Sub-blok B Area Beruaq.
209
210
eksplorasi rinci yang menjadi salah satu bagian penting dalam penelitian ini, yaitu
bertujuan untuk mendelineasi secara rinci keterdapatan batubara yang ada secara 3D,
sehingga ukuran, bentuk, sebaran, kemenerusan, kuantitas dan kualitas dari endapan
batubara tersebut dapat ditentukan dengan tingkat ketelitian yang tinggi (Noppe,
Dalam tahap pemodelan, dilakukan 2 tahap pemodelan utama, yaitu minescape core
dan stratmodel. Berikut penjelasan mengenai tahap minescape core dan stratmodel
dan memproses data topografi, rekapitulasi data titik koordinat lubang bor (data
survei). Di dalam pemrosesan data di Minescape core, dilakukan input data berupa
data titik koordinat lubang bor dan data topografi. Pada tahap ini akan memunculkan
persebaran titik bor dan kenampakan kontur 3D (Gambar 5.20). Intinya dalam
211
minescape core yaitu pembuatan pembuatan project, posting titik lubang bor,
Gambar 5.20. Pemodelan tahap minescape core menghasilkan model persebaran titik bor (A)
dan kontur Blok Beruaq (B).
Pada Gambar 5.20A. dapat dilihat titik lubang bor di Sub-blok B sebanyak
385 titik lubang bor. Titik pengeboran menunjukkan bahwa pengeboran dilakukan
dengan pola fence line drilling. Orientasi titik lubang bor berarah barat daya timur
212
laut. Orientasi pengeboran tersebut tegak lurus terhadap jurus perlapisan batubara
b. Kontur
Pada Gambar 5.20B. dapat dilihat kenampakan kontur dari Blok Beruaq.
tersebut, maka tampak bahwa Blok Beruaq berupa perbukitan yang relatif sedang
hingga curam, serta terdapat beberapa dataran. Titik tertinggi di Blok Beruaq berada
di bagian barat pada ketinggian 175 mdpl, sedangkan titik terendah tersebar di bagian
dataran di barat daya hingga bagian utara Blok Beruaq, pada ketinggian 15 mdpl.
V.4.2. Stratmodel
Stratmodel adalah salah satu aplikasi dari Minescape yang dirancang untuk
membuat dan mengolah model 2D dan 3D suatu endapan geologi yang berlapis
terutama batubara atau endapan-endapan geologi lainnya seperti posfat atau bauksit
(Azizy, 2011). Pada tahap ini dilakukan pembuatan schema untuk memunculkan
model analog berupa penampang batubara (2D), kenampakan batubara pada bagian
teratas atau subcrop cropline (3D) dan kontur struktur seam batubara (3D).
a. Schema
schema pada stratmodel (Gambar 5.21A). Stratmodel menggunakan data lubang bor
sebagai dasar pembuatan model stratigrafi. Pada saat pembuatan model, data lubang
bor dimasukkan ke dalam sebuah form model yang telah ditentukan dalam schema.
213
pemodelan. Hal yang paling penting dalam pembuatan schema, pembuatan Interval
dan surface dalam stratmodel termasuk sebagai bagian dari suatu istilah yang disebut
Unit. Elemental unit, berupa lapisan tunggal, spliting dari seam atau surface.
Compound unit, berupa interval yang analog dengan parent seam dari seam yang
split.
Gambar 5.21. Pemodelan tahap stratmodel dimulai dengan membuat schema (A) dan selanjutnya
dilanjutkan dengan pemodelan pembuatan penampang batubara (B).
214
interpolation suface tipe FEM dengan radius 250 m, hal tersebut disesuaikan dengan
kondisi seam batubara dengan kemiringan yang relatif landai hingga sedang. Jarak
ekstrapolasi yang digunakan, yaitu 1000 m, hal ini berdasarkan keyakinan geologi
dan data litologi, maka dimodelkan sebanyak 78 element unit dan 35 compound unit.
c. Subcrop cropline
di bagian teratas bertujuan untuk melihat persebaran seam yang ada di teratas.
relatif barat laut tenggara. Kemenerusan seam di permukaan bervariasi, mulai dari
puluhan meter hingga beberapa kilometer. Kemenerusan seam sangat baik pada
bahwa persebaran seam (beraneka ragam warna) ke bawah permukaan dikontrol oleh
Gambar 5.22. Tahap lanjutan stratmodel, yaitu pembuatan persebaran subcrop seam (C) dan
kontur struktur (D).
