Anda di halaman 1dari 10

Refleksi Kasus

Rhinosinusitis Akut

Diajukan Kepada:
dr. Indera Istiadi, Sp.THT

Disusun oleh :
Manarul Ulfah
20154011119

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
I. Pengalaman

Seorang pasien perempuan usia 19 tahun diantar orang tuanya datang ke


poliklinik THT mengeluh sakit di daerah sekitar hidung sejak 2 minggu SMRS. Pasien
mencium bau busuk dari hidungnya. Pasien merasa lendir hidungnya sukar untuk keluar,
hanya trekadang bisa keluar dan berwarna kekuningan.pasien juga merasa di
tenggorokannya juga berisi lendir. Pasien merasa hidung mampet dan tidak nyaman untuk
bernafas. Sejak muncul keluhan pasien juga merasakan nyeri kepala yang sangat
mengganggu. Riwayat demam disangkal. Dalam 2 minggu ini pasien belum melakukan
pengobatan apapun.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, kesadaran compos


mentis. Pemeriksaan nadi 88 x/menit, respirasi 20 x/menit. Pemeriksaan rhinoskopi
anterior memperlihatkan konka hiperemis. Didapatkan nyeri tekan di daerah sinus
maxillaris. Mukosa kavum oris dan faring dalam batas normal. tidak terdapat pembesaran
limfonodi submandibula dextra dan sinistra, nyeri tekan (-).

II. Masalah yang dikaji

Bagaimana penegakan diagnosis, penatalaksanaan dan komplikasi dari Rhinosinusitis


Akut?

III. Pembahasan .

RINOSINUSITIS AKUT
A. Definisi
Rinosinusitis akut adalah peradangan pada mukosa rongga hibung dan sinus paranasal
yang berlangsung kurang dari 4 minggu dengan atau tanpa disertai cairan sinus. Karena
kondisi peradangan selalu meluas ke rongga sinus maka dipakai istilah rinosinusitis
daripada sinusitis.
Ada delapan sinus paranasal, empat buah pada masing-masing sisi hidung, sinus frontal
kanan dan kiri, sinus ethmoid kanan dan kiri (anterior dan posterior), sinus maksila kanan
dan kiri (antrum highmore) dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Semua sinus ini dilapisi
oleh mukosa yang merupakan lanjutan mukosa hidung, berisi udara dan semua bermuara
di rongga hidung melalui ostium masing-masing.

Gambar 1. Sinus Paranasal


Pada meatus inferior : terdapat muara duktus lakrimalis. Pada meatus medius yang
merupakan ruang diantara konka superior dan konka inferior rongga hidung, terdapat
suatu celah sempit yaitu hiatus semilunaris yakni muara dari sinus maksila, sinus frontalis
dan ethmoidalis anterior. Pada meatus superior yang merupakan ruang di antara konka
superior dan konka media terdapat muara sinus ethmoid posterior dan sinus sfenoid.
Mukus yang dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar mukosa didorong ke dalam hidung oleh
kerja silia-silia sel-sel silindris. Drainase mukus juga dibantu oleh tenaga menyedot saat
membuang ingus.
Gambar 2. Ostium sinus paranasal

