Anda di halaman 1dari 33

BAB I

ILUSTRASI KASUS

I.1 IDENTITAS
Identitas Pasien
No. RM : 02253517
Nama pasien : An. BQ
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jln. Kampung Kapuk II, Klender.

Tanggal lahir/umur : 1 tahun 0 bulan 15 hari


Masuk RSUP Persahabatan : 22 April 2017

I.2 ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan ibu pasien pada
tanggal 23April 2017 pukul 13.00WIB di bangsal bugenvile bawah.
Keluhan Utama:
BAB cair sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS)

Keluhan Tambahan:
Demam, batuk pilek, muntah dan nafsu makan berkurang
Riwayat Penyakit Sekarang:
Dua hari sebelum masuk rumah sakit, pasien panas tinggi namun ibu tidak
mengukur suhu anak. Menurut ibu pasien, pasien panas sepanjang hari dan demam
timbul mendadak, tidak menggigil, tidak kejang, ibu pasien sudah memberikan obat
penurun panas (paracetamol) namun panas hanya turun sesaat dan kemudian panas
kembali. Keluhan juga disertai batuk pilek namun ibu pasien tidak memberikan obat
untuk batuk pileknya. Buang air kecil sedikit dan keluhan buang air besar cair
bercampur darah atau berwarna hitam disangkal.

1
Satu hari sebelum masuk rumah sakit, pasien masih panas keluhan disertai
muntah sebanyak 2 kali, pasien juga tidak nafsu makan dan hanya meminta minum
pada ibunya. Keluhan juga disertai BAB cair, menurut ibu pasien, pasien sudah 4x
buang air besar warna kuning, ampas (+), berbau amis, lendir (+), busa (-), darah (-),
sekali BAB 1/2 gelas. BAK lancar dan tidak ada keluhan, warna kuning jernih,
tidak pekat, tidak ada darah, tidak sakit saat BAK.
Sembilan jam sebelum masuk rumah sakit, pasien masih mencret dengan
frekuensi BAB 6x/hari dengan konsistensi cair dan sedikit ampas yang disertai lendir,
pasien merasa lemas tidak mau melakukan aktivitas dan merasa kehausan. Buang air
berwarna hitam dan disertai darah disangkal. Lalu pasien dibawa ke IGD Rumah sakit
persahabatan dan kemudian dirawat di bangsal bougenvile.

Riwayat Penyakit Dahulu


Anak baru pertama kali seperti ini hingga dirawat di rumah sakit. Riwayat
alergi makanan dan minuman disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga tidak ada yang sakit seperti ini.

Riwayat Sosial dan Lingkungan


Pasien adalah anak kedua dari dua bersaudara dan tinggal bersama kedua orang
tuanya dan kakak adiknya.Rumah pasien berukuran 12 m x 10 m yang terletak di
daerah perkampungan dan padat penduduk, jalan masih bisa dilalui oleh mobil.

Riwayat Kehamilan dan Persalinan


Kehamilan Morbiditas kehamilan Tidak ada
Perawatan antenatal Periksa rutin ke bidan
Ibu pasien mengaku lupa frekuensi kontrol
kehamilan
Persalinan Tempat kelahiran Klinik Bersalin
Penolong persalinan Bidan
Cara persalinan Spontan

2
Masa gestasi 37 minggu
Keadaan bayi BBL: 3100 gram
PBL: 48 cm
Langsung menangis, warna kulit merah
Tidak ditemukan kelainan saat lahir

Kesimpulan: Riwayat kehamilan dan persalinan baik

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


Ranah Perkembangan Usia
Motorik Kasar Tengkurap 3 bulan
Duduk 6 bulan
Berjalan 11 bulan

Motorik Halus Menggenggam 2 bulan


Memindahkan benda 6 bulan
Mencoret-coret 1 tahun

Bahasa Berbicara tanpa arti (babbling) 5 bulan


Papa mama 9 bulan

Sosial Mengenal orang 2 bulan


Tepuk tangan 9 bulan
Minum dari cangkir 1 tahun

Kesimpulan :riwayat pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan anak usia 1


tahun.
Riwayat Makan
Umur ASI / PASI Buah / Bubur susu Nasi tim
Biskuit

3
0 6 bulan (ASI) - - -
6 12 bulan (ASI) Buah pisang mangkuk
Susu SGM 3 dan pepaya bayi
-
sehari 1 botol
ukuran kecil
1-sekarang (ASI) Biskuit 1 bungkus
Susu SGM 3 regal, buah nasi tim instan
sehari 3-4 pisang, - setiap kali
botol ukuran pepaya, makan
sedang alpukat

Kesan : Kuantitas cukup dan kualitas cukup

Riwayat Imunisasi
Vaksin Dasar Ulangan (Umur)
BCG (2)
DPT (2) (4) (6)
Hepatitis B (0) (1) (6) Tidak ada
Polio (0) (2) (4)
Campak

Kesan: imunisasi dasar belum lengkap sesuai PPI 2014. (Ibu membawa kartu
imunisasi dari puskesmas)

I.3 PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis

Data Antropometri

4
Berat badan : 9,8 kg
Tinggi badan : 71 cm

Status gizi
o BB/U : 0 > Z score < 2 gizi baik
o TB/U : -2 > Z score < 0 gizi baik
o BB/TB : 1 > Z score < 2 gizi baik

Kesimpulan : Status gizi menurut WHO: gizi baik.

Tanda Vital
Suhu :38 C
Nadi : 100 x/menit, reguler, kuat, isi cukup.
Pernapasan : 26 x/menit
Saturasi O2 : 98%

STATUS GENERALIS

1. Kepala :
Bentuk : normochepal, ubun-ubun sudah menutup
Rambut : hitam, distribusi rata, tidak mudah dicabut
Mata : visus normal, ptosis -/-, lagoftalmos -/-, hordeolum -/-, udem
palpebra -/-, kunjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, sekret
-/-, refelks cahaya +/+, mata cekung +/+, pupil isokor
Hidung : septum deviasi -, sekret -/-, darah/bekas perdarahan -/-,
pernapasan cuping hidung -/-, edema mukosa -/-, hiperemis
mukosa -/-
Mulut : bibir kering +, lidah kotor -, faring hiperemis -,
pseudomembran, tonsil T1/T1, stomatitis -, lidah tremor -,
lidah kotor -, gusi berdarah
Telinga : normotia, serumen +/+, membrane tympani intak.
2. Leher : pembesaran KGB -, pembesaran kel tiroid
3. Torax : Paru : I : simetris pada saat statis dan dinamis, retraksi iga -,

5
pernapasan abdominotorakal, laserasi-,
penonjolan -, pembengkakan -, bintik-bintik
merah -
: P : nyeri tekan -, vocal premitus kanan kiri sama,
krepitasi-
: P : sonor di kedua lapang paru
: A : vesikuler +/+, wheezing -, ronkhi -/-, BJ I dan II
normal, tidak ada bunyi tambahan
4. Abdomen :I : retraksi epigastrium -, cembung,
simetris, spider nevi -, bintik-bintik merah -, distensi
-
: A : bising usus + melemah, metallic sound -, bruit -
:P : nyeri tekan (-), hepatomegali (-), turgor kulit
normal, splenomegali (-), ginjal tidak teraba dan tidak
nyeri.
:P: hipertympani pada 4 kuadran abdomen, pekak
menunjukkan batas hepar 1 jari dibawah arcus costa
kanan.
5. Genitalia :edem (-), Eritema (-) sekret (-).
6. Ekstremitas : atas : akral hangat, CRT < 2 detik, edema -/-, bintik-
bintik merah -/-
: bawah : akral hangat, CRT < 2 detik, edema -/-,
bintik-bintik merah -/-
7. Turgor kulit : Melambat, < 2 detik.