216
Area Blok Beruaq dilakukan terhadap 5 seam batubara yang cukup tebal saja.
Perhitungan dibatasi oleh topografi pada bagian teratas seam dan dibatasi oleh jarak
hanya pada 5 seam yang relatif cukup tebal, yaitu seam S15, S24, S28, S31 dan S33
(Tabel 5.2). 5 seam tersebut dianggap sangat prospek untuk ditambang mengingat
217
sumberdaya batubara terhadap 5 seam tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.10. Jumlah
sumberdaya ke-5 seam tersebut adalah kategori terukur atau measured sebanyak
6.389.985,97 ton, kategori tertunjuk atau indicated sebanyak 5.691.734,90 ton dan
Jumlah Kualitas
Kategori
Seam Sumberdaya Kadar Nilai Kalori Kadar air Berat Jenis Sulfur Total
Sumberdaya
(ton) Abu (AC) (CV) bawaan (IM) Relatif (RD) (TS)
Terukur
2.086.254,83 4,31 4.840 23,43 1,30 0,19
(Measured)
Tertunjuk
S15 1.782.926,33 4,59 4.834 23,15 1,30 0,19
(Indicated)
Tereka
3.964.207,71 4,92 4.805 23,11 1,30 0,19
(Inferred)
Terukur
697.691,79 3,16 4.958 24,30 1,30 0,21
(Measured)
Tertunjuk
S24 562.675,07 4,34 4.939 23,93 1,30 0,39
(Indicated)
Tereka
1.067.713,24 4,45 4.928 23,93 1,30 0,42
(Inferred)
Terukur
2.441.190,81 3,98 4.967 23,79 1,30 1,04
(Measured)
Tertunjuk
S28 2.409.124,85 4,08 4.979 23,64 1,30 1,10
(Indicated)
Tereka
5.356.945,61 4,14 5.020 23,17 1,30 1,16
(Inferred)
Terukur
1.133.793,28 3,90 5.057 22,64 1,30 1,05
(Measured)
Tertunjuk
S31 689.890,25 3,50 5.138 21,95 1,30 0,92
(Indicated)
Tereka
436.082,13 3,55 5.131 22,05 1,30 0,92
(Inferred)
Terukur
31.055,26 6,61 5.164 19,41 1,30 1,39
(Measured)
Tertunjuk
S33 247.118,40 6,80 5.153 19,37 1,30 1,46
(Indicated)
Tereka
287.480,80 6,80 5.153 19,37 1,30 1,46
(Inferred)
218
batubara. Seam tersebut hanya dihitung seam induknya saja, namun pada suatu seam
dapat mengalami splitting, sehingga terdapat banyak anak-anak seam lainnya. Model
persebaran seam Gambar 5.24 menunjukkan batubara yang tersebar di bagian timur
melimpah.
Seam yang tersebar pada Sub-blok B memiliki ketebalan yang bervariasi, hal
terbentuk pada lingkungan lower delta plain dan transitional lower delta plain.
Secara umum, terdapat banyak seam dengan ketebalan > 1 meter. Kemenerusan seam
Kemenerusan seam sangat baik pada bagian tengah, dimana seam rekatif menerus
beberapa kilometer.