B. Etiologi
Bentuk paling sering rinosinusitis akut adalah rinosinusitis viral akut (AVRS). Di
Amerika Serikat diperkirakan 39% sampai dengan 87% dari infeksi saluran nafas bagian
atas dapat mengakibatkan rinosinusitis viral akut. Rinosinusitis viral akut adalah penyakit
yang sembuh sendiri, mungkin sulit dibedakan dengan dengan infeksi saluran nafas atas
tanpa sinusitis. Infksi saluran nafas atas adalah faktor resiko utama dalam perkembangan
rinosinusitis bakterial akut (ABRS), dengan kurang lebih 0,5% sampai dengan 2% infeksi
saluran nafas bagian atas berkembang menjadi infeksi bakterial. Rinosinusitis bakterial
akut juga merupakan penyakit yang kemungkinan besar sembuh sendiri dengan sekitar
40% sampai 60% dapat sembuh spontan. Hal ini berdasarkan review sistematik dari
penelitian placebo-controlled clinical trials. Akan tetapi terapi antibiotik pada pasien
ABRS dapat memperpendek lama timbulnya gejala.
Sejak infeksi viral atau bakterial dapat tumpang-tindih pada manifestasi klinis, hal ini
menyebabkan kesulitan untuk membedakan etiologi infeksi tersebut viral atau bakterial.
Pada hari kelima perjalanan penyakit, AVRS dan ABRS mungkin sulit dibedakan.
Perbedaan diagnostik dibuat berdasarkan lama dan perkembangan dari gejala penyakit.
Perkiraan perjalanan klinis penyakit AVRS ditandai dengan membaiknya gejala dalam 10
hari dari timbulnya gejala infeksi saluran nafas atas, sedangkan ABRS diperkirakan
ketika gejala akut berlangsung 10 hari atau lebih. Rinosinusitis bakterial akut dapat juga
didiagnosis bila gejala kompleks berlangsung kurang dari 10 hari tetapi menunjukkan
memburuknya gejala klinis setelah perbaikan awal.
Terdapat 3 presentasi klinis untuk ABRS :
- Terdapat tanda dan gejala yang persisten selama 10 hari dan tidak membaik
- Terdapat perburukan tanda dan gejala pada hari ke 3-4 dari permulaan gejala
seperti demam tinggi minimal 39 celcius dan discar hidung purulen
- Terdapat tanda dan gejala AVRS yang membaik kemudian memburuk lagi pada
hari ke 5-6 (double sickening).

C. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit sinus terkait 3 faktor: patensi ostium, fungsi silia dan
kualitas sekret. Gangguan salah satu faktor tersebut atau kombinasi faktor-faktor tersebut
merubah fisiologi dan menimbulkan rinosinusitis. Obstruksi ostium menimbulkan
drainase tidak adekuat, berakibat penumpukan cairan dalam sinus. Pada sinus maksilaris
menjadi khusus karena mukus dibersihkan melawan pengaruh gravitasi.
Faktor-faktor yang menyebabkan obstruksi ostium dapat menimbulkan sinusitis. Saat
obstruksi terjadi hipoksia lokal dalam sinus, menimbulkan perubahan pH, kerusakan
epitel dan fungsi silia. Cairan dalam sinus menjadi media yang baik bagi pertumbuhan
bakteri, menimbulkan inflamasi jaringan dan penebalan mukosa sehingga menambah
obstruksi pada ostium.
Perbandingan fisiologi sinus normal dan rinosinusitis
(sumber: Strong JF, 2002)

Tabel. Patofisiologi penyakit rinosinusitis

Silia membutuhkan media cairan untuk menjalankan fungsinya secara normal, seperti
diketahui sekresi mukosa sinus paranasal dan kavum nasi ditemukan dalam kondisi
normal. Lingkungan silia normal tersusun atas dua lapis mukus; lapisan superfisial
(berupa gel) dan lapisan di bawahnya berupa lapisan serous. Pada hidung dan sinus
paranasal mukus diproduksi sel goblet dan kelenjar submukosa. Perubahan komposisi
mukus (penurunan elastisitas dan atau peningkatan viskositas) mengganggu fungsi silia
dalam mengeluarkan mukus dari sinus paranasal atau hidung. Rongga sinus dipercaya
steril dari flora normal, akumulasi bakteri dan cairan, mampu menyebabkan penyakit.
Komposisi mukus dapat terganggu oleh perubahan tranpsor elektrolit dan air,
seperti pada dehidrasi. Faktor lain penyebab terjadinya perubahan komposisi mukus
termasuk peningkatan produksi mukus, diinduksi oleh iritan, alergen atau paparan udara
dingin. Jika produksi mukus melebihi kemampuan clearance maka terjadi akumulasi dan
menjadi media yang baik bagi pertumbuhan bakteri.
Rinosinusitis bakterial akut sangat sering berhubungan dengan infeksi virus pada saluran
nafas atas, walaupun demikian alergi, trauma, neoplasma penyakit granulomatosa dan
inflamasi, penyakit yang mendistruksi septum, faktor lingkungan, infeksi gigi dan variasi
anatomi yang dapat mengganggu clearens normal mukosilier dapat pula menjadi
predisposisi infeksi bakteri.
D. Diagnosis
Diagnosis rinosinusitis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis umumnya ditemukan:
o Keluhan rinitis akut berupa hidung tersumbat dengan sekret purulen
o Nyeri/rasa penekanan pada wajah terutama pada daerah sinus
o Sakit kepala dengan berbagai derajat keparahan
o Post-nasal drip yang dirasakan sebagai lender yang terasa pada tenggorok
o Keluhan sistemik berupa demam dan malaise
Diagnosis rinosinusitis terutama berdasarkan riwayat medis dan dikonfirmasi
dengan penemuan pada pemeriksaan fisik. Terdapat panduan dalam diagnosis rinosin
berdasarkan Rhinosiusitis Task Force 1996, yaitu berdasarkan tanda dan gejala mayor dan
minor rinosinusitis. Faktor mayor dan minor tersebut dapat dilihat pada tabel. dibawah
ini.