I.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium :
Tanggal 22 April 2017 (di IGD RSP)
Darah Rutin Nilai Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 11.0 g/dL 10.5-14.0
Hematokrit 36.3 % 32.0-42.0
Eritrosit 5.01 106/uL 3.70-5.30
MCV 72.5 fL 72.0-88.0
MCH 22.0 pg 24.0-30.0
MCHC 30.3 g/dL 32.0-36.0

6
Trombosit 263 103/uL 150.000-400.000
Leukosit 8.46 103/uL 6.0-14.00
-Basofil 0.0 % 0-1
-Eosinofil 0.0 % 1-3
-Neutrofil 38.2 % 52.0-76.0
-Limfosit 52.5 % 20-40
-Monosit 9.2 % 2-8
RDW-CV 15.9 <16.5
ELEKTROLIT
Natrium (Na) Darah 132 mEq/L 135-145
Kalium (K) Darah 4.10 mEq/L 3.50-5.00
Klorida (Cl) Darah 104.0 mEq/L 98.0-107.0

Tanda Vital Tanggal 22 April (Di IGD RS Persahabatan):


Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah :-
Nadi : 115x/menit
Pernafasan : 26x/menit
Suhu : 38 C
Saturasi : 99%

Terapi tanggal 22 April:


IVFD KAEN 3B 10 tpm
PCT Syr 4x3/4 cth
Orezinc Syr 1x1 cth

Tanggal 23April 2017 08:16 (di Bougenvile Bawah RSP)

Nama Test Hasil Unit Nilai Rujukan

Konsistensi Encer Lembek


Lendir Positif Negatif
Darah Negatif Negatif
Pus (-) Negatif Negatif
Mikroskopik
Leukosit 1-3 /LPB
Eritrosit 1-3 /LPB

7
Telur Cacing Negatif Negatif
Amoeba Positif Negatif
Lain-lain (-)
Pencernaan
Lemak Pencernaan Negatif
Serat Tumbuhan Negatif Negatif
Darah Samar Tinja Positif Negatif

Tanggal 23 April 2017 15:08 (di Bougenvile Bawah RSP)

Nama Test Nilai Satuan Nilai Normal

URINALISA
Urin Lengkap
Warna Kuning muda Kuning
Kejernihan Jernih Jernih
Sedimen
Leukosit 1-3 /LPB 0-5
Eritrosit 0-1 /LPB 0-2
Silinder
Negatif
Sel Epitel +1

Kristal
Negatif
Bakteria Negatif Negatif
Berat Jenis 1.005 1.005-1.030
pH 6.5 4.5-8.0
Albumin Negatif Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Darah/Hb Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilinogen 3.4 umol/L 3.4-17.0
Nitrit Negatif Negatif

Leukosit Esterase Negatif Negatif

8
ANALISA TINJA

Analisa Tinja
Makroskopik
Warna Kuning Kuning

Tanda Vital Tanggal 23 April (Di Bangsal Bougenvile RS Persahabatan):


Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : - mmHg
Nadi : 120 x/menit
Pernafasan : 24 x/menit
Suhu : 37.6 C
Saturasi : 99%

I.5 DIAGNOSIS KERJA


Diare akut dehidrasi ringan sedang e.c. Disentri amoeba

I.6 PENATALAKSANAAN
Non-medikamentosa :
- Edukasi mengenai penyakit, penatalaksanaan, prognosis

- Medikamentosa :
1. KAEN 3B 10 tpm makro
2. Metronidazole 3x100 mg iv
3. PCT drop 4x1 cc
4. Zinkid 1x10 ml
5. Salbutamol 0,5 mg + Ambroxol 5 mg = 4x1 Pulv.

I.7 PROGNOSIS
Ad vitam : Ad bonam
Ad sanationam : ad bonam
Ad functionam : Ad bonam

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Disentri

Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (gangguan) dan enteron (usus),
yang berarti radang usus yang menimbulkan gejala meluas dengan gejala buang air

10
besar dengan tinja berdarah, diare berkonsistensi cair dengan volume sedikit, buang
air besar dengan tinja bercampur lendir (mucus) dan nyeri saat buang air besar
(tenesmus).2 Disentri merupakan peradangan pada usus besar yang ditandai dengan
sakit perut dan buang air besar dengan konsistensi cair secara terus menerus (diare)
yang bercampur dengan lendir dan darah.3 Disentri merupakan suatu infeksi yang
menimbulkan luka yang menyebabkan tukak terbatas di colon yang ditandai dengan
gejala khas yang disebut sebagai sindroma disentri, yakni:1) sakit di perut yang sering
disertai dengan tenesmus, 2) berak-berak, dan 3) tinja mengandung darah dan lendir.4

II.2 Epidemiologi

Di Amerika Serikat, insidensi penyakit ini rendah. Setiap tahunnya kurang


dari 500.000 kasus yang dilaporkan ke Centers for Disease Control (CDC). Di Bagian
Penyakit Dalam RSUP Palembang selama 3 tahun (1990-1992) tercatat di catatan
medis, dari 748 kasus yang dirawat karena diare ada 16 kasus yang disebabkan oleh
disentri basiler. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan di beberapa rumah sakit di
Indonesia dari Juni 1998 sampai dengan Nopember 1999, dari 3848 orang penderita
diare berat, ditemukan 5% shigella.
Prevalensi amebiasis sangat bervariasi, diperkirakan 10 persen populasi
terinfeksi. Prevalensi tertinggi di daerah tropis (50-80%). Manusia merupakan host
dan reservoir utama. Penularannya lewat kontaminasi tinja ke makanan dan
minuman, dengan perantara lalat, kecoak, kontak interpersonal, atau lewat hubungan
seksual anal-oral. Sanitasi lingkungan yang jelek, penduduk yang padat dan
kurangnya sanitasi individual mempermudah penularannya. Insidensi kasus
amoebiasis lebih banyak ditemukan di Negara berkembang terutama sekitar India,
Afrika bagian selatan, Amerika Selatan dan daerah asia timur. Berkunjung ke tempat
endemis dapat menimbulkan resiko terinfeksi amoebiasis tetapi amoebiasis jarang
menyebabkan travelers diarrhea karena pada umumnya timbul jika tinggal di daerah
endemis tersebut lebih lama dari 1 bulan. Amoebiasis dapat terjadi pada segala umur
tetapi komplikasi seperti abses hepar karena amoebiasis 10 kali lebih sering
ditemukan di orang dewasa dibandingkan anak-anak.