Pola persebaran seam yang tampak pada model (Gambar 5.24) menunjukkan
orientasi memanjang tenggara barat laut. Persebaran seam dikontrol oleh struktur
homoklin yang menunjukkan kemiringan relatif ke arah barat daya. Struktur geologi
tersebut terbentuk akibat gaya kompresional berarah tenggara barat daya. Gaya
Seam batubara menunjukkan arah kemiringan (down dip) ke arah barat daya
(Gambar 5.25). Arah kemiringan seam batubara dapat dilihat dengan jelas pada
penampang seam batubara (2D). Arah kemiringan tersebut dikontrol oleh struktur
geologi berupa homoklin di bagian timur blok. Berdasarkan Peta Geologi Regional
Samarinda oleh Supriatna dkk (1995), batubara tersebut merupakan bagian dari sayap
antiklin yang terletak di bagian luar blok, yaitu di timur laut Blok Beruaq. Sumbu
antiklin tersebut memiliki orientasi yang memanjang relatif tenggara barat laut,
sehingga sayap antiklin di bagian barat daya memiliki persebaran lapisan dengan arah
Pada Gambar 5.25, kemiringan seam batubara relatif landai hingga sedang,
yaitu 6 - 30. Kemiringan tersebut menjadikan suatu hal yang positif untuk kegiatan
pertambangan nanti. Semakin landai kemiringan seam yang ada, maka akan bernilai
permukaan menurut keyakinan geologi mencapai hingga ratusan meter. Hal ini
batubara di lingkungan lower delta plain dan transitional lower delta plain
menunjukkan persebaran seam yang relatif luas. Kedua hal tersebut menjadi
informasi yang sangat penting untuk melanjutkan kegiatan eksplorasi ini dengan
Penentuan batas area prospek (boundary prospect area), yaitu area yang
memiliki prospek untuk ditambang menurut keyakinan geologi yang paling tinggi,
Kegiatan pemberian batas area prospek terhadap seam batubara yang ada merupakan
langkah kerja di dalam kegiatan eksplorasi rinci. Hal ini dikarenakan adanya
pemodelan endapan batubara secara 2D dan 3D, sehingga keyakinan geologi terhadap
Dalam penentuan batas area prospek ini, akan ditampilkan beberapa model
analog untuk membantu menilai area prospek. Model analog untuk penentuan batas
area prospek diolah dari data hasil pengeboran, yaitu data litologi dan kualitas. Data
seam batubara dan penampang seam batubara. Persebaran seam batubara akan
berguna untuk melihat geometri seam batubara meliputi pola persebaran seam di
tersebut juga dapat dikaitkan dengan kualitas batubara dan peringkat batubara.
Penampang seam batubara akan sangat berguna untuk melihat geometri seam
beberapa batas persyaratan, yaitu ketebalan seam 1 m, kualitas batubara > lignit,
kemenerusan seam batubara jelas dan pola kedudukan perlapisan seam batubara
223
maka diperoleh dari hasil pemodelan sebanyak 17 induk seam. Seam tersebut adalah
seam S15, S16, S17, S9, S23, S24, S25, S28, S31, S33, S36, S39, S40, S42, S43 dan
S45.
ratio (SR). Namun, pada penelitian ini hanya dilakukan pemberian batas suatu area
terhadap keterdapatan beberapa seam batubara secara umum. Pemberian batas area
prospek ini dilakukan dengan cara penilaian kualitatif terhadap beberapa parameter,
yaitu kondisi geometri seam batubara dan kualitas seam batubara. Berikut penjelasan
dengan menggunakan beberapa aspek, yaitu jumlah seam, pola sebaran seam, arah
sebaran seam, kemenerusan seam searah jurus dan kerapatan antar seam (Gambar
- Jumlah seam
bagian timur area penelitian (Sub-blok B). Keterdapatan 17 seam ini dinilai
sudah cukup prospek untuk ditambang, hal ini dikarenakan seam tersebut
hanya jumlah seam induk saja. Namun, bentuk seam tersebut juga mengalami
banyak seam lain di antara 17 seam ini yang dapat ditambang bersamaan.