Tabel . Tanda dan gejala yang berhubungan denga rinosinusitis


(Rhinosiusitis Task Force 1996)
Faktor Mayor Faktor Minor
Facial pain/pressurea Headache
Nasal obstruction Fever (all nonacute)
Nasal Halitosis
Dental pain
discharge/discolored
postnasal drip
Hyposmia/anosmia Fatigue
Purulence in examination Cough
Fever (acute only)b Ear pain/pressure/fullness

Diagnosis rinosinusitis ditegakkan apabila terdapat minimal 2 tanda mayor atau terdapat
1 tanda mayor dan > 2 tanda minor.
Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior serta endoskopi nasal
sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Pada pemeriksaan ini
tanda khasnya adalah ditemukan pus di meatus medius pada rinosinusitis sinus
maksilaris, etmoidalis anterior, dan frontalis atau di meatus superior pada
rinosinusitis sinus etmoidalis posterior dan sfenoidalis. Pada rinosinusitis akut,
didapatkan mukosa edema dan hiperemis serta pada anak ditemukan pembengkakan
dan kemerahan di kantus medius.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan meliputi pemeriksaan X-Ray, CTScan
pemeriksaan transiluminasi, dan sinuskopi. Pemeriksaan X-Ray untuk menilai sinus
maksila dilakukan dengan posisi Water, sinus frontalis dan etmoidalis dengan posisi
postero anterior, dan sinus sfenoidalis dengan posisi lateral. Pemeriksaan X-Ray
biasanya hanya mampu menilai kondisi sinus yang besar seperti sinus maksilaris dan
frontalis. Kelainan yang ditemukan berupa adanya perselubungan, batas udara dan air
atau air fluid level, ataupun penebalan mukosa.
Pemeriksaan CT-scan merupakan gold standard dalam menegakkan diagnosis
rinosinusitis karena pemeriksaan ini dapat menilai anatomi sinus dan hidung secara
keseluruhan. Namun dengan pertimbangan pemeriksaan CT-scan tergolong cukup
mahal, pemeriksaan ini hanya dilakukan pada rinosinusitis kronik yang tidak membaik
dengan pengobatan atau sebagai tindakan pra-operatif sebagai panduan bagi operator
sebelum melakukan operasi sinus.
Pemeriksaan transiluminasi sinus yang sakit dilakukan di ruangan gelap. Sinus yang
mengalami peradangan kemudian akan terlihat berubah menjadi suram atau gelap.
Namun pemeriksaan transiluminasi sudah jarang digunakan karena manfaatnya
terbilang sangat terbatas. Pemeriksaan sinuskopi dilakukan dengan cara melakukan
pungsi menembus dinding medial sinus maksilaris melalui meatus inferior. Dengan
alat endoskopi kemudian dapat dinilai kondisi sinus maksilaris yang sesungguhnya.
Lebih lanjut dapat dilakukan irigasi sinus sebagai metode penatalaksanaan.

E. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan rinosinusitis meliputi:
1. Mempercepat penyembuhan rinosinusitis
2. Mencegah komplikasi orbital dan intrakranial
3. Mencegah rinosinusitis menjadi kronik
Prinsip pengobatan rinosinusitis adalah membuka sumbatan di kompleks ostio-
meatal sehingga drainase dan ventilasi sinus dapat pulih secara alami.
Penatalaksanaan rinosinusitis diharuskan berdasarkan penyebabnya, hal ini untuk
menghindari penggunaan antibiotik yang tidak perlu. Apabila rinosinusitis akut
berlangsung lebih dari 10 hari atau tanda serta gejala lain mendukung ke arah bakterial
maka antibiotik dapat diberikan.
Berdasar kuman penyebab yang telah dikemukakan di atas, maka pilihan pertama
antibiotik pada ABRS adalah Amoksisilin, karena obat ini efektif terhadap Streptococcus
pneumoniae dan Hemophilus influenzae yang merupakan kuman terbanyak ditemukan
sebagai penyebab ABRS. Di Amerika kuman gram negatif penghasil enzim beta
laktamase sudah banyak ditemukan sehingga antibiotik pilihan beralih pada kombinasi
Amoksisilin dan Klavulanat. Antibiotik harus diberikan 10-14 hari untuk pasien anak dan
5-7 hari untuk dewasa, agar dapat dicapai hasil maksimal.

Untuk penderita yang alergi terhadap penisilin, dapat diberikan doksisiklin (tetapi tidak
untuk pasien anak) atau fluorokuinolon.
Terapi lini kedua yang dapat digunakan adalah doksisiklin karena dapat melawan bakteri
pathogen di saluran respirasi dan memiliki farmakokinetik dan farmakodinamik yang
bagus. Antibiotik jenis makrolid dan oral sepalosporin generasi kedua dan ketiga tidak
dianjurkan karena resistensinya yang tinggi terhadap S.pneumoniae. Kotrimoxazol juga
tidak direkomendasikan karena resistensinya terhadap S.pneumoniae dan Haemophilus
influenza.
Selain itu dapat pula diberikan terapi simptomatik lainnya seperti analgetik,
mukolitik, dekongestan, steroid oral/topical (terutama pasien alergi), pencucian rongga
hidung dengan NaCl, ataupun diatermi jika diperlukan. Terapi dengan antihistamin
umumnya tidak diberikan karena sifat antikolinergik dapat menyebabkan sekret
bertambah kental.
Penatalaksanaan lain yaitu tindakan operatif/bedah namun pada umumnya rinosinusitis
tidak membutuhkan tindakan operatif. Tindakan operatif yang dilakukan berupa bedah
sinus endoskopi fungsional atau Functional Endoscopic Sinus Surgery.
Indikasi tindakan operatif ini meliputi:
Sinusitis kronik yang tidak membaik setelah pemberian terapi adekuat
Sinusitis kronik yang disertai kista
Sinusitis kronik dengan kelainan reversible
Polip ekstensif
Adanya komplikasi orbita dan intrakranial
Sinusitis jamur

F. Prognosis dan Komplikasi


Prognosis untuk penderita sinusitis akut yaitu sekitar 40 % akan sembuh secara spontan
tanpa pemberian antibiotik. Terkadang juga penderita bisa mengalami relaps setelah
pengobatan namun jumlahnya sedikit yaitu kurang dari 5 %.
Komplikasi dari sinusitis diantaranya adalah:
1. Komplikasi Orbita : Peradangan atau reaksi edema, selulitis orbita, abses
subperiosteal, abses orbita.
2. Mukokel : Suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam
sinus.
3. Komplikasi Intrakranial : Meningitis Akut, Abses Dura, dan Abses Otak.
4. Osteomielitis dan Abses Subperiosteal.

IV. Daftar pustaka


- Boies L.R, Higler P.A (Editors), Edisi VI, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.
1997
- Yumna Satyani . Rhinosinusitis Akut. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
2012

Anda mungkin juga menyukai