Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Disentri

Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (gangguan) dan enteron
(usus), yang berarti radang usus yang menimbulkan gejala meluas dengan gejala
buang air besar dengan tinja berdarah, diare berkonsistensi cair dengan volume
sedikit, buang air besar dengan tinja bercampur lendir (mucus) dan nyeri saat
buang air besar (tenesmus).2 Disentri merupakan peradangan pada usus besar yang
ditandai dengan sakit perut dan buang air besar dengan konsistensi cair secara
terus menerus (diare) yang bercampur dengan lendir dan darah.3 Disentri
merupakan suatu infeksi yang menimbulkan luka yang menyebabkan tukak
terbatas di colon yang ditandai dengan gejala khas yang disebut sebagai sindroma
disentri, yakni:1) sakit di perut yang sering disertai dengan tenesmus, 2) berak-
berak, dan 3) tinja mengandung darah dan lendir.4

II.2 Epidemiologi

Di Amerika Serikat, insidensi penyakit ini rendah. Setiap tahunnya kurang


dari 500.000 kasus yang dilaporkan ke Centers for Disease Control (CDC). Di
Bagian Penyakit Dalam RSUP Palembang selama 3 tahun (1990-1992) tercatat di
catatan medis, dari 748 kasus yang dirawat karena diare ada 16 kasus yang
disebabkan oleh disentri basiler. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan di
beberapa rumah sakit di Indonesia dari Juni 1998 sampai dengan Nopember 1999,
dari 3848 orang penderita diare berat, ditemukan 5% shigella.
Prevalensi amebiasis sangat bervariasi, diperkirakan 10 persen populasi
terinfeksi. Prevalensi tertinggi di daerah tropis (50-80%). Manusia merupakan
host dan reservoir utama. Penularannya lewat kontaminasi tinja ke makanan dan
minuman, dengan perantara lalat, kecoak, kontak interpersonal, atau lewat
hubungan seksual anal-oral. Sanitasi lingkungan yang jelek, penduduk yang padat
dan kurangnya sanitasi individual mempermudah penularannya. Insidensi kasus
amoebiasis lebih banyak ditemukan di Negara berkembang terutama sekitar India,

2
Afrika bagian selatan, Amerika Selatan dan daerah asia timur. Berkunjung ke
tempat endemis dapat menimbulkan resiko terinfeksi amoebiasis tetapi amoebiasis
jarang menyebabkan travelers diarrhea karena pada umumnya timbul jika tinggal
di daerah endemis tersebut lebih lama dari 1 bulan. Amoebiasis dapat terjadi pada
segala umur tetapi komplikasi seperti abses hepar karena amoebiasis 10 kali lebih
sering ditemukan di orang dewasa dibandingkan anak-anak.

II.3 Etiologi

Penyebab disentri dibagi atas 2 bagian besar yaitu berdasarkan


penyebabnya yaitu bakteri dan amoeba.

Disentri basiler

Disentri basiler disebabkan oleh kuman Shigella, s.p.. Shigella


sendiri adalah basil non motil gram negatif dalam family
enterobacteriaceae. Genus ini dapat menginvasi sel epitel intestinal dan
menyebabkan infeksi yang dapat menimbulkan gejala ringan hingga berat.
Ada 4 spesies Shigella, yaitu S.dysentriae, S.flexneri, S.bondii dan
S.sonnei. Terdapat 43 serotipe O dari shigella. S.sonnei adalah satu-
satunya yang mempunyai serotipe tunggal. Karena kekebalan tubuh yang
didapat bersifat serotipe spesifik, maka seseorang dapat terinfeksi
beberapa kali oleh tipe yang berbeda. Genus ini memiliki kemampuan
menginvasi sel epitel intestinal dan menyebabkan infeksi dalam jumlah
102-103 organisme. Secara klinis mempunyai tanda-tanda berupa diare,
adanya lendir dan darah dalam tinja, perut terasa sakit dan tenesmus.