11
II.3 Etiologi

Penyebab disentri dibagi atas 2 bagian besar yaitu berdasarkan penyebabnya


yaitu bakteri dan amoeba.

Disentri basiler

Disentri basiler disebabkan oleh kuman Shigella, s.p.. Shigella sendiri


adalah basil non motil gram negatif dalam family enterobacteriaceae. Genus
ini dapat menginvasi sel epitel intestinal dan menyebabkan infeksi yang dapat
menimbulkan gejala ringan hingga berat. Ada 4 spesies Shigella, yaitu
S.dysentriae, S.flexneri, S.bondii dan S.sonnei. Terdapat 43 serotipe O dari
shigella. S.sonnei adalah satu-satunya yang mempunyai serotipe tunggal.
Karena kekebalan tubuh yang didapat bersifat serotipe spesifik, maka
seseorang dapat terinfeksi beberapa kali oleh tipe yang berbeda. Genus ini
memiliki kemampuan menginvasi sel epitel intestinal dan menyebabkan
infeksi dalam jumlah 102-103 organisme. Secara klinis mempunyai tanda-
tanda berupa diare, adanya lendir dan darah dalam tinja, perut terasa sakit dan
tenesmus.

Disentri amoeba
Disentri dapat juga disebabkan oleh amoeba atau yang sering disebut
amoebiasis. Pada umumnya disebabkan oleh Entamoeba histolytica yang
merupakan protozoa usus yang sering hidup menjadi mikroorganisme
apatogen di usus besar manusia. Apabila kondisi seperti sistem imun yang
rendah timbul, protozoa ini dapat menjadi pathogen dengan cara membentuk
koloni di dinding usus dan menembus dinding usus sehingga menyebabkan

12
ulserasi. Siklus hidup amoeba ini ada 2 bentuk yaitu bentuk trofozoit dan
bentuk kista.
Bentuk trofozoit ada 2 macam, yaitu trofozoit komensal (berukuran <
10 mm) dan trofozoit patogen (berukuran > 10 mm). Trofozoit komensal
dapat dijumpai di lumen usus tanpa menyebabkan gejala penyakit. Bila pasien
mengalami diare, maka trofozoit akan keluar bersama tinja. Sementara
trofozoit patogen yang dapat dijumpai di lumen dan dinding usus
(intraintestinal) maupun luar usus (ekstraintestinal) dapat mengakibatkan
gejala disentri. Diameternya lebih besar dari trofozoit komensal (dapat sampai
50 mm) dan mengandung beberapa eritrosit di dalamnya. Hal ini dikarenakan
trofozoit patogen sering menelan eritrosit (haematophagous trophozoite).
Bentuk trofozoit ini bertanggung jawab terhadap terjadinya gejala penyakit
namun cepat mati apabila berada di luar tubuh manusia. Bentuk kista juga ada
2 macam, yaitu kista muda dan kista dewasa. Bentuk kista hanya dijumpai di
lumen usus. Bentuk kista bertanggung jawab terhadap terjadinya penularan
penyakit dan dapat hidup lama di luar tubuh manusia serta tahan terhadap
asam lambung dan kadar klor standard di dalam sistem air minum. Diduga
kekeringan akibat penyerapan air di sepanjang usus besar menyebabkan
trofozoit berubah menjadi kista.

Siklus hidup dari E.histolytica adalah kista matur yang masuk secara
oral akan melalui proses excystation yang akan menjadi stadium trofozoit
dimana lebih aktif dan bermultiplikasi di usus besar dan menyebabkan
ulserasi. Beberapa trofozoit dapat menyebar ke ekstraintestinal dan
menyebabkan abses di daerah lain seperti hepar dan otak. Beberapa akan

13
berkembang menjadi kista kembali dan keluar melalui feses dan dapat
menginfeksi orang lain kembali yang terpapar.

II.4. Patogenesis

Bentuk kista yang masuk akan berubah menjadi bentuk histolitika, kemudian
bentuk ini akan menembus mukosa usus besar dan mensekresikan enzim cystein
proteinase yang melisiskan jaringan. Hitolytika kemudian berlanjut hingga
menembus lapisan submukosa dan mukosa muskularis. Kemudian membentuk
sarang pada lapisan submukosa dan menimbulkan kerusakan jaringan yang
semakin luas sehingga terbentuk luka atau disebut dengan ulkus amoeba denga
lapisan submukosa dan muskulari yang melebar (menggaung). Ulkus yang terjadi
menimbulkan perdarahan dan dapat menembus hingga menyebabkan perforasi
dan peritonitis. Terjadi proses nekrosis dengan lisis sel jaringan (histiolisis) dan
menimbulkan reaksi inflamasi sekunder. Ulkus dapat terjadi di seluruh tampat usus
besar namun berdasarkan urutan dan frekuensinya adalah sekum, kolon asenden,
rektum, sigmoid, apendiks, dan ileum terminalis.
Bentuk histolytica banyak dijumpai di dasar dan dinding ulkus. Dengan
adanya peristaltik usus, hitolytica akan keluar bersamaan dengan tinja, dan

14
bersamaan juga menyerang dinding usus yang masih sehat. Tinja yang
mengandung bentuk histolytica disebut dengan tinja disentri yang umumnya
bercampur lendir dan darah.
Infeksi amoebiasis interstinal dapat bersifat asimptomatik dan simptomatik.
Infeksi yang menimbulkan gejala berupa diare dengan tinja yang berlendir atau
disertai darah, tenesmus (nyeri ketika buang air besar), disertai rasa tidak enak di
perut dan mulas. Infeksi yang tidak menimbulkan gejala sering tidak disadari, dan
terjadi sekitar 90% infeksinya pada manusia tidak menimbulkan gejala.

II.4 Patofisiologi

Disentri basiler
Semua strain kuman Shigella menyebabkan disentri, yaitu suatu
keadaan yang ditandai dengan diare, dengan konsistensi tinja biasanya lunak,
disertai eksudat inflamasi yang mengandung leukosit polymorfonuclear
(PMN) dan darah. Kuman Shigella secara genetik bertahan terhadap pH yang
rendah, maka dapat melewati barrier asam lambung. Ditularkan secara oral
melalui air, makanan, dan lalat yang tercemar oleh ekskreta pasien. Setelah
melewati lambung dan usus halus, kuman ini menginvasi sel epitel mukosa
kolon dan berkembang biak didalamnya. Kolon merupakan tempat utama
yang diserang Shigella namun ileum terminalis dapat juga terserang. Kelainan
yang terberat biasanya di daerah sigmoid, sedang pada ilium hanya hiperemik
saja. Pada keadaan akut dan fatal ditemukan mukosa usus hiperemik, lebam
dan tebal, nekrosis superfisial, tapi biasanya tanpa ulkus. Pada keadaan
subakut terbentuk ulkus pada daerah folikel limfoid, dan pada selaput lendir
lipatan transversum didapatkan ulkus yang dangkal dan kecil, tepi ulkus
menebal dan infiltrat tetapi tidak berbentuk ulkus bergaung(Oesman, 2009).
S.dysentriae, S.flexeneri, dan S.sonei menghasilkan eksotoksin antara
lain ShET1, ShET2, dan toksin Shiga, yang mempunyai sifat enterotoksik,
sitotoksik, dan neurotoksik. Enterotoksin tersebut merupakan salah satu faktor
virulen sehingga kuman lebih mampu menginvasi sel eptitel mukosa kolon
dan menyebabkan kelainan pada selaput lendir yang mempunyai warna hijau
yang khas. Pada infeksi yang menahun akan terbentuk selaput yang tebalnya

15
sampai 1,5 cm sehingga dinding usus menjadi kaku, tidak rata dan lumen usus
mengecil. Dapat terjadi perlekatan dengan peritoneum.

Disentri amoeba
Amoebiasis didapat dari rute fekal-oral melalui konsumsi dari
makanan atau air yang sudah terkontaminasi oleh amoeba. Setelah masuk ke
saluran cerna E.histolytica dalam bentuk kistanya akan melalui proses
ekskistasi di usus halus dan menginvasi usus besar dalam bentuk trofozoit.
Masa inkubasi nya dapat bermacam-macam dari 2 hari hingga 4 bulan. Proses
invasiv timbul saat penempelan E.histolytica ke dinding usus besar, setelah
proses penempelan maka trofozoit akan menginvasi epitel usus besar dan
membentuk lesi ulkus di daerah tersebut. Trofozoit akan melisiskan sel target
dengan menggunakan lectin untuk menempel dan protein parasitic untuk
menimbulkan kebocoran ion dari sitoplasma sel.
Penyebaran amoebiasis ke hepar terjadi melalui darah. Trofozoit
masuk ke pembuluh darah dan naik ke daerah hepar melalui vena porta dan
dapat memproduksi abses hepar yang dipenuhi oleh debris aselular. Trofozoit
ini juga dapat melisiskan hepatosit serta neutrofil sehingga dapat
timbul nekrosis dan dapat timbul daerah iskemik yang disebabkan oleh
obstruksi vena porta.

16
II.5 Manifestasi Klinis

Disentri Basiler
- masa tunas berkisar antara 7 jam sampai 7 hari. Lama gejala rerata 7 hari
sampai 4 minggu.
- Pada fase awal pasien mengeluh nyeri perut bawah, diare disertai demam
yang mencapai 400C. Selanjutnya diare berkurang tetapi tinja masih
mengandung darah dan lendir, tenesmus, dan nafsu makan menurun.
- Bentuk klinis dapat bermacam-macam dari yang ringan, sedang sampai
yang berat.
- Sakit perut terutama di bagian sebelah kiri, terasa melilit diikuti
pengeluaran tinja sehingga mengakibatkan perut menjadi cekung.
- Bentuk yang berat (fulminating cases) biasanya disebabkan oleh S.
dysentriae. Gejalanya timbul mendadak dan berat, berjangkitnya cepat,
berak-berak seperti air dengan lendir dan darah, muntah-muntah, suhu
badan subnormal, cepat terjadi dehidrasi, renjatan septik dan dapat
meninggal bila tidak cepat ditolong. Akibatnya timbul rasa haus, kulit
kering dan dingin, turgor kulit berkurang karena dehidrasi. Muka menjadi
berwarna kebiruan, ekstremitas dingin dan viskositas darah meningkat
(hemokonsentrasi). Kadang-kadang gejalanya tidak khas, dapat berupa
seperti gejala kolera atau keracunan makanan. Kematian biasanya terjadi
karena gangguan sirkulasi perifer, anuria dan koma uremik. Angka
kematian bergantung pada keadaan dan tindakan pengobatan. Angka ini
bertambah pada keadaan malnutrisi dan keadaan darurat misalnya
kelaparan. Perkembangan penyakit ini selanjutnya dapat membaik secara
perlahan-lahan tetapi memerlukan waktu penyembuhan yang lama.
- Pada kasus yang sedang keluhan dan gejalanya bervariasi, tinja biasanya
lebih berbentuk, mungkin dapat mengandung sedikit darah/lendir.
- Pada kasus yang ringan, keluhan/gejala tersebut di atas lebih ringan.
Berbeda dengan kasus yang menahun, terdapat serangan seperti kasus akut
secara menahun. Kejadian ini jarang sekali bila mendapat pengobatan
yang baik.2

17
Disentri amoeba
Manifestasi klinis pada disentri amoeba dapat berbeda-beda tergantung atas
proses invasi yang timbul serta penyebaran yang terjadi.
Carrier (Cyst passer)
Pasien dalam kondisi ini tidak akan timbul gejala apa pun, hal
ini disebabkan karena amoeba yang berada di lumen usus besar
tidak mengadakan proses invasi ke dinding usus besar.
Meskipun begitu seseorang dengan kondisi seperti ini masih
dapat menularkan ke orang lain melalui feses yang
mengandung kista dari E.histolytica.
Disentri amoeba ringan
Pasien dengan disentri amoeba ringan timbul gejalanya akan
perlahan-lahan. Penderita biasanya mengeluhkan perut
kembung, terkadang juga mengeluhkan nyeri perut ringan yang
hilang timbul. Diare yang timbul dapat 4 5 kali sehari dengan
tinja yang berbau busuk dan terkadang dapat ditemukan lendir
serta darah. Nyeri tekan yang dapat timbul berdasarkan atas
lokasi dimana ulkus tersebut timbul. Keadaan umum pasien
pada umumnya baik dengan tanpa demam atau subfebris.
Disentri amoeba sedang
Keluhan serta gejala klinis yang timbul lebih berat
dibandingkan dengan disentri ringan tetapi pasien tetap dapat
melakukan kegiatan sehari-hari tanpa gangguan. Pada tinja
sering ditemukan lendir serta darah. Pasien dapat mengeluhkan
demam, lemah, serta nyeri perut.
Disentri amoeba berat
Keluhan yang timbul akan lebih berat dimana akan timbul
diare yang lebih banyak dengan darah yang lebih banyak juga.
Dapat timbul demam tinggi serta rasa mual. Pada kondisi ini
juga sering ditemukan gejala anemia yang disebabkan oleh
hilangnya darah melalui saluran cerna.

18
II.6 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang dapat membantu kita untuk menegakkan


diagnosis amoebiasis lebih baik lagi dari sekedar hanya gejala klinis yang
khas yaitu tenesmus, nyeri abdomen, serta diare yang disertai lendir dan
darah. Pemeriksaan penunjang yang paling penting adalah pemeriksaan tinja
serta pemeriksaan serologis. Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan
radiologis maupun biopsi.

Pemeriksaan tinja
o Pemeriksaan tinja secara langsung terhadap kuman penyebab
serta biakan hapusan (rectal swab). Untuk menemukan carrier
diperlukan pemeriksaan biakan tinja yang seksama dan teliti
karena basil shigela mudah mati . Untuk itu diperlukan tinja
yang baru.
o Pada umumnya tinja pada penderita disentri amoeba akan
berbau busuk serta didapatkan darah serta lendir. Untuk
pemeriksaan mikroskopik diperlukan tinja yang segar,
terkadang perlu dilakukan pemeriksaan tinja berulang hingga 3
kali dalam seminggu dan sebaiknya dilakukan sebelum
dilakukan pengobatan. Untuk menemukan stadium trofozoit
diperlukan tinja yang segar dan mengandung darah serta lendir.
Jika tinja berdarah dapat ditemukan juga trofozoit dengan sel
eritrosit didalamnya.
Pemeriksaan serologis
o Enzime immunoassay : Serum antibody dapat ditemukan pada
70 90% dari penderita amoebiasis dan lebih banyak
ditemukan pada penderita abses hepar yang disebabkan oleh
E.histolytica. Dapat mendeteksi toksin di tinja pada sebagian
besar penderita yang terinfeksi S.dysentriae tipe 1 atau toksin
yang dihasilkan E.coli.

19
o Pemeriksaan yang dilakukan adalah tes IHA (Indirect
Hemagglutination antibody) yang mendeteksi antibodi spesifik
terhadap E.histolytica dan titer lebih dari 1:256 ditemukan pada
penderita amoebiasis ekstraintestinal yang berarti lebih berat.
Pada S.dysentriae aglutinasi dinyatakan positif pada
pengenceran 1/50 dan pada S.flexneri aglutinasi antibody
sangat kompleks, dan oleh karena adanya banyak strain maka
jarang dipakai. aglutinin terbentuk pada hari kedua, maksimum
pada hari keenam.
Pemeriksaan radiologis
o Pemeriksaan yang diunggulkan adalah USG untuk menilai jika
diduga sudah timbul abses hepar dengan cepat, efek samping
yang sedikit serta lebih murah. Jika memiliki sarana seperti CT
scan dapat ditemukan lesi yang ireguler tanpa kapsul yang
mengelilinginya.
Pemeriksaan laboratorium
o Pada pemeriksaan darah ditemukan leukositosis tanpa
eosinophilia pada 80% kasus. Anemia ringan dapat ditemukan
juga. Jika sudah menyebar ke daerah hepar maka akan
ditemukan serum transaminase yang meningkat dengan alkalin
phosphatase yang meningkat sehingga ada peningkatan serum
bilirubin ringan. Sering ditemukan juga laju endap darah yang
meningkat.
Pemeriksaan biopsi (rektosigmoidoskopi/ kolonoskopi)
o Prosedur ini dilakukan jika ditemukan ulkus pada usus besar
jika dicurigai penyebabnya adalah amoeba. Indikasi prosedur
ini adalah seperti berikut.
Pemeriksaan tinja negatif dengan serum antibodi yang
positif
Pemeriksaan tinja negatif, tetapi diperlukan diagnosis
secepatnya

20
Pemeriksaan tinja dan serum negatif, tetapi dugaan kuat
amoebiasis
Evaluasi gejala intestinal kronik atau lesi masa
o Pada Disentri basiler sebagian besar lesi berada di bagian distal
kolon dan secara progresif berkurang di segmen proksimal usus
besar.

II.7 Diagnosis Banding

Diagnosis banding untuk diare darah adalah :

Disentri basiler

Penyakit ini biasanya timbul secara akut, sering disertai adanya toksemia,
tenesmus akan tetapi sakit biasanya sifatnya umum. Tinja biasanya kecil-kecil,
banyak, tak berbau, alkalis, berlendir, nanah dan berdarah, bila tinja berbentuk
dilapisi lendir. Daerah yang terserang biasanya sigmoid dan dapat juga menyerang
ileum. Biasanya daerah yang terserang akan mengalami hiperemia superfisial
ulseratif dan selaput lendir akan menebal.

Disentri amuba

Timbulnya penyakit biasanya perlahan-lahan, diare awal tidak ada/jarang.


Toksemia ringan dapat terjadi, tenesmus jarang dan sakit berbatas. Tinja biasanya
besar, terus menerus, asam, berdarah, bila berbentuk biasanya tercampur lendir.
Lokasi tersering daerah sekum dan kolon asendens, jarang mengenai ileum. Ulkus
yang ditimbulkan dengan gaung yang khas seperti botol.

Eschericiae coli

Escherichia coli Enteroinvasive (EIEC)


Patogenesisnya seperti Shigelosis yaitu melekat dan menginvasi epitel usus
sehingga menyebabkan kematian sel dan respon radang cepat (secara klinis
dikenal sebagai kolitis). Serogroup ini menyebabkan lesi seperti disentri
basiller, ulserasi atau perdarahan dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear

21
dengan khas edem mukosa dan submukosa. Manifestasi klinis berupa demam,
toksisitas sistemik, nyeri kejang abdomen, tenesmus, dan diare cair atau
darah.
Escherichia coli Enterohemoragik (EHEC)
Manifestasi klinis dari EHEC dapat menyebabkan penyakit diare sendiri atau
dengan nyeri abdomen. Diare pada mulanya cair tapi beberapa hari menjadi
berdarah (kolitishemoragik). Meskipun gambarannya sama dengan Shigelosis
yang membedakan adalah terjadinya demam yang merupakan manifestasi
yang tidak lazim. Beberapa infeksi disertai dengan sindrom hemolitik uremik.

II.8 Komplikasi

Komplikasi intestinal
- Perdarahan usus.
Terjadi apabila amoeba mengadakan invasi ke dinding usus besar dan
merusak pembuluh darah.
- Perforasi usus.
Hal ini dapat terjadi bila abses menembus lapisan muskular dinding usus
besar. Sering mengakibatkan peritonitis yang mortalitasnya tinggi.
Peritonitis juga dapat disebabkan akibat pecahnya abses hati amoeba.
- Ameboma.
Peristiwa ini terjadi akibat infeksi kronis yang mengakibatkan reaksi
terbentuknya massa jaringan granulasi. Biasanya terjadi di daerah sekum
dan rektosigmoid. Sering mengakibatkan ileus obstruktif atau
penyempitan usus.
- Intususepsi.
Sering terjadi di daerah sekum (caeca-colic) yang memerlukan tindakan
operasi segera.
- Penyempitan usus (striktura).
Dapat terjadi pada disentri kronik akibat terbentuknya jaringan ikat atau
akibat ameboma.

Komplikasi ekstraintestinal
- Amebiasis hati.

22
Abses hati merupakan komplikasi ekstraintestinal yang paling sering
terjadi. Abses dapat timbul dari beberapa minggu, bulan atau tahun
sesudah infeksi amoeba sebelumnya. Infeksi di hati terjadi akibat
embolisasi ameba dan dinding usus besar lewat vena porta, jarang lewat
pembuluh getah bening. Mula-mula terjadi hepatitis ameba yang
merupakan stadium dini abses hati kemudian timbul nekrosis fokal kecil-
kecil (mikro abses), yang akan bergabung menjadi satu, membentuk abses
tunggal yang besar. Sesuai dengan aliran darah vena porta, maka abses
hati ameba terutama banyak terdapat di lobus kanan. Abses berisi nanah
kental yang steril, tidak berbau, berwarna kecoklatan (chocolate paste)
yang terdiri atas jaringan sel hati yang rusak bercampur darah. Kadang-
kadang dapat berwarna kuning kehijauan karena bercampur dengan cairan
empedu.

- Abses pleuropulmonal.
Abses ini dapat terjadi akibat ekspansi langsung abses hati. Kurang lebih
10-20% abses hati ameba dapat mengakibatkan penyulit ini. Abses paru
juga dapat terjadi akibat embolisasi ameba langsung dari dinding usus
besar. Dapat pula terjadi hiliran (fistel) hepatobronkhial sehingga
penderita batuk- batuk dengan sputum berwarna kecoklatan yang rasanya
seperti hati.

- Abses otak, limpa dan organ lain.


Keadaan ini dapat terjadi akibat embolisasi ameba langsung dari dinding
usus besar maupun dari abses hati walaupun sangat jarang terjadi.

- Amebiasis kulit.
Terjadi akibat invasi ameba langsung dari dinding usus besar dengan
membentuk hiliran (fistel). Sering terjadi di daerah perianal atau dinding
perut. Dapat pula terjadi di daerah vulvovaginal akibat invasi ameba yang
berasal dari anus.

II.9 Tatalaksana

23
- Cairan dan elektrolit
Dehidrasi ringan sampai sedang dapat dikoreksi dengan cairan
rehidrasi oral. Jika frekuensi buang air besar terlalu sering, dehidrasi akan
terjadi dan berat badan penderita turun. Dalam keadaan ini perlu diberikan
cairan melalui infus untuk menggantikan cairan yang hilang. Akan tetapi
jika penderita tidak muntah, cairan dapat diberikan melalui minuman atau
pemberian air kaldu atau oralit. Bila penderita berangsur sembuh, susu
tanpa gula mulai dapat diberikan.

- Diet
Diberikan makanan lunak sampai frekuensi berak kurang dari 5
kali/hari, kemudian diberikan makanan ringan biasa bila ada kemajuan.

- Pengobatan spesifik
Untuk kondisi disentri amoeba ini perlu dilakukan pengobatan yang dapat
membunuh stadium trofozoit serta mengeradikasi stadium kista yang dapat
menularkan serta dapat menimbulkan infeksi berulang. Untuk pengobatan
terhadap stadium trofozoit digunakan golongan antibiotic serta
antiprotozoa, Metronidazole sedangkan untuk mengeradikasi kista yang
berada di intraluminal adalah obat-obatan seperti Paramomycin. Untuk
kondisi amoebiasis ekstraintestinal seperti abses hepar dapat digunakan
obat-obatan seperti Dehydroemetine yang hanya dapat memiliki efek di
luar lumen usus, jadi masih perlu diberikan obat-obatan yang dapat
mengeradikasi infeksi amoeba intraluminal.
Dosis yang diberikan untuk penggunaan metronidazole adalah 30
mg/kg/hari yang dapat diberikan secara oral maupun parenteral yang
diberikan selama 5 sampai 10 hari. Sedangkan paramomycin diberikan
dengan dosis 25 -35 mg/kg/ hari yang dibagi menjadi 3 dosis dan
diberikan selama 7 hari.

- Pencegahan
Pencegahan sangat diperlukan terutama untuk mencegah penyebaran
infeksi dari carrier yang tidak memiliki gejala sama sekali. Pencegahan
yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.

24
Mencuci tangan setelah dari toilet serta setelah kontak dengan
orang yang terinfeksi amoebiasis
Mencuci tangan sebelum masak dan makan, merawat bayi serta
member makan anak kecil maupun orang lanjut usia
Membatasi kontak dengan seseorang yang menderita disentri
Mencuci pakaian dengan air panas
Menghindari berbagi handuk
Memasak air selama 5 menit dalam suhu 50 C untuk mematikan
kista

Rekomendasi Pengobatan Amoebiasis


1 Carrier asimptomatik (Luminal Agents)
a. Iodoquinol (tablet 650 mg), dosis 3x650 mg per hari selama
20 hari
b. Paronomycin (tablet 250 mg), dosis 3x500 mg per hari
selama 10 hari
2 Kolitis Akut
Metronidazol (tablet 250 atau 500 mg), dosis oral atau intravena
3x sehari selama 5-10 kali ditambah dengan bahan luminal
dengan dosis yang sama
3 Abses Hati Amoeba
1. Metronidazol 3x750 mg per oral atau iv
2. Tinidazole dosisnya 2 gram per oral
3. Omidazol dosisnya 2 gram per oral ditambah bukan luminal
dengan jumlah yang sama

II.10 Prognosis

Ditentukan dari berat ringannya penyakit, diagnosis dan pengobatan dini yang
tepat serta kepekaan amoeba terhadap obat yang diberikan. Pada umumnya prognosis
amoebiasis adalah baik terutama pada kasus tanpa komplikasi. Prognosis yang kurang
baik adalah abses otak amoeba. Pada bentuk yang berat, angka kematian tinggi
kecuali bila mendapatkan pengobatan dini. Tetapi pada bentuk yang sedang, biasanya
angka kematian rendah, bentuk dysentriae biasanya berat dan masa penyembuhan

25
lama meskipun dalam bentuk yang ringan. Disentri yang disebabkan oleh s. flexneri
mempunyai angka kematian rendah.

II.11. Pencegahan
Pencegahan amoebiasis terutama untuk kebersihan perorangan (personal
hygiene) dan lingkungan (environmental hygiene). Kebersihan perorangan seperti
mencuci tangan sebelum makan dan setelah buang air besar. Kebersihan lingkungan
seperti memasak air minum, mencuci bahan makanana sebelum dimasak hingga
bersih, tidak menggunakan kotoran manusia untuk pupuk, menutup makanannya
dengan baik agar tidak ditempel oleh lalat dan kecoak, membuang sampah di tempat
sampah yang tertutup untuk menghindari lalat.

BAB III
PEMBAHASAN

Pasien datang pada tanggal 22 April 2017 dengan keluhan BAB Cair sejak 1 hari
SMRS, ibu pasien mengatakan pasien BAB > 4x per hari, buang air besar warna
kuning, ampas (+), berbau amis, lendir (+), busa (-), darah (-), sekali BAB 1/2
gelas. Keluhan juga disertai demam sejak 2 hari SMRS. Demam dirasakan naik turun

26
saat siang dan malam. Demamnya sudah diobat dengan obat penurun panas namun
hanya turun sebentar kemudian naik lagi. Ibu pasien mengatakan selain BAB yang
cair dan demam, keluhan juga disertai mual dan muntah, pasien muntah sebanyak 2
kali dan disertai penurunan nafsu makan, pasien hanya merasa kehausan. BAK tidak
ada keluhan. Ibu pasien menyangkal pernah mengalami hal ini sebelumnya. Obu
pasien juga menyangkal memiliki riwayat DM, Hipertensi, Jantung dan Asma
Riwayat Penyakit Keluarga Pada anggota keluarga inti tidak ada yang mengeluh
seperti ini. Riwayat Penggunaan Obat. Pasien hanya minum obat penurun panas
panadol namun tidak membaik. Pasien tinggal bersama kedua orangtuanya
dirumah, saat ini pasien masih minum ASI yang dikombinasikan dengan susu SGM,
untuk makanan pendamping ASI pasien lebih suka makan nasi TIM instan, semua
makanan disiapkan oleh ibu pasien sendiri.ibu pasien satiap harinya mengunakan air
isi ulang untuk kebutuhan sehari hari dan juga untuk konsumsi pasien. Ibu pasien
mengatakan terkadang pasien sulit untuk diajak makan dan pasien lebih sering
bermain dengan mainannya saat mau makan sehingga Pasien makan sering
menggunakan tangan dan sering lupa untuk mencuci tangannya.
Berdasarkan hasil anamnesa dengan ibu pasien, diketahui terdapat infeksi pada
saluran cerna pasien yang menyebabkan peningkatan peristaltik pada usus sehingga
menimbulkan diare. Akibat peningkatan peristaltik usus, tinja keluar lebih banyak dan
konsistensi menjadi lebih lunak hingga mencair. Amoeba dalam saluran cerna
menghasilkan enzim fosfoglukomutase sehingga mengakibatkan kerusakan dan
nekrosis jaringan dinding usus membentuk ulkus amoeba yang khas membentuk
gaung. Ulkus tersebut dapat menyebabkan perdarahan sehingga tinja pada pasien
terdapat darah. Pada pasien tinja berwarna masih berwarna kuning dan secara
makroskopis menurut ibunya tidak terdapat darah. Infeksi tersebut juga menimbulkan
demam akibat adanya inflamasi yang mempengaruhi pusat pengatur suhu tubuh
sehingga suhu tubuh meningkat. Inflamasi juga menyebabkan rangsangan melalui
rangsangan nervus vagus dan sistem saraf pusat menimbulkan rasa tidak nyaman di
perut dan mual muntah. Nyeri abdomen yang dirasakan pasien bergantung dengan
lokasi infeksi serta lokasi ulkusnya. Lokasi tersering infeksi amoeba pada usus besar

27
yang berurutan di sekum, kolon asenden, rektum, sigmoid, apendiks dan ileum
terminalis.
Pada pemeriksaan fisik keadaan umum pasien tampak sakit sedang dengan
kesadaran kompos mentis, dengan gizi baik, tanda-tanda vital masih dalam batas
normal kecuali suhu 38 C, yang menandakan sedang demam, pada pemeriksaan
kepala tampak tanda dehidrasi ringan yang ditandai dengan mata cekung, bibir pasien
yang kering. Pada pemeriksaan jantung, masih dalam batas normal tidak ada
kelainan. Pada pemeriksaan paru tampak sedikit kelainan berupa terdengar bunyi
suara napas tambahan berupa ronkhi kasar pada paru kanan dan kiri bisa diakibatkan
karena keluhan pasien batuk berdahak yang disertai pilek. Pada pemeriksaan
abdomen terdengar bunyi bising usus yang meningkat, menandakan peristaltik usus
sedang meningkat dan terdapat tanda-tanda dehidrasi lain berupa turgor kulit
abdomen yang kembali secara normal agak melambat. Pada perkusi terdengar bunyi
hipertimpani menandakan banyak udara di dalam rongga abdomen. Pada pemeriksaan
ekstremitas, tidak tampak kelainan dan perfusi jaringan masih baik.

Untuk mengetahui penyebab dari infeksi yang terdapat di saluran cerna, maka
diperlukan bantuan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah dan
pemeriksaan tinja. Pada pemeriksaan darah tidak ditemukan penurunan hemoglobin
pada pasien ini yang menandakan bahwa pasien ini nutrisinya cukup. Pada
pemeriksaan feses, ditemukan hasilnya berwarna kuning muda dengan konsistensi
lembek terdapat lendir dan darah disertai tampak adanya eritrosit dan amoeba,
menandakan pada pasien ini infeksinya disebabkan oleh mikroorganisme amoeba
yang karakteristik dari fesesnya mengandung lendir dan darah. Sehingga dapat
ditegakkan diagnosa bahwa pada pasien ini mengalami infeksi amoebiasis intestinal.
Penatalaksanaan pada pasien ini diberikan metronidazol yang bekerja dengan cara
setelah berdifusi kedalam mikroorganisme, akan berinteraksi dengan DNA sehingga
menyebabkan kehilangan struktur helix DNA dan kerusakan pada untaian DNA,
akibatnya terjadi kematian sel organisme tersebut. Pemberian obat ini bisa melalui
oral ataupun intravena, obat ini akan didistribusi ke saliva, empedu, cairan mani, air
susu, tulang, hati, vagina, dan lain sebagainya yang kemudian dieksresikan melalui

28
urin. Pemberian metronidazol tidak diperbolehkan pada pasien yang hipersensitifitas
terhadap kandungan obat ini, turunan nitrodazol atau komponen dalam sediaan,
kehamilan pada trimester pertama karena pada penelitian terhadap tikus dapat
menimbulkan karsinogenik. Efek samping yang sering ditimbulkan pada pasien ini
adalah mual, muntah, gangguan pengecapan, lidah kasar dan lainnya. Pemberian
infus KAEN 3B untuk membantu rehidrasi pada pasien ini yang sedang mengalami
dehidrasi ringan yang membantu mengembalikan cairan dan elektrolit yang terbuang
melalui diare.

BAB IV

KESIMPULAN

Amoebiasis merupakan infeksi yang disebabkan oleh protozoa di saluran cerna


yaitu E. hystolitica. Penyakit ini berhubungan dengan sanitasi, status hygiene yang
kurang baik dan status ekonomi yang rendah. E. hystolitica dapat atau tanpa
menimbulkan manifestasi klinis yang disebut dengan penyakit bawaan makanan
(Food Borne Disease). Menurut WHO amebiasis diklasifikasikan menjadi

29
asimtomatik dan simptomatik,. Yang termasuk kedalam amoebiasis simptomatik
adalah amoebiasis intestinal dan menurut lokasi, amoebiasis terbagi menjadi
amoebiasis intestinal dan ekstraintestinal. Amoebiasis tersebar diseluruh dunia.
Terdapat hubungan langsung antara sanitasi lingkungan sehingga penyakit ini sering
ditemukan di tropik dan subtropik yang sanitasinya buruk dan sering dijumpai di
rumah-rumah sosial, penjara, rumah sakit dan lain-lain. 90% infeksinya bersifat
asimptomatik, sementara 10% bersifat simptomatik dan yang lainnya menimbulkan
berbagai sindrom klinis seperti disentri sampai abses hati atau organ lain yang sering
ditemukan pada anak-anak. Di Indonesia laporan tentang insidensi amoebiasis saat ini
masih belum ada, namun pada laporan tentang abses hati pada beberapa rumah sakit
besar diperkirakan insidensinya tinggi.
Sumber infeksi terutama dari penderita tanpa gejala klinis atau carrier,
kemudian masuk ke dalam manusia melalui makanan, sayuran atau air yang
terkontaminasi oleh kista. Infeksi juga dapat menyebar melalui vektor seperti lalat
atau kecoa atau dari tangan ke tangan yang menyajikan makanan, serta sayuran yang
menggunakan pupuk dari tinja manusia. Penyebaran dirumah biasanya berasal dari
ibu atau pembantu rumah tangga yang merupakan carrier, sehingga makanan tersebut
terkontaminasi.
Entamoeba histolytica merupakan penyebab amoebiasi. Terbagi menjadi 2
stadium dalam siklus hidupnya, yaitu stadium trofozoit (bentuk histolitica dan
minuta) dan stadium kista. Bentuk kista yang masuk akan berubah menjadi bentuk
histolitika, kemudian bentuk ini akan menembus mukosa usus besar dan
mensekresikan enzim cystein proteinase yang melisiskan jaringan. Hitolytika
kemudian berlanjut hingga menembus laposa submukosa dan mukosa muskularis.
Kemudian membentuk sarang pada lapisan submukosa dan menimbulkan kerusakan
jaringan yang semakin luas sehingga terbentuk luka atau disebut dengan ulkus
amoeba denga lapisan submukosa dan muskulari yang melebar (menggaung). Ulkus
yang terjadi menimbulkan perdarahan dan dapat menembus hingga menyebabkan
perforasi dan peritonitis. Bentuk histolytica banyak dijumpai di dasar dan dinding
ulkus. Dengan adanya peristaltik usus, hitolytica akan keluar bersamaan dengan tinja,

30
dan bersamaan juga menyerang dinding usus yang masih sehat. Tinja yang
mengandung bentuk histolytica disebut dengan tinja disentri yang umumnya
bercampur lendir dan darah. Amoebiasis akut memiliki masa tunas 1-14 minggu.
Sindrom disentri ditandai dengan diare berdarah dengan mukus atau lendir yang
disetai rasa tidak nyaman di perut, tenesmus juga disertai dengan demam. Infeksi
yang menahun kadang ditandai dengan pembesaran hepar dan nyeri tekan pada
abdomen, hal ini dapat menyebabkan penurunan berat badan.
Pada pemeriksaan darah ditemukan leukositosis. Pada pemeriksaan tinja,
ditemukan adanya parasit. Diagnosis laboratorium dapat dibuat dengan pemeriksaan
mikroskopik atau menemukan Entamoeba histolitica bersamaan dengan krital
Charcot-Leyden. Bila amoeba tidak ditemukan, maka pemeriksaan tinja dapat
diulangi tiga hari berturut-turut. Direkomendasikan pemeriksaan mikroskopik
terhadap kista dan bentuk torfozoit minimal 3 sampel tinja dalam periode 10 hari
karena dapat meningkatkan deteksi dari 85-95%. Reaksi serologi diperlukan untuk
menunjang diagnosis dan protoskop digunakan untuk melihat luka yang di dalam
rektum. Salah satu pengobatan amoebiasis adalah Metronidazol merupakan obat
pilihan karena efektif dalam bentuk histolitica dan kista. Efek samping yang
ditimbulkan cukup ringan seperti mual, muntah dan pusing. Dosis yang diberiksan 2
gram per hari selama 3 hari berturut-turut dan diberikan secara terbagi. Dengan
diagnosa dan pengobatan dini yang tepat serta kepekaan amoeba terhadap obat yang
diberikan. Umunya menghasilkan yang baik terutama tanpa komplikasi. Komplikasi
terjadi dibedakan menjadi komplikasi intestinal dan ekstraintestinal. Komplikasi
intestinal seperti perdarahan usus karena menginvasi pembuluh darah, perforasi usus
karena menembus lapisan muskularis dinding usus besar, ameboma berupa infeksi
kronik yang menimbulkan reaksi terbentuknya massa jaringan granulasi, intususepsi
dan penyempitan usus (striktura). Komplikasi ekstraintestinal tergantung dari lokasi
penyebarannya, seperti amoebiasis hati, amoebiasis pleuropulmonal dan lain-lain.
Pencegahan amoebiasis melalui kebersihan perorangan seperti mencuci tangan
sebelum makan dan setelah buang air besar dan kebersihan lingkungan seperti
memasak air minum, mencuci bahan makanana sebelum dimasak hingga bersih, tidak

31
menggunakan kotoran manusia untuk pupuk, menutup makanannya dengan baik agar
tidak ditempel oleh lalat dan kecoak, membuang sampah di tempat sampah yang
tertutup untuk menghindari lalat

DAFTAR PUSTAKA

1. Syaroni A., Hoesadha Y., 2006. Disentri Basiler. Buku Ajar Penyakit Dalam.
FKUI: Jakarta.

2. Pritt BS, Clark CG. Amebiasis. Mayo Clin Proc. Oct 2008;83(10):1154-9; quiz
1159-60.

32
3. Freedman DO, Weld LH, Kozarsky PE, et al. Spectrum of disease and relation
to place of exposure among ill returned travelers. N Engl J Med. Jan 12
2006;354(2):119-30.

4. Blessmann J, Van Linh P, Nu PA, et al. Epidemiology of amebiasis in a region


of high incidence of amebic liver abscess in central Vietnam. Am J Trop Med
Hyg. May 2002;66(5):578-83.

5. Hung CC, Ji DD, Sun HY, Lee YT, Hsu SY, Chang SY, et al. Increased risk for
Entamoeba histolytica infection and invasive amebiasis in HIV seropositive
men who have sex with men in Taiwan. PLoS Negl Trop Dis. Feb 27
2008;2(2):e175.

6. Muzaffar J, Madan K, Sharma MP, Kar P. Randomized, single-blind, placebo-


controlled multicenter trial to compare the efficacy and safety of metronidazole
and satranidazole in patients with amebic liver abscess. Dig Dis Sci. Dec
2006;51(12):2270-3.

7. Acuna-Soto R, Maguire JH, Wirth DF. Gender distribution in asymptomatic and


invasive amebiasis. Am J Gastroenterol. May 2000;95(5):1277-83.

8. Rao S, Solaymani-Mohammadi S, Petri WA Jr, Parker SK. Hepatic amebiasis: a


reminder of the complications. Curr Opin Pediatr. Feb 2009;21(1):145-9.

9. Loulergue P, Mir O. Pleural empyema secondary to amebic liver abscess. Int J


Infect Dis. May 2009;13(3):e135-6.

10. Gonzales ML, Dans LF, Martinez EG. Antiamoebic drugs for treating amoebic
colitis. Cochrane Databas e Syst Rev. Apr 15 2009;CD006085.

33

Anda mungkin juga menyukai