225
tenggara dan relatif teratur. Pola persebaran seam yang relatif teratur dan
dengan orientasi yang relatif sejajar sangat menguntungkan pada saat proses
relatif luas. Hal tersebut menunjukkan bahwa seam tersebut sangat bernilai
ekonomis dengan area penambangan seam yang luas. Persebaran seam yang
Jarak persebaran antar seam relatif rapat. Persebaran antar seam relatif
dan rapat. Jadi dengan pembukaan pit yang sedikit dapat menambang banyak
seam batubara atau dengan 1 seam basalt dapat menambang beberapa seam
seam tersebut merupakan bagian dari satuan batupasir kuarsa sisipan batulanau.
batubara di area prospek ini tergolong batubara muda, yaitu lignit hingga
menggunakan parameter kadar air (moisture content), kandungan abu (ash content),
zat terbang (volatile matter), karbon tertambat (fixed carbon), kadar sulfur total (total
sulphur) dan nilai kalori (calorific value). Berikut penjelasan mengenai kualitas
- Kadar air (moisture content): Batubara pada area ini mengandung kadar air
- Kandungan abu (ash content): Kandungan abu batubara area ini relatif
rendah hingga sedang berkisar antara 2,5% wt hingga 7,4% wt dengan rata-
- Zat terbang (volatile matter): Zat terbang batubara di area ini relatif tinggi
pada area ini relatif sangat rendah, berkisar antara 33,70 % wt hingga 38,70
% wt.
- Kadar sulfur total (total sulphur): Kadar sulfur total batubara pada area ini
relatif bervariasi, dari yang terendah 0,14 % wt hingga tertinggi 1,71 % wt,
namun rata - rata menunjukkan nilai kadar sulfur yang relatif sedang, yaitu
0,66 % wt
- Nilai kalori (calorific value): Nilai kalori batubara pada area ini relatif
rendah, yaitu dengan nilai minimum 4.573 kcal/kg dan nilai maksimum
Kualitas batubara muda (lignit hingga subbituminus) di area ini memiliki nilai
kalori berkisar antara 4.573 kcal/kg hingga 5.092 kcal/kg dipengaruhi oleh nilai
kandungan air yang tinggi, namun dengan kandungan abu yang tidak begitu tinggi.
Hal ini menunjukkan bahwa batubara di area ini sudah tergolong prospek.
seam yang ekonomis menggunakan metode incremental pit expansion and cash flow
(Sasongko, 2009). Penentuan batas area melalui penentuan batas pit yang ekonomis
metode trial and error pada beberapa simulasi batas tambang, sehingga pada simulasi
tertentu akan didapatkan batas tambang terbaik, Parameter yang digunakan dalam
228
metode cash flow untuk menghitung nilai BESR sebagai nilai batas penetapan
stripping ratio (SR) yang layak untuk ditambang dengan menggunakan beberapa
data, yaitu harga jual batubara (s) 53 $/ton, biaya penampangan batubara (c) 9,26
$/ton, biaya pemindahan overburden (w) 2,41 $/bcm dan iuran produksi (x) 0,169.
perhitungan untuk penentuan batas area pit prospek harus dengan perbandingan yang
lebih besar. Pada Tabel 4.10 menunjukkan bahwa dari setiap pit yang telah
ditentukan, dengan menerapkan metode incremental pit expansion and cash flow.
Metode tersebut juga menggunakan data kondisi geometri seam batubara dan kualitas
seam batubara, maka didapatkan beberapa pit limit sebagai batas area prospek dengan
Area Prospek) (Gambar 5.27) yang menjadi dasar penentuan batas area prospek di
Sub-blok B. Penentuan Pit Limit tersebut didasari oleh pertimbangan nilai BESR
- Penampang A A
dibatasi menjadi 2 pit limit yang prospek, yaitu Pit Limit A1 dan Pit Limit
A2. Berdasarkan penentuan pit limit tersebut, maka didapatkan Pit Limit A1
yang akan ditambang pada masing-masing pit limit tersebut adalah (Tabel
5.3):
Tabel 5.3. Target seam pada Pit Limit A1 dan Pit Limit A2.
- Penampang B B
limit yang efesien untuk menjadi batas tambang, yaitu Pit Limit B1, Pit Limit
B2 dan Pit Limit B3. Pit Limit B1 dengan rasio 6 : 1 akan menghasilkan
m. Target seam yang akan ditambang pada masing-masing pit limit tersebut
Tabel 5.4. Target seam pada Pit Limit B1, Pit Limit B2 dan Pit Limit B3.
- Penampang C C
Pit Limit C1, Pit Limit C2 dan Pit Limit C3. Pit Limit C1 dengan rasio 11 : 1
Tabel 5.5. Target seam pada Pit Limit C1, Pit Limit C2 dan Pit Limit C3.