Disentri amoeba
Disentri dapat juga disebabkan oleh amoeba atau yang sering
disebut amoebiasis. Pada umumnya disebabkan oleh Entamoeba
histolytica yang merupakan protozoa usus yang sering hidup menjadi
mikroorganisme apatogen di usus besar manusia. Apabila kondisi seperti
sistem imun yang rendah timbul, protozoa ini dapat menjadi pathogen
dengan cara membentuk koloni di dinding usus dan menembus dinding

3
usus sehingga menyebabkan ulserasi. Siklus hidup amoeba ini ada 2
bentuk yaitu bentuk trofozoit dan bentuk kista.
Bentuk trofozoit ada 2 macam, yaitu trofozoit komensal (berukuran
< 10 mm) dan trofozoit patogen (berukuran > 10 mm). Trofozoit komensal
dapat dijumpai di lumen usus tanpa menyebabkan gejala penyakit. Bila
pasien mengalami diare, maka trofozoit akan keluar bersama tinja.
Sementara trofozoit patogen yang dapat dijumpai di lumen dan dinding
usus (intraintestinal) maupun luar usus (ekstraintestinal) dapat
mengakibatkan gejala disentri. Diameternya lebih besar dari trofozoit
komensal (dapat sampai 50 mm) dan mengandung beberapa eritrosit di
dalamnya. Hal ini dikarenakan trofozoit patogen sering menelan eritrosit
(haematophagous trophozoite). Bentuk trofozoit ini bertanggung jawab
terhadap terjadinya gejala penyakit namun cepat mati apabila berada di
luar tubuh manusia. Bentuk kista juga ada 2 macam, yaitu kista muda dan
kista dewasa. Bentuk kista hanya dijumpai di lumen usus. Bentuk kista
bertanggung jawab terhadap terjadinya penularan penyakit dan dapat
hidup lama di luar tubuh manusia serta tahan terhadap asam lambung dan
kadar klor standard di dalam sistem air minum. Diduga kekeringan akibat
penyerapan air di sepanjang usus besar menyebabkan trofozoit berubah
menjadi kista.

Siklus hidup dari E.histolytica adalah kista matur yang masuk


secara oral akan melalui proses excystation yang akan menjadi stadium
trofozoit dimana lebih aktif dan bermultiplikasi di usus besar dan
menyebabkan ulserasi. Beberapa trofozoit dapat menyebar ke
ekstraintestinal dan menyebabkan abses di daerah lain seperti hepar dan

4
otak. Beberapa akan berkembang menjadi kista kembali dan keluar melalui
feses dan dapat menginfeksi orang lain kembali yang terpapar.

II.4 Patofisiologi

Disentri basiler
Semua strain kuman Shigella menyebabkan disentri, yaitu suatu
keadaan yang ditandai dengan diare, dengan konsistensi tinja biasanya
lunak, disertai eksudat inflamasi yang mengandung leukosit
polymorfonuclear (PMN) dan darah. Kuman Shigella secara genetik
bertahan terhadap pH yang rendah, maka dapat melewati barrier asam
lambung. Ditularkan secara oral melalui air, makanan, dan lalat yang
tercemar oleh ekskreta pasien. Setelah melewati lambung dan usus halus,
kuman ini menginvasi sel epitel mukosa kolon dan berkembang biak
didalamnya. Kolon merupakan tempat utama yang diserang Shigella
namun ileum terminalis dapat juga terserang. Kelainan yang terberat
biasanya di daerah sigmoid, sedang pada ilium hanya hiperemik saja. Pada
keadaan akut dan fatal ditemukan mukosa usus hiperemik, lebam dan
tebal, nekrosis superfisial, tapi biasanya tanpa ulkus. Pada keadaan
subakut terbentuk ulkus pada daerah folikel limfoid, dan pada selaput
lendir lipatan transversum didapatkan ulkus yang dangkal dan kecil, tepi

5
ulkus menebal dan infiltrat tetapi tidak berbentuk ulkus bergaung(Oesman,
2009).
S.dysentriae, S.flexeneri, dan S.sonei menghasilkan eksotoksin
antara lain ShET1, ShET2, dan toksin Shiga, yang mempunyai sifat
enterotoksik, sitotoksik, dan neurotoksik. Enterotoksin tersebut merupakan
salah satu faktor virulen sehingga kuman lebih mampu menginvasi sel
eptitel mukosa kolon dan menyebabkan kelainan pada selaput lendir yang
mempunyai warna hijau yang khas. Pada infeksi yang menahun akan
terbentuk selaput yang tebalnya sampai 1,5 cm sehingga dinding usus
menjadi kaku, tidak rata dan lumen usus mengecil. Dapat terjadi
perlekatan dengan peritoneum.

Disentri amoeba
Amoebiasis didapat dari rute fekal-oral melalui konsumsi dari
makanan atau air yang sudah terkontaminasi oleh amoeba. Setelah masuk
ke saluran cerna E.histolytica dalam bentuk kistanya akan melalui proses
ekskistasi di usus halus dan menginvasi usus besar dalam bentuk trofozoit.
Masa inkubasi nya dapat bermacam-macam dari 2 hari hingga 4 bulan.
Proses invasiv timbul saat penempelan E.histolytica ke dinding usus besar,
setelah proses penempelan maka trofozoit akan menginvasi epitel usus
besar dan membentuk lesi ulkus di daerah tersebut. Trofozoit akan
melisiskan sel target dengan menggunakan lectin untuk menempel dan
protein parasitic untuk menimbulkan kebocoran ion dari sitoplasma sel.
Penyebaran amoebiasis ke hepar terjadi melalui darah. Trofozoit
masuk ke pembuluh darah dan naik ke daerah hepar melalui vena porta
dan dapat memproduksi abses hepar yang dipenuhi oleh debris aselular.
Trofozoit ini juga dapat melisiskan hepatosit serta neutrofil sehingga dapat
timbul nekrosis dan dapat timbul daerah iskemik yang disebabkan oleh
obstruksi vena porta.

6
II.5 Manifestasi Klinis

Disentri Basiler
- masa tunas berkisar antara 7 jam sampai 7 hari. Lama gejala rerata 7
hari sampai 4 minggu.
- Pada fase awal pasien mengeluh nyeri perut bawah, diare disertai
demam yang mencapai 400C. Selanjutnya diare berkurang tetapi tinja
masih mengandung darah dan lendir, tenesmus, dan nafsu makan
menurun.
- Bentuk klinis dapat bermacam-macam dari yang ringan, sedang
sampai yang berat.
- Sakit perut terutama di bagian sebelah kiri, terasa melilit diikuti
pengeluaran tinja sehingga mengakibatkan perut menjadi cekung.
- Bentuk yang berat (fulminating cases) biasanya disebabkan oleh S.
dysentriae. Gejalanya timbul mendadak dan berat, berjangkitnya cepat,
berak-berak seperti air dengan lendir dan darah, muntah-muntah, suhu
badan subnormal, cepat terjadi dehidrasi, renjatan septik dan dapat
meninggal bila tidak cepat ditolong. Akibatnya timbul rasa haus, kulit
kering dan dingin, turgor kulit berkurang karena dehidrasi. Muka
menjadi berwarna kebiruan, ekstremitas dingin dan viskositas darah
meningkat (hemokonsentrasi). Kadang-kadang gejalanya tidak khas,
dapat berupa seperti gejala kolera atau keracunan makanan. Kematian
biasanya terjadi karena gangguan sirkulasi perifer, anuria dan koma
uremik. Angka kematian bergantung pada keadaan dan tindakan
pengobatan. Angka ini bertambah pada keadaan malnutrisi dan
keadaan darurat misalnya kelaparan. Perkembangan penyakit ini
selanjutnya dapat membaik secara perlahan-lahan tetapi memerlukan
waktu penyembuhan yang lama.

7
- Pada kasus yang sedang keluhan dan gejalanya bervariasi, tinja
biasanya lebih berbentuk, mungkin dapat mengandung sedikit
darah/lendir.
- Pada kasus yang ringan, keluhan/gejala tersebut di atas lebih ringan.
Berbeda dengan kasus yang menahun, terdapat serangan seperti kasus
akut secara menahun. Kejadian ini jarang sekali bila mendapat
pengobatan yang baik.2

Disentri amoeba
Manifestasi klinis pada disentri amoeba dapat berbeda-beda tergantung
atas proses invasi yang timbul serta penyebaran yang terjadi.
Carrier (Cyst passer)
Pasien dalam kondisi ini tidak akan timbul gejala apa pun,
hal ini disebabkan karena amoeba yang berada di lumen
usus besar tidak mengadakan proses invasi ke dinding usus
besar. Meskipun begitu seseorang dengan kondisi seperti ini
masih dapat menularkan ke orang lain melalui feses yang
mengandung kista dari E.histolytica.
Disentri amoeba ringan
Pasien dengan disentri amoeba ringan timbul gejalanya
akan perlahan-lahan. Penderita biasanya mengeluhkan perut
kembung, terkadang juga mengeluhkan nyeri perut ringan
yang hilang timbul. Diare yang timbul dapat 4 5 kali
sehari dengan tinja yang berbau busuk dan terkadang dapat
ditemukan lendir serta darah. Nyeri tekan yang dapat
timbul berdasarkan atas lokasi dimana ulkus tersebut
timbul. Keadaan umum pasien pada umumnya baik dengan
tanpa demam atau subfebris.
Disentri amoeba sedang
Keluhan serta gejala klinis yang timbul lebih berat
dibandingkan dengan disentri ringan tetapi pasien tetap
dapat melakukan kegiatan sehari-hari tanpa gangguan. Pada
tinja sering ditemukan lendir serta darah. Pasien dapat
mengeluhkan demam, lemah, serta nyeri perut.
Disentri amoeba berat

8
Keluhan yang timbul akan lebih berat dimana akan timbul
diare yang lebih banyak dengan darah yang lebih banyak
juga. Dapat timbul demam tinggi serta rasa mual. Pada
kondisi ini juga sering ditemukan gejala anemia yang
disebabkan oleh hilangnya darah melalui saluran cerna.

II.6 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang dapat membantu kita untuk menegakkan diagnosis


amoebiasis lebih baik lagi dari sekedar hanya gejala klinis yang khas yaitu
tenesmus, nyeri abdomen, serta diare yang disertai lendir dan darah.
Pemeriksaan penunjang yang paling penting adalah pemeriksaan tinja serta
pemeriksaan serologis. Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan radiologis
maupun biopsi.
Pemeriksaan tinja
o Pemeriksaan tinja secara langsung terhadap kuman
penyebab serta biakan hapusan (rectal swab). Untuk
menemukan carrier diperlukan pemeriksaan biakan tinja
yang seksama dan teliti karena basil shigela mudah mati .
Untuk itu diperlukan tinja yang baru.
o Pada umumnya tinja pada penderita disentri amoeba akan
berbau busuk serta didapatkan darah serta lendir. Untuk
pemeriksaan mikroskopik diperlukan tinja yang segar,
terkadang perlu dilakukan pemeriksaan tinja berulang
hingga 3 kali dalam seminggu dan sebaiknya dilakukan
sebelum dilakukan pengobatan. Untuk menemukan stadium
trofozoit diperlukan tinja yang segar dan mengandung
darah serta lendir. Jika tinja berdarah dapat ditemukan juga
trofozoit dengan sel eritrosit didalamnya.
Pemeriksaan serologis
o Enzime immunoassay : Serum antibody dapat ditemukan
pada 70 90% dari penderita amoebiasis dan lebih banyak
ditemukan pada penderita abses hepar yang disebabkan
oleh E.histolytica. Dapat mendeteksi toksin di tinja pada

9
sebagian besar penderita yang terinfeksi S.dysentriae tipe 1
atau toksin yang dihasilkan E.coli.
o Pemeriksaan yang dilakukan adalah tes IHA (Indirect
Hemagglutination antibody) yang mendeteksi antibodi
spesifik terhadap E.histolytica dan titer lebih dari 1:256
ditemukan pada penderita amoebiasis ekstraintestinal yang
berarti lebih berat. Pada S.dysentriae aglutinasi dinyatakan
positif pada pengenceran 1/50 dan pada S.flexneri
aglutinasi antibody sangat kompleks, dan oleh karena
adanya banyak strain maka jarang dipakai. aglutinin
terbentuk pada hari kedua, maksimum pada hari keenam.
Pemeriksaan radiologis
o Pemeriksaan yang diunggulkan adalah USG untuk menilai
jika diduga sudah timbul abses hepar dengan cepat, efek
samping yang sedikit serta lebih murah. Jika memiliki
sarana seperti CT scan dapat ditemukan lesi yang ireguler
tanpa kapsul yang mengelilinginya.
Pemeriksaan laboratorium
o Pada pemeriksaan darah ditemukan leukositosis tanpa
eosinophilia pada 80% kasus. Anemia ringan dapat
ditemukan juga. Jika sudah menyebar ke daerah hepar
maka akan ditemukan serum transaminase yang meningkat
dengan alkalin phosphatase yang meningkat sehingga ada
peningkatan serum bilirubin ringan. Sering ditemukan juga
laju endap darah yang meningkat.
Pemeriksaan biopsi (rektosigmoidoskopi/ kolonoskopi)
o Prosedur ini dilakukan jika ditemukan ulkus pada usus
besar jika dicurigai penyebabnya adalah amoeba. Indikasi
prosedur ini adalah seperti berikut.
Pemeriksaan tinja negatif dengan serum antibodi
yang positif
Pemeriksaan tinja negatif, tetapi diperlukan
diagnosis secepatnya
Pemeriksaan tinja dan serum negatif, tetapi dugaan
kuat amoebiasis

10
Evaluasi gejala intestinal kronik atau lesi masa
o Pada Disentri basiler sebagian besar lesi berada di bagian
distal kolon dan secara progresif berkurang di segmen
proksimal usus besar.

II.7 Diagnosis Banding

Diagnosis banding untuk diare darah adalah :

Disentri basiler

Penyakit ini biasanya timbul secara akut, sering disertai adanya toksemia,
tenesmus akan tetapi sakit biasanya sifatnya umum. Tinja biasanya kecil-kecil,
banyak, tak berbau, alkalis, berlendir, nanah dan berdarah, bila tinja berbentuk
dilapisi lendir. Daerah yang terserang biasanya sigmoid dan dapat juga
menyerang ileum. Biasanya daerah yang terserang akan mengalami hiperemia
superfisial ulseratif dan selaput lendir akan menebal.

Disentri amuba

Timbulnya penyakit biasanya perlahan-lahan, diare awal tidak ada/jarang.


Toksemia ringan dapat terjadi, tenesmus jarang dan sakit berbatas. Tinja
biasanya besar, terus menerus, asam, berdarah, bila berbentuk biasanya
tercampur lendir. Lokasi tersering daerah sekum dan kolon asendens, jarang
mengenai ileum. Ulkus yang ditimbulkan dengan gaung yang khas seperti
botol.

Eschericiae coli

Escherichia coli Enteroinvasive (EIEC)


Patogenesisnya seperti Shigelosis yaitu melekat dan menginvasi epitel
usus sehingga menyebabkan kematian sel dan respon radang cepat (secara
klinis dikenal sebagai kolitis). Serogroup ini menyebabkan lesi seperti
disentri basiller, ulserasi atau perdarahan dan infiltrasi leukosit
polimorfonuklear dengan khas edem mukosa dan submukosa. Manifestasi

11
klinis berupa demam, toksisitas sistemik, nyeri kejang abdomen, tenesmus,
dan diare cair atau darah.
Escherichia coli Enterohemoragik (EHEC)
Manifestasi klinis dari EHEC dapat menyebabkan penyakit diare sendiri
atau dengan nyeri abdomen. Diare pada mulanya cair tapi beberapa hari
menjadi berdarah (kolitishemoragik). Meskipun gambarannya sama
dengan Shigelosis yang membedakan adalah terjadinya demam yang
merupakan manifestasi yang tidak lazim. Beberapa infeksi disertai dengan
sindrom hemolitik uremik.

II.8 Komplikasi

Komplikasi intestinal
- Perdarahan usus.
Terjadi apabila amoeba mengadakan invasi ke dinding usus besar dan
merusak pembuluh darah.
- Perforasi usus.
Hal ini dapat terjadi bila abses menembus lapisan muskular dinding
usus besar. Sering mengakibatkan peritonitis yang mortalitasnya tinggi.
Peritonitis juga dapat disebabkan akibat pecahnya abses hati amoeba.
- Ameboma.
Peristiwa ini terjadi akibat infeksi kronis yang mengakibatkan reaksi
terbentuknya massa jaringan granulasi. Biasanya terjadi di daerah
sekum dan rektosigmoid. Sering mengakibatkan ileus obstruktif atau
penyempitan usus.
- Intususepsi.
Sering terjadi di daerah sekum (caeca-colic) yang memerlukan
tindakan operasi segera.
- Penyempitan usus (striktura).
Dapat terjadi pada disentri kronik akibat terbentuknya jaringan ikat
atau akibat ameboma.

Komplikasi ekstraintestinal
- Amebiasis hati.
Abses hati merupakan komplikasi ekstraintestinal yang paling sering
terjadi. Abses dapat timbul dari beberapa minggu, bulan atau tahun

12
sesudah infeksi amoeba sebelumnya. Infeksi di hati terjadi akibat
embolisasi ameba dan dinding usus besar lewat vena porta, jarang
lewat pembuluh getah bening. Mula-mula terjadi hepatitis ameba yang
merupakan stadium dini abses hati kemudian timbul nekrosis fokal
kecil-kecil (mikro abses), yang akan bergabung menjadi satu,
membentuk abses tunggal yang besar. Sesuai dengan aliran darah vena
porta, maka abses hati ameba terutama banyak terdapat di lobus kanan.
Abses berisi nanah kental yang steril, tidak berbau, berwarna
kecoklatan (chocolate paste) yang terdiri atas jaringan sel hati yang
rusak bercampur darah. Kadang-kadang dapat berwarna kuning
kehijauan karena bercampur dengan cairan empedu.

- Abses pleuropulmonal.
Abses ini dapat terjadi akibat ekspansi langsung abses hati. Kurang
lebih 10-20% abses hati ameba dapat mengakibatkan penyulit ini.
Abses paru juga dapat terjadi akibat embolisasi ameba langsung dari
dinding usus besar. Dapat pula terjadi hiliran (fistel) hepatobronkhial
sehingga penderita batuk- batuk dengan sputum berwarna kecoklatan
yang rasanya seperti hati.

- Abses otak, limpa dan organ lain.


Keadaan ini dapat terjadi akibat embolisasi ameba langsung dari
dinding usus besar maupun dari abses hati walaupun sangat jarang
terjadi.

- Amebiasis kulit.
Terjadi akibat invasi ameba langsung dari dinding usus besar dengan
membentuk hiliran (fistel). Sering terjadi di daerah perianal atau
dinding perut. Dapat pula terjadi di daerah vulvovaginal akibat invasi
ameba yang berasal dari anus.

II.9 Tatalaksana

- Cairan dan elektrolit


Dehidrasi ringan sampai sedang dapat dikoreksi dengan cairan
rehidrasi oral. Jika frekuensi buang air besar terlalu sering, dehidrasi

13
akan terjadi dan berat badan penderita turun. Dalam keadaan ini perlu
diberikan cairan melalui infus untuk menggantikan cairan yang hilang.
Akan tetapi jika penderita tidak muntah, cairan dapat diberikan melalui
minuman atau pemberian air kaldu atau oralit. Bila penderita berangsur
sembuh, susu tanpa gula mulai dapat diberikan.

- Diet
Diberikan makanan lunak sampai frekuensi berak kurang dari 5
kali/hari, kemudian diberikan makanan ringan biasa bila ada kemajuan.

- Pengobatan spesifik
Untuk kondisi disentri amoeba ini perlu dilakukan pengobatan yang
dapat membunuh stadium trofozoit serta mengeradikasi stadium kista
yang dapat menularkan serta dapat menimbulkan infeksi berulang.
Untuk pengobatan terhadap stadium trofozoit digunakan golongan
antibiotic serta antiprotozoa, Metronidazole sedangkan untuk
mengeradikasi kista yang berada di intraluminal adalah obat-obatan
seperti Paramomycin. Untuk kondisi amoebiasis ekstraintestinal seperti
abses hepar dapat digunakan obat-obatan seperti Dehydroemetine yang
hanya dapat memiliki efek di luar lumen usus, jadi masih perlu
diberikan obat-obatan yang dapat mengeradikasi infeksi amoeba
intraluminal.
Dosis yang diberikan untuk penggunaan metronidazole adalah 30
mg/kg/hari yang dapat diberikan secara oral maupun parenteral yang
diberikan selama 5 sampai 10 hari. Sedangkan paramomycin diberikan
dengan dosis 25 -35 mg/kg/ hari yang dibagi menjadi 3 dosis dan
diberikan selama 7 hari.

- Pencegahan
Pencegahan sangat diperlukan terutama untuk mencegah penyebaran
infeksi dari carrier yang tidak memiliki gejala sama sekali.
Pencegahan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.
Mencuci tangan setelah dari toilet serta setelah kontak dengan
orang yang terinfeksi amoebiasis
Mencuci tangan sebelum masak dan makan, merawat bayi serta
member makan anak kecil maupun orang lanjut usia

14
Membatasi kontak dengan seseorang yang menderita disentri
Mencuci pakaian dengan air panas
Menghindari berbagi handuk
Memasak air selama 5 menit dalam suhu 50 C untuk
mematikan kista

II.10 Prognosis

Ditentukan dari berat ringannya penyakit, diagnosis dan pengobatan dini yang
tepat serta kepekaan amoeba terhadap obat yang diberikan. Pada umumnya
prognosis amoebiasis adalah baik terutama pada kasus tanpa komplikasi.
Prognosis yang kurang baik adalah abses otak amoeba. Pada bentuk yang berat,
angka kematian tinggi kecuali bila mendapatkan pengobatan dini. Tetapi pada
bentuk yang sedang, biasanya angka kematian rendah, bentuk dysentriae biasanya
berat dan masa penyembuhan lama meskipun dalam bentuk yang ringan. Disentri
yang disebabkan oleh s. flexneri mempunyai angka kematian rendah.

15

Anda mungkin juga menyukai