Pit Limit C1 Pit Limit C3
Seam Tebal (m) Kemiringan () Seam Tebal (m) Kemiringan ()
S15 7,05 16 S36 1,9 25
S19 6,2 31 S39 4 18
S40 3,7 20
Pit Limit C2 S42 2,35 20
Seam Tebal (m) Kemiringan () S43 2,35 20
S24 2,8 28
S25 1,4 15
S28 1,3 18
S31 7,9 16
- Penampang D D
dibagi menjadi 4 batas pit yang efesien untuk ditambang, yaitu Pit Limit D1,
Pit Limit D2, Pit Limit D3 dan Pit Limit D4. Pit Limit D1 dengan rasio 11 : 1
Tabel 5.6. Target seam pada Pit Limit D1, Pit Limit D2, Pit Limit D3 dan Pit Limit D4.
- Penampang E E
kerapatan antar seam relatif rapat dan kemenerusan seam searah dip relatif
jauh, sehingga dapat dibagi menjadi 2 batas pit yang propek untuk ditambang,
yaitu Pit Limit E1 dan Pit Limit E2. Pit Limit E1 dengan rasio 6 : 1 akan
akan ditambang pada masing-masing pit limit tersebut adalah (Tabel 5.7):
234
Tabel 5.7. Target seam pada Pit Limit E1 dan Pit Limit E2.
- Penampang F F
dapat dibagi menjadi 5 batas pit yang efesien untuk ditambang, yaitu Pit Limit
F1, Pit Limit F2, Pit Limit F3, Pit Limit F4 dan Pit Limit F5. Pit Limit F1
dan overburden 23.170 m. Target seam yang akan ditambang pada masing-
Tabel 5.8. Target seam pada Pit Limit F1, Pit Limit F2, Pit Limit F3, Pit Limit F4 dan Pit
Limit F5.
Pit Limit F5
Seam Tebal (m) Kemiringan ()
S42 2,4 11
S43 1,4 13
- Penampang G G
merenggang dan hanya terdapat beberapa seam saja, sehingga dapat dibagi
menjadi 2 batas pit yang efesien untuk ditambang, yaitu Pit Limit G1 dan Pit
Limit G2. Pit Limit G1 dengan rasio 3 : 1 akan menghasilkan jumlah batubara
11.200 m. Target seam yang akan ditambang pada masing-masing pit limit
Berdasarkan hasil penentuan pit limit di Sub-blok B, maka dapat dibuat batas
area prospek di Sub-blok B Area Beruaq (Gambar 5.28). Batas area prospek di Sub-
blok B dapat didukung kebenarannya oleh data hasil pemetaan geologi. Berdasarkan
hasil pemetaan geologi, korelasi seam batubara yang menunjukkan ketebalan yang
relatif tebal dan melimpah terletak di area kotak merah pada Gambar 5.29. Seam yang
berada dalam kotak merah tersebut tersebar di bagian Sub-blok B, yaitu pada area
Pada area prospek hasil pemetaan geologi tersebar 9 seam induk dengan
ketebalan dari 0,5 m hingga 2,5 m. Persebaran seam di area tersebut relatif tebal dan
melimpah dibandingkan dengan area lainnya yang ada di Blok Beruaq. Kemiringan
seam di area prospek tersebut juga relatif landai, yaitu berkisar antara 14 - 23.
Namun, terdapat seam dengan kemiringan yang relatif miring (37), tersebar di dekat
sumbu lipatan sinklin menunjam. Bentuk seam pada area prospek ini juga mengalami
(Gambar 5.39) Blok Beruaq ini terbentuk pada lingkungan transitional lower delta
seam batubara dengan karakteristik ketebalan seam yang relatif tebal, penyebaran
seam relatif luas dan kandungan sulfur rendah (Horne, dkk, 1978). Hal tersebut
terbukti dengan data hasil penelitian yang dilakukan di Blok Beruaq ini.
Gambar 5.28. Peta Batas Area Prosspek Sub-blok B Area Beruaq.
238
239